28
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI DAN SENGKETA PERS
2.1 Tinjauan Umum Tentang Mediasi 2.1.1 Istilah Mediasi dan Dasar Hukum Mediasi 2.1.1.1 Istilah Mediasi Mediasi sebagai salah satu mekanisme penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan sudah lama di pakai dalam berbagai kasus-kasus bisnis, lingkungan hidup, perburuhan, pertanahan, perumahan, sengketa konsumen dan sebagainya merupakan perwujudan tuntutan masyarakat atas penyelesaian sengketa yang cepat, efektif dan efisien. Secara etimologi istilah mediasi berasal dari Bahasa Latin, yaitu : “mediare” yang berarti “berada di tengah”. Makna ini menunjukan pada peran yang di tampilkan pihak ketiga sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa antara para pihak. “Berada di tengah” juga bermakna mediator harus berada pada posisi netral dan tidak memihak dalam menyelesaikan sengketa. Mediator harus menjaga kepentingan para pihak yang bersengketa secara adil dan sama, sehingga menumbuhkan kepercayaan (trust) dari pihak yang bersengketa.38 Selain itu kata mediasi juga berasal dari bahasa Inggris yaitu mediation, yang artinya penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga
38
Syahrizal Abbas, 2009, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, Hukum Nasional, Kencana, Jakarta, h. 1-2.
28
29
sebagai penengah atau penyelesaian sengketa secara menengahi, yang yang menengahinya di namakan mediator atau orang yang menjadi penengah.39 Pada dasarnya mediasi adalah cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui perundingan yang melibatkan pihak ketiga yang bersikap netral (nonintervensi) dan tidak berpihak (impartial) kepada pihak yang bersengketa. Pihak ketiga dalam mediasi tersebut di sebut “mediator” atau “penengah”, yang tugasnya hanya membantu pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan. Mediator di sini hanya bersifat fasilitator saja. Dengan mediasi di harapkan di capai titik temu penyelesaian masalah atau sengketa yang di hadapi para pihak, yang selanjutnya akan di tuangkan sebagai kesepakan bersama. Pengambilan keputusan tidak berada di tangan mediator, melainkan di tangan para pihak yang bersengketa. Dalam proses mediasi ini terjadi permufakatan di antara para pihak yang bersengketa, yang merupakan kesepakatan (konsensus) bersama yang di terima para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa melalui proses mediasi di lakukan oleh para pihak yang bersengketa dengan dibantu oleh mediator. Mediator di sini hendaknya berperan secara aktif dengan berupaya menemukan berbagai pilihan solusi penyelesaian sengketa, yang akan di putuskan oleh para pihak yang bersengketa secara bersama-sama. Penyelesaian sengketa melalui mediasi tersebut, hasilnya di tuangkan dalam kesepakatan tertulis, yang juga bersifat final dan mengikat para pihak untuk di laksanakan dengan itikad baik. 39
Rachmadi Usman, 2003, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung (Selajutnya disebut Rachmadi Usman I), h. 79.
30
2.1.1.2 Dasar Hukum Mediasi Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa dasar hukum yang mengatur pengintegrasian mediasi kedalam sistem peradilan pada dasarnya bertitik tolak pada ketentuan HIR maupun RBg. HIR merupakan singkatan dari Herziene Inlandsch Reglement (Reglemen Indonesia Baru) merupakan salah satu sumber hukum acara perdata bagi daerah Pulau Jawa dan Madura peninggalan kolonial Hindia Belanda yang masih berlaku dinegara kita hingga kini. HIR berasal dari Inlansch Reglement (IR) atau Reglement Bumiputera. IR pertama kali diundangkan tanggal 5 April 1848 (Staatblad 1984: No. 16) yang diperbaharui dengan (Staatblad 1941 No. 44) merupakan hasil rancangan JHR. Mr. HL. Wichers, President hooggerechtshof (Ketua Pengadilan Tinggi di Indonesia pada zaman Hindia Belanda) di Batavia. Sedangkan, RBg adalah singkatan dari Rechtsreglement voor de Buitengewesten (Reglement untuk daerah seberang), merupakan Hukum Acara Perdata bagi daerah luar pulau Jawa dan Madura.40 Lembaga perdamaian dalam Penyelesaian Perkara diatur dalam Pasal 130 HIR dan 154 RBg, menentukan41 : Pasal 130 Ayat (1) HIR ”jika pada hari yang di tentukan itu kedua belah pihak datang, maka Pengadilan Negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka.”
