19
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim Utama, Provinsi Kalimantan Tengah pada tanggal 6 Oktober sampai 16 Nopember 2011. Pengujian contoh uji dilakukan di Laboratorium Kimia Kayu Hasil Hutan dan Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 21 Nopember sampai 10 Desember 2011.
3.2 Objek dan Alat Penelitian Objek penelitian ini adalah pohon yang ditebang beserta limbah kayu yang dihasilkan yang terdapat di petak tebang, TPn, dan TPK. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian di lapangan adalah sebagai berikut: Phiband meter untuk mengukur diameter pohon dan diameter limbah. Meteran untuk mengukur panjang limbah dan ukuran plot. Haga Hypsometer untuk mengukur tinggi pohon. Kapur untuk menandai log. Clinometer untuk mengukur kemiringan lereng. Cat dan patok untuk menandai batas petak contoh. Global Positioning System (GPS) untuk penentuan koordinat petak contoh. Gergaji untuk memotong contoh uji kayu. Kantong plastik berbagai ukuran sebagai wadah untuk menyimpan contoh uji. Software minitab versi 14 untuk menganalisis data hasil pengukuran. Label untuk memberikan nama pada setiap contoh uji. Kamera untuk dokumentasi. Alatalat bantu lainnya seperti tally sheet serta alat tulis. Sedangkan Untuk mengetahui kandungan karbon pada limbah pemanenan diperlukan contoh uji kayu untuk diuji di laboratorium. Contoh uji kayu yang diambil berasal dari tunggak, batang (batang bebas cabang dan batang atas), dan cabang. Alat yang digunakan untuk pengujian di laboratorium adalah mesin pencacah, cawan porselin, saringan 40-60 mesh, oven, desikator, timbangan, dan tanur listrik.
20
3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Batasan Masalah Perhitungan limbah kayu dilakukan di petak tebang, TPn, dan TPK. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan limbah pemanenan adalah bagian dari pohon yang ditebang tetapi tidak dimanfaatkan oleh pola pemanfaatan yang berlaku pada saat ini dan dibiarkan dalam hutan. Limbah pemanenan ini dapat berasal dari tunggak, batang bebas cabang, batang utama setelah cabang pertama (batang atas), dan cabang. Cabang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagian dari tajuk yang memiliki diameter ≥ 30 cm (Permenhut No. 8 Tahun 2009).
3.3.2 Jenis Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data pokok yang diperoleh dengan cara pengukuran langsung di lapangan. Data primer yang dikumpulkan adalah sebagai berikut: 1. Volume limbah dengan mengukur dimensi tunggak, batang bebas cabang, batang utama setelah cabang pertama (batang atas), dan cabang di petak tebang. 2. Volume limbah di TPn dan TPK. 3. Berat jenis kayu dari jenis-jenis pohon yang ditebang dengan pengujian contoh uji kayu tunggak, batang (batang bebas cabang dan batang atas), dan cabang di petak tebang. 4. Data berat kering, kadar zat terbang, dan kadar abu jenis-jenis kayu yang diperoleh dengan analisis contoh uji kayu di laboratorium. Data sekunder merupakan data tambahan yang digunakan untuk mendukung penelitian yang diperoleh dari pengutipan data perusahaan. Data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai berikut: 1. Letak, luas, dan keadaan umum lokasi penelitian. 2. Laporan Hasil Cruising (LHC) petak yang akan dilakukan penelitian yang digunakan untuk membandingkan pengukuran dimensi pohon di lapangan.
21
3.3.3 Pengumpulan Data di Lapangan 1. Penentuan Plot Contoh Pengambilan data untuk pengukuran limbah dilakukan dengan membuat plot contoh dengan ukuran 100 m x 100 m atau 1 ha pada petak tebang yang sedang dilakukan penebangan. Luasnya plot contoh yang akan dilakukan penelitian adalah 10 ha. Penentuan plot contoh dilakukan secara purposive sampling yaitu suatu teknik pengambilan contoh dengan mengikuti kegiatan yang berlangsung di lapangan sesuai dengan tujuan tertentu.
2. Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan Setelah petak contoh ditentukan, maka dilakukan Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) yang dilaksanakan pada pohon berdiameter ≥ 20 cm pada plot contoh yang telah ditentukan. Inventarisasi ini dilakukan untuk mengetahui potensi awal, kerapatan tegakan tinggal dan kondisi lapangan. Kegiatan yang dilakukan yaitu pencatatan nomor pohon, jenis pohon, diameter pohon setinggi 1,3 m di atas permukaan tanah, tinggi bebas cabang, tinggi total, dan pengukuran kelerengan.
3. Pengukuran Sortimen di Petak Tebang Setelah penebangan dilakukan pengukuran bagian-bagian pohon yang ditebang. Secara umum bagian-bagian pohon terdiri dari dua kelompok, yaitu bagian dibawah cabang pertama dan bagian di atas cabang pertama. Bagian di bawah cabang pertama terdiri dari tunggak dan batang bebas cabang. Bagian di atas cabang pertama terdiri dari batang atas dan cabang. Bagian-bagian yang diukur adalah sebagai berikut: a. Tunggak adalah bagian pohon yang berada di bawah takik rebah dan takik balas. Dimensi yang diukur adalah diameter dan tinggi tunggak. b. Batang bebas cabang adalah batang utama dari atas banir sampai cabang pertama. Limbah dari batang bebas cabang dapat berupa potongan pendek atau kayu gelondongan dan hasil trimming. Potongan pendek adalah bagian batang utama yang mengandung cacat atau rusak dan perlu dipotong. Potongan pendek juga meliputi batang dengan cacat nampak, pecah, busuk, dan jenis fisik
22
lainnya. Kayu gelondongan dapat menjadi limbah jika jatuh ke jurang atau pecah terlalu banyak sehingga ditinggalkan. Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal, diameter ujung, dan panjang batang. c. Batang atas adalah bagian batang dari cabang pertama sampai tajuk yang merupakan perpanjangan dari batang utama. Dimensi yang diukur yaitu diameter pangkal, diameter ujung, dan panjang batang. d. Cabang adalah komponen tajuk dari pohon yang ditebang yang berada di atas cabang pertama. Limbah cabang yang diukur pada diameter minimal 30 cm. Dimensi yang diukur yaitu diameter pangkal, diameter ujung, dan panjang. e. Pengumpulan data volume siap sarad. Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal, diameter ujung, dan panjang batang. Untuk memudahkan pelaksanannya, semua batang yang diteliti di tempat penebangan diberi nomor kode yang diikuti seterusnya hingga TPK.
4. Pengukuran Sortimen di TPn Data yang dikumpulkan di TPn yaitu volume limbah dan volume batang (sortimen) siap angkut. Limbah dan sortimen yang diukur berasal dari pohon yang sama dengan pohon yang diukur di petak tebang. Limbah di TPn terjadi akibat dari kegiatan trimming. Limbah di TPn berupa sisa potongan, batang bebas cabang yang tidak terangkut karena mengandung cacat (bengkok, mata buaya, gerowong), kayu gelondongan utuh dengan kondisi baik yang mungkin terdapat di TPn karena jumlah kurang dari satu trip sehingga tidak diangkut. Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal, diameter ujung, dan panjang batang.
5. Pengukuran Sortimen di TPK Data yang dikumpulkan di TPK adalah volume batang yang sampai di TPK dan limbah berupa kayu gelondongan yang tidak diangkut karena mengandung cacat. Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal, diameter ujung, dan panjang batang.
23
6. Pengambilan Contoh Uji Kayu di Lapangan Contoh uji limbah kayu yang akan dilakukan pengujian di laboratorium diambil sebanyak 3x ulangan pada tiap jenisnya pada masing-masing bagian pohon. Contoh uji limbah kayu tersebut terdiri dari tunggak, batang (batang bebas cabang dan batang atas), dan cabang. Adapun cara pengambilan contoh uji kayu di lapangan adalah sebagai berikut: a. Contoh uji batang utama, diambil dari bagian ujung, bagian pangkal, dan bagian tengah batang utama dengan membuat potongan melintang batang setebal ± 5 cm. b. Contoh uji batang cabang diambil dari cabang yang besar, sedang, dan kecil yang diameternya ≥ 30 cm. Contoh uji diambil dengan cara membuat potongan melintang batang cabang setebal ± 5 cm. c. Contoh uji tunggak dimana setiap contoh uji beratnya ± 1 kg. Selanjutnya contoh uji yang telah diambil di lapangan dimasukkan ke dalam kantong plastik, diberi kode contoh uji agar tidak tertukar antara contoh uji satu dengan contoh uji lainnya. Kode contoh uji pohon adalah sebagai berikut : Batang utama : M BU P (Jenis pohon-Batang utama-Pangkal) M BU T (Jenis pohon-Batang utama-Tengah) M BU U (Jenis pohon-Batang utama-Ujung) Cabang
: M C B (Jenis pohon-Cabang-Besar) M C S (Jenis pohon-Cabang-Sedang) M C K (Jenis pohon-Cabang-Kecil)
3.4 Pengumpulan Data di Laboratorium 3.4.1 Kadar Air Contoh uji diambil dari masing-masing bagian pohon (tunggak, batang bebas cabang, batang setelah cabang pertama, dan dahan). Contoh uji penetapan kadar air berukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Semua contoh uji harus bersih dari serabut dan ditimbang berat basahnya. Contoh uji dikeringkan dalam tanur suhu 103 ± 2o C sampai tercapai berat konstan. Penurunan berat yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur ialah kadar air contoh uji.
