7
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Kecemasan 1. Pengertian kecemasan Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan yang ditandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, kepribadian dan rasa takut yang kadang-kadang kita alami dalam tingkat yang berbeda-beda (Alkinson, 1999) Kecemasan adalah respon emosional terhadap perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, kondisi ini tidak memiliki objeck yang spesifik (Stuart & Sundeen, 1998) Long (1996) menyatakan bahwa Kecemasan merupakan respon psikologi terhadap stess yang mengandung komponen fisiologi. Perasaan takut atau tidak tenang yang sumbernya tidak dikenali. Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik secara fisik atau psikologi (seperti harga diri, gambaran diri, atau identitas diri). Sedangkan Suliswati (2005) mengatakan bahwa kecemasan sebagai respon emosi tanpa objek yang spesifik yang secara subjectif dialami dan dikomunikasikan secara interpersonal. Kecemasan adalah kebingungan, kekhawatiran pada sesuatu yang akan terjadi dengan penyebab yang tidak jelas dan dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya dan kecemasan tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan sehari-hari.
7
8
2. Teori kecemasan Stuart & Sundeen, (1998) menyatakan ada beberapa teori yang telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan, diantaranya : a. Faktor predisposisi 1) Teori psikoanalitik Kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau aku, berfungsi menengahi tuntunan dari dua elemen yang bertentangan, dan fungsi cemas adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. 2) Teori interpersonal Cemas timbul dari perasaan takut terhadap tidak ada penerimaan dan penolakan
interpersonal.
Cemas
juga
berhubungan
dengan
perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri yang rendah terutama mudah mengalami perkembangan ansietas yang berat. 3) Teori prilaku Cemas merupakan produk frustrasi yaitu segala sesutu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
9
diinginkan. Pakar prilaku lain menganggap ansietas sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghidari dari kepedihan. Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya diharapkan pada kekuatan yang berlebihan lebih sering menunjukkan ansietas pada kehidupan selanjutnya. b. Faktor Presipitasi Kecemasan adalah keadaan yang tidak dapat dielakkan pada kehidupan manusia dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman ansietas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Ada 2 faktor yang mempengaruhi kecemasan pasien pre operasi : 1) Faktor eksternal : a) Ancaman integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik, pembedahan yang akan dilakukan). b) Ancaman sistem diri antara lain : ancaman terhadap identitas diri, harga diri, dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan status/peran ( Stuart & Sundeen, 1998 ). 2) Faktor Internal : Menurut Stuart & Sundeen (1998) kemampuan individu dalam merespon terhadap penyebab kecemasan ditentukan oleh : a) Potensi Stressor. Stressor psikososial merupakan setiap keadaan atau peristiwa
10
yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi (Smeltzer & Bare, 2001). b) Maturitas Individu yang memiliki kematangan kepribadian lebih sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu yang matur mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan ( Hambly, 1995 ). c) Pendidikan dan status ekonomi. Tingkat pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang akan menycbabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan seseorang atau individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk dalam menguraikan masalah yang baru ( Stuart & Sundeen, 1998 ). d) Keadaan fisik Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cidera, operasi akan mudah mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah mengalami kecemasan, di samping itu orang yang mengalami kelelahan fisik lebih mudah mengalami kecemasan ( Oswari, 1999).