40
Riduan Syahrani, 2009, Materi Dasar Hukum Acara Perdata, Cet. V, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 13. 41
Mahkamah Agung Republik Indonesia, Implementasi Mediasi, dalam URL : www.mahkamahagung.go.id/IMPLEMENTASI_MEDIASI.ppt. Diakses pada Senin, 25 Mei 2015 Pukul 18:44 WITA.
31
Pasal 130 Ayat (2) HIR “jika perdamaian yang demikian itu dapat di capai, maka pada waktu bersidang di perbuat sebuah surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak di hukum akan menaati perjanjian yang di perbuat itu, surat mana akan berkekuatan dan akan di jalankan sebagai putusan yang biasa.” Pasal 154 Ayat (1) RBg “bila pada hari yang telah ditentukan para pihak datang menghadap, maka Pengadilan Negeri dengan perantaraan ketua berusaha mendamaikannya.” Pasal 154 Ayat (2) RBg “bila dapat dicapai perdamaian, maka di dalam sidang itu juga dibuatkan suatu akta dan para pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang telah dibuat, dan akta itu mempunyai kekuatan serta dilaksanakan seperti suatu surat keputusan biasa.”
Mediasi sejak tahun 2002, sudah mulai diterapkan di pengadilanpengadilan negeri di Indonesia dengan di terbitkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia (SEMA42) Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai. Tujuannya adalah untuk mencapai pembatasan kasasi secara substantif. Kemudian setelah satu tahun, tepatnya tanggal 11 September 2003, Ketua Mahkamah Agung mengeluarkan
Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia (PERMA43) Nomor 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Dengan di keluarkannya Perma ini, surat edaran Ketau Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan
42
SEMA adalah bentuk edaran pimpinan MA ke seluruh jajaran peradilan yang berisi bimbingan dalam penyelenggaraan peradilan, yang lebih bersifat administrasi. (Henry Pangabean, 2001, Fungsi Mahkamah Agung dalam Praktek Sehari-hari, Sinar Harapan, Jakarta, h. 144). 43
PERMA adalah bentuk peraturan yang berisi ketentuan bersifat hukum acara. (Henry Pangabean, 2001 : 144).
32
Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai di cabut karena di pandang belum lengkap, sehingga perlu di sempurnakan.44 PERMA Nomor 2 Tahun 2003 yang kemudian diganti dengan PERMA Nomor 1 Tahun 2008 telah membawa angin segar bagi perubahan kelembagaan proses mendamaikan para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata dari yang bersifat sukarela menjadi suatu hal yang bersifat wajib. Kalau sebelumnya, umumnya kelembagaan mediasi hanya di pergunakan untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan, namun kini kelembagaan mediasi di kembangkan juga menjadi mediasi yang berbasis pada pengadilan. Dengan di berlakukannya Perma Nomor 1 tahun 2008 maka sejak itu kelembagaan mediasi di pergunakan di Pengadilan dalam Hukum Acara Perdata.45 Dari PERMA Nomor 2 Tahun 2003 jo. PERMA Nomor 1 Tahun 2008, maka mediasi dapat digunakan untuk penyelesaian sengketa baik di melalui Proses Pengadilan maupun di luar Proses Pengadilan. 2.1.2 Jenis-Jenis dan Wewenang Mediator Moore membagi mediator ke dalam 3 jenis, yang yang di tentukan oleh pola hubungan mereka dengan Para Pihak. Ketiga jenis mediator tersebut adalah46:
44
Widnyana, op.cit, h.117-118.
45
Rachmadi Usman, 2012, Mediasi Pengadilan Dalam Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta (Selanjutnya disebut Rachmadi Usman II), h. 36. 46
Widnyana, op.cit, h. 110.