24
Perhitungan persen kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: KA (%) =
× 100% ……………………….(Haygreen dan Boyer 1982)
Keterangan : %KA = persentase kadar air BBc = berat basah contoh (kg) BKc = berat kering contoh (kg) 3.4.2
Berat Jenis Untuk mengetahui biomassa mati (nekromassa) dengan pendekatan volume
suatu jenis pohon perlu diketahui berat jenis kayu. Berat jenis kayu diperoleh dengan pengujian contoh uji kayu di laboratorium. Banyaknya contoh uji limbah kayu yang diambil adalah 3 buah contoh uji dari melintang tunggak, batang (batang bebas cabang dan batang atas) dan cabang dengan dimensi 2 cm x 2 cm x 2 cm berdasarkan American Society for Testing Material (ASTM) D 2395-97. Penentuan berat jenis dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1. Setiap contoh uji kayu ditimbang berat basahnya. 2. Pengukuran volume contoh uji kayu mati. 3. Contoh uji kayu dikeringkan dalam oven bersuhu ±105oC selama 24 jam. 4. Setelah kering tanur ditimbang berat kering contoh uji kayu. Berat jenis dihitung dengan rumus sebagai berikut :
…………......(Haygreen & Bowyer 1989)
3.4.3
Kadar Zat Terbang Untuk mengetahui suatu kandungan karbon dalam nekromassa perlu
diketahui kadar zat terbang dan kadar abu. Prinsip penetapan kadar zat terbang adalah menguapkan bahan yang tidak termasuk air dengan menggunakan energi panas. Prosedur penentuan kadar zat terbang yang digunakan berdasarkan American Society for Testing Material (ASTM) D 5832-98 adalah sebagai berikut: Contoh uji dari tiap bagian pohon berkayu dipotong menjadi bagianbagian kecil sebesar batang korek api, kemudian dioven pada suhu 80 °C selama 48 jam. Setelah Contoh uji dioven, contoh uji digiling menjadi serbuk dengan
25
mesin penggiling (willey mill). Serbuk hasil gilingan disaring dengan alat penyaring (mesh screen) berukuran 40-60 mesh. Serbuk contoh uji tersebut diambil sebanyak ± 2 gr yang dimasukkan ke dalam cawan porselen, kemudian cawan ditutup rapat dengan penutupnya dan ditimbang dengan alat timbang. Setelah itu contoh uji dimasukkan kedalam tanur listrik bersuhu 950 °C selama 2 menit. Kemudian didinginkan dalam desikator dan selanjutnya ditimbang kembali. Selisih berat awal dan berat akhir yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering contoh uji merupakan kadar zat terbang. Kadar zat terbang dinyatakan dalam persen dan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
3.4.4
Kadar Abu Prinsip penetapan kadar abu adalah menentukan jumlah abu yang
tertinggal (mineral yang tidak dapat menguap) dengan membakar serbuk menjadi abu dengan menggunakan energi panas. Berdasarkan D 2866-94, langkah-langkah prosedur penentuan kadar abu adalah sebagai berikut: Sisa contoh uji dari penentuan kadar zat terbang dimasukkan ke dalam tanur listrik bersuhu 900 °C selama 6 jam. Selanjutnya didinginkan didalam desikator dan kemudian ditimbang untuk mencari berat akhirnya. Berat akhir (abu) yang dinyatakan dalam persen terhadap berat kering tanur contoh uji merupakan kadar abu contoh uji. Kadar abu dinyatakan dalam persen dengan rumus sebagai berikut:
3.4.4 Kadar Karbon Penentuan kadar karbon yang dilakukan adalah penentuan kadar karbon tetap yang telah diarangkan. Prosedur penentuan karbon tetap berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3730-1995 adalah sebagai berikut: Kadar Karbon (%C) = 100% - Kadar Zat Terbang - Kadar Abu
