BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang sampai saat ini memiliki dampak besar bagi kesehatan masyarakat dan diperkirakan hampir 50 juta orang diseluruh dunia terkena penyakit ini setiap tahunnya (WHO, 2002). Di Indonesia penyakit ini masih menjadi masalah yang belum dapat diselesaikan dan hampir setiap tahun terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah. Demam berdarah pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan Surabaya dengan jumlah penderita sebanyak 56 orang dan 16 orang diantaranya meninggal dunia (Kho et al., 1972). Sejak saat itu Indonesia terus mengalami wabah Demam Berdarah secara periodik dengan peningkatan jumlah infeksi dan angka kematian (Sumarmo, 1987) serta luas daerah persebarannya semakin bertambah. Epidemi demam berdarah terbesar terjadi pada tahun 2007 dan 2009. Pada tahun 2007 dilaporkan terjadi 158.155 kasus dengan 1.600 kasus kematian, sedangkan pada tahun 2009 terjadi 158.912 kasus dengan 1.420 kasus meninggal dunia (Kemenkes RI, 2010). Pada tahun 2011 terjadi penurunan angka kejadian penyakit demam berdarah, namun pada tahun 2012 kembali terjadi peningkatan kasus penyakit demam berdarah, yaitu sebanyak 90.245 kasus dengan angka kematian sebanyak 816 kasus (Kemenkes RI, 2013). Peningkatan jumlah kasus demam berdarah terjadi karena berbagai faktor, yaitu peningkatan jumlah penduduk,
peningkatan
laju
urbanisasi,
kurang
efektifnya
program
1
pemberantasan sarang
nyamuk, dan meningkatnya transportasi antar daerah
(Gibbons dan Vaughn, 2002). Penyakit demam berdarah merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus dengue (DENV) yang ditularkan ke manusia oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus betina yang terinfeksi virus dengue (DENV). Virus dengue merupakan virus RNA positif untai tunggal dengan ukuran genom 10,7 kb dan virus ini dikelompokkan ke dalam genus Flavivirus. Genom virus ini mengkode tiga protein struktural (kapsid, pre/membran, dan selubung) dan tujuh protein non struktural (NS1, NS2A, NS2B, NS3, NS4A, NS4B dan NS5). Virus ini dibagi menjadi empat serotipe, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Pada tahun 2006 Setiati dan timnya melaporkan bahwa keempat serotipe DENV telah ditemukan di berbagai wilayah di Indonesia. Serotipe yang paling banyak ditemukan
adalah
serotipe
DENV-3
dan
diikuti
DENV-2.
Penelitian
Darmowandowo et al. (2009) di wilayah yang lain menunjukkan serotipe yang paling banyak ditemukan di Indonesia adalah DENV-2. Vaksin atau obat untuk melawan infeksi virus demam berdarah sampai saat ini belum tersedia, hal ini menjadi salah satu penyebab masih tingginya angka kejadian kasus penyakit demam berdarah. Oleh karena itu, dibutuhan senyawa bioaktif baru yang memiliki potensi sebagai obat untuk melawan infeksi virus demam berdarah. Salah satu sumber potensial senyawa bioaktif tersebut antara lain berasal dari metabolit primer maupun sekunder yang berasal dari mikroorganisme, diantaranya berasal dari Aktinomisetes. Metabolit primer dan sekunder yang dihasilkan oleh organisme ini merupakan sumber senyawa bioaktif yang potensial sebagai bahan baku obat (Ara
2
et al., 2012). Aktinomisetes diketahui memiliki kemampuan untuk memproduksi metabolit sekunder dalam jumlah besar, yang dapat digunakan sebagai vitamin, enzim, agen anti kanker, antibiotik, serta sebagai senyawa anti viral. Salah satu Aktinomisetes yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri adalah Streptomyces spp. Bakteri ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen seperti Bacillus subtilis dan Xanthomonas axonopodis (Lestari, 2006). Selain penelitian mengenai fungsi Aktinomisetes sebagai antibiotik, saat ini penelitian telah berkembang pada fungsi Aktinomisetes sebagai antiviral. Sacramento et al. (2004) melaporkan telah mengisolasi Aktinomisetes, dalam hal ini Streptomyces sp., yang memiliki kemampuan menghambat propagasi herpes simplex virus tipe-1 (HSV-1). Mereka menemukan bahwa ekstrak metanol yang dihasilkan menunjukkan aktivitas antivirus pada pengenceran non-toksik dengan indeks penghambatan virus yang teramati sebesar 5,4 dan penghambatan lebih dari 99%. Chiba et al. (2004) melaporkan telah menemukan senyawa baru yang dapat menghambat masuknya HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang diberi nama actinohivin (AH) pada filtrat kultur Genus Aktinomisetes yang baru ditemukan, Longispora albida gen. nov., sp. nov. Mekanisme penghambatan masuknya virus ke sel oleh actinohivin adalah dengan mengikat rantai gula jenis manosa pada selubung protein virus (gp120) sehingga mencegah fusi antara membran sel inang dengan membran virus. Sementara di Indonesia, peneliti dari LIPI dan Universitas Indonesia melakukan skrining terhadap Aktinomisetes dari serasah tanah yang berasal dari Kupang dan Enrekang. Mereka menemukan isolat yang mampu menghambat aktivitas ATP-ase dari RNA helikase Japaneses ensephalitis virus (JEV) dengan
3
aktivitas inhibisi sebesar 40-50%. Enzim helikase merupakan salah satu target potensial dalam pengembangan obat penghambat virus, dimana enzim ini berfungsi dalam replikasi virus (Ratnakomala et al., 2011). Beberapa peneliti dari Universitas Gadjah Mada juga telah melakukan penelitian untuk mengetahui potensi metabolit sekunder yang dihasilkan oleh beberapa isolat Aktinomisetes yang diisolasi dari laut sebagai sumber senyawa anti kanker (Farida 2007; Widowati 2010), serta isolat Aktinomisetes yang diisolasi dari rhizosfer tegakan pohon kayu putih sebagai sumber senyawa anti jamur (Alimuddin 2011) dan menunjukkan hasil yang positif.
Namun sampai
saat ini potensi Aktinomisetes sebagai antivirus dengue khususnya DENV-2 belum dilakukan, padahal setiap tahun penyakit demam berdarah menimbulkan banyak korban jiwa. Melihat potensi metabolit sekunder Aktinomisetes sebagai sumber senyawa bioaktif khususnya sebagai antivirus seperti yang telah disebutkan maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan senyawa bioaktif yang terkandung dalam metabolit sekunder yang dihasilkan Aktinomisetes yang diisolasi dari laut dan rhizosfer tegakan pohon kayu putih dalam menghambat infeksi virus dengue serotipe 2 (DENV-2).
4
1.2 Perumusan Masalah 1. Apakah ekstrak etil asetat metabolit sekunder Aktinomisetes yang diisolasi dari laut dan rhizosfer memiliki daya antiviral terhadap virus dengue serotipe 2 (DENV-2)? 2. Apakah ekstrak air metabolit sekunder Aktinomisetes yang diisolasi dari laut dan rhizosfer memiliki daya antiviral terhadap virus dengue serotipe 2 (DENV2)? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui: 1. Potensi antiviral ekstrak etil asetat metabolit sekunder Aktinomisetes terhadap virus dengue serotipe 2 (DENV-2). 2. Potensi antiviral ekstrak air metabolit sekunder Aktinomisetes terhadap virus dengue serotipe 2 (DENV-2). 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dasar mengenai potensi Aktinomisetes yang berasal dari Indonesia sebagai kandidat antivirus DENV-2 sehingga dapat digunakan untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
5