Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
BAB I
1
PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus yang dibawa melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Biasanya ditandai dengan demam yang bersifat bifasik selama 2-7 hari, ptechia dan adanya manifestasi perdarahan. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Kejangkitan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) yang disebarkan oleh vektor nyamuk Aedes aegypti selain disebabkan faktor nyamuk dan mobilitas penduduk, juga karena perilaku buruk masyarakat yang hidup tidak higienis (Utama, 2007). Oleh karena itu, upaya pemberantasan DBD dalam jangka panjang
sangat
membutuhkan
partisipasi
masyarakat,
terutama
bagaimana
menciptakan lingkungan yang sehat dan tidak kondusif bagi perkembangan nyamuk. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan yang menjadi prioritas utama Pemerintah Kota Semarang karena cenderung meningkat jumlah penderitanya serta semakin luas penyebarannya dan merupakan jenis penyakit yang berpotensi mematikan. Demam Berdarah Dengue adalah infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nyamuk dimana penderita mengalami demam, nyeri hebat disertai kebocoran plasma dan pendarahan. Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk,
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
transmisi virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue dan kondisi geografis setempat (suhu udara dan kelembabannya) Masalah penyakit Demam Berdarah Dengue menjadi perhatian utama karena penyakit ini menyerang anak-anak sampai orang dewasa dan apabila tidak segera dilakukan penanganan akan dapat mengakibatkan kematian serta menimbulkan wabah. Demam Berdarah Dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial yang ditimbulkan antara lain menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian anggota keluarga, dan berkurangnya usia harapan penduduk. Sedangkan dampak ekonomi antara lain biaya pengobatan (opname di Rumah sakit) dan biaya lain yang dikeluarkan untuk berobat. Pemerintah Kota Semarang telah melakukan berbagai upaya dalam rangka pengendalian Demam Berdarah Dengue diantaranya dengan disusunnya Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue, melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai Penyakit Demam Berdarah Dengue dan melakukan evaluasi dan monitoring terhadap jentik nyamuk yang menjadi salah satu penyebab Penyakit Demam Berdarah Dengue. Upaya yang telah dilakukan Pemerintah Kota Semarang tersebut belum sepenuhnya mengatasi permasalahan Penyakit Demam Berdarah Dengue sehingga perlu ada kajian tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue untuk mengetahui lebih jauh tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue serta alternatif penyelesaiannya. Realitas semacam inilah yang pada akhirnya harus menjadi tuntunan kepada semua masyarakat kota Semarang dalam penanggulangan DBD. Termasuk dalam hal ini adalah masih banyaknya kasus demam berdarah dalam masyarakat yang terlambat dalam penanganan. Data terhadap munculnya jumlah kasus yang harus
2
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
menunggu laporan dari pihak rumah sakit yang merawat pasien demam berdarah mengakibatkan tidak terakomodirnya jumlah riil yang terjadi di masyarakat. Seharusnya, Dinas Kesehatan melakukan langkah pro aktif dalam memantau perkembangan penyebaran penyakit DBD ini dengan memanfaatkan jaringan nonformal seperti Dasawisma dan PKK serta RT/RW yang memiliki kemampuan dalam menyerap data hingga level rumah tangga. Dengan demikian persoalan kesalahan penanganan termasuk keterlambatan dalam penanganan dan bahkan tidak tercatatnya penderita DBD akan dapat dihindari seminimal mungkin. Berangkat dari pemikiran tersebut diatas, kami, CV KRCI (KrisiS Research and Consultant Institute) mengajukan usulan untuk melakukan Kajian Pengendalian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kota Semarang untuk menjawab persoalan yang telah dipaparkan tersebut diatas. I.2. Perumusan Masalah 1. Bagaimana identifikasi dan pemetaan Demam Berdarah Dengue, faktor-faktor penyebab timbulnya Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang serta tingkat penyebarannya 2. Sejauh mana Perda Kota Semarang No. 5 Tahun 2010 Tentang Pengendalian DBD efektif meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap pengendalian DBD di Kota Semarang 3. Sejauh mana Perda Kota Semarang No. 5 Tahun 2010 Tentang Pengendalian DBD efektif mengurangi jumlah kasus dan tingkat kematian akibat DBD di Kota Semarang 4. Sejauh mana kebijakan Pemerintah Kota Semarang dalam pengendalian DBD.
3
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
5. Sejauh mana
dukungan anggaran/pendanaan pengendalian DBD di Kota
Semarang. 6. Sejauh mana pola koordinasi antar multi stakeholder dalam pengendalian DBD di Kota Semarang 7. Sejauh mana personil dan organisasi dalam pengendalian DBD di Kota Semarang efektif bekerja. 8. Apakah faktor – faktor yang mengakibatkan pengendalian DBD di Kota Semarang kurang berhasil. 9. Rekomendasi apa sajakah yang dapat diterapkan dalam pengendalian DBD ini? I.3. Maksud Dan Tujuan I.3.1. Maksud Maksud dilakukannya kajian ini adalah untuk mendapatkan masukan yang komprehensif dari berbagai instansi formal terkait, stakeholder, lembaga kemasyarakatan maupun masyarakat luas disamping dilakukan penelitian dokumen yuridis terkait agar terjadi harmonisasi dan sinkronisasi. Selain itu untuk dijadikan bahan masukan kepada Pemerintah Kota Semarang dalam menyusun Peraturan yang berkaitan dengan Demam Berdarah Dengue. I.3.2. Tujuan Tujuan Kajian tentang Demam Berdarah Dengue adalah: a. Mengetahui apakah Demam Berdarah Dengue, faktor-faktor penyebab dan alternatif penyelesaiannya. b. Melakukan identifikasi terhadap penderita Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang serta tingkat penyebarannya.
4
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
c. Mengetahui seberapa jauh upaya-upaya serta program yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang dalam pelaksanaan dan pengendalian penyakit Demam Berdarah Dengue. d. Memberikan informasi tentang Demam Berdarah Dengue yang ada di Kota Semarang sehingga dapat menjadi bahan dan pertimbangan bagi penyusunan kebijakan untuk urusan kesehatan. e. Memberikan
rekomendasi
mengenai
langkah-langkah
pengendalian
Demam Berdarah Dengue. f. Melakukan pemetaan Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang.
I.4. Sasaran Sasaran kegiatan adalah tersusunnya dokumen Kajian tentang Demam Berdarah Dengue sesuai dengan kondisi objektif di lapangan dan kaidah hukum yang berlaku. I.5. Output/Keluaran Keluaran kegiatan ini adalah : 1. Dokumen Kajian tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang; 2. Bukti Dokumentasi dan Rangkuman kegiatan Kajian tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang; I.6. Outcome/Hasil 1) Rekomendasi terhadap Pelaksanaan Kajian tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang; 2) Rekomendasi perihal prioritas pelaksanaan Kajian tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang.
5
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
I.7. Manfaat 1. Mendapatkan manfaat dari rekomendasi dan masukan komprehensif tentang Kajian tentang Demam Berdarah Dengue Kota Semarang. 2. Tersusunnya Kajian tentang Demam Berdarah Dengue Kota Semarang Kota Semarang. I.8. Ruang Lingkup I.8.1. Lingkup Kegiatan Lingkup kegiatan yang akan dilaksanakan pada kegiatan ini adalah : 1. Persiapan kegiatan Kajian tentang Demam Berdarah Dengue Di Kota Semarang 2. Pembahasan dengan Tim Teknis melalui rapat, konsultasi, maupun FGD dengan para pemangku kepentingan / stakeholder terkait dalam rangka merumuskan Kajian tentang Demam Berdarah Dengue Di Kota Semarang; 3. Menyusun dan membuat laporan hasil Kajian tentang Demam Berdarah Dengue Di Kota Semarang 4. Melakukan pembahasan Laporan Pendahuluan, Laporan Antara dan Laporan Akhir. I.8.2. Lingkup Wilayah Kegiatan ini dilakukan dalam tingkat Kota Semarang untuk mengakomodasi dan menjaring aspirasi dan prakarsa dari berbagai pemangku kepentingan /
stakeholder terkait Kajian tentang Demam Berdarah Dengue Kota Semarang. I.8.3. Landasan Hukum Yang menjadi landasan hukum dalam kajian ini adalah sebagai berikut :
6
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
1) Undang –undang Dasar 1945 Pasal 28 ayat (1) : ”Setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. 2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular 3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 6) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana 7) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup; 8) Undang-Undang 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan 9) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpangan dan Penggunaan Pestisida 10)Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular 11)Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2008 tentang urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Semarang
7
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
12)Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor
12 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota SemarangPeraturan Daerah Kota Semarang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengendalian Lingkungan Hidup; 13)Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue 14)Dan Peraturan Perundangan lainnya yang terkait dan relevan.
8
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
BAB II KAJIAN PUSTAKA II.1. Pengertian Demam berdarah adalah penyakit akut yang disebabkan oleh virus dengue, yang ditularkan oleh nyamuk. Penyakit ini ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis, dan menjangkit luas di banyak negara di Asia Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat menyebabkan demam berdarah, baik ringan maupun fatal. Sedangkan menurut Perda No. 5 tahun 2010 menyebutkan bahwa Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit menular yang timbulnya mendadak secara cepat dalam waktu relatif singkat yang sangat berbahaya dan mematikan serta sampai saat ini belum diketemukan vaksin pencegahnya. (Kesehatan., 2000) Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 3 sampai 14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai hari ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10 hari.(Kurane, 2007) Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa gejala demam, demam dengue (DD) dan DBD, ditandai dengan demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari; pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif, trombositopenia dengan jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh.(WHO, 2009) II.2. Patogenesis Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfesi virus dengue, akan tetap infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat menggigit dan menghisap darah Setelah masuk ke dalam tubuh manusia, virus de-
ngue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer hepar, endotel pembuluh darah,
1
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
nodus
limpaticus,
sumsum
tulang
serta
paru-paru.
Beberapa
penelitian
menunjukkan, sel monosit dan makrofag mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan membentuk komponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel.(Soegijanto, 2002) Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus lainnya Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE.(Darwis, 1999) Berdasarkan perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing
antibody yang memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS.(Soegijanto, 2002) II.3. Ciri Klinis Menurut Departemen Kesehatan, demam berdarah umumnya ditandai oleh demam tinggi mendadak, sakit kepala hebat, rasa sakit di belakang mata, otot dan sendi, hilangnya napsu makan, mual-mual dan ruam. Gejala pada anak-anak dapat berupa demam ringan yang disertai ruam. Demam berdarah yang lebih parah ditandai dengan demam tinggi yang bisa mencapai suhu 40-41◦C selama dua sampai tujuh hari, wajah kemerahan, dan gelaja lainnya yang menyertai demam berdarah ringan. Berikutnya dapat muncul kecenderungan pendarahan, seperti memar, hidung dan gusi berdarah, dan juga pendarahan dalam tubuh. Pada kasus yang sangat parah, mungkin berlanjut pada kegagalan saluran pernapasan, shock dan kematian.
2
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Setelah terinfeksi oleh salah satu dari empat jenis virus, tubuh akan memiliki kekebalan terhadap virus itu, tapi tidak menjamin kekebalan terhadap tiga jenis virus lainnya.(Kesehatan., 2000) II.4. Penularan Demam berdarah ditularkan pada manusia melalui gigitan nyamuk betina
Aedes yang terinfeksi virus dengue. Penyakit ini tidak dapat ditularkan langsung dari orang ke orang. Penyebar utama virus dengue yaitu nyamuk Aedes aegypti, tidak ditemukan di Hong Kong, namun virus dengue juga dapat disebarkan oleh spesies lain yaitu Aedes albopictus.(Kesehatan., 2000) II.5. Pencegahan (Kesehatan., 2000) Saat ini, tidak tersedia vaksin untuk demam berdarah. Karena itu, pencegahan terbaik adalah dengan menghilangkan genangan air yang dapat menjadi sarang nyamuk, dan menghindari gigitan nyamuk. Langkah Umum untuk Mencegah Penyakit yang Disebarkan oleh Nyamuk; 1)
Kenakan pakaian lengan panjang dan celana panjang, dan gunakan
obat penangkal nyamuk yang mengandung DEET pada bagian tubuh yang tidak terlindungi. 2)
Gunakan kawat nyamuk atau kelambu di ruangan tidak berAC.
3)
Pasang obat nyamuk bakar ataupun obat nyamuk cair/listrik di tempat
yang dilalui nyamuk, seperti jendela, untuk menghindari gigitan nyamuk. 4)
Cegah munculnya genangan air;
Buang kaleng dan botol bekas di tempat sampah yang tertutup.
Ganti air di vas bunga paling sedikit seminggu sekali, dan jangan
biarkan ada air menggenang di pot tanaman.
3
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Tutup rapat semua wadah air, sumur dan tangki penampungan air.
Jaga saluran air supaya tidak tersumbat. Ratakan permukaaan tanah untuk mencegah timbulnya genangan air.
Langkah Umum untuk Mencegah Penyakit yang Disebarkan oleh Nyamuk; 5) Kenakan pakaian lengan panjang dan celana panjang, dan gunakan obat penangkal nyamuk yang mengandung DEET pada bagian tubuh yang tidak terlindungi. 6) Gunakan kawat nyamuk atau kelambu di ruangan tidak berAC. 7) Pasang obat nyamuk bakar ataupun obat nyamuk cair/listrik di tempat yang dilalui nyamuk, seperti jendela, untuk menghindari gigitan nyamuk. 8) Cegah munculnya genangan air; Buang kaleng dan botol bekas di tempat sampah yang tertutup. Ganti air di vas bunga paling sedikit seminggu sekali, dan jangan biarkan ada air menggenang di pot tanaman. Tutup rapat semua wadah air, sumur dan tangki penampungan air. Jaga saluran air supaya tidak tersumbat. Ratakan permukaaan tanah untuk mencegah timbulnya genangan air. A. Konsep Dasar Terjadinya Penyakit Suatu penyakit timbul akibat dari beroperasinya berbagai factor, baik agen, induk semang atau lingkungan. Pendapat ini tergambarkan dalam istilah yang dikenal luas yaitu multiple causation of disease (penyebab majemuk) sebagai lawan dari single casation (penyebab tunggal). Berikut adalah 3 model penyebab terjadinya penyakit. 1. Segitiga epidemiologi (the epidemiologic triangle) Host (induk semang)
Agent (Penyebab Penyakit)
Environment (Lingkungan)
4
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
5
Menurut model ini, perubahan dari salah satu factor akan mengubah keseimbangan
antara
mereka,
yang
berkurangnya penyakit yang bersangkutan.
berakibat
bertambah
atau
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
2. Jaring Sebab Akibat (the web of causation)
6
….Factor 8 Factor 3 Factor 1
….Factor 9 Factor 4
Penyakit X
….Factor 10 Factor 5 ….Factor 11 ….Factor 12
Factor 2
Factor 6 Factor 7
Menurut model ini, suatu penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses “sebab” dan “akibat:. Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan dengan memotong rantai pada berbagai titik. 3. Roda (the wheel)
Lingkungan Sosial
Lingkungan Fisik
Induk Semang Manusia
Lingkungan Biologis
Inti Genetik
Seperti halnya dengan model jarring-jaring sebab akibat, model roda memerlukan identifikasi dari berbagai factor yang berperan dalam timbulnya
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
penyakit
degan
tidak
begitu
menekankan
pentingnya
agent.
Disini
dipentingkan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Besarnya peranan dari masing-masing lingkungan bergantung pada penyakit yang bersangkutan. B. Penyakit Menular Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan (berpindah dari orang yang satu ke orang yang lain, baik secara langsung maupun melalui perantara). Penyakit menular ini ditandai dengan adanya (hadirnya) agent atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah. Suatu penyakit dapat menular dari orang yang satu kepada yang lain karena 3 faktor berikut: 1) Agent (penyebab penyakit) 2) Host (induk semang) 3) Route of transmission (jalannya penularan) Keadaan tersebut dianalogikan seperti perkembangan suatu tanaman. Agent diumpamakan sebagai biji, Host sebagai tanah dan route of transmission sebagai iklim. 1) Agent-agent Infeksi Makhluk hidup sebagai pemegang peranan penting di dalam epidemiologi yang merupakan penyebab penyakit dapat dikelompokkan menjadi: a) Golongan virus, misalnya influenza, trachoma, cacar dan sebagainya b) Golongan ricketsia, misalnya tikus c) Golongan bakteri, misalnya disentri d) Golongan
protozoa,
misalnya
malaria,
filarial,
schistosoma
dan
sebagainya e) Golongan Jamur yakni bermacam-macam panu, kurap dan sebagainya f) Golongan cacing, yakni bermcam-macam cacing perut seperti ascaris (cacing gelang), cacing kremi, cacing pita, cacing tambang dan sebagainya.
7
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Agar Agent atau penyebab penyakit menular ini tetap hidup (survive), maka perlu persyaratan-persyaratan sebagai berikut: a) Berkembang biak b) Bergerak atau berpindah dari induk semang c) Mencapai induk semang baru d) Menginfeksi induk semang baru tersebut Kemampuan agent penyakit untuk tetap hidup pada lingkungan manusia adalah suatu factor penting dalam epidemiologi infeksi. Setiap bibit penyakit (penyebab penyakit) mempunyai habitat sendiri-sendiri, sehingga ia dapat tetap hidup. Sehingga timbul istilah reservoir, yang dairtikan sebagai berikut: a) Habitat, tempat bibit penyakit tersebut hidup dan berkembang biak b) Survival, tempat bibit penyakit tersebut bergantung pada habitat, sehingga ia dapat tetap hidup Reservoir tersebut dapat berupa manusia, binatang dan benda-benda mati. Reservoir di dalam Manusia Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoir dalam manusia adalah campak, (measles), cacar air (small pox), tifus (typhoid), meningitis, gonorhoe, dan sifilis. Manusia sebagai reservoir dapat menjadi kasus yang aktif dan carrier.
Carrier Carrier adalah orang yang mempunyai bibit penyakit dalam tubuhnya, tanpa menunjukkan adanya gejala penyakit tetapi orang tersebut dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain. Canvakescant Carrier adalah orang yang mengandung bibit penyakit setelah sembuh dari suatu penyakit. Carrier adalah sangat penting dalam epidemiologi penyakit polio, tifus, menigococal meningitis dan amebiasis.
8
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Al ini disebabkan karena: a) Jumlah (banykanya carrier jauh lebih bayak daripada orang yang sakit) b) Carriers maupun orang yang ditulari sama sekali tidak tahu bahwa mereka menderita/kena penyakitnya c) Carriers tidak menurunkan kesehatnnya karena masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari d) Carriers mungkin sebagai sumber infeksi untuk jangka waktu yang relative lama Reservoir pada Binatang Penyakit-penyakit yang mempuyai reservoir pada binatang pada umumnya adalah penyakit zoonosis. Zoonosis adalah penyakit pada binatang vertebrata yang dapat menular pada manusia. Penularan penyakit pada binatang melalui berbagai cara, yaitu: a) Orang makan daging binatang yang menderita penyakit misalnya, cacing pita b) Melalui gigitan binatang sebagai vektornya, misalnya pes melalui pinjal tikus, malaria, filariasis, demam berdarah melalui gigitan nyamuk c) Binatang penderita penyakit langsung menggigit orang, misalnya rabies Benda-benda Mati sebagai reservoir Penyakit-penyakit yang mempunyai reservoir pada benda-benda mati apda dasarnya adalah saprofit hidup dalam tanah. Pada umumnya bbit penyakit ini berkembang biak pada lingkungan yang cocok untuknya. Oleh karena itu bila terjadi perubahan temperature atau kelembaban dari kondisi dimana ia dapat hidup, maka ia berkembang biak dan siap infektif. Contoh: clostridium tetani penyebab
tetanus,
c.Otolinum
penyebab
keracunan
makanan,
dan
sebagainya. 2) Sumber Infeksi dan Penyebaran Penyakit Yang dimaksud sumber infeksi adalah semua benda termasuk orang atau binatang yang dapat melewatkan/menyebabkan penyakit pada orang, Sumber penyakit ini mencakup juga reservoir seperti diatas.
9
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Macam-macam Penularan: Mode penularan adalah suatu mekanisme dimana agent/penyebab penyakit tersebut ditularkan dari orang ke orang lain atau dari reservoir kepada induk semang baru. a) Kontak Dapat melalui kontak langsung atau tidak langsung melalui bendabenda yang terkontaminasi. Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui kontak langsung biasanya terdapat pada masyarakat yang hidup di lingkupan padat penghuninya. Sehingga lebih banyak terdapat di kota daripada di desa.
10
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
b) Pernapasan/Inhalation Yaitu penularan melalui udara/pernapasan. Oleh karena itu, ventilasi rumah yang kurang, berjejalan (over crowding) dan tempat-tempat umum adalah factor yang sangat penting dalam epidemiologi penyakit ini. Penyakit yang ditularkan melalui udara disebut “air borne disease” c) Infeksi Penularan melalui tangan, makanan atau minuman d) Penetrasi pada kulit Hal ini dapat langsung oleh organism itu sendiri. Misalnya, cacing tambang, melalui gigitan vector misalnya malaria atau melalui luka misalnya tetanus. e) Infeksi melalui plasenta Yaitu infeksi yang diperoleh melalui placenta dari ibu yang menderita penyakit waktu mengandung, missal sifilis dan toxoplasmosis. 3) Faktor Induks Semang (Host) Terjadinya suatu penyakit Iinfkesi) pada seseorang ditentukan oleh factorfaktor yang ada pada induk semang itu sendiri. Faktor tersebut adalah kekebalan/resistensi orang tersebut. 4) Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Upaya yang dapat dilakukan adalah: a) Eliminasi reservoir (sumber penyakit) Eliminasi reservoir manusia dapat dilakukan melalui: (1) Isolasi penderita (pasien), yaitu menempatkan pasien di tempat yang khusus untuk mengurangi kontak dengan orang lain. (2) Karantina,
adalah
membatasi
ruang
gerak
penderita
dan
menempatkannya bersama-sama penderita yangs ejenis pada tenpat yang khusus didesain untuk itu. Baisanya dalam waktu lama, misalnya karantina penderita kusta. b) Memutus mata rantai penularan Dengan
cara
meningkatkan
sanitasi
lingkungan
dan
hygiene
perorangan merupakan usaha yang penting untuk memutuskan hubungan atau mata rantai penlaran penyakit menular.
11
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
c) Melindungi orang-orang (kelompok) yang rentan Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang rentang terhadap penyakit menular. Sehingga memerlukan perlindungan khusus (specific protection) dengan imunisasi. Pada anak usia muda, gizi yang kurang akan meyebabkan kerentanan pada anak tersebut. Oleh sebab itu, meningkatkan gizi anak merupakan usaha pencegahan penyakit infeksi pada anak. C. Perilaku Kesehatan 1. Konsep Perilaku Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktvitas organism yang bersangkutan. Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Bentuk Perilaku: a. Bentuk pasif, adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manuisa dan tidak secara langsung dapat dilihat oleh orang lain. Misalnya, berpikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. b. Bentuk Aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat dilihat secara langsung. Misalnya; ibu sedang membawa anaknya ke puskesmas untuk imunisasi, pasangan usia subur mengikuti program KB, dll. 2. Perilaku
terhadap
sakit
dan
penyakit
dapat
dilihat
dari
tingkat
pencegahannya, yakni: (1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan pemeliharaan kesehatan. Misalnya; makan makanan bergizi, olah raga. (2) Perilaku pencegahan penyakit, adalah respons untuk melakukan pencegahan
penyakit. Misalnya;
tidur
memakai
kelambu
untuk
mencegah gigitan nyamuk. (3) Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan, yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan. Misalnya; berusaha mengobati penyakitnya sendiri, pergi ke puskesmas.
12
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
(4) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan, yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelahs embuh dari sakir. Misalnya; melakukan diet, mematuhi anjuran dokter. 3. Perilaku terhadap system pelayanan kesehatan, adalah respons seseorang terhadap system pelayanan eksehatan abaik system pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respons terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan sebagainya. 4. Perilaku terhadap makanan, yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital dalam hidup. Meliputi, pengetahuan, sikap dan praktik terhadap makanan dan unsure-unsur yang terkandung dalam makanan (zat gizi), pengolahan makanan yang berhubungan dengan kebutuhan tubuh manusia. 5. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Antara lain; perilaku sehubungan dengan air bersih, pembuangan air kotor, limbah dan sebagainya. D. Bentuk Perubahan Perilaku WHO mengelompokkan 3 bentuk perubahan perilaku” (1) Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan Perubahan perilau dipaksakan pada masyarakat sehingga mau melakukan (berperilaku) yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh dan menghasilkan perubahan perilaku dalam waktu yang cepat, akan tetapi perubahan perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama, tidak akan sama bila perubahan perilaku dilakukan dengan kesadaran sendiri. (2) Pemberian Informasi Pemberian informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan,
cara
menghindari
penyakit
dan
sebagainya
akan
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal itu. Hasil dan perubahan perilaku akan memakan waktu lama, tetapi perubahan yang dicapai akan bersifat langgeng karena didasari oleh kesadaran sendiri. (3) Diskusi dan Partisipasi
13
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Merupakan pengembangan dari bentuk pemberian informasi. Pemberian informasi sebaiknya tidak dilakukan searah saja, tetapi melalui 2 arah. Artinya masyarakat tidak hanya pasif menerima informasi, tetapi juga aktif berpartisipasi melakukan diskusi-diskusi tentang informasi yang diterimanya.
14
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
BAB III METODOLOGI III.1. Tipe Penelitian Penelitian ini menggunakan analisa kualitatif sebagai unsur utama yang bersifat deskriptif analitis. Yakni satu model penelitian yang dimaksud membuat analisis terhadap gambaran (deskriptif) mengenai data-data informasi, kejadiankejadian secara sistematis, faktual dan akurat. III.2. Sumber Data Mengacu pada Lofland dan Lofland sumber data utama dalam penelitan kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan selebihnya merupakan data tambahan seperti dokumen dan lain-lain1. Penelitian ini menggunakan sumber data : 1. Data primer ; Yaitu data yang diperoleh langsung oleh peneliti melalui wawancara dengan responden. Yakni Pemerintah Kota Semarang (Bagian Hukum, Bappeda Kota Semarang, RSUD Kota Semarang, Dinas Kesehatan Kota Semarang dan 37 Puskesmas Kota Semarang), sejumlah tokoh masyarakat, aktivis LSM/ormas, anggota DPRD Kota Semarang. 2. Data sekunder ; Sumber data ini berasal dari literatur berupa buku-buku, laporan, dokumen-dokumen, hasil penelitan peneliti lain, serta sumber lain termasuk studi media yang memiliki relevansi dengan permasalahan penelitian yang diangkat. III.3. Penetapan Informan Dalam penelitian ini penetapan informan menggunakan teknik purposive
sampling. Dimana peneliti menetapkan responden berdasarkan anggapan bahwa
1
Lexi J Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm 112.
1
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
responden yang dipilih dapat memberikan informasi yang diinginkan peneliti yang relevan dengan permasalahan penelitan. Sampel yang diambil didasarkan pada pertimbangan tertentu dari peneliti atas alasan dan tujuan tertentu yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah.2 Informan yang dimaksud dalam penelitan ini adalah Pemerintah Kota Semarang (Bagian Hukum, Bappeda Kota Semarang, RSUD Kota Semarang, Dinas Kesehatan Kota Semarang dan 37 Puskesmas Kota Semarang), sejumlah tokoh masyarakat, aktivis LSM/ormas, anggota DPRD Kota Semarang dan yang relevan dengan penelitian ini. III.4. Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa : 1. Wawancara Mendalam (indept interview) Teknik ini digunakan peneliti untuk dapat mendapatkan informasi, serta memahami makna yang lebih dalam dari hasil analisa observasi maupun data yang telah diperoleh melalui informan yang telah ditentukan. Melalui wawancara mendalam tersebut akan dapat mengemukakan segala hal yang berhubungan dengan persoalan dalam penelitian ini. Wawancara
yang
digunakan
oleh
peneliti
menggunakan
jenis
pendekatan
menggunakan petunjuk umum wawancara seperti yang diungkap Patton. Dimana jenis wawancara ini mengharuskan pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang dirumuskan tidak perlu ditanyakan secara berurutan. Demikian pula penggunaan dan pemilihan kata-kata untuk wawancara dalam hal-hal tertentu tidak perlu dilakukan sebelumnya. Petunjuk wawancara hanyalah berisi petunjuk
2
Eriyanto, Teknik Sampling Analisis Opini Publik, LKIS, Yogyakarta, 2007. hlm 250.
2
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
secara garis besar tentang proses dan isi wawancara untuk menjaga agar pokok3
pokok yang direncanakan dapat seluruhnya tercakup . Wawancara ini dapat berkembang di lapangan sesuai dengan kebutuhan peneliti untuk menggali informasi lebih dalam. Wawancara dilakukan kepada Pemerintah Kota Semarang (Bagian Hukum, Bappeda Kota Semarang, RSUD Kota Semarang, Dinas Kesehatan Kota Semarang dan 37 Puskesmas Kota Semarang), sejumlah tokoh masyarakat, aktivis LSM/ormas, anggota DPRD Kota Semarang dan yang relevan dengan penelitian ini. 2. Studi Kepustakaan Salah satu teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan kajian peraturan perundang-undangan dan studi kepustakaan yaitu mengumpulkan data yang berasal dari buku-buku, jurnal politik, media cetak, serta tulisan-tulisan dan referensi lain yang relevan dengan penelitian ini. 3. Metode diskusi Diskusi ini bertujuan untuk memantapkan hasil yang berhasil diraih melalui metode seperti dinyatakan pada angka 1, angka 2 dan angka 3 diatas. Diskusi ini membahas Draft Laporan Akhir dihadiri PPK dengan Penyedia Jasa (konsultan) dengan menghadirkan SKPD terkait, PPK dengan Penyedia Jasa (konsultan) untuk mendapatkan
saran
masukan
untuk
penyempurnaan
materi
dalam
rangka
penyusunan Laporan Akhir. 4. Dokumentasi. Yaitu berupa data yang diperoleh dari dokumen-dokumen aktual yang berkaitan dengan objek penelitian ini.
3
Ibid, hlm 187.
3
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
III.5. Teknik Keabsahan Data Teknik ini digunakan untuk menetapkan keabsahan data. Melalui metode triangulasi yang merupakan cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Melalui teknik ini pula peneliti membandingkan temuan dengan berbagai sumber, maupun teori. III.6 Teknik Analisa dan Interpretasi Data III.6.1. Analisa Data Analisa data merupakan proses pengolahan data dengan mengorganisasikan dan mengurutkan dalam pola tertentu sehingga lebih mudah dimengerti dan dipahami. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode kualitatif deskriptif analitis, yaitu informasi yang diperoleh baik secara lisan maupun tertulis diteliti dan dipelajari sebagai satu rangkaian utuh. Langkah-langkah yang diambil dalam melakukan analisa data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ; 1. Menelaah seluruh data yang terkumpul, diawali dengan telaah yang seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu hasil wawancara, dokumen berupa laporan, artikel, buku-buku, maupun dari sumber lain. 2. Reduksi data, sebagai proses pemusatan perhatian dengan melakukan pemilihan dan penyederhanaan. Melakukan abstraksi dan transformasi data kasar yang telah terkumpul. Abstraksi sebagai usaha membuat rangkuman inti dari pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada didalamnya. Dengan melakukan reduksi data, peneliti dapat menggolongkan, mengarahkan, dan mengorganisasikan data sehingga dapat diambil kesimpulan.
4
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
3. Pendekatan Analisis Feasibility Study Puskesmas Kota Semarang ini dilakukan dengan pendekatan analisis tekhnis di bidang kesehatan masyarakat, analisis ekonomi dan pembangunan Kota, serta analisis manajemen. 4. Kajian terhadap peraturan perundang-undangan (regulasi) dilakukan dengan memperhatikan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga tidak ada aturan yang tumpang tindih, bertentangan dan melanggar asas “Lex Superior Derogat Legi Inferiori”. Dan merujuk kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan khususnya Bab III Jenis, Hierarki, dan Materi Muatan Peraturan Perundangundangan Pasal 7 dimana ayat (1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundangundangan terdiri atas: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota III.6.2 Interpretasi Data Langkah ini dilakukan untuk menjelaskan hubungan-hubungan yang muncul dari data yang terkumpul, berdasarkan kategori-kategori yang telah dilakukan. Interpretasi data dilakukan secara terpadu, beriringan dengan dilakukannya analisa data. Tujuan dari langkah ini adalah untuk melakukan deskriptif analitis.
5
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
III.7. Pelaporan Jenis laporan yang harus diserahkan kepada pengguna jasa adalah: 1. Laporan Pendahuluan Laporan ini akan disampaikan pada minggu keempat bulan ke 1 (satu) setelah SPMK dikeluarkan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar 2. Laporan Antara Laporan ini akan diserahkan pada minggu ke satu bulan ke 2 (dua) setelah SPMK dikeluarkan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar 3. Laporan Draft Akhir Laporan ini akan diserahkan pada bulan ke tiga bulan ke 2 (dua) setelah SPMK dikeluarkan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar 4. Laporan Akhir Laporan ini diserahkan minggu keempat bulan ke 2 (dua) setelah SPMK dikeluarkan sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar 5. Executive Summary Executive Summary yang merupakan kompilasi hasil keseluruhan pelaksanaan kegiatan ini dicetak duluxe sebanyak 10 (sepuluh) eksemplar 6. Lain-lain
Softcopy dari seluruh naskah laporan yang dibuat harus diserahkan kepada pemberi kerja dalam bentuk media elektromagnetis berupa Disk atau Compact
Disc (CD) yang digandakan sebanyak 1 (satu) keping dan menjadi salah satu bagian dari dokumen yang dimiliki oleh pemberi kerja.
6
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
III.8. Jangka Waktu Dan Jadwal Pelaksanaan
7
Kegiatan ini akan dilaksanakan selama 2 (tiga) bulan kalender secara berturutturut pada Tahun Anggaran 2014.
Adapun jadwal pelaksanaan kegiatan ini
dapat dilihat pada tabel berikut: Tahapan Kegiatan
1
Bulan Ke-1 2 3 4
1
Bulan Ke-2 2 3
4
Kontraktual proses dan Persiapan kegiatan pengumpulan data primer dan sekunder Penyusunan Laporan Pendahuluan Penyusunan Laporan Antara Penyusunan Laporan Akhir FGD Laporan Akhir Penyempurnaan Laporan Akhir Penyerahan Laporan Akhir VI. TENAGA AHLI Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan dibutuhkan tenaga ahli dengan bidang keahlian, masa penugasan, dan kualifikasi dari masing-masing tenaga ahli yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan ini adalah sebagai berikut: 1. Team Leader (Ahli Kesehatan ) Team Leader adalah seorang Sarjana Kesehatan (S1) bidang Kesehatan Masyarakat lulusan perguruan tinggi negeri atau swasta yang terakreditasi dan dengan pengalaman professional di bidangnya minimal 5 (lima)
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
tahun. Sebagai koordinator dalam seluruh pelaksanaan pekerjaan, team leader bertugas : a. Bertanggung jawab dalam mengintegrasikan aspek-aspek teknis, sosial dan ekonomi sehingga penyusunan kajian tentang Demam Berdarah Dengue bisa menyentuh seluruh aspek secara berimbang. b. Melaksanakan koordinasi dengan instansi yang terkait dalam penyusunan kajian tentang Demam Berdarah Dengue. c. Melaksanakan koordinasi dengan tenaga-tenaga ahli sehingga dapat penyusunan kajian tentang Demam Berdarah Dengue lebih tepat sasaran. Untuk team leader berjumlah 1 (satu). 2. Ahli Sosial Ahli Sosial adalah seorang Sarjana Sosial (S1) lulusan perguruan tinggi negeri atau swasta yang terakreditasi dan dengan pengalaman professional di bidangnya minimal 3 (tiga) tahun. Untuk Ahli Sosial berjumlah 1 (satu) orang.
3. Ahli Hukum Ahli Hukum adalah seorang Sarjana Hukum (S1) lulusan perguruan tinggi negeri atau swasta yang terakreditasi dan dengan pengalaman professional di bidangnya minimal 3 (tiga) tahun. Ahli Hukum bertugas menganalisa dan mengevaluasi Peraturan dan pedoman teknis yang berkaitan dengan Kajian tentang Demam Berdarah Dengue. Untuk Ahli Hukum berjumlah 1 (satu) orang.
8
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
9
Kebutuhan Tenaga Ahli Nama Tenaga Ahli No. 1 Eti Rimawati, S.KM., M.Kes 2 3
Lisa Mardiana ,S.Sos., M.I.Kom Dr. Budi Sarwo, SH., MH
Tenaga ahli Team Leader (Ahli Kesehatan Masyarakat) Ahli Sosial Ahli Hukum Total
Jumlah TA 1
MM 2
1 1 3
2 2 6
Selain Tenaga Ahli tersebut, dibutuhkan pula Tenaga Pendukung sebagai berikut: Kebutuhan Tenaga Pendukung No. 1 2
Jabatan Surveyor Administrasi dan Data Total
Jumlah 2 1 3
MM 4 2 6
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gambaran Umum Kota Semarang terletak antara garis 6º 50’ - 7º 10’ LS dan garis 109º 50’ 110º 35’ BT, secara administratif Kota Semarang dibatasi oleh : Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Selatan
: Kabupaten Semarang
Sebelah Barat
: Kabupaten Kendal
Sebelah Timur
: Kabupaten Demak
Ketinggian Kota Semarang terletak antara 0,75 – 348 meter di atas permukaan laut. Secara administratif Kota Semarang terdiri atas 16 Kecamatan dan 177 Kelurahan. Luas wilayah Kota Semarang adalah 373,70 Km 2. Berikut ini adalah pembagian wilayah di Kota Semarang beserta luas lahan yang dimiliki masing-masing wilayah, dapat dilihat pada Gambar IV.1 Gambar IV.1. Peta Administrasi Kota Semarang
Sumber : Revisi RTRW Kota Semarang
1
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Kota Semarang memiliki karakteristik topografi yang unik berupa daerah pantai dan daerah perbukitan. Elevasi topografi berada di ketinggian 0,75 m sampai 350 m di atas permukaan laut. Kondisi topografi menciptakan potensi panorama yang indah dan ekosistem yang beragam. Ketinggian Kota Semarang berkisar 0,75 - 348 meter di atas permukan laut. Ketinggian 0,75 – 90,5 meter termasuk dalam kawasan Pusat Kota Semarang (Dataran Rendah Semarang Bagian Utara) yang diwakili oleh titik tinggi di daerah Pantai Pelabuhan Tanjung Mas, Simpang Lima, Candibaru. Sedangkan ketinggian 90,5 – 348 meter terletak pada daerah pinggir Kota Semarang, yang terbesar di sepanjang arah mata angin yang diwakili oleh titik tinggi yang berlokasi di Jatingaleh dan Gombel, Semarang Selatan, Tugu, Mijen dan Gunungpati. 1. Kondisi Topografi Kota Semarang terdiri : Dataran pesisir pantai : 1 % dari luas wilayah total dengan ketinggian wilayah 0 – 0,75 meter dpl. Dataran rendah : 33% dari luas wilayah total dengan ketinggian wilayah 0,75 – 5 meter dpl. Dataran tinggi : 66% dari luas wilayah total dengan ketinggian wilayah 5 – 348 meter dpl. 2. Kondisi lereng tanah Kota Semarang dibagi menjadi 4 jenis kelerengan yaitu : a.
Lereng I (0-2 %), luasan wilayah Kota Semarang dengan kelerengan sebesar 0-2% adalah sebesar 16574,6 Ha (43%). Sebaran wilayah dengan tingkat kelerengan ini sebagian besar berada meliputi Kecamatan Genuk, Pedurungan, Gayamsari, Semarang Timur, Semarang Utara dan Tugu serta sebagian wilayah Kecamatan Tembalang, Banyumanik dan Mijen.
2
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Lereng II (2-15 %), dengan luas wilayah sebesar 14.090,5 Ha (37%).
b.
Wilayah di Kota Semarang dengan tingkat kelerengan ini meliputi Kecamatan Semarang Barat, Semarang Selatan, Candisari, Gajahmungkur, Gunungpati dan Ngaliyan. Lereng III (15-40 %), meliputi wilayah di sekitar Kaligarang dan Kali Kreo
c.
(Kecamatan
Gunungpati), sebagian wilayah Kecamatan Mijen (daerah
Wonoplumbon), sebagian wilayah Kecamatan Banyumanik dan Kecamatan Candisari dengan luas keseluruhan sebesar 7050,8 Ha (18 %). Lereng IV (> 40 %) meliputi sebagian wilayah Banyumanik (sebelah
d.
tenggara), dan sebagian wilayah kecamatan Gunungpati, terutama disekitar kali Garang dan Kali Kripik yang memiliki keseluruhan luasan sebesar 766,7 Ha (2%). Ketinggian Kota Semarang yang bervariasi ini menjadikan pemanfaatan bagian atas Kota Semarang harus berhati-hati, dan lebih difungsikan sebagai daerah konservasi untuk melindungi Kota Semarang bagian bawah. Dengan demikian secara umum kriteria kemiringan lereng di Kota Semarang dapat dikatakan bahwa sebagian besar wilayahnya memiliki tingkat kemiringan lereng yang datar dan landai, yaitu seluas 29.190,52 Ha (sekitar 78,11%), agak curam seluas 6.080,18 Ha (16,7%), curam seluas 1138,80 Ha (3,05%) dan terjal/sangat curam seluas 960,50 Ha (2,57%). Kota Semarang memiliki iklim tropis dengan dua jenis musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan yang memiliki siklus bergantian selama lebih kurang enam bulan. Menurut data Dinas Meteorologi dan Geofisika pada umumnya hujan di Kota Semarang turun pada bulan Desember sampai Mei, sedangkan antara bulan
3
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Juni sampai November merupakan musim kemarau. Kondisi curah hujan berkisar antara 1500 mm per tahun sampai 3000 mm per tahun. Antara tahun 1963 sampai dengan 1995 curah hujan efektif konstan, yaitu rata-rata 2398,76 mm per tahun. Sedangkan rata-rata hari hujan per bulan pada tahun 2008 adalah 117 hari dengan jumlah curah hujan 7929 mm. Temperatur udara kota ini berkisar antara 25,80 oC sampai dengan 29,30 oC, kelembaban udara rata-rata berkisar dari 62 % sampai dengan 84 %. Arah angin sebagian besar bergerak dari arah tenggara menuju barat laut, dengan kecepatan rata-rata berkisar antara 5,7 km/jam. Pada tahun 2008 temperatur udara rata-rata 33 oC, sehingga Kota Semarang secara umum dikatakan bersuhu udara panas. Untuk intensitas panas Matahari di Kota Semarang berkisar 5 – 10,5 jam / hari dengan penyinaran minimum rata-rata 5 jam / hari bila musim hujan dan maksimum 10,5 jam / hari. Struktur geologi Kota Semarang terdiri tiga bagian yaitu struktur joint (kekar), patahan (fault), dan lipatan. Daerah patahan tanah bersifat erosif dan mempunyai porositas tinggi, struktur lapisan batuan yang diskontinyu (tak teratur), heterogen, sehingga mudah bergerak atau longsor. Pada daearah aliran sungai Kaligarang merupakan patahan Kaligarang yang membujur arah utara sampai selatan di sepanjang Kaligarang yang berbatasan dengan bukit Gombel. Patahan ini bermula dari Ondorante ke arah utara hingga Bendan Duwur. Patahan ini merupakan patahan geser, yang memotong formasi Notopuro, ditandai adanya zona sesar, tebing terjal di Ondorante, dan pelurusan Kaligarang serta beberapa mata air di Bendan Duwur. Daerah patahan lainnya adalah Meteseh, Perumahan Bukit Kencana Jaya dengan arah patahan melintas dari utara ke selatan. Sedangkan pada wilayah Kota
4
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Semarang yang berupa dataran rendah memiliki jenis tanah berupa struktur pelapukan, endapan, dan lanau yang dalam. Adapun karakteristik persebaran struktur geologi di Kota Semarang adalah : 1. Bagian utara sebagian besar ditutupi oleh endapan permukaan yang merupakan alluvium hasil pembentukan delta Kaligarang. Terdiri dari lapisan pasir, lempung, kerikil. 2. Bagian selatan memiliki lapisan litologi breksi dan lava andesit, termasuk ke dalam endapan vulkanik. 3. Daerah perbukitan (Srondol Wetan, Banyumanik, dan sekitarnya terdiri dari lapisan batuan breksi vulkanik dengan sisipan lava batu pasir tufa dan tanah berwarna merah dengan ketebalan 50-200meter. 4. Pembagian tingkat permeabilitas tanah berdasarkan jenis litologi ialah sebagai berikut : a. Sebagian wilayah kecamatan Semarang Selatan, Semarang Barat, Gunungpati, dan Mijen dan kondisi tidak permabel (kedap) dengan nilai antara 0,04-87,5 liter/m2/hari. b. Sebagian wilayah Tugu, Mijen, Semarang Timur dan Genuk mempunyai tingkat permeabilitas rendah dengan nilai antara 4-2.037 liter/m2/hari. c. Sebagian wilayah Genuk, Semarang Tangah, Semarang Utara, Semarang Barat dan Tugu mempunyai tingkat permeabilitas dengan nilai antara 4.037122.000 liter/m2/hari. d. Wilayah Kecamatan Mijen, Gunungpati dan Semarang Selatan mempunyai permeabilitas tinggi dengan nilai antara 8.149-203.735 liter/m2/hari. Permasalahan dalam hidrologi Kota Semarang adalah debit saluran dan sungai
5
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
di kota bagian bawah tidak sebanding dengan volume air. Semakin banyak daerah terbangun pada daerah tangkapan air, dan semakin banyak curah hujan akan mempengaruhi kecepatan aliran air (run off) sehingga debit air pada sungai-sungai tersebut semakin besar. Kesesuaian debit dengan dimensi saluran berpengaruh terhadap luasnya daerah genangan di Kota Semarang bagian bawah. Adanya sungai yang
mengalami
penyempitan
dan
sedimentasi
serta
kurangnya
drainase
dibandingkan dengan lahan terbangun merupakan faktor penyebab terjadinya banjir ataupun genangan di Kota Semarang bagian bawah di musim penghujan. Berdasarkan kondisi masing-masing wilayah, maka kondisi Hidrologi di Kota Semarang secara lebih detail dapat diuraikan pada tabel IV.1 sebagai berikut.
6
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Tabel IV.1. Geohidrologi berdasarkan keadaan wilayah per Kecamatan di Kota Semarang (1) Kecamatan Semarang Tengah
Kecamatan Semarang Timur
Kecamatan Semarang Selatan
Kecamatan Gajahmungkur
Kecamatan Candisari Kecamatan Semarang Utara
Kecamatan Semarang Barat
memiliki persediaan air rata-rata cukup baik. Kedalaman sumber air dangkal / sumur berkisar antara 5-10 meter; beberapa wilayahnya dekat dengan kawasan pantai perlu mewaspadai adanya intrusi air laut yang masuk pada wilayah daratan; kawasan yang berbatasan dengan Kali Banger (Kelurahan Purwodinatan), kondisi air permukaan cukup berlimpah, tetapi juga rawan terhadap genangan air Rata-rata kedalaman permukaan air dangkal / sumur antara 5-10 meter, beberapa wilayah yang berbatasan dengan Sungai Banjir Kanal Timur termasuk daerah yang cukup subur karena ketersediaan air cukup berlimpah (Kelurahan Kemijen, Rejomulyo, Mlatiharjo, Mlatibaru dan Bugangan), perlu penghijauan untuk peresapan di sepanjang kawasan tepi sungai. Rata-rata kedalaman permukaan air dangkal / sumur antara 5-10 meter, beberapa wilayah yang berbatasan dengan Sungai Banjir Kanal barat termasuk daerah yang cukup subur karena ketersediaan air cukup berlimpah (Kelurahan Bulustalan dan Barusari), terancam bahaya bencana banjir bandang yang merupakan kiriman dari daerah atas (Kabupaten Semarang). Termasuk kawasan perbukitan dengan karakteristik ketersediaan air berkurang pada musim kemarau, tetapi sebaliknya, debit dan aliran air cukup tinggi pada musim penghujan, rata-rata kedalaman air tanah dan permukaan air dangkal mencapai 10-20 meter, memiliki potensi daerah Genangan dengan luas genangan mencapai 1-25 Hektar (Kelurahan Petompon, Bendan Ngisor dan Karangrejo). Rata-rata kedalaman air tanah dan permukaan air dangkal mencapai 10-20 meter, potensi daerah Genangan dengan luas genangan mencapai 1-25 Hektar (Kelurahan Kaliwiru). Termasuk daerah Akuifer Produktif dengan Penyebaran Luas mencapai 5-10 liter/detik (Kelurahan Tanjung Mas, Bandarharjo dan Kuningan), memiliki akuifer produktif Tinggi yang mencapai lebih dari 10 liter/detik sangat berpotensi mengakibatkan timbulnya genangan air laut / rob, kedalaman sumur rata-rata 310 meter, daerah genangan / rob dengan ketinggian rata-rata 20-60 cm, dengan lama genangan 2,5-7 jam, penetrasi air laut mencapai 11-15 meter, pada jarak 3,5 Km dari garis pantai, kedalaman air payau 1-10 meter pada jarak 3,5 Km dari garis pantai. Termasuk kawasan dengan Akuifer Produktif Sedang, dengan penyebaran luas mencapai 5 liter/detik, daerah yang dekat ke arah pantai / laut muncul daerah genangan air pasang laut / rob dengan ketinggian rata-rata 20-60 cm, dengan lama genangan 2,5-7 jam
Sumber: Revisi RTRW Kota Semarang
7
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Tabel IV.1. Geohidrologi berdasarkan keadaan wilayah per Kecamatan di Kota Semarang (2) Kecamatan Genuk
Kecamatan Gayamsari Kecamatan Pedurungan Kecamatan Tembalang Kecamatan Banyumanik Kecamatan Gunungpati
Kecamatan Mijen
Kecamatan Ngaliyan Kecamatan Tugu
Termasuk kawasan dengan Akuifer Produktif Sedang, dengan penyebaran luas mencapai 5 liter/detik, beberapa tempat (Kelurahan Terboyo Kulon, Terboyo Wetan dan Trimulyo) sangat berpotensi terjadi genangan dan rob dengan ketinggian genangan mencapai 0,5-1 meter dan lama genangan mencapai 1-2 hari, kawasan sepanjang tepi Sungai Banjir Kanal Timur sumber air berkurang akibat terjadi pendangkalan dasar sungai karena endapan dan sedimentasi, serta terjadi penyempitan sungai karena perkerasan dan sedimentasi, genangan yang berasal dari luapan air sungai Banjir Kanal Timur di bagian hilir yang menuju ke laut, karena rendahnya derajat kemiringan sungai terhadap permukaan air laut, sehingga aliran sungai terhambat masuk ke laut dan meluap ke arah daratan, posentase daerah Catchment Area pada Daerah Aliran Sungai semakin berkurang. Termasuk kawasan dengan Akuifer Produktif Sedang, dan tinggi dengan Penyebaran Luas mencapai 5-10 liter/detik, potensi air Tanah sangat tinggi, rawan genangan air, dengan tinggi genangan antara 0,5-1 meter dan lama genangan mencapai 1-2 hari. Termasuk kawasan dengan Akuifer Produktif Sedang, dan tinggi dengan penyebaran luas mencapai 5-10 liter/detik, potensi air tanah sangat tinggi, rawan genangan air terutama di Kelurahan Plamongansari akibat aliran Sungai Pengkol. Termasuk daerah sumber mata air dengan ketersediaan air cukup tinggi, termasuk dalam aliran Sungai Kali Ketekan, Hulu Kali Pengkol, Kali Watuanak dan Kali Durga Dewi. Termasuk daerah sumber mata air dengan ketersediaan air cukup tinggi, termasuk dalam aliran Sungai Kali Ketekan, Hulu Kali Pengkol, Kali Watuanak dan Kali Durga Dewi. Termasuk dalam arah aliran air Sungai Kreo, Kali Kripik dan Kaligarang, terdapat beberapa DAM, yaitu DAM Sigotek, DAM Jinunjung, DAM Gandhu dan DAM Kripik, fluktuasi air sangat tinggi, sebagai sumber mata air dan termasuk daerah kawasan konservasi air bagi wilayah Semarang bagian bawah, kedalaman muka air tanah berkisar antara 2,5-15 meter. Termasuk dalam arah aliran air Sungai Kreo, Kali Blorong, Kali Joho dan Kali Palapa, fluktuasi air tergantung musim, run off air cukup tinggi, beberapa tempat (Kelurahan Ngadirgo dan Bubakan) kedalaman air tanah mencapai lebih dari 50 meter. Termasuk dalam arah aliran air Sungai Beringin, potensi bahaya terhadap luapan air sungai, kedalaman air tanah antara 15-30 meter. Dilalui aliran Sungai Kali Mangkang, Kali Beringin, Kali Tambakromo dan Kali Delik, bahaya luapan air sungai dan tambak pada daerah yang berdekatan dengan kawasan pantai.
Sumber: Revisi RTRW Kota Semarang
8
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
IV.2. Identifikasi dan pemetaan Demam Berdarah Dengue, faktor-faktor penyebab timbulnya Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang serta tingkat penyebarannya Berdasarkan profil kesehatan Kota Semarang tahun 2013, jumlah kasus DBD ada 2.364 kasus atau naik 89,11% dari 1.250 kasus pada Tahun 2012. Jumlah Kematian pada Tahun 2013 adalah 27 kasus atau naik 22,73% dari Tahun 2012 yang berjumlah 22 kasus, tetapi CFR turun dari 1,80 % pada Tahun 2012 turun menjadi 1,14 pada Tahun 2013 karena jumlah penderita pada Tahun 2013 meningkat. Incidence Rate (IR) DBD Kota Semarang dari Tahun 2006 sampai dengan Tahun 2013 selalu jauh lebih tinggi dari IR DBD Jawa Tengah dan IR DBD Nasional. Tahun 2013 IR DBD Kota Semarang dua kali lebih tinggi dari IR DBD Jawa Tengah. Namun demikian Incidence Rate DBD Kota Semarang menduduki peringkat Ketiga IR DBD Jawa Tengah setelah Kabupaten Jepara dan Kota Magelang (DKK, 2013). Dilihat berdasarkan tempat kejadian DBD di kota Semarang incidence rate kecamatan Tembalang menduduki peringkat pertama dengan 218,20 per 100.000 penduduk. Pada urutan kedua kecamatan Ngaliyan dengan IR 217 dan kecamatan Genuk pada urutan ke tiga dengan IR 195,52. Sedangkan kecamatan dengan IR terendah adalah kecamatan Semarang Utara. Tahun 2012 hanya 5 kelurahan atau 2,8 % dari kelurahan di Kota yang tidak ada kejadian DBD. Kelurahan tersebut adalah Pesantren, Polaman, Jatirejo dan Karangmalang di Kecamatan Mijen dan Kelurahan Kalisegoro di Kecamatan Gunungpati. Sedangkan persebaran DBD jika dilihat berdasarkan kelompok umur ditemukan bahwa golongan umur 5-9 tahun merupakan golongan umur terbanyak menderita DBD yaitu sebanyak 686 atau 29% (DKK, 2013).
9
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Ditahun 2014 kecamatan Tembalang masih menjadi kecamatan dengan IR tertinggi yaitu 146,63 per 100.000 penduduk, meskipun telah mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu 218,20 per 100.000 penduduk. Sedangkan pada urutan ke dua ditempati oleh kecamata Genuk dengan IR 134,83 dan ketiga kecamatan Ngaliyan yaitu 116,91 per 100.000 penduduk. Kedua kecamatan ini pun mengalami penurunan IR jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Mengingat angka kematian lebih banyak pada kelompok risiko tinggi yaitu pada kelompok usia 1-4 tahun sebanyak 10 kasus (37%) dan usia 5-9 tahun (33%) sehingga Penyakit Demam Berdarah Dengue untuk mengetahui lebih jauh tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue serta alternatif penyelesaiannya. Rumah merupakan salah satu tempat penularan penyakit, salah satunya adalah penyakit demam berdarah (DBD) yang ditularkan oleh vektor nyamuk. Pada tahun 2013, terdapat 137.656 terhadap bangunan bebas jentik diperoleh hasil bangunan bebas jentik. Jika dibandingkan dengan cakupan tahun 2012, 82.42% bangunan bebas jentik nyamuk, maka masih sangat dibutuhkan partisipasi masyarakat dalam penggerakan kegiatan pemberantasan nyamuk / PSN di rumah dan lingkungannya mengingat Kota Semarang merupakan kota endemis demam berdarah (DKK, 2013). Selain lingkungan, faktor lain yang mempengaruhi status kesehatan adalah perilaku. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktikan anggota rumah tangga atas dasar kesadaran menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan dan berperan aktif dalam meningkatkan derajad kesehatan masyarakat.PHBS dalam rumah tangga di Kota Semarang diterjemahkan dalam 16 indikator PHBS yang mengacu pada 16 indikator
10
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
PHBS di Provinsi Jawa Tengah. Pembinaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Kota semarang dilakukan oleh Dinas Kesehatatan bermitra dengan Tim Penggerak PKK dan instansi terkait melalui kegiatan penyuluhan, pengkajian strata, bahkan Lomba Pelaksana PHBS. Dengan mengkaji PHBS melalui 16 indikator diharapkan masyarakat mampu mengetahui jumlah rumah tangga yang ber-PHBS dan yang belum, serta prioritas masalah perilaku yang berpotensi mempengarui derajad kesehatannya sehingga sesegera mungkin dilakukan upaya mengatasinya. Dari hasil pengkajian PHBS tahun 2013 yang dilakukan oleh Dinas kesehatan bersama PKK, secara total populasi rumah tangga (total covered ) diperoleh jumlah rumah tangga berPHBS (strata Utama dan paripurna) sebesar 88,87 % terdiri dari strata utama 69,16% dan strata paripurna 19,71 % sementara jumlah rumah tangga yang belum BerPHBS sebanyak 9,8 % terdiri dari strata pratama 1,62% dan madya 9,5%. Kondisi kejadian DBD saat ini, berdasarkan hasil pemantuan di web Dinas Kesehatan Kota Semarang, pada running text menjelaskan bahwa posisi di minggu ke-48, jumlah kasus DBD sudah mencapai angka 1.463 kasus dengan jumlah kematian 25 orang. Angka tersebut sudah lebih besar dari kejadian DBD di tahun 2012 (1.250 kasus). Harapannya angka tersebut tersebut tidak meningkat terus di akhir bulan Desember (dimana curah hujan tinggi). Selain itu jumlah kematian yang sudah mencapai angka 25 kasus (selisih 2 kasus dari 27 kasus di tahun 2013), menuntut adanya upaya-upaya promotif pengendaliannya.
dan preventif yang lebih intensif untuk
11
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Terkait dengan perkembangan kasus (Pulih dan Meninggal) yang terjadi pada tahun 2014 merujuk kepada data kasus DBD Kota Semarang sd 1 Desember 2014 maka dapat dilihat pada ilustrasi berikut ini : 300 250 200 150 100
Pulih
50 MI J E N
TUG U
SMG.BARAT
SMG.UTARA
GUNUNGPATI
BANYUMANIK
SMG.TIMUR
SMG.SELATAN
SMG.TENGAH
CANDISARI
GAJAHMUNGKUR
PEDURUNGAN
GAYAMSARI
NGALIYAN
GENUK
TEMBALANG
Meninggal
Gambar IV.... Grafik Kejadian DBD di Kota Semarang hingga 1 Desember 2014
Dari ilustrasi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kejadian demam berdarah tertinggi pada kecamatan Tembalang dan terendah pada kecamatan Tugu. Sedangkan jumlah meninggal terbesar terdapat pada kecamatan Semarang Barat. Beberapa menunjukkan angka meninggal nol diantaranya adalah kecamatan Semarang Selatan, kecamatan Candisari dan kecamatan Gayamsari. Selengkapnya data perkembangan kasus (Pulih dan Meninggal) yang terjadi pada tahun 2014 merujuk kepada data kasus DBD Kota Semarang sd 1 Desember 2014 berbasis kecamatan dan bulan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
12
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
1 Tabel IV.... Data Kasus (Pulih dan Meninggal) DBD Kota Semarang sd 1 Desember 2014
JUMLAH KASUS DBD TAHUN 2014 RANGKING KECAMATAN 1. TEMBALANG
JML. PENDDK
JAN P
FEB
M
P
M
MARET
APRIL
P
P
M
M
MEI P
JUNI M
P
M
JULI P
SEPT
AGUSTUS
M
P
M
P
M
OKT P
NOV
M
P
M
DES P
M
JUMLAH P
M
IR/100.000
CFR
171.863
23
-
15
-
21
-
25
1
12
1
24
-
29
-
38
-
17
-
43
1
5
-
-
-
252
3
146,63
0,01
2. GENUK
88.993
21
1
24
-
13
-
8
-
16
-
4
-
5
-
7
-
6
-
10
-
6
-
-
-
120
1
134,84
0,01
3. NGALIYAN
118.893
16
-
17
-
19
-
19
1
12
-
5
1
9
-
17
1
15
-
7
-
3
-
-
-
139
3
116,91
0,02
4. GAYAMSARI 5. PEDURUNGAN 6. GAJAHMUNGKUR
73.878
5
-
8
-
11
-
17
-
8
-
4
-
8
-
6
-
4
-
4
-
2
-
-
-
77
-
104,23
-
179.712
14
-
20
1
24
-
24
-
16
-
13
1
7
-
16
-
11
-
11
-
9
-
-
-
165
2
91,81
0,01
65.364
8
1
12
1
6
-
9
-
-
-
2
1
3
-
8
-
5
1
5
-
1
-
-
-
59
4
90,26
0,07
7. CANDISARI
80.226
7
-
5
-
12
-
9
-
8
-
3
-
4
-
5
-
11
-
5
-
3
-
-
-
72
-
89,75
-
8. SMG.TENGAH
75.346
10
-
9
1
8
-
11
-
7
1
5
-
-
-
1
-
1
-
2
-
1
-
-
-
55
2
73,00
0,04
9. SMG.SELATAN
85.585
8
-
13
-
6
-
6
-
2
-
4
-
2
-
5
-
8
-
4
-
1
-
-
-
59
-
68,94
-
10. SMG.TIMUR 11. BANYUMANIK 12. GUNUNGPATI
81.024
4
-
8
-
11
1
12
-
5
-
5
-
3
-
-
-
2
-
3
-
1
-
-
-
54
1
66,65
0,02
160.662
16
-
10
-
12
1
12
-
2
-
7
-
9
-
5
-
13
-
12
-
5
-
-
-
103
1
64,11
0,01
74.644
8
-
2
-
1
-
1
-
4
-
1
-
10
1
1
-
3
-
7
-
6
-
1
-
45
1
60,29
0,02
13. SMG.UTARA
164.582
8
-
7
-
23
-
14
-
3
-
3
-
3
-
10
-
9
-
10
1
3
-
-
-
93
1
56,51
0,01
14. SMG.BARAT
258.855
19
3
15
1
27
1
26
-
10
-
6
1
5
-
13
-
8
-
8
-
2
-
-
-
139
6
53,70
0,04
15. T U G U
29.887
2
-
1
-
3
-
4
-
2
-
-
-
1
-
-
-
2
-
-
-
-
-
-
-
15
-
50,19
-
16. M I J E N
53.428
2
-
2
-
-
-
-
-
3
-
1
-
4
-
2
-
4
-
3
-
-
-
-
-
21
-
39,31
-
JUMLAH KOTA SEMARANG
1.762.942
171
5
168
4
2
110
2
87
4
102
1
134
1
119
1
134
2
48
-
1
-
25
83,27
0,02
197
3
197
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2014
1.468
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
1 Berdasarkan tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa pada periode Januari – April 2014 terjadinya kasus terjangkitnya
DBD paling tinggi dibandingkan periode bulan selanjutnya. Hal ini dapat dimengerti karena pada periode bulan Januari hingga April 2014 masih berlangsung musim penghujan. Intensitas hujan yang tinggi berpotensi mengakibatkan genangan pada beberapa tempat tertentu dan mendorong munculnya jentik – jentik nyamuk yang menjadi bibit tumbuhnya nyamuk aides agepty. Tidak heran jika pada periode tersebut terjangkitnya penyakit DBD paling tinggi dibandingkan pada periode bulan lainnya. Tingkat kematian pasien yang terjangkit DBD di Kota Semarang hingga November 2014 sudah mencapai angka 25 kasus. Hal ini hampir menyamai data pada tahun 2013 yang lalu yang hingga Desember 2013 mencapai 27 kasus kematian terjangkitnya DBD. Kecamatan Tembalang (146,63), Genuk (134,84), Ngaliyan (116,91), Gayamsari (104,23) dan Pedurungan (91,81) merupakan kecamatan dengan tingkat IR DBD tertinggi selama dua tahun terakhir ini. Empat dari lima kecamatan tersebut yaitu Kecamatan Tembalang, Genuk, Ngaliyan, dan Pedurungan merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk yang besar di Kota Semarang. Pada athun 2013 lima kecamatan yang memiliki IR DBD tertinggi adalah Tembalang (218,20), Ngaliyan (217), Genuk (195,52), Mijen (160,96) dan Pedurungan (146,90). Keberadaan jentik yang tinggi ternyata berkorelasi dengan jumlah penyakit DBD. Beberapa hasil Penelitian Faktor Risiko Demam Berdarah di Kota Semarang menunjukkan hal tersebut diatas, yaitu : 1)
Rany Tiara Desty; Faktor Risiko DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Ngaliayan menunjukkan bahwa ada hubungan
antara keberadaan jentik dengan kejadian DBD (p=0,031).
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
2)
2 Henny Kristine Permatasari; risiko kejadian DBD di Kota Semarang dipengaruhi oleh keberadaan tempat untuk
bertelur bagi nyamuk di dalam (p=0,051) maupun di luar rumah (p=0,028), keberadaan jentik pada tempat penampungan air (0,018), keberadaan tempat peristirahat bagi nyamuk di dalam rumah (0,010), dan praktik pemenguras tempat penampungan air (p=0,002). 3)
Mustazahid Agfadi Wirayoga; Suhu udara, curah hujan, dan kelembapan mempunyai hubungan yang signifikan
terhadap kejadian DBD di kota Semarang (Wirayoga, 2013). 4)
Muhammad Riski Febrianto; terdapat hubungan antara angka kejadian DBD dengan kepadatan penduduk (Febrianto,
5)
Putri Pratiwi; faktor yang berhubungan dengan kejadian DBD di kota Semarang adalah keberadan tempat bertelur
2012).
(p=0,012) dan perilaku pemakaian repellent (p=0,018) (Pratiwi, 2013). 6)
Sri Winarsih; Faktor risiko terjadinya DBD di Kota Semarang adalah keberadaan barang bekas (p=0.005), Luasnya
ventilasi rumah (p=0.020), perilaku pengurasan tempat penampungan air (p=0,011), perilaku menutu tempat penampungan air (p=0.001), perilaku mengubur barang bekas (p=0.004) dan perilaku abtisasi (p=0.001) (Winarsih, 2013). 7)
Ika Novitasari; kelembapan (p=0,0001), praktik PSN dan pemberian larvasida (p=0,025) mempunyai hubungan
dengan keberadaan jentik nyamuk (Novitasari, 2013).
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
8)
3 atau repellent dengan kejadian DBD Dian Puspita Sari; terdapat hubungan antara penggunaan obat nyamuk oles
(p=0,008) (Sari, 2013). 9)
Nurul Haryati; Ada hubungan praktik PSN rutin dengan keberadaan jentik (p=0.021) (Haryati, 2012).
Dari bebrapa hasil penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor risiko kejadian DBD adalah keadaan lingkungan. Dalam teori Belum disebutkan bahwa faktor lingkungan adalah faktor yang paling besar mempengaruhi derajat kesehatan. Jika diaplikasikan dalam teori Belum dapat diperoleh bagan sebagai berikut;
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
4
LINGKUNGAN FISIK 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Keberadaan Jentik Tempat betelur Tempat perisitirahatan Suhu Udara Curah Hujan Kelembapan Kepadatan Penduduk
Kejadian DBD
PERILAKU 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pemakaian Repellent Menguras TPA Menutup TPA Mengubur Barag Bekas PSN Abatisasi
Gambar IV.... Bagan Faktor Risiko Kejadian DBD di Kota Semarang
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
1
IV.3. Analisis Implementasi Peraturan Daerah Kota Semarang No.5 tahun
2010 Tentang Penanggulangan Demam Berdarah Dengue. Terbitnya Peraturan Daerah Kota Semarang No. 5 Tahun 2010 Tentang Pengendalian DBD ternyata tidak serta merta diikuti dengan tindak lanjut konkrit dari Pemerinta Kota Semarang untuk segera mengesahkan Peraturan Walikota Semarang sebagai turunan teknis implementasi perda ini. Meskipun sudah disusun dan di bahas oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang sebagai leading sektor pengendalian DBD di Kota Semarang, dan telah melibatkan stakeholder namun draft peraturan walikota seakan terhenti di bagian hukum Sekretariat Daerah Kota Semarang. Usia peraturan daerah yang sudah hampir lima tahun dengan tidak ada satupun Peraturan Walikota Semarang yang ditetapkan sebagai tindak lanjut dari implementasi peraturan daerah ini sangatlah memprihatinkan. Di tengah tingginya kasus DBD di Kota Semarang dan belum ditetapkannya peraturan walikota adalah wujud dari kurang seriusnya pengendalian DBD di Kota Semarang. Sosialisasi peraturan daerah tentang pengendalian DBD ini pun juga dirasa kurang maksimal dan tidak membumi di kalangan masyarakat. Hal ini tercermin dari respon yang rendah terhadap pengetahuan dan keberadaan peraturan yang memayungi upaya pengendalian DBD di Kota Semarang seperti nampak dalam tabel berikut ini :
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Tabel IV... Pengetahuan Masyarakat Terhadap Perda No. 5 Tahun 2010 Tentang pengendalian DBD di Kota Semarang RW
Kecamatan
Warga tidak tahu ada Perda dan tidak ada peraturan di RW terkait penendalian DBD
- Tahu ada Perda No.5 tahun 2010 Tentang Pengendalian DBD. - Perda menatur tentang 3M plus, pemantauan jentik, petugas pemantau jentik
RT - Mengetahui, dan perda berisikan prosedur dan pengendalian DBD - Tidak ada, tapi rutin tiap bulan memperingati mengenai DBD dalam pertemuan RT - RT hanya mengandalkan kesadaran warga
Sekolah
Sekolah belum tau ada Perda dan belum mengatur secara kusus di sekolah.
Sumber : Data Terolah, 2014 Berdasarkan tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa masyarakat kalangan RT, RW dan lingkungan sekolah belum mengetahui adanya peraturan yang mengatur tentang pengendalian DBD termasuk Perda No. 5 Tahun 2010 Tentang Pengendalian DBD di Kota Semarang. Pengetahuan masyarakat beragam dari RT, RW, sekolah hingga Kecamatan. Yang menarik adalah bahwa di lingkungan RT
mengetahui
perda, dan mengetahui perda berisikan prosedur dan pengendalian DBD. Namun demikian, di tingkat RT selama ini tidak ada pengaturan secara khusus tentang penanganan DBD ini, tetapi rutin tiap bulan memperingati warga mengenai DBD dalam pertemuan RT karena di tingkat RT hanya mengandalkan kesadaran warga. Di RW dan sekolah justru menunjukkan bahwa belum mengetahui sama sekali adanya perda tentang DBD ini. Sebagian dari para pemangku kepentingan, dari RT, RW dan Kelurahan belum tahu tentang adanya peraturan daerah tentang pengendalian penyakit DBD. Sehingga dalam realitasnya, dalam rencana kerjanya kegiatan pengendalian DBD tidak menjadi salah satu kegiatan yang direncanakan dengan baik, sehingga berdampak tidak adanya anggaran khusus yang dialokasikan oleh pemangku kepentingan tersebut. Kegiatan rutin yang biasa dilakukan adalah PSN, 3M, pemantauan jentik merupakan bentuk partisipasi masyarakat. Di satu sisi, pemangku
2
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
kepentingan
sudah
mampu
melakukan
kegiatan
pencegahan
dengan
3
memberdayakan masyarakat dalam pengendalian DBD namun sebagai penanggung jawab wilayah, pengelolaan program pengendalian DBD belum dilaksanakan secara maksimal. Terkait dengan partisipasi warga terhadap pengendalian DBD ini maka dalam Perda ini diatur pada BAB III PERAN, HAK DAN KEWAJIBAN Bagian kesatu Warga Masyarakat Pasal 4, 5, 6. Kesadaran masyarakat terhadap peran dan kewajibannya masih rendah. Hal ini dirasakan oleh RT, RW, Kelurahan, Kecamatan dan Puskesmas. Partisipasi mereka dalam menjaga kebersihan lingkungan, menerima petugas pemantau jentik (PPJ) dalam melakukan pemeriksaan jentik di tempat tinggalnya dan partisipasi dalam PSN masih kurang. Menurut Lawrence Green, salah satu yang mempengaruhi perilaku adalah factor predisposing yang merupakan factor internal individu, meliputi: pengetahuan, tingkat pendidikan, status social ekonomi, nilai, sikap dan kepercayaannya. (Soekidjo, 2013) Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden belum mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang peran dan kewajibannya yang ditunjukkan dengan perilaku yang baik dalam mendukung penanggulangan DBD. Secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel IV.... Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengendalian DBD Kelurahan
- Warga tanggap pada keberishan lingkungan dan sangat berperan dalam PSN rutin gotong royong (kerja bakti
RW
Kecamatan
- pemantaua n jentik bekerja - partsipasi sama melaksanak dengan an anjuran kelurahan dinas rt/rw - menjaga - sosialisasi, kebersihan jumat lingkungan bersih - pemantauan dengan jentik kegiatan
Puskesmas
- partisipasi masyarakat lewat PSN tapi tidak rutin dan tidak menyeluruh, kendala ada saat PSN hanya menjadi bagian kebutuhan - peran serta masyarakat terutama PKK
RT
Siswa Sekolah - ada, jumat
- belum cukup bersih, peduli, - akan tanpa dikembangkan kesadaran sebagai masyarakat aktivitas dokter dan kecil setiap partisipiasi pekan dalam - siswa terlibat, pengendalia jaga n DBD kebersihan, masih membuang kurang sampah/bungk
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
masal) melaksanak an kebersihan lingkungan dan melaksanak an 3M - Jumat bersih, sosialisasi 3M - Tiap dawis memantau jentik secara rutin - kendalanya dimasyarak at sibuk dg pekerjaan sehari2 dan rendahnya kesadaran warga
PSN bersama
dalam PSN - kendala ada sebagian tempat yang PSNnya tidak jalan karena tidak ada kejadian DBD diwilayahnya - sebagian masyarakat belum peduli dengan kebersihan lingkungan, angka bebas jentik dibawah 95%
us jajan pada tempatnya 4 - dokcil seminggu sekali, memeriksa jentik2 di penampungan air, namun kurang efektif - siswa dilibatkan dengan menghimbau agar siswa berpakaian panjang dan kaos kaki panjang
Sumber : Data Terolah, 2014 Berdasarkan Tabel IV.... Partisipasi Masyarakat Terhadap Pengendalian DBD tersebut diatasmenunjukkan partisipasi masyarakat dari semua kalangan yaitu RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Puskesmas, sekolah memiliki bentuk yang hampir sama yaitu adanya pemberantasan sarang nyamuk secara rutin. Namun, masing – masing juga memiliki keunikan dalam pelaksanaannya masing – masing. Kesadaran masyarakat masih rendah karena harus membutuhkan adanya dorongan agar bergerak melakukan PSN. Pelibatan aktif masyarakat dalam pengendalian DBD juga cukup beragam seperti dokter kecil, pemantauan jentik hingga berpakaian panjang. Pada Bagian kedua Pasal 7, 8 dan 9 mengatur peran, hak dan kewajiban Pemangku Kepentingan. Pemangku kepentingan juga telah merumuskan perannya masing-masing dalam pengendalian DBD. Faktor reinforcing (penguat) adalah perilaku dari orang-orang penting dalam masyarakat yang mendukung terjadinya
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
perilaku. (Soekidjo) Peran pemangku kepentingan disini adalah dalam bentuk perhatian yang diwujudkan dalam program kerja yang mendukung penanggulangan DBD. Sebagian besar pemangku kepentingan belum memberikan perhatian tehadap DBD secara khusus dalam pelakasanaan tugasnya. Peran pemangku kepentingan dalam pengendalian DBD antara lain: RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Puskesmas dan Sekolah dapat dilihat pada Tabel IV.... Peran Pemangku Kepentingan Terhadap Pengendalian DBD berikut ini : Tabel IV... Peran Pemangku Kepentingan Terhadap Pengendalian DBD Kelurahan
RW
- Sosialisasi dan penyuluhan pada warga lewat rapat PKK tentang DBD - pemeriksaan jentik tiap minggu - belum efektif karena kesadaran masyarakat thd PSN yg dilakukan 1x seminggu masih rendah dan kurang peduli terhadap lingkungan
- Sosialisasi - kerja bakti dan rutin jumat pengarahan bersih, 3m, pemantaua pemantauan n jentik jentik, berkala koordinasi - jika ada RT raker - kendalanya mgnhimbau tidak untuk PSN mematuhi tiap minggu anjuran pengendalia n DBD, masyarakat kurang peduli
Kecamatan
RT
Sekolah
- berperan secara akti pemantauan jentik, menjaga kebersihan lingkungan, 3M plus cukup efektif, - kendalanya masyarakat belum tentu mematuhi aturan pengendalian DBD
- seragam anak2 celana panjang, kebersihan kamar mandi dan WC,kerjasama dengan puskesmas - melakukan pengecekan scara periodik terhadap penampungan air dan selokan - menganjurkan anak memakai celana panjang, bak WC diganti menjadi ember tertutup - anjuran hidup bersih, jumat bersih, cuci tangan sebelum sesudah melakukan kegiatan - Membantu pengecekan rutin dari petugas internal dan external dari puskesmas 1 bulan sekali
Sumber : Data Terolah, 2014 Berdasarkan tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa baik RT, RW, Kelurahan, Kecamatan dan sekolah telah melakukan peran dalam pengendalian DBD di Kota Semarang. Peran warga RT selama ini adalah berperan secara akti
5
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
pemantauan jentik, menjaga kebersihan lingkungan, 3M plus cukup efektif. Namun peran RT ini terkendala karena masyarakat belum tentu mematuhi aturan pengendalian DBD. Peran RW juga hampir sama dilakukan oleh RT yaitu Sosialisasi dan pengarahan 3m, pemantauan jentik, koordinasi RT. Peran RW ini juga terkendala tidak dipatuhinya anjuran pengendalian DBD, masyarakat kurang peduli. Berdasarkan kajian ini juga menunjukkan bahwa peran kecamatan selama ini adalah sosialisasi dan penyuluhan pada warga lewat rapat PKK tentang DBD, pemeriksaan jentik tiap minggu. Namun peran kecamatan ini dirasa belum efektif karena kesadaran masyarakat thd PSN yang dilakukan 1x seminggu masih dianggap rendah dan kurang peduli terhadap lingkungan. Peran kelurahan ini juga hampir sama dengan peran kecamatan seperti kerja bakti rutin jumat bersih, pemantauan jentik berkala, jika ada raker menghimbau untuk PSN tiap minggu. Sekolah juga telah melakukan peran seperti himbauan penggunaan seragam anak – anak dengan celana panjang, menjaga kebersihan kamar mandi dan WC, kerjasama dengan puskesmas, melakukan pengecekan scara periodik terhadap penampungan air dan selokan, menganjurkan anak memakai celana panjang, bak WC diganti menjadi ember tertutup, anjuran hidup bersih, jumat bersih, cuci tangan sebelum sesudah melakukan kegiatan dan membantu pengecekan rutin dari petugas internal dan external dari puskesmas 1 bulan sekali. Permasalahan tersebut diatas juga sesuai dengan temuan Dinas Kesehatan kota Semarang pada tahun 2014 ini dimana ada 5 masalah dalam pengendalian DBD yaitu : 1. Mobiltas masyarakat tinggi 2. Kesadaran untuk PSN masih kurang
6
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
3. Kepadatan penduduk tinggi 4. Keterlambatan laporan dari RS 5. Puskesmas yang memiliki tenaga epidemiologi < 30% Berdasarkan penelitian Raetina, 2012 diperoleh bahwa implementasi Perda Kota Semarang Tahun 2010 memerlukan peran aktif pemerintah pusat hingga pemerintah daerah tanpa terkecuali hingga tingkat kelurahan. Faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan dalam pelaksanaan Perda ini adalah faktor komunikasi dimana perlu dilakukan komunikasi efektif antara pemerintah (baik pemerintah pusta maupun kelurahan) kepada para juru pemantau jentik (Jumantik). (1) Selama ini komunikasi yang diterapkan sudah cukup baik hal ini ditunjukkan dengan dimana dari hasil penelitian terdapat persamaan persepsi dan dukungan penuh pemerintah dengan kader pemantau jentik. Selain itu kecamatan telah mendukung upaya pengendalian DBD melalui pemeriksaan jentik, pengendalian sarang nyamuk (PSN) dan ovitrap. Hal ini diharapkan mampu meminimalkan penderita DBD yang ada di Kota Semarang (Putri, 2012). Terkait pasal 9 ( c ) dimana harus ada penyampaian laporan segera bila terdapat kasus DBD ke kelurahan, semua kelurahan sudah menerima laporan adanya kasus dari warga, RT/RW, petugas pemantau jentik (PPJ), laporan kader serta puskesmas. Pelaporan segera ini membantu petugas kesehatan untuk segera menjalankan penyelidikan epidemilogi sehingga penyebaran kasus DBD dapat dikendalikan dengan segera. Pola respon dan koordinasi yang dilakukan oleh pemangu kepentingan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
7
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Tabel IV.... Respon dan Koordinasi Pengendalian DBD Kota Semarang Kelurahan Kecamatan - melalui - rakor dgn puskesmas dan puskesmas 1 informasi dari bulan sekali warga - pemantauan jentik bekerja - laporan kader, pemeriksaan sama dengan puskesmas, kelurahan rt/rw petugas PSN - sosialisasi, jumat dan dinas bersih dg terkait kegiatan PSN bersama - RT/RW tiap bulan membuat laporan rutin
RT RW Sekolah menggerakan - melaporkan - sekolah menyadari kebersihan pd kelurahan potensi DBD lingkungan, dan dilinkunannya, karena 3m plus, puskesmas, banyak kamar mandi/WC melaporkan pengarahan yang punya ke puskesmas pada warga penampungan air, juga atau adanya selokan - rutin kelurahan menjalankan - kasus yang terjadi berada bersama diluar sekolah, ibu2 PKK kebersihan lingkungan - segera cek lingkungan untuk mengendalikan nyamuk dan melakukan tindakan yang diperlukan - memeinta agar diadakan penyemprotan, pembersihan dan memantau tempat yang rawan DBD - kerjasama dgn kelurahan/kecamatan dan puskesmas dalam hal pembernatasan DBD - melibatkan peran UKS untuk pengecekan kamar mandi,WC dan penanggulangan darurat rujukan ke RS
Sumber : Data Terolah, 2014 Berdasarkan tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa pelaporan kepada puskesmas adalah langkah respon dan koordinasi yang diambil masyarakat ketika menemukan adanya penyakit DBD yang muncul. Koordinasi juga dilakukan antara RT – RW – Kelurahan – Kecamatan – Puskesmas dalam menindaklanjuti temuan ini dengan langkah menggerakkan masyarakat melalui PSN dan 3 M plus. Langkah – langkah ini juga sesuai dengan Perda ini pada BAB IV Pengendalian Penyakit DBD yang diatur pada Pasal 10, 11, 12, 13 terkait dengan Pencegahan. Semua pemangku kepentingan sudah melaksanakan upaya pencegahan sesuai dengan peraturan
8
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
daerah, yaitu melakukan 3M Plus, Pemeriksaan jentik dan penyuluhan kesehatan (sosialisasi). Aktivitas ini sudah dilaksanakan oleh RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Puskesmas serta Sekolah. Dalam pelaksanaannya, mereka telah saling berkoordinasi satu sama lain. Hal yang sama juga dilakukan oleh RT dan RW dimana selain melaporkan pada kelurahan dan puskesmas serta pengarahan pada warga juga melibatkan peran PKK secara rutin. sekolah menyadari potensi DBD dilingkungannya, karena banyak kamar mandi/WC yang punya penampungan air, juga adanya selokan. Bagi sekolah, kasus yang terjadi berada diluar sekolah karena sekolah selalu menjaga kebersihan lingkungan.
Jika
ada
kasus
maka
sekolah
segera
cek
lingkungan
untuk
mengendalikan nyamuk dan melakukan tindakan yang diperlukan. Juga meminta agar diadakan penyemprotan, pembersihan dan memantau tempat yang rawan DBD. Sekolah juga melakukan kerjasama dengan kelurahan/kecamatan dan puskesmas dalam
hal pembernatasan DBD. Sekolah juga melibatkan peran UKS untuk
pengecekan kamar mandi,WC dan penanggulangan darurat rujukan ke RS. Pemantauan Jentik Rutin (PJR) yang dilakukan oleh kader kesehatan atau PKK telah dilakukan rutin setiap seminggu sekali. Pemantauan Jentik Berkala (PJB) oleh petugas puskesmas yang dilakukan 3 bulan sekali, menunjukkan hasil yang belum baik, karena capaiannya belum memenuhi target 95%. Hal ini dikarenakan kesadaran masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan masih rendah, sehingga masih ditemukan jentik di beberapa rumah tangga. Juga sesuai pada Pasal 14, 15, 16, 17,18, 19 yang mengatur tentang Penanggulangan. Semua pemangku kepentingan sudah melakukan upaya-upaya penanggulangan,
meliputi;
surveilans
kesehatan,
penyelidikan
epidemiologi,
9
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
musyawarah masyarakat, penyuluhan DBD, PSN, larvasidasi, fogging focus, fogging massal dan tatalaksana penanggulangan kasus. Kendala dalam pelaksanaan penyelidikan epidemiologi adalah informasi alamat penderita DBD dari RS yang tidak dapat ditemukan. Kondisi ini menunjukkan bahwa identitas penderita tidak valid. Validitas data menjamin mutu informasi dan kejelasan pengambilan tindakan yang akan dilakukan, sehingga perlu adanya system informasi baik yang mendukung untuk pelaksanaan penyelidikan epidemiologi sehingga upaya penaggulangan DBD dapat berjalan baik. Puskesmas menjadi salah satu ujung tombak bagi usaha kesehatan perorangan (UKP) maupun usaha kesehatan masyarakat (UKM) dalam pengendalian DBD. Dalam melakukan proses diagnosa DBD di masyarakat dilakukan melalui anamnesia, pemeriksaan fisik, klinis dan uji laboratorium. Jika terjadi panas mendadak 3-4 hari tanpa sebab yang jelas disertai pendarahan maka puskesmas menetapkan suspect DBD bagi pasien. Dalam pelaksanaan uji laboratorium, setelah anamnesia dan pemeriksaan fisik, mengarah pada DBD maka uji laboratorium dilakukan jika penderita suspect panas terus menerus selama 3 hari pasien panas tidak turun. Puskesmas selama ini dapat melakukan pemeriksaan darah rutin (HB, tirosit , leukosit, trombocyt, hematrocyt, kokasit), pemeriksaan dengan dengue antigen (Dengue Ag) cassete serta tes anti dengue bioksi. Puskesmas melakukan rujukan ke Rumah Sakit (RS) berdasarkan kondisi klinis pasien dan hasil laboratorium, serta merujuk bila trombosit <100.000 atau tidak naik saat dilab ulang, keterbatasan alat dan tenaga medis atau jika ada manifestasi pendarahan, jika trombosit terus turun dengan pemeriksaan trombosyt. Puskesmas tidak henti – hentinya melakukan
10
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
pencegahan terhadap pengendalian DBD di Kota Semarang melalui sosialisasi penangangan pengendalian DBD, penyuluhan melalui RT/RW/kel dan puskesmas, pemantauan jentik (IJB), pemantauan jentik rutin bersama secara berkala, abotisasi, pemberdayaan masyarakat untuk ABJ, PSN, PTB. Dalam pelaksanaan PE (penyilidikan Epidemiologi) dilakukan sesuai Inotap, kendalanya adalah keterlambatan info dari RS yang merawat dan alamat pasien tidak sesuai sehingga tdk ditemukan. Penyidikan epidemiologi dilakukan berdasarkan ketentuan dan kadangkala terkendala alamat pasien yang berbeda. Meski membatasi adanya upaya fogging namun karena fogging juga merupakan salah satu amanat Perda No.5 Tahun 2010. Fogging dinilai efektif pada tataran tertentu tapi juga dinilai kurang efektif mengurangi terjangkitnya DBD namun bagi puskesmas hal ini mulai dihindari juga karena faktor wilayah yang jauh. Bagi puskesmas, partisipasi masyarakat lewat PSN dinilai akan efektif tapi tidak rutin dan tidak menyeluruh, kendala ada saat PSN janya menjadi bagian kebutuhan. Peran serta masyarakat terutama PKK dalam PSN namun terkendala ada sebagian tempat yang PSN nya tidak jalan karena tidak ada kejadian DBD diwilayahnya. Bagi puskesmas sebagian masyarakat belum peduli dengan kebersihan lingkungan karena angka bebas jentik masih dibawah 95%. Kejadian timbulnya kasus DBD akan mendorong puskesmas untuk melakukan koordinasi dengan kelurahan, kecamatan, kader RT/RW, institusi pendidikan (Sekolah, PT), koramil dan hal ini dinilai lebih efektif dan tidak ada kendala. Secara ringkas, peran puskesmas dalam melakukan pengendalian DBD dapat dilihat pada tabel berikut ini :
11
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
1
Tabel IV.... Peran Puskesmas Dalam Pengendalian DBD (1) Proses diagnosa DBD pada pasien anamnesia, pemeriksaan fisik, klinis dan uji laboratorium panas mendadak 3-4 hari tanpa sebab yg jelas disertai pendarahan (suspect DBD)
Pelaksanakan Uji lab
Uji lab Yang Dilakukan Puskesmas
-
-
-
setelah ananemsia dan pemeriksaan fisik, mengarah pada DBD uji lab dilakukan jika penderita suspect panas terus menerus selama 3 hari pasien panas tidak turun
-
pemeriksaan darah rutin (HB, tirosit , kokasit), pemeriksaan dengan dengue antigen (Dengue Ag) cassete uji darah (HB, leukosit, trombocyt, hematorcryt) tes anti dengue bioksi
Dukungan dalam diagnose DBD ya, tidak ada kendala
Proses rujukan kasus DBD ke rumah sakit - apabila kondisi klinis pasien dan hasil laborat, serta kita rujuk ke puskesmas - dirujuk bila trombosit <100.000 atau tidak naik saat dilab ulang, keterbatasan alat dan tenaga medis - jika ada manifestasi pendarahan, jika trombosit terus turun dengan pemeriksaan trombosyt
Sumber : Data Terolah, 2014 Tabel IV.... Peran Puskesmas Dalam Pengendalian DBD (2) Upaya pencegahan yang telah dilakukan puskesmas sosialisasi penangangan pengendalian DBD, penyuluhan melalui RT/RW/kel dan puskesmas, pemantauan jentik (IJB), pemnatuan jentik rutin bersama pemeriksaan jentik berkala, abotisasi, pemberdayaan masyarakat untuk ABJ, PSN, PTB
Program penyelidikan epidemiologi
Program fogging
- PE (penyilidikan Epidemiologi) dilakukan sesuai Inotap, kendalanya adalah keterlambatan info dari RS yang merawat dan alamat pasien tidak sesuai sehingga tdk ditemukan - penyidikan epidiologi, sesuai ketentuan dan SOP dan kendalanya alamat pasien beda.
fogging sesuai perda no.5 tahun 2010, 2. fogging efektif dan kurang efektif karena wilayahnya jauh
Sumber : Data Terolah, 2014
Partisipasi masyarakat dan Pemberdayakan masyarakat dalam pengendalian DBD partisipasi masyarakat lewat PSN tapitidak ruting dan tidak menyeluruh, kendala ada saat PSN janya menjadi bagian kebutuhan peran serta masyarakat terutama PKK dalam PSN ,kendala = ada sebagian tempat yang PSNnya tidak jalan karena tidak ada kejadian DBD diwilayahnya sebagian masyarakat belum peduli dg kebersihan lingkungan, angka bebas jentik dibawah 95%
Koordinasi Puskesmas
kelurahan, kader RT/RW/kecamatn, institusi pendidikan (Sekolah, PT) koramil dgn kelurahan, sekolah (UKS), efektif dan tidak ada kendala cukup efektif
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Pengawasan atas pelaksanaan perda ini juga dilakukan oleh masyarakat. Pada BAB VII Pengawasan pasal 22 telah mengatur bahwa ayat (1) Pengawasan pelaksanaan Peraturan Daerah ini dilakukan oleh DPRD. Ayat (2) Pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan pengendalian penyakit DBD dilakukan secara bertingkat sebagai berikut: a. tingkat kota oleh Walikota; b. tingkat kecamatan oleh Camat; dan c. tingkat kelurahan oleh Lurah. Ayat (3) Pengawasan penegakkan Peraturan Daerah ini dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang bertanggungjawab dalam bidang Ketentraman dan Ketertiban. Kelurahan adalah ujung tombak dalam pengawasan di tingkat kelurahan yang memiliki akses langsung kepada masyarakat. Selama ini, kelurahan bekerja sama dg RT dan RW lewat PSN dan tiap minggu ada pemeriksaan bak dan genangan air. Pemangku kepentingan acapkali abai terhadap lingkungan sekitarnya karena rendahnya kesadaran dan kepedulian. Hal ini karena prioritas dan respon terhadap lingkungan masih sebatas gerakan rutin dengan kemasan kerja bhakti, gotong royong, jumat bersih tanpa menjadi suatu langkah budaya. Dan di beberapa tingkat RT adanya penempelan stiker sebagai alat monitoring jentik juga telah dilakukan. Berdasarkan Perda Kota Semarang No. 5 Tahun 2010 Tentang Pengendalian DBD Di Kota Semarang Pasal 24,25, 27 mengatur Sanksi Administrasi dan Pidana. Peraturan tentang sanksi administrasi belum berjalan. Dimana sanksi adminisrasi mulai dari teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan sebagai petugas PPJ. Dalam perda DBD dijelaskan bahwa warga masyarakat yang tidak partisipatif dalam penanggulangan penyakit DBD akan mendapatkan sanksi administrasi. Namun dalam kenyatannya sanki administasi ini belum berjalan. Hal ini terjadi karena pemangku kepentingan dari tingkat RT, RW dan Kelurahan belum tahu tentang
1
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
perda DBD sehingga mereka tidak mengetahui bila mempunyai tanggung jawab untuk mengelola program DBD dan melakukan pengawasan serta mempunyai kewenangan untuk memberikan sanksi administrasi terhadap pelakunya. Oleh karena itu sosialisasi Perda DBD harus gencar dilaksanakan dari lini atas sampai dengan lini yang terbawah. Kesadaran untuk menjadikan masalah DBD adalah masalah kesehatan yang menjadi tanggung jawab mereka harus ditingkatkan sampai terjadi adanya perubahan perilaku hidup bersih dan sehat, yang nantinya akan ditandai dengan penurunan kasus DBD di Kota Semarang. Ketentuan pidana mengiringi bila sanksi administrasi tidak menadapat tanggapan dari pelaku. Aturan inipun belum berjalan, mengingat aturan sebelumnya tentang sanksi administrasi juga belum dijalankan.
Terkait dengan Sanksi
administrasi dan Pidana, perlu ada mekanisme yang jelas di masing-masing pemangku kepentingan yaitu RT, RW dan Kelurahan. Selain itu kesiapan masyarakat dalam menerima aturan ini juga harus mendapat perhatian, sehingga masyarakat tidak apriori dengan aturan tersebut. Perlu ada petugas khusus yang bertugas untuk melakukan pemantauan dan penegakan pasal tersebut. Pada Pasal 25 ayat 1 juga mengatur bahwa setiap petugas kesehatan yang berstatus Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Pasal 12 ayat (5), 15 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (3) dikenakan sanksi kepegawaian, sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Ayat 2 mengatur setiap petugas kesehatan yang berstatus non Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Pasal 12 ayat (5), 15 ayat (5), Pasal 17 ayat (3), Pasal 18 ayat (2), dan Pasal 19 ayat (3) dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Pada BAB X tentang PENYIDIKAN pada Pasal 26 ayat 1 mengatur bahwa Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ayat 2 mengatur wewenang penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana atas pelanggaran
Peraturan
Daerah;
b. melakukan
tindakan
pertama dan
pemeriksaan di tempat kejadian; c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka; d. mengambil sidik jari dan memotret seseorang; e. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; f. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara; g. mengadakan penghentian penyidikan; dan h. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. Ayat 3 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berpedoman pada ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya pada BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 27 ayat 1 mengatur bahwa Barang siapa melanggar ketentuan dalam Pasal 6 huruf b dan huruf c, Pasal 9 huruf b, huruf c, huruf d dan huruf e, dan Pasal 17 ayat (4) diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Terkait dengan SANKSI ADMINISTRASI pada Pasal 24 ayat 1 mengatur Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 6 sehingga di tempat tinggalnya ditemukan ada jentik nyamuk Aedes Aegypti dan/atau Aedes
Albopictus dapat dikenakan sanksi administrasi secara bertahap berupa:
3
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
a. teguran lisan; b. teguran tertulis dari ketua RT/ketua RW/Lurah; dan c. teguran tertulis diikuti pemasangan tanda khusus di depan rumah. 1)
Setiap pengelola, penanggung jawab atau pimpinan yang karena
kedudukan, tugas, dan wewenangnya bertanggung jawab terhadap urusan kebersihan lingkungan yang melanggar ketentuan Pasal 9 sehingga ditemukan jentik nyamuk Aedes aegypti atau jentik nyamuk Aedes albopictus pada lingkungan yang menjadi tanggung jawabnya dikenakan sanksi administrasi secara bertahap berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis dari ketua RT/ketua RW/Lurah; dan c. teguran tertulis diikuti pemasangan tanda khusus di depan kantor. 2)
Setiap orang yang dengan sengaja menghalang-halangi Petugas dalam
melaksanakan kegiatan pengendalian DBD dapat dikenakan sanksi administrasi secara bertahap berupa: a. teguran lisan; dan b. teguran tertulis dari ketua RT/ketua RW/Lurah. 3)
Setiap PPJ yang melanggar Pasal 12 ayat (4) dikenakan sanksi secara
bertahap berupa: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan c. diberhentikan sebagai PPJ. 4)
Perusahaan Pemberantasan Hama, perorangan dan/atau kelompok
masyarakat yang melanggar Pasal 17 ayat (4) dikenakan sanksi sebagai berikut: a. teguran lisan;
4
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
b. teguran tertulis; dan/atau c. pencabutan ijin. