BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Demam berdarah adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan Aedes Aegypti ). ( Ngastiyah, 1997 ) Demam berdarah dengue adalah penyakit demam berat yang sering mematikan, disebabkan oleh virus; ditandai oleh permeabilitas kapiler, kelainan hemostasis dan pada kasus berat, sindrom syok kehilangan protein. (Nelson, 2000) Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tandatanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindrom renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian. (Soegeng Soegejanto, 2002 ) Dari kesimpulan diatas demam berdarah dengue adalah suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh 4 serotipe virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegypti ) dan ditandai dengan 4 gejala klinis utama yaitu timbulnya renjatan sebagai akibat dari bocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian. DHF diklasifikasikan menjadi empat tingkatan keparahan, dimana derajat III dan IV dianggap DSS yaitu : 1. Derajat I
Demam disertai dengan gejala konstitusional non-spesifik; satu-satunya menifestasi perdarahan adalah tes tourniquet positif dan / atau mudah memar. 2. Derajat II Perdarahan spontan selain manifestasi pasien pada derajat I, biasanya pada bentuk perdarahan kulit atau perdarahan lain. 3. Derajat III Gagal sirkulasi dimanifestasikan dengan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit dingin dan lembab serta gelisah. 4. Derajat IV Syok hebat dengan tekanan darah atau nadi tidak terdeteksi. B. Etiologi Virus-virus dengue ditularkan tubuh manusia melalui gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi, terutama Aedes Aegepty dan Aedes Albipictus. Virus dengue merupakan bagian dari famili Flaviviridae. Keempat serotipe virus dengue ( disebut DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 ). ( Monica Ester, 1999 ) C. Tanda dan Gejala Gambaran klinis yang timbul bervariasi berdasarkan derajatnya dengan masa inkubasi 13 – 15 hari, untuk tanda dan gejalanya adalah sebagai berikut : 1. Splenomegali . demam akut disertai menggigil. 2. Keluhan pada saluran nafas (batuk, pilek, disfugia) 3. Keluhan pada sistem tubuh lain (sakit kepala, nyeri otot, nyeri tulang, nyeri sendi, nyeri abdomen dan uluhati, pegal seluruh tubuh). 4. Keluhan pada saluran cerna (mual muntah, anoreksia, konstipasi)
5. Perdarahan pada kulit (ptekie, ekimosis, hematom) 6. Perdarahan lain ( epistaksis, hematemisis, hematuria dan melena) 7. Hepatomegali 8. Splenomegali (Rampengan, 1990, Effendy,1995) D. Patofisiologi Virus dengue masuk ke peredaran darah melalui gigitan nyamuk. Kemudian akan mendepresi sumsum tulang yang berakibat penurunan produksi sel darah merah dan jumlah trombosit ( < 100.000mm³), trombositopenia menimbulkan perdarahan seperti ptekie, ekimosis, purpura, epistaksis, dan lain-lain. Sedangkan demam disebabkan oleh reaksi virus dalam pembuluh darah. Akibat lain dari infeksi virus dengue dalam perdarahan darah akan menyebabkan pelepasan zat anafilatoksin ( histamin, serotinin, serta system kalikrein) yang mengakibatkan terjadinya permeabilitas kapiler, kapiler sehingga menyebabkan terjadinya ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler (eksudasi), hal ini berakibat berkurangnya volume plasma, terjadi hema konsentrasi, hipotensi serta efusi serosa, kemudian ini ditandai dengan jumlah hematokrit meningkat, hipoproteinemia. Masalah yang timbul dalam tubuh adalah defisit volume cairan dan elektrolit ditandai dengan pucat, lemah, tachikardi dan bila keadaan ini tidak segera ditangani dengan cepat akan menimbulkan syock hipovolemik. Akibat lain dari syock akan mengakibatkan hipovolemik. Akibat lain dari syock akan mengakibatkan anoreksia jaringan, asidosis metabolic yang berlanjut dengan kematian.
Setiap infeksi yang menyerang tubuh manusia akan menyerang retikulo endothelial sehingga system ini bisa terganggu yang menyebabkan reaksi antigen antibody, yang merangsang system hipotalamus, sehingga menimbulkan peningkatan suhu tubuh serta mengaktifasi anafilaksis dan kompensasinya adalah nyeri ulu hati ,selain itu juga dapat berpengaruh pada saluran pencernaan yang dapat mengganggu asupan makanan dan cairan karena mual, muntah dan anoreksia. (Effendi, 1995,Hendarwanto, 1996). E. Pemeriksaan penunjang Untuk menegakkan diagnosa DHF, perlu dilakukan berbagai pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah dan urin serta pemeriksaan serologi Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai : 1. IgG dengue positif 2. Trombositopenia 3.
