BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti, dengan ciri demam tinggi mendadak disertai manifestasi perdarahan dan cenderung menimbulkan renjatan dan kematian. Penyakit ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia dan sering menimbulkan ledakan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan jumlah kematian tinggi (Depkes RI, 2004). Menurut data di dalam buku ”Profil Indonesia 2000” menunjukkan bahwa di antara negara-negara ASEAN, Indonesia menduduki urutan kedua tertinggi kasus DBD yaitu sebesar 39.405 kasus, setelah Vietnam yang merupakan negara dengan kasus DBD tertinggi yaitu sebesar 234.920 kasus (Sulani F, 2004).
Gambar 1 : Insidensi DBD per 100.000 penduduk Indonesia 2006 – 2010 (Depkes RI, 2011)
1
2
Gambar 2 : Lima provinsi tertinggi angka insiden DBD tahun 2011 (Depkes RI, 2011) Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Yogyakarta tahun 2013, angka kejadian DBD pada tahun 2013 meningkat. Hingga Februari 2013, kasus DBD yang terjadi sebanyak 183 kasus.
Kasus paling banyak terdapat di Kota
Yogyakarta sebanyak 122 kasus, diikuti Bantul 35 kasus, dan Sleman 26 kasus. Dari 26 kasus yang terjadi Kabupaten Sleman tersebut, sekitar 46 % terjadi di Wilayah Desa Caturtunggal yaitu sebesar 12 kasus. Sebagai upaya untuk menurunkan angka kejadian DBD di Wilayah Desa Caturtunggal, melalui Puskesmas Depok III telah dilakukan upaya fogging berkala di lingkungan rumah, namun jumlah kasus DBD masih tinggi. Usaha lain yang dilakukan Puskesmas Depok III untuk mengurangi angka kejadian DBD yaitu memberikan pelatihan pada kader kesehatan di setiap desa di lingkungan rumahnya melalui usaha Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Pelatihan ini biasanya dilakukan sebulan sekali. Namun pelatihan dan pendidikan PSN ini masih terbatas di lingkungan rumah saja, belum ada upaya PSN maupun pelatihan
3
mengenai pencegahan demam berdarah yang diupayakan untuk menurunkan angka DBD di lingkungan sekolah. Pelatihan mengenai pencegahan di lingkungan sekolah sangat penting. Sasaran yang dapat diberikan pelatihan mengenai pencegahan demam berdarah di lingkungan sekolah adalah anak sekolah. Dari beberapa tingkatan anak sekolah, anak sekolah dasar merupakan sasaran yang paling tepat. Sebab pada usia ini anak lebih rentan terkena berbagai masalah kesehatan. Menurut studi pendahuluan di Puskesmas Depok III, ada beberapa sekolah dasar yang memiliki kasus demam berdarah, dimana kasus terbanyak terdapat di Sekolah Dasar Deresan. Di Sekolah Dasar Deresan ini belum pernah diadakan penyuluhan maupun pendidikan kesehatan mengenai demam berdarah. Oleh karena itu, pendidikan kesehatan mengenai demam berdarah perlu untuk dilakukan. Melalui pendidikan kesehatan ini nantinya diharapkan pengetahuan anak sekolah dasar mengenai penyakit demam berdarah dapat meningkat. Ada berbagai cara atau metode yang dapat digunakan dalam kegiatan pendidikan kesehatan yaitu : pengajaran, pelatihan, konseling, konsultasi, dan melalui media. Kelima metode ini memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga kombinasi metode dalam melaksanakan program pendidikan sangat dianjurkan (Simon cit Yoesvita, 2008). Dalam pendidikan kesehatan banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilannya, disamping faktor masukannya sendiri juga faktor metode, faktor materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang melakukannya, dan alat-alat bantu atau media yang digunakan untuk menyampaikan pesan. Agar dicapai suatu
4
hasil yang optimal, maka faktor-faktor tersebut harus bekerja sama secara harmonis. Metode yang digunakan dalam pendidikan kesehatan dipilih berdasarkan tujuan dari pendidikan kesehatan tersebut. Tujuan pendidikan kesehatan menyangkut tiga hal, yaitu peningkatan pengetahuan (knowledge), perubahan sikap (attitude), dan keterampilan atau tingkah laku (practice) yang berhubungan dengan masalah kesehatan masyarakat (Abdullah, 2007). Selain itu, pemilihan metode juga dilihat dari sasarannya. Sasaran pendidikan kesehatan meliputi tiga macam yaitu masyarakat, kelompok, maupun individu. Dalam memilih metode pendidikan kelompok, harus memperhatikan besarnya kelompok sasaran. Untuk kelompok besar (lebih dari 15 orang), metode yang baik digunakan antara lain ceramah. Selain itu, ceramah baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah, seperti anak sekolah dasar. Selain menggunakan metode yang tepat, pendidikan kesehatan dapat diterima oleh sasaran apabila pendidikan tersebut merangsang indera penerima. Rangsangan tersebut dapat diperkuat dengan pemakaian media sehingga dikatakan bahwa media merupakan sarana penunjang komunikasi yang sangat penting, karena dapat meningkatkan efektivitas komunikasi dalam proses pendidikan kesehatan (Inayati, 2004). Media atau alat peraga dalam pendidikan kesehatan dibuat berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada setiap orang diterima atau ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak panca indera yang digunakan, semakin banyak dan semakin jelas pula pengertian atau pengetahuan yang diperoleh. Hal
5
ini menunjukkan bahwa keberadaan alat peraga dimaksudkan mengerahkan indera sebanyak mungkin pada suatu objek sehingga memudahkan pemahaman (Maulana, 2009). Menurut penelitian para ahli, indera yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah indera pandang. Kurang lebih 75% sampai 87% dari pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui indera pandang. Sedangkan 13% melalui indera dengar dan 12% lainnya tersalur melalui indera yang lain (Maulana, 2009). Sedangkan menurut Notoatmodjo (2010), media yang dapat digunakan dalam pendidikan kesehatan, meliputi media visual, audio, dan audio visual. Audiovisual sebagai media yang menggabungkan dua indera sekaligus merupakan alat bantu yang tepat (Arsyad cit Abdullah, 2007). WHO mengemukakan bahwa orang-orang menyukai media audiovisual dikarenakan kemampuannya menyediakan/menampilkan suatu tindakan, warna dan bunyi yang serasi dan visual-aids. Beberapa jenis media audiovisual seperti film dan video compact disc mempertunjukkan keterampilan lain seperti permainan dan menunjukkan situasi kehidupan yang nyata, sehingga media tersebut menjadi media komunikasi yang bermanfaat bagi perubahan perilaku kesehatan (Inayati, 2004). Media audio visual juga memiliki kelebihan. Kelebihan audio visual, antara lain : (1) tidak membosankan penerima pesan, perpaduan antara suara dan visualisai sehingga tidak monoton; (2) pesan yang disampaikan dapat mudah dimengerti dan dipahami, karena melibatkan dua indra secara bersamaan. (Barata, 2003).
6
Menurut penelitian Maria (2012) pemberian pendidikan kesehatan melalui media booklet dan audio visual dapat meningkatkan pengetahuan responden, hal ini terlihat dalam perbandingan hasil rerata pretest dan posttest yang mengalami peningkatan sebesar 24. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian sandhi (2011) bahwa pemberian pendidikan kesehatan melalui audio visual dapat meningkatkan hasil rerata pretest dan posttest sebesar11,4 Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut maka diharapkan, petugas Puskesmas dapat memberikan pendidikan kesehatan melalui video dibandingkan ceramah. Sebab, pendidikan kesehatan yang diberikan melalui video akan lebih menghemat waktu, tenaga dan biaya dibanding ceramah, ditambah lagi petugas kesehatan juga hanya memiliki waktu yang terbatas untuk memberikan pendidikan kesehatan. Menurut Sagala (2008), ceramah merupakan metode yang dapat membuat bosan dan membuat siswa menjadi aktif. Sedangkan jika dibandingkan dengan video, video dapat lebih memotivasi dan membuat perhatian siswa menjadi lebih fokus. Oleh karena itu, pada penelitian ini peneliti ingin membuktikan bahwa media video dapat memberikan peningkatan pengetahuan tentang demam berdarah sama halnya dengan ceramah. B. Rumusan Masalah Penulis mengajukan rumusan masalah penelitian sebagai berikut: “Adakah persamaan pengaruh pendidikan kesehatan melalui video dibanding ceramah terhadap peningkatan pengetahuan anak sekolah dasar tentang penyakit demam berdarah ?
7
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya pengaruh peningkatan pengetahuan demam berdarah melalui video dibanding ceramah pada anak sekolah dasar.
D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1. Manfaat Praktis Sebagai bahan masukan bagi Puskesmas Depok III dan dapat digunakan sebagai bahan perencanaan penyuluhan dan peningkatan pencegahan demam berdarah kepada anak sekolah dasar di kawasan Puskesmas Depok III selanjutnya. 2. Manfaat Ilmiah Penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan bagi peneliti selanjutnya yang berminat dan tertarik dengan penelitian serupa. 3. Manfaat Bagi Peneliti Dapat menjadi pengalaman yang berharga dan menambah wawasan yang luas dalam melaksanakan penelitian ilmiah.