11
e) Tipe Kepribadian. Orang yang berkepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Adapun ciri-ciri orang dengan kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa diburu-buru waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah tersinggung, otot-otot mudah tegang. Sedangkan orang dengan tipe kepribadian B mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan tipe kepribadian A. Karena tipe kepribadian B adalah orang yang penyabar, tenang, teliti, dan rutinitas ( Stuart & Sundeen, 1998 ). f) Lingkungan dan situasi Seseorang yang berada di lingkungan asing ternyata lebih mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia berada di lingkungan yang bisa dia tempati (Hambly, 1995 ). g) Usia Seseorang yang mempunyai usia lebih muda ternyata lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada seseorang yang lebih tua, tetapi ada juga yang berpendapat sebaliknya (Varcoralis, 2000 ). h) Jenis kelamin. Gangguan panik merupakan suatu gangguan cemas yag ditandai oleh kecemasan yang spontan dan episodik. Ganguan
12
ini lebih sering dialami wanita dari pada pria (Varcoralis, 2000). Menurut Frued dalam Stuart & Sundeen (1998) Ada dua tipe kecemasan yaitu a. Kecemasan primer Kejadian traumatik yang diawali saat bayi akibat adanya stimuli tibatiba dan trauma pada saat persalinan, kemudian berlanjut dengan kemungkinan tidak tercapainya rasa puas akibat kelaparan atau kehausan. Penyebab kecemasan primer adalah ketegangan atau dorongan yang diakibatkan oleh faktor internal. b. Kecemasan subsekunder Sejalan dengan peningkatan ego dan usia, Frued melihat ada jenis kecemasan lain akibat konflik emosi diantara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Frued menjelaskan bila terjadi kecemasan maka posisi egi sebagai pengembang id dan supergo berada pada kondisi bahaya. 3. Tingkat Kecemasan Cemas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik. Kondisi dialami
secara
subyektif
dan
dikomunikasikan
daam
hubungan
interpersonal. Cemas berbeda dengan rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya. Cemas adalah respon emosional terhadap penilaian tersebut. Kapasitas untuk menjadi
13
cemas diperlukan untuk bertahan hidup, tetapi tingkat cemas yang parah tidak sejalan dengan kehidupan. Menurut Stuart & Sundeen, (1998), ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan panic. a. Kecemasan ringan Berhubungan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. b. Kecemasan sedang Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain. c. Kecemasan berat Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detail yang kecil ( spesifik ) dan tidak dapat berfikir tentang hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah / arahan untuk terfokus pada area lain. d. Panik Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan
perintah.
Terjadi
peningkatan
motorik,
berkurangnya
kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi
14
dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.
Antisipasi
Ringan
Sedang
Berat
Panik
Gambar 1.1 Rentang Respon Cemas Sumber : Stuart and Sundeen , 1998 4. Pengukuran Kecemasan Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan baik itu kecemasan ringan, sedang, berat dan berat sekali atau panik digunakan alat ukur kecemasan yang dikenal dengan Hamilton Rating Scale For Anxiety ( HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masingmasing dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masingmasing kelompok gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka ( Score ) antara 0 – 4, yang artinya adalah : Nilai 0 = tidak ada gejala ( keluhan ) 1 = gejala ringan 2 = gejala sedang 3 = gejala berat 4 = gejala berat sekali
15
Masing-masing nilai angka ( score ) dari ke 14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu : Total nilai ( score ) : < 14 = tidak ada kecemasan 14 – 20 = kecemasan ringan 21 – 27 = kecemasan sedang 28 – 41 = kecemasan berat 42 – 56 = kecemasan berat sekali atau panic 5. Karakteristik Kecemasan Keluhan dan gejala umum yang berkaitan dengan kecemasan menurut Yaskita (2005) dapat berupa : gangguan mood, kesulitan tidur, kelelahan, kehilangan motivasi dan minat, perasaan-perasaan yang tidak nyata, sangat sensitif terhadap suara, berpikiran kosong, kikuk, canggung, tidak dapat membuat keputusan, gelisah, secara
umum kehilangan
kepercayaan diri, kecenderungan untuk melakukan segala sesuatu berulang-ulang, keraguan dan ketakutan yang mengganggu, terus menerus memeriksa segala sesuatu yang sudah dilakukan. Kasus ansietas mempunyai gejala dan persoalan yang unik dan pribadi dan setiap kasus akan menunjukkan perbedaan-perbedaan antar pasien yang satu dengan yang lainnya. Pada umumnya efek dari ansietas akan mempengaruhi fisik dan atau emosional dari masing-masing
16
gangguan fisik dan gangguan emosional tersebut (Iskandar, 1984) meliputi: a. Gangguan Fisik 1) Pusing atau sakit kepala Gangguan fisik yang paling menonjol adalah sakit kepala atau pusing. Sering gejala itu tidak ada dasar organiknya, pemeriksaan mata, THT, pemeriksaan EEG atau nurologik, lainnya tidak ada kelainan, sedangkan sakit kepala atau pusing sering terasa hebat. 2) Gangguan Tidur Tidak semua pasien ansietas menderita insomnia. Keluhan insomnia sendiri lebih banyak dikeluhkan oleh penderita depresi dari pada ansietas. Penderita ansietas lebih banyak membawa problem kehidupan ke tempat tidur, sehingga mereka sulit untuk jatuh tertidur. 3) Gangguan Seksual Penderita cemas sebenarnya tidak terganggu atau berkurang libidonya. Ada beberapa pasien yang menderita kesulitan dalam hubungan
seksual.
Tapi
biasanya
berupa
sulit
untuk
mempertahankan ereksi, atau sulit berkonsentrasi. Keluhankeluhan biasanya adalah ejakulasi prekoks. 4) Gangguan Makan Pada umumnya penderita cemas tidak terganggu makannya, kecuali penderita cemas dan depresi. Akan tetapi karena mereka
17
cukup sibuk dengan penyakitnya, nafsu makan menjadi berkurang. Hal tersebut bertambah hebat lagi terutama pada pasien cemas, panca indera (indera pengecap) kurang berfungsi atau kurang perhatian. 5) Gangguan pada sistem kordiovaskuler Kebanyakan pasien akan mengeluh berdebar-debar atau malahan dapat mengembangkan diri menjadi nyeri di dada. beberapa pasien malahan tekanan darahnya menjadi meningkat. 6) Gangguan pada sistem pencernaan Yang paling sering adalah mengeluh nyeri ulu hati, dan sering dikatakan sakit kantong nasi. Bila lebih lanjut dapat menyebabkan ulkus peptikum. Disamping itu ada pula mengembangkan diri menjadi kolitis ulserat. b. Gangguan emosional 1) Gangguan konsentrasi atau penampilan Yang paling sering dirasakan atau dikeluhkan adalah merasa konsentrasi berkurang atau penampilan berkurang. Sering pula gangguan ini dikeluhkan sebagai sering gugup bila mendapat tugas. Dalam keadaan normal kita melihat bila tiba-tiba kita diharuskan bicara dalam umum, maka semua hal yang ada diotak kita rasanya menjadi hilang . Inipun sering terjadi pada mahasiswa yang mengikuti ujian, walaupun sudah cukup belajar, akan tetapi karena cemas tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan ujian.
18
2) Sering marah-marah Sering penderita ansiestas marah-marah, oleh sebab yang ringan. Dia cepat tersinggung. Orang awam sering menyebutnya darah tinggi sebenarnya ada benarnya. Karena penderita ansiestas sering menderita darah tinggi, jadi ada hubungan korelasi, walaupun sebenarnya penyebab utama adalah ansiestasnya. 3) Sering merasa tegang Penderita ansiestas sering merasa tegang. Dia tidak bisa santai atau beristirahat. Ketegangan ini sering dibarengi oleh ketakutan, dan mudah terkejut. Bila ketegangan ini memuncak maka terlihat tangan gemetar (termor) suara berubah dan marasa gelisah serta was-was. Pada akhirnya pasien akan merasa lesu bila ketegangan telah berlangsung lama. 4) Sering merasa takut Penderita kecemasan dapat mengembangkan diri untuk menjadi takut. Sebaliknya orang-orang yang takut akan bisa pula menjadi cemas. Ketakutan bisa spesifik (khusus), misal ketakutan pada gelap, binatang tertentu dan lain sebagainya. Pada orang-orang tertentu pada keadaan. 6. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan pada ibu hamil Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada ibu hamil:
19
a. Usia Pada primigravida dengan usia di bawah 20 th kesiapan mental masih sangat kurang, sehingga dalam menghadapi kelahiran mental masih sangat kurang. Sehingga dalam menghadapi kelahiran pun belum mantap. Primigravida dengan usia diatas 35 th meskipun secara fisik resiko terjadi komplikasi lebih besar, tetapi secara mental mereka lebih siap. Penundaan kehamilan ini biasanya disebabkan faktor karir mereka sudah tahu adanya alat pendeteksi dan pengobatan yang bisa dimanfaatkan juga diperlukan. (www. Spindlebub.com) b. Tingkat pendidikan Pendidikan dan pengetahuan ibu dapat mempengaruhi kecemasan karena kurangnya informasi tentang persalinan baik dari orang terdekat, keluarga ataupun dari berbagai media seperti majalah dan lain sebagainya. c. Penghasilan Pendapatan yang diperoleh tiap bulan, hasil dari jeri payah yang dilakukan selama satu bulan penuh. d. Pekerjaan Kegiatan yang dilakukan secara terus-menerus guna memenuhi kebutuhan sehari-hari, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. e. Dampingan orang terdekat (suami) Suami atau orang terdekat dapat memberikan dorongan fisik dan moral
20
bagi ibu yang melahirkan, sehingga ibu akan merasa lebih tentram (Ferrer helen,1999) Penelitian
Isyah
(2002),
tentang
dampingan
suami
dalam
menanggulangi kecemasan istri pada trimester ketiga menunjukkan bahwa dampingan suami yang diberikan pada calon ibu merasa tenang dan memiliki mental yang kuat untuk menghadapi persalinan. Dampingan sosial terutama suami memberikan dampingan informasi sangat berpengaruh pada persepsi istri terhadap proses persalinan khususnya pada ibu hamil primigravida.