33
1. Mediator jaringan Sosial (Social Network Mediator) Merupakan mediator yang dipimpin oleh salah seorang tokoh yang berpengaruh, baik tokoh agama maupun tokoh adat dari masyarakat setempat yang disegani dan dihormati. Mediator memiliki hubungan dengan kedua belah pihak, bersikap netral serta sangat memperhatikan hubungan jangka panjang. Mereka biasanya adalah bagian dari suatu jaringan sosial umum yang berkelanjutan. Disamping itu, mereka secara rutin terlibat dalam setiap implementasi yang terus menerus dengan menggunakan pengaruh personal atau tekanan masyarakat untuk menghasilkan kesepakatan.47 2. Mediator Berwenang (Authoritative Mediators) Merupakan seseorang yang memiliki hubungan wewenang dengan para pihak dan memiliki posisi yang lebih besar atau lebih kuat, serta kapasitas potensial atau sebenarnya untuk mempengaruhi hasil suatu sengketa. 2.1 Mediator Baik Hati (Benevolent Mediator) Memiliki kemampuan mempengaruhi atau memutus suatu permasalahan dalam sengketa, tetapi umumnya nilai-nilai kesepakatan yang dibuat oleh para pihak melampaui keterlibatannya secara langsung dalam mencapai suatu keputusan. Jadi, peran mediator Janis ini bisa berhubungan dengan para pihak yang terlibat sengketa atau tidak, bertugas mencari solusi terbaik, berwenang untuk memberikan nasehat, serta berhak menganjurkan bahkan memutuskan segala sesuatu yang berkaitan dengan langkahlangkah yang telah ditetapkan. Disamping itu, Benevolent Mediator turut
47
Ibid, h. 111.
34
mengawasi dan berwenang mengimplementasikan persetujuan yang disepakati para pihak.48 2.2 Mediator Administrasi/ Managerial (Admintrative/ Managerial Mediator) Memiliki pengaruh dan wewenang melebihi para pihak.
Mereka
menempati suatu posisi yang superior dalam suatu masyarakat atau organisasi dan mempunyai wewenang untuk mengembangkan parameter tawar-menawar, sehingga dapat dipertimbangkan suatu keputusan yang dapat diterima oleh para pihak.
Tipe mediator ini berbeda dari tipe
Benevolent Mediator sebab dia memiliki kepentingan substantif terhadap hasil, walaupun kepentingan tersebut merupakan mandate yang telah sesuai dengan hukum dan kelembagaan.49 2.3 Mediator Berkepentingan (Vested Interest Mediator) Mediator yang memiliki peranan mirip dengan administrative/ managerial mediator karena berhubungan secara langsung maupun tidak langsung dengan salah satu pihak atau kedua belah pihak. Sebagai perantara para pihak, dia memiliki kepentingan dalam tata cara dan substansi terhadap hasil dari perundingan. Mediator tipe ini memiliki pengaruh kuat dan dapat memaksa para pihak untuk mencapai persetujuan.50 3. Mediator Independen (Independent Mediators) Mediator ini sangat umum ditemukan dalam berbagai budaya atau tradisi dari suatu pengadilan independen, yang menyediakan suatu model mencakup tata 48
Ibid, h. 112.
49
Ibid.
50
Ibid, h. 113.
35
cara yang adil, dan yang tidak memihak sebagai pembuat keputusan. Mediator tipe ini bersikap netral dengan suka rela mencari solusi terbaik serta tidak memaksa salah satu pihak.
Dalam pelaksanaaannya, mereka tidak
mempunyai kekuasaan untuk menjalankan persetujuan serta bisa terlibat atau tidak terlibat dalam bidang pengawasan.51 2.1.3 Prosedur Mediasi Diluar Pengadilan 2.1.3.1 Para Pihak Setuju Untuk Melakukan Mediasi Langkah awal melakukan mediasi adalah para pihak harus setuju untuk mencoba menyelesaikan sengketanya melalui mediasi. Mediasi sifatnya sukarela, artinya tidak boleh ada paksaan dan tekanan dari salah satu pihak untuk melakukan mediasi. Dalam mediasi para pihak bisa menetapkan tata cara dan peraturan yang akan di ikuti. Mediasi juga mengandung sifat yang konfidental.52 2.1.3.2 Seleksi Terhadap Mediator Langkah berikutnya adalah para pihak mengadakkan seleksi terhadap mediator atau organisasi yang akan menetapkan mediator. Kualifikasi yang sangat penting bagi seorang mediator adalah dia harus netral, dapat di percaya dan di hormati. Sering sekali seorang mediator itu berasal dari pejabat dan pemerintahan, atau anggota masyarakat yang dihormati seperti pimpinan adat, pimpinan agama, anggota organisasi dagang, dan sebagainya.53
51
Ibid, h. 114.
52
Widnyana, op.cit, h. 122.
53
Ibid.