E. Keaslian Penelitian 1. Gayatri (2009), meneliti “ Metode Penyuluhan Kelompok Kecil Dengan Media Leaflet Terhadap Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Masyarakat Dalam Upaya Pencegahan Demam Berdarah Dengue Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode penyuluhan
8
kelompok kecil dengan media leaflet dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan DBD. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah metode dan media pemberian pendidikan kesehatan. Persamaannya adalah pada materi pendidikan kesehatan yaitu demam berdarah. 2. Asniati (2005), meneliti “Peran Media Massa Terhadap Perilaku Ibu Dalam Upaya Pencegahan DBD Pada Rumah Tangga di Kota Yogyakarta”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa media massa dapat mempengaruhi perilaku ibu dalam pencegahan DBD di rumah tangga secara signifikan. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada jenis dan rancangan penelitian. Persamaannya pada materi yang diberikan yaitu demam berdarah. 3. Penelitian Abdullah (2007) dengan judul “Pengaruh Penyuluhan dengan Media Audiovisual terhadap Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Balita Gizi Kurang dan Buruk di Kabupaten Kotawaringin Barat Propinsi Kalimantan Tengah”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian quasi experimental. Subyek penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai balita gizi kurang/buruk di Kabupaten Kotawaringin Barat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku ibu balita yang mengikuti penyuluhan dengan media audiovisual lebih tinggi dibandingkan yang mengikuti penyuluhan dengan modul; (2) pengetahuan, sikap dan perilaku ibu balita berbeda antara sebelum dan sesudah intervensi. Perbedaan dengan penelitian tersebut dengan yang dilakukan oleh peneliti
9
adalah subyek penelitian. Persamaannya adalah rancangan penelitian, media audiovisual dalam memberikan promosi kesehatan. 4. Penelitian Pandiangan (2005) dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Reproduksi Melalui Metode Ceramah, Audio Visual, Ceramah Plus Audio Visual pada Pengetahuan dan Sikap Remaja SLTP di Tapanuli Utara”. Penelitian ini menggunakan metode quasi experimental. Subyek penelitin tersebut adalah anak SLTP kelas satu dan dua pada tiga kelompok intervensi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) sikap remaja tentang kesehatan reproduksi setelah intervensi mengalami kenaikan; (2) pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi setelah intervensi meningkat. Perbedaan dari penelitian ini adalah variabel dan subyek penelitian. Persamaannya pada rancangan, metode dan media penelitian. 5. Penelitian Nugraheni (2012) dengan judul “ Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Media Audiovisual dan Booklet Terhadap Pengetahuan Ibu tentang Menopause Di Perumahan Candi Gebang Permai, Ngemplak, Sleman”. Penelitian ini menggunakan metode quasi experimental dengan rancangan non equivalent control group design.Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) pengetahuan responden tentang menopause pada kelompok perlakuan mengalami peningkatan secara bermakna; (2) pengetahuan pada kelompok kontrol mengalami penurunan antara pretest dan posttest. Perbedaan dari penelitian ini terletak pada subyek penelitian. Persamaannya adalah rancangan dan media penelitian.
10
6. Penelitian Sandhi (2011) dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Media Audiovisual Terhadap Peningkatan Pengetahuan Manajemen Pemberian ASI di Posyandu Kelurahan Baciro Gondokusuman Kota Yogyakarta”. Penelitian ini menggunakan rancangan pre-experimental design dengan rancangan one group pretest-posttest. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa : (1) terdapat peningkatan pengetahuan secara bermakan pada kelompok perlakuan yang diberikan pendidikan kesehatan dengan audiovisual. Perbedaan dengan penelitian ini adalah rancangan dan subyek penelitian. Persamaannya adalah media audiovisual. 7. Penelitian Sulistyowati (2011) dengan judul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan Melalui Metode Ceramah dengan Media Audio Visual Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Menopause di Dukuh Girimulyo, Kelurahan Gergunung, Kecamatan
Klaten Utara”.
Jenis
penelitian
ini
menggunakan quasi
experimental. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) terdapat peningkatan pengetahuan pada kelompok perlakukan antara pretest dan posttest; (2) tidak terdapat perubahan pada tingkat pengetahuan pada kelompok kontrol. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada subyek penelitian dan materi pendidikan kesehatan. Persamaannya adalah metode dan media penelitian.