B. Kehamilan pertama Hamil adalah suatu peristiwa dimana mulainya konsepsi atau pembuahan dan berakhir dengan permulaan persalinan (FK Unpad, 2005) Sedangkan kehamilan pertama yaitu ibu yang hamil untuk pertama kalinya. Masa kehamilan adalah masa dari adanya pembuahan (konsepsi) sampai lahirnya seorang bayi. Kehamilan yang normal berlangsung selama 280 hari atau 40 mg atau 10 bulan, dengan catatan 1 bulan terdiri dari 4 minggu (Saidun, 2001) Kalangan medis menghitung masa kehamilan sejak menstruasi terakhir, bukan sejak terjadi pembuahan, sebab yang biasa diketahui pasti adalah hari haid terakhir. Kehamilan terjadi bila pada ovulasi diadakan persetubuhan sehingga sel telur dan sel mani (sperma) bertemu.
21
Bobak, jensen, lowdermilk, (2004). Menyatakan kehamilan merupakan suatu krisis maturitas yang dapat menimbulkan strees. Tetapi berharga karena wanita tersebut menyiapkan diri untuk memberi perawatan dan mengemban tanggung jawab yang lebih besar.
C. Persalinan (Partus) 1. Pengertian Persalinan (Partus) Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalu vagina ke dunia luar Partus Immatarus kurang dari 28 minggu lebih dari 20 minggu dengan berat janin antara 1000-500 gram. (Sarwono Prawirohardjo, 2007 : 180) Partus prematarus adalah suatu dari hasil konsepsi yang dapat hidup tetrapi belum a term (cukup bulan). Berat janin antara 1000 sampai 2500 gram atau tua kehamilan antara 28 minggu sampai 36 minggu. Partus postmaturus atau serotinus adalah partus yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu partus yang diperkirakan. Persalinan (partus) merupakan proses fisiologik dimana uterus mengeluarkan atau berupaya mengeluarkan janin dan plasenta setelah masa kehamilan 20 minggu atau lebih. Persalinan dibagi menjadi tiga kala : (Ben-zion Taber, 1994 : 250) a. Kala satu persalinan menyatakan periode mulainya persalinan sampai dilantasi lengkap versiks. Kala satu dibagi lagi menjadi dua fase yaitu laten dan aktif.
22
1) Fase laten diawali dengan mulai timbulnya kontraksi uterus yang teratur, yang menghasilkan perubahan pada serviks, dan meluas sampai permulaan fase aktif persalinan (biuasanya dilantasi serviks 3-4 cm). Pada nulipara fase laten biasanya kurang dari 20 jam, pada multipara biasanya kurang dari 14 jam. 2) Fase dilatasi aktif ditandai dengan dilatasi serviks yang terus menerus sampai serviks terdilatasi penuh. Pada nulipara kecepatas dilatasi serviks biasanya meningkat sampai 1,2 Cm setiap jam, pada multipara biasanya 1,5 cm setiap jam. b. Kala dua persalinan menyatakan periode dari dilatasi serviks lengkap sampai kelahiran janin c. Kala tiga persalinan menyatakan periode dari kelahiran janin sampai ekspulsi atau ekstraksi plasenta dan selaput amnion. Menurut Sarwono Prawirohardjo (2007 : 181) partus dibagi menjadi 4 kala yaitu ebagai berikut : a. Kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan 10 cm, kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala I selesai apabila pemukaan serviks uteri telah lengkap. b. Kala II disebut pula kala pengeluaran, oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengedan janin didorong ke luar sampai lahir. c. Kala III atau kala uri plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan d. Kala IV mulai dari lahirnya palsenta dan lamanya 1 jam
23
2. Sebab-sebab mulainya persalinan Sebab terjadinya partus sampai kini merupakan teori-teori kompleks. Factor-faktor humoral, pengaruh prostaglandin, struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh saraf dan nutrisi disebut sebagai faktor-faktor yang mengakibatkan partus mulai. Perubahan-perubahan dalam biokimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan mulai dan berlangusngnya partus, antara lain penurunan kadar hormon estrogen dan progesterone. Seperti diketahui progesterone merupakan penenang bagi otot-otot uterus. Menurunya kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai. Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingg a term meningkat, lebih-lebih sewaktu partus. Seperti telah dikemukakan “plasenta dibagi menjadi dua” dengan tuannya kehamilan. Villi korales mengalami perubahan-perubahan, sehingga kadar strogen dan progesterone menurun. Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus. Hal ini mungkin merupakan faktor yang dapat menganggu sirkulasi uteruspalsenter sehingga plasenta mengalami degenarsi. Menurut Sarwono Prawirohardjo, (2007 : 182), Persalinan dapat pula dimulai (induction of labor) misalnya : a. Merangsang pleksus Frankenhauser dengan memasukkan beberapa gagang laminaria dalam kanalis servikalis. b. Pemecahan ketuban
24
c. Penyuntikan oksitosin (sebaiknmya dengan jalan infus intravena), pemakaian prostaglandin dan sebagainya.
Dalam hal mengadakan induksi persalinan perlu dip[erhatikan bahwa serviks sudah matang (serviks sudah pendek dan lembek) dan kanalis servikalis terbuka untuk satu jari. Untuk menilai serviks dapat juga dipakai skor bishop yaitu bila nilai bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan akan berhasil.
D. Kerangka teori Berdasarkan tinjauan pustaka di atas maka peneliti membuat kerangka teori sebagai berikut : Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan - Usia - Tingkat pendidikan - Pekerjaan - Penghasilan - Pendampingan orang terdekat
Menghadapi persiapan persalinan
Tingkat Kecemasan Ibu hamil
Sumber Informasi
Gambar 2.1 Kerangka teori Sumber : Stuart & Sundeen (1998)
Proses persalinan lama
25
E. Kerangka konsep Kerangka konsep penelitiannya sebagai berikut : Variabel independen Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan - Usia - Tingkat pendidikan - Pekerjaan - Penghasilan - Pendampingan orang terdekat
Variabel dependen Tingkat kecemasan Ibu hamil pertama Trimester III
dalam
menghadapi
persiapan persalinan
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian
F. Variabel penelitian Variabel-variabel yang diteliti meliputi : a. Variabel Independent (bebas) Merupakan suatu variabel yang menjadi sebab atau timbulnya variabel dependent/terikat, atau variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Alimul, 2003). Variabel Independent dalam penilitian ini adalah meliputi usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, dan pendampingan orang terdekat. b. Variabel Dependent (terikat) Merupakan variabel yang dipengaruhi atau akibat variabel independent/bebas (Alimul, 2003). Variabel dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan ibu hamil pertama Trimester ke-III dalam menghadapi persiapan persalinan.
26
G. Hipotesa 1. Ada hubungan antara faktor usia responden dengan tingkat kecemasan ibu hamil pertama Trimester ke-III dalam menghadapi persiapan persalinan. 2. Ada hubungan antara faktor tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan ibu hamil pertama Trimester ke-III dalam menghadapi persiapan persalinan. 3. Ada hubungan antara faktor pekerjaan responden dengan tingkat kecemasan ibu hamil pertama Trimester ke-III dalam menghadapi persiapan persalinan. 4. Ada hubungan antara faktor penghasilan dengan tingkat kecemasan ibu hamil pertama Trimester ke-III dalam menghadapi persiapan persalinan. 5. Ada hubungan antara faktor keadaan fisik dengan tingkat kecemasan ibu hamil pertama Trimester ke-III dalam menghadapi persiapan persalinan. 6. Ada hubungan antara faktor pendampingan orang terdekat dengan tingkat kecemasan ibu hamil pertama Trimester ke-III dalam menghadapi persiapan persalinan.