36
2.1.3.3 Pertemuan Mediator dan Para Pihak Pada awalnya mediator bertemu dengan para pihak secara terpisah. Dalam pertemuan itu mediator menjelaskan ihwal proses mediasi sehingga membuat para pihak yakin dan bersedia melakukan mediasi. Dia juga selanjutnya menanyakan dan mempelajari persoalan yang menjadi pokok sengketa, fakta-fakta dan perasaan atau keinginan dari masing-masing pihak.54 2.1.3.4 Melakukan Mediasi Proses mediasi itu sendiri dapat dilakukan melalui fase-fase sebagai berikut55 : a. Melakukan identifikasi dan penjelasan atas permasalahan Para pihak menyampaikan apa yang menjadi perhatian dan kebutuhannya melalui mediator, kemudian mediator akan membantu para pihak bagaimana cara mendengarkan dan berbicara yang baik untuk mengurangi emosi dan membantu memfasilitasi komunikasi yang produktif; b. Membuat ringkasan tentang pokok permasalahan dan menyusun agenda untuk di diskusikan Seringkali sengketa timbul dari permasalahan yang berhubungan dengan sengketa itu sendiri. Mediator berusaha membantu para pihak memisahkan persoalan-persoalan itu menjadi agenda yang jelas untuk didiskusikan oleh para pihak;
54
Ibid.
55
Ibid, h. 124.
37
c. Mendiskusiskan setiap masalah satu demi satu Para pihak mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi. Mediator akan mendorong dan memfasilitasi para pihak sehingga mereka menjadi mengerti; d. Kesiapan memecahkan masalah Mediator melakukan pengecekan terhadap masing-masing pihak untuk meyakinkan bahwa mereka benar-benar telah mengerti setiap permasalahan. Bila para pihak belum mengerti, maka para pihak harus jujur mengenai hambatan-hambatan yang masih mereka temukan; e. Kerja sama memecahkan masalah Mediator memandu para pihak bekerja sama memikirkan berbagai pilihan yang
mungkin
disengketakan.
berguna
dalam
memecahkan
setiap
masalah
yang
Kemudian para pihak bersama-sama menimbang setiap
kemungkinan pilihan yang dipandang cocok untuk menyelesaikan sengketa dan memuaskan keinginan masing-masing; f. Membuat suatu persetujuan tertulis Mediator akan membantu para pihak menulis istilah-istilah yang tepat dalam persetujuan tertulis tersebut agar para pihak mempunyai pengertian, pemahaman, dan persetujuan yang sama terhadap setiap istilah tersebut. Para pihak dapat meminta mediator untuk memonitor persetujuan itu agar dilaksanakan dan membantu para pihak melaksanakan kewajibannya yang telah disepakati seperti yang tercantum dalam persetujuan.
38
2.1.4 Syarat-Syarat Mediator Ada beberapa syarat yang mesti dimiliki seorang mediator agar berkualitas, mengacu pada kualifikasi mediator yang disusun oleh Australian Commercial Disputes Centre (1991), yaitu56 : 1. Keterampilan mendengan (Listening Skills); Seorang mediasi harus mampu mendengarkan secara seksama keluhankeluhan dari para pihak.
Seorang mediator harus berlaku secara adil
dalam mendengarkan para pihak. 2. Kemampuan mengenali masalah (Ability to Recognize the Issues); Mediator harus mampu dalam mengenali setiap permasalahan yang diajukan padanya, sehingga mediator dapat membantu para pihak untuk memahami setiap permasalahan yang terjadi diantara para pihak, agar tidak terjadi kesalahpahaman dalam mengartikan permasalahan yang ada . 3. Kesabaran (Patience); Seorang mediator harus memiliki tingkat kesabaran yang tinggi dalam mendengarkan setiap keluhan atau permasalahan yang disampaikan oleh para pihak kepadanya. 4. Pemikiran Lateral (Lateral Thinkink); Seorang mediator haruslah memiliki pemikiran yang lateral, pemikiran lateral disini berarti pemikiran yang kreatif. Sehingga mediator dalam membantu para pihak menyelesaikan permasalahan dapat menggunakan
56
Ibid, h. 115.
39
ide-ide baru (kreatif), menyesuaikan cara penyelesaiannya dengan permasalahan yang ada. 5. Wawasan luas (Common Sense); Seorang mediator haruslah memiliki wawasan yang luas, karena dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi mediator harus mengetahui dengan pasti pokok-pokok permasalahan yang ada dan berlandaskan wawasannya yang luas kemudian mencari penyelesaiannya yang sesuai. 6. Sikap netral (Neutrality); Seorang mediator haruslah bersikap netral dalam menyelesaikan permasalahan, tidak memihak salah satu dari pihak-pihak yang bermasalah. 7. Kemampuan mendekatkan para pihak (Ability to Close); Mediator sebagai penengah harus mampu untuk mendekatkan para pihak, sehingga para pihak mau mengungkapkan keluhan yang dirasakan satu sama lain dan mau menyelesaikan permasalahan yang ada secara baikbaik. 8. Kemampuan untuk meyakinkan (Persuasive Ability); Mediator harus mampu meyakinkan para pihak agar para pihak mempercayai mediator dan mau menceritakan secara detail setiap permasalahan yang ada.
40
9. Kemampuan membuat ringkasan (Ability to Summarize); Mediator harus mampu membuat ringkasan yang sempurna dan jelas dari permasalahan yang ada, kemudian mediator dapat membuat agenda untuk selanjutnya dapat di diskusikan dengan para pihak. 10. Kegigihan (Persistence); Mediator harus memiliki kegigihan dalam menyelesaikan permasalahan, sehingga mediator tidak gampang menyerah dengan permasalahan yang dihadapinya. 11. Keterampilan menganalisis (Analytical Skills); Mediator harus memiliki kemampuan analisa yang baik, sehingga mediator dapat menganalisis hal-hal yang menjadi sumber permasalahan para pihak dan mencarikan jalan keluarnya. 12. Kreativitas (Creativity). Memiliki kreativitas hampir sama dengan memiliki pemikiran yang lateral, disini mediator harus mampu menunjukkan kreativitasnya dalam menyelesaikan masalah, dan tidak monoton terhadap cara-cara yang sudah ada, namun juga menggali lagi cara-cara baru yang lebih kreatif dan tidak menyalahi aturan. 13. Kemampuan menjaga kerahasiaan (Ability to Keep Confidence). Kemampuan menjaga kerahasian merupakan hal penting bagi seorang mediator,
karena
seorang
mediator
tidak
boleh
membocorkan
permasalahan yang sedang dihadapinya, karena permasalahan para pihak yang diajukan kepadanya bersifat pribadi.
41
2.1.5 Tujuan dan Manfaat Mediasi Ada beberapa tujuan dan manfaat daripada Mediasi, diantaranya adalah : 1. Mempercepat proses penyelesaian sengketa dan menekan biaya; 2. Keputusan pengadilan tidak menyelesaikan perkara. “Menang jadi arang kalah jadi abu” (Baik yang menang maupun kalah pada suatu pertengkaran sama-sama tidak mendapatkan keuntungan apa-apa); 3. Untuk mengurangi kemacetan dan penumpukan perkara (court congestion) di pengadilan; 4. Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat (desentralisasi hukum) atau memberdayakan pihak-pihak yang bersengketa dalam proses penyelesaian sengketa; 5. Untuk memperlancar jalur keadilan (acces to justice) di masyarakat; 6. Untuk memberi kesempatan bagi tercapainya penyelesaian sengketa yang menghasilkan keputusan yang dapat diterima oleh semua pihak sehingga para pihak tidak menempuh upaya banding dan kasasi; 7. Bersifat tertutup/rahasia (confidential); 8. Lebih tinggi tingkat kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan, sehingga hubungan pihak-pihak bersengketa di masa depan masih dimungkinkan terjalin dengan baik.
42
2.2 Tinjauan Umum Tentang Sengketa Pers 2.2.1 Pengertian Pers dan Dasar Hukum Pers 2.2.1.1 Pengertian Pers Secara etimologis, kata pers dalam bahasa belanda, atau press dalam bahasa Inggris, berasa dari bahasa latin, yaitu pressare dari kata premere yang berarti tekan atau cetak. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh I Taufik dalam bukunya sejarah dan Perkembangan Pers di Indonesia. Menurutnya pers adalah suatu alat yang terdiri dari dua lembar besi atau baja yang diantara keduanya itu dapat diletakkan suatu barang yaitu kertas, sehingga sesuatu yang akan ditulis atau digambar akan tampak ada kertas tersebut dengan cara menekannya.57 Akibat
perkembangan
zaman,
pengertian
pers
pun
mengalami
perkembangan. Saat ini pers berarti usaha-usaha dari alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat akan penerangan, hiburan atau keinginan mengetahui peristiwa-peristiwa yang tengah terjadi baik di sekitarnya maupun dunia luas yang biasanya berupa media cetak atau media elektronik. Masih dalam arti yang sama, dalam ensiklopedi nasional indonesia jilid 1358 disebutkan bahwa pers memiliki dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas pers adalah seluruh media baik cetak maupun elektronik yang menyampaikan laporan dalam bentuk fakta, pendapat, ulasan, dan gambar kepada
57
Alex Sobur, 2001, Etika Pers: Profesionalisme Dengan Nurani, Humaniora Utama Press, Bandung, h. 145. 58
Ensiklopedia, Pers Indonesia, dalam URL : http://KamusBesarBahasaIndonesia/KBBI/ Pers_Indonesia Diakses Pada Senin, 25 Mei 2015 Pukul 19:40 WITA.
43
masyarakat luas secara regular. Dalam pengertian sempit, pers hanya terbatas media cetak seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan, mjalah dan buletin. Secara yuridis formal, pengertian pers disebutkan dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (untuk selanjutnya disebut UU Pers) yang menjelaskan bahwa “pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan, informasi, baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis jalur yang tersedia.”59
Dari pengertian tersebut, ada dua hal yang perlu diperlukan yaitu, pers sebagai lembaga sosial atau lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan. Ini menunjukkan bahwa pers bukan sekadar benda mati yang tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi masyarakat pembacanya. Apalagi kodrat pembawaan dan kebutuhan esensial manusia ( masyarakat ) itu sendiri adalah berkomunikasi. Pers merupakan hasil karya budaya manusia yang semakin berkembang dan meluas, sehingga kebutuhan berekspresi dan berkomunikasi tidak lagi memadai jika tidak dibantu oleh instrumen yang sanggup menyampaikan pesan secara serempak, cepat, dan jangkauannya luas. Instrumen itu adalah media massa ( pers ). Sebagai lembaga sosial kemasyarakatan lainnya, pers akan mempunyai corak dan visi yang berbeda-beda. Setiap negara atau wilayah memiliki sistem sendiri-sendiri yang disebabkan oleh perbedaan dalam tujuan, fungsi, dan latar belakang munculnya pers, dan tentunya akan berbeda dalam mengaktualisasikan. 59
Seri Pustaka Yustisia, 2005, Hukum Jurnalistik, Himpunan Perundangan Mengenai Pers dan Penyiaran, Cet. II, Pustaka Widyatama, Yogyakarta, h. 8.
44
Dalam ketentuan umum UU Pers terdapat beberapa pengertian yang terkait dengan Pers itu sendiri, diantaranya : 1. Perusahan Pers (Pasal 1 angka 2 UU No. 40 Tahun 1999) Perusahan Pers adalah Badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik dan kantor berita serat perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau menyalurkan informasi. 2. Kantor Berita (Pasal 1 angka 3 UU No. 40 Tahun 1999) Kantor Berita adalah Perusahaan pers yang melayani media cetak, media elektronik atau media lainnya serta masyarakat umum dalam memperoleh informasi. 3. Wartawan (Pasal 1 angka 4 UU No. 40 Tahun 1999) Wartawan merupakan Orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. 4. Organisasi Pers (Pasal 1 angka 5 UU No. 40 Tahun 1999) Organisasi Pers merupakan Organisasi Wartawan dan organisasi perusahaan pers. 5. Pers Nasional (Pasal 1 angka 6 UU No. 40 Tahun 1999) Pers Nasional adalah Pers yang di selenggarakan oleh perusahaan pers Indonesia. 6. Dewan Pers (Pasal 15 UU No. 40 Tahun 1999) Dewan Pers di bentuk untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kualitas serta kuantitas pers nasional.
45
7. Kode Etik Jurnalistik (Pasal 1 angka 14 UU No. 40 Tahun 1999) Kode Etik Jurnalistik merupakan Himpunan etika profesi wartawan. 8. Hak Jawab (Pasal 1 angka 11 UU No. 40 Tahun 1999) Hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. 2.2.1.2 Dasar Hukum Pers Ada beberapa peraturan peruandang-undangan yang berlaku yang menjadi dasar dari keberadaan Pers, peraturan tersebut diantaranya adalah sebagai berikut : A. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
Pasal 28 F Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
B. Tap MPR No. XII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia Lebih rincinya lagi terdapat pada Piagam Hak Asasi Manusia, Bab VI, Pasal 20 dan 21 yang berbunyi sebagai berikut : Pasal 20 Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
46
Pasal 21 Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia. C. Undang –Undang No. 39 Tahun 2000 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 14 ayat (1) Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
Pasal 14 ayat (2) Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
D. Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 dalam pasal 2 dan pasal 4 ayat 1 tentang Pers Pasal 2 Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.
Pasal 4 ayat (1) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
Peraturan tentang pers yang berlaku sekarang ini (Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 telah diundangkan pada tanggal 23 september 1999 dimuat dalam Lebaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 166) memuat berbagai perubahan yang mendasar atas Undang-Undang pers sebelumnya. Hal itu dimasksudkan agar pers berfungsi maksimal sebagaimana diamanatkan oleh pasal
47
28 Undang-Undang Dasar 1945. Fungi yang maksimal tersebut diperlukan karena kemerdekaan pers adalah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Pencabutan undang-undang lama yang diganti dengan undang-undang baru, pada hakikatnya mencerminkan adanya perbedaan nilai-nilai dasar politis ideologi antara Orde Baru dengan Orde Reformasi. Hal ini tampak dengan jelas dalam konsideran undang-undang pers baru, yang antara lain bahwa undangundang tentang ketentuan pokok pers yang lama dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Disamping itu, tentang fungsi, kewajiban, dan hak pers dalam undang-undang yang baru tidak lagi dikaitkan dengan penghayatan dan penglaman inti P5 (Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila). Dalam melaksanakan fungsi, hak kewajiban, dan peranannya, pers harus menghormati hak asasi setiap orang. Oleh sebab itu, pers dituntut manyarakat, antara lain bahwa setiap orang dijamin hak jawab dan hak koreksinya. Pers memiliki peranan penting dalam mewujudkan Hak Asasi Manusia (HAM), sebagaimana dijamin dalam ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia
Nomor
XVII/
MPR/1998
yang
antara
lain
yang
menyatakan bahwa setiap orang berhak berkomonikasi dan memperolah informasi sejalan dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak asasi manusia. Selanjutnya pasal 19 berbunyi, setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima, menyampaikan
48
informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dengan tidak memandang batas-batas wilayah”. Pers juga melaksanakan kontrol sosial (social control) untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya. 2.2.2 Jenis-Jenis Sengketa Pers Pengertian sengketa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Sehingga, yang dimaksud dengan sengketa Pers adalah suatu
konflik yang terjadi akibat adanya kesalahan dari Pers selaku media dalam mencari dan menyebarluaskan berita. Adapun jenis sengketa Pers diantaranya adalah : 1. Pencemaran Nama Baik 2. Kesalahan Pemberitaan 3. Kesalahan Sumber Berita 4. Kesalahan Informasi dari Narasumber 2.2.3 Syarat-Syarat Pemberitaan Pers Syarat-syarat pemberitaan Pers60 : 1. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan : a. Informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, informasi yang termasuk dalam jenis ini meliputi : 1. Informasi yang berkaitan dengan badan publik; 2. Informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik terkait; 3. Informasi mengenai laporan keuangan; 60
Ahmad Faisol, Irawan Saptono, Tri Mariyani Parlan, 2008, Keterbukaan Informasi Publik Buku Pegangan Untuk Jurnalis, Institut Studi Arus Informasi bersama TIFA, Jakarta, h. 16.
49
4. Informasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kewajiban memberikan dan melayani informasi publik diatas, dilakukan paling singkat secara 6 bulan sekali. Penyebarluasannya disampaikan dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami. b. Informasi yang wajib diumumkan secara serta merta, merupakan informasi yang bersifat segera dan merupakan informasi mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum. Badan publik harus menyampaikan informasi yang wajib diumumkan secara serta merta ini dengan cara yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan dalam bahasa yang mudah dipahami. 2. Informasi yang dikecualikan61 Informasi yang dikecualikan adalah informasi yang apabila diberikan kepada orang akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi sebagai berikut : a. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi dapat menghambat atau mengganggu proses penegakan hukum; b. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi dapat mengganggu kepentingan perlindungan ha katas kekayaan intelektual dan persaingan usaha sehat; c. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi dapat membahayakan pertahanan dan keamanan nasional; d. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia; e. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional; f. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri. g. Informasi publik yang apabila dibuka dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang; h. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi dapat mengungkapkan rahasia pribadi; i. Memorandum atau surat-surat antar badan publik atau intra badan public, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan komisi informasi atau pengadilan; j. Informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
61
Ibid.