26
3.4.5 Nekromassa Nekromassa dalam penelitian ini menggunakan pendekatan volume yang diperoleh dengan mengalikan volume pada setiap bagian pohon (tunggak, batang, dan cabang) dengan kerapatan kayu pada bagian pohon tersebut yang diperoleh dari uji laboratorium. Nekromassa (kg) = Volume bagian pohon (m3) x Kerapatan kayu (kg/m3)….. …….Hairiah dan Rahayu (2007)
3.4.6 Karbon Simpanan karbon pada limbah pemanenan kayu dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Karbon (ton/ha) = Nekromassa (ton/ha) x Kadar karbon (%)
3.5 Pengolahan dan Analisis Data 3.5.1 Perhitungan Volume 1. Rumus umum yang digunakan untuk menaksir volume pohon berdiri adalah:
Keterangan: V = volume pohon (m3) D = diameter pohon (cm) T = tinggi pohon (m) π = konstanta (3,14) f = angka bentuk (0,7) 2. Perhitungan volume limbah dan batang yang dimanfaatkan dengan menggunakan rumus empiris Brereton :
Keterangan : V = volume limbah (m3) Dp = diameter pangkal (cm) Du = diameter ujung (cm) P = panjang limbah (m) π = konstanta (3,14)
27
3. Perhitungan volume limbah per hektar : Volume limbah (m3/ha) = Volume total limbah (m3) Luas plot contoh (ha) 4. Perhitungan volume limbah per pohon : Volume limbah (m3/pohon) = Volume total limbah (m3) Jumlah pohon yang ditebang
3.5.2 Perhitungan Persen Limbah 1. Perhitungan persen limbah berdasarkan potensi pohon Persen limbah =
Volume limbah (m3) x 100% Volume pohon yang ditebang (m3)
2. Perhitungan persen limbah berdasarkan lokasi terjadinya limbah Persen limbah di petak tebang = Volume limbah di petak tebang(m3) x100% Volume limbah total (m3) Persen limbah di TPn
= Volume limbah di TPn (m3) x 100% Volume limbah total (m3)
Persen limbah di TPK
= Volume limbah di TPK (m3) x 100% Volume limbah total (m3)
3.5.3
Analisis Hubungan Faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Limbah Akibat Kegiatan Penebangan Faktor yang berpengaruh terhadap volume limbah diantaranya adalah
kelerengan, intensitas tebang, luas bidang dasar pohon yang ditebang, dan keterampilan penebang. Hubungan kelerengan, intensitas tebang, luas bidang bidang dasar pohon yang ditebang, dan keterampilan penebang terhadap volume limbah dapat dianalisis dengan menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda, untuk mengetahui hubungan peubah tersebut terhadap volume limbah dilakukan uji F dan uji t. Analisis data yang dilakukan menggunakan software minitab 14. Persamaan regresi linier berganda yang digunakan adalah : Ŷ = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 Keterangan : Ŷ = limbah pemanenan (m3/ha) b0, b1, ... b4 = koefisien regresi
28
X1 X2 X3 X4
= kelerengan (%) = intensitas tebang (pohon/ha) = bidang dasar tegakan (m2/ha) = keterampilan penebang
3.5.4 Faktor Eksploitasi Penghitungan faktor eksploitasi dihitung dengan dua cara, yaitu : 1. Faktor eksploitasi (Fe) = 100% volume pohon – persen limbah 2. Faktor eksploitasi (Fe) = indeks tebang x indeks sarad x indeks angkut Indeks tebang
=
Volume batang siap sarad Volume pohon yang ditebang
Indeks sarad
= Volume batang siap angkut Volume batang siap sarad
Indeks angkut
=
Volume batang di TPK Volume batang siap angkut
Limbah yang dihitung dalam penentuan faktor eksploitasi ini merupakan limbah yang berasal dari tunggak dan limbah yang berasal dari batang bebas cabang.