Hemoglobin meningkat > 20 %
4. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat) 5. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan, hipoproteinemia, hiponatremia. 6. Pada hari ke 2 dan ke 3 terjadi lekopenia, netropenia, aneosinafilia, peningkatan limfosit, monusit dan basofil 7. SGOT/SGPT mungkin meningkat 8. Ureum dan Ph darah mungkin meningkat 9. Waktu perdarahan memanjang 10. Pada pemeriksaan urin dijumpai albuminuria ringan Pemeriksaan serologi, melakukan pengukuran titer antibody pasien dengan cara haemoglutination inhibition test (HI test) atau dengan uji pengikatan komplemen.
Complent fiyation test (CFT). Pada pemeriksaan diagnosis yang menunjang antara lain foto thorak mungkin dijumpai pleura effision, pada pemeriksaan USG hepatomegali dan splenomegali. ( Graunwoldi, 1991, Effendy,1995 ) F. Tumbuh kembang 1. Teori tumbang a. Teori psikososial (Erick Erikson, 1963 ) 1) Percaya vs tidak percaya ( 0 – 1 th ) Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang adalah rasa percaya. Membangun rasa percaya ini mendasari tahun pertama kehidupan, begitu bayi lahir dan kontak dengan dunia luar maka ia mutlak tergantung dengan orang lain. Alat yang digunakan bayi untk berhubungan dengan dunia luar adalah mulut dan panca indra . perantara yang tepat adalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis merupakan dasar kepercayaan bayi. 2) Otonomi vs rasa malu dan ragu ( 1 – 3 ) Perkembangan otonomi selama periode ini berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. 3) Inisiatif vs rasa bersalah ( 3 – 6 ) Pada tahap ini anak belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan, daya inisiatif mulai menguasai anak , anak menuntut melakukan tugas tertentu, misal merapikan tempat tidur, merapikan mainannya.
b. Teori perkembangan psikosexual ( Sigmun Freud ) 1) Fase oral ( 0 – 8 ½ bulan ) Hal-hal positif pada fase oral yaitu titik kepuasannya pada mulutnya seperti menghisap, menelan, memainkan bibir saat makan, saat kenyang dan saat tidur. Sedangkan hal-hal negatifnya yaitu
menggigit, ngiler,
marah dan menangis bila keinginannya tidak terpenuhi. Tugas ibu pada fase ini yaitu memenuhi fase oral dengan sabar. 2) Fase anal ( 1 – 3 tahun ) Pada fase ini titik kepuasannya pada sekitar anus, hal positif yang sering dilakukan yaitu BAB / BAK merasa senang jika dilakukan sendiri, sedangkan hal negatifnya yaitu jika tidak dapat melalui dengan baik maka akan menahan dan melakukan dengan mempermainkan. Peran ibu yaitu agar senantiasa menjaga kebersihan dan mengajarkan pada anaknya tentang cara mengontrol pengeluaran BAB/BAK 3) Fase phalic ( 3 – 6 tahun ) Pada fase ini biasanya anak sering memegang-megang alat genetalianya, lebih dekat dengan orang tua lawan jenis, oedipus complek yaitu mencintai ibu, electra complek yaitu cemburu tak punya penis, bersaing dengan orang tua yang jenis kelaminnya sama, biasanya lebih egosentris, sosial interaksi baik, serta lebih mempertahankan keinginannya. c. Teori perkembangan intelektual ( Jeane Piage ) 1) Anak menggunakan sistem pengindraan, sistem motorik dan benda-benda untuk mengenal lingkungannya, bayi tahap sensorik motorik ( 0 – 2 th ),
tidak hanya menerima rangsang secara pasif tetapi juga memberi jawaban terhadap rangsangan tersebut. Jawaban ini berupa reflek-reflek misal bersin, tersenyum bila senang. 2) Tahap preoperasional ( 2 – 7 th ) anak mampu menggunkana simbol-simbol yaitu menggunakan kata-kata, mengingat masa lalu, sekarang dan yang akan terjadi
2.
Tumbang sesuai usia Denver II
Secara normal anak usia 4 tahun, hal-hal yang bisa dilakukan antara lain Motorik kasar : berdiri satu kaki selama 4 detik, melompat dengan satu kaki, kemampuan bahasa : mengetahui 3 kata sifat, mengartikan kata, menyebut 4 warna, kemampuan motorik halus : mencontoh, menggambar orang 3 bagian, kemampuan personal sosial : mengambil makan, gosok gigi tanpa bantuan, bermain ular tangga / kartu, berpakaian tanpa bantuan. G. Pengelolaan medis Penderita DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien lain. Pada dasarnya pengobatannya bersifat simtomatis dan suportif, selain itu penatalaksanaannya adalah tirah baring, diet makan lunak, minum banyak ( 2-2,5liter/24 jam) pemberian cairan intravena, monitor tanda-tanda vital, periksa Hb, Ht dan trombosit tiap hari, pemberian antipiretik misalnya golongan asetaminofen dukinin atau dipiron, pemberian kompres dingin, monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut, pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder, bila timbul kejang dapat
diberikan diazepam (valium) dan feno barbital (luminal). (Effendy, 1995, Rampengan,1990, Mansjoer, 2000) I. Diagnosa keperawatan 1. Resiko terjadinya perdarahan berhubungan dengan trombositopenia yang ditandai dengan menurunnya jumlah trombosit ( < 100.000/mm³). 2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler yang ditandai dengan pasien ; pucat, lemah, membran mukosa kering, turgor kulit jelek peningkatan nadi dan suhu tubuh, penurunan tekanan darah. (Effendi,1995). 3. Resiko terjadi shock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang hebat ditandai dengan adanya pethechie, purpura, epistaksis, hematemesis, melena (hasil laboratorium
:
trombosit
menurun,
Hb
menurun,
hematokrit
menurun).
(Mc.Farland,1993). 4. Peningkatan suhu tubuh (hyperemia) berhubungan dengan proses penyakit (viremia) yang ditandai dengan suhu tubuh meningkat . (Effendi,1995). 5. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia yang ditandai dengan penurunan berat badan, mual, muntah, pasien lemah.(Doengoes, 1999) 6. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan mekanisme patologis penyakit yang ditandai dengan adanya nyeri ulu hati ( Effendi, 1995 )
J. Focus intervensi 1
Diagnosa keperawatan 1
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan perdarahan dapat dikontrol atau tidak terjadi Kriteria : Tidak ada tanda-tanda perdarahan (ptekie, purpura, ekimosis, melena, hipertemesis dan perdarahan gusi ),jumlah trombosit meningkat ( > 100.000 m³) Intervensi : a. Monitor tanda-tanda menurunnya trombosit b. Beri penjelasan pada pasien atau keluarga tentang pengaruh trombositopenia c. Monitor jumlah trombosit setiap hari d. Anjurkan pasien untuk segera lapor bila ada tanda-tanda perdarahan lebih lanjut e. Kolaborasi dokter untuk pemberian anti perdarahan. 2
Diagnosa keperawatan 2 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan devisit volume cairan dan elektrolit tidak terjadi Kriteria : Tidak ada tanda-tanda defisit volume cairan dan elektrolit ( membran mukosa kering, turgor kulit jelek,kehausan, mata cekung, ubun-ubun cekung ) Intervensi : a. Kaji keadaan umum pasien b. Kaji status dehidrasi ( BB menurun, mata cekung, turgor kulit jelek ) c. Kaji intake dan output d. Kaji perubahan keluaran urine e. Kolaborasi pemberian cairan sesuai program
3
Diagnosa 3 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka shock dapat dikontrol atau tidak terjadi shock Kriteria : Tidak terjadi tanda-tanda shock hipovolemik (hipotensi, nadi cepat atau lama, akral dingin dan gelisah), tanda-tanda vital dalam batas normal dan keadaan umum baik. Intervensi: a. Kaji tanda dan gejala shock (hipotensi, nadi cepat atau lama, akral dingin dan gelisah) b. Monitor input dan output cairan elektrolit c. Kaji penyebab shock hipovolemik d. Cek Hb, Ht dan trombosit e. Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan terapi cairan intravena jika terjadi perdarahan berikan tranfusi sesuai dengan program dokter.
4
Diagnosa 4 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan suhu tubuh dapat dikontrol atau suhu tubuh menurun Kriteria : Suhu tubuh normal (36ºc-37ºc ): tanda-tanda dehidrasi tidak ada (mukosa membran kering, turgor kulit jelek) dan pasien bebas dari dendam Intervensi : a. Kaji peningkatan suhu tubuh
b. Kaji penyebab peningkatan suhu tubuh (viremia, dehidrasi, perdarahan) c. Monitor tanda-tanda vital d. Anjurkan banyak minum ( ± 2,5 liter perhari ) e. Berikan kompres air hangat f. Anjurkan untuk memakai pakaian tipis dan menyerap keringat g. Monitor intake dan output h. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik 5
Diagnosa 5 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam maka diharapkan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi. Kriteria : Kebutuhan nutrisi terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan Intervensi : a. Kaji status nutrisi pasien. b. Kaji penyebab adanya gangguan nutrisi atau intake makanan ( keluhan mual, sakit menelan dan muntah). Catat asupan dan keluaran nutrisi pasien. c. Hitung kebutuhan nutrisi pasien setiap hari d. Berikan makanan yang mudah ditelan (makan lunak) seperti : bubur atau nasi tim dan hidangkan saat masih hangat e. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering. f. Jelaskan manfaat nutrisi pada pasien atau keluarga terutam saat sakit. g. Berikan umpan balik positif saat pasien mau berusaha menghabiskan makanannya
h. Catat jumlah atau porsi makanan yang dihabiskan pasien setiap hari i. Berkan nutrisi parenteral (kolaborasi dengan dokter) j. Ukur berat badan setiap hari 6
Diagnosa 6 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan rasa nyaman terpenuhi, nyeri berkurang atau hilang Kriteria : Pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, ekspresi wajah tenang Intervensi: a. Kaji tingkat nyeri b. Beri posisi yang nyaman c. Alihkan perhatian pasien d. Ciptakan suasana yang nyaman dan tenang e. Kolaborasi pemberian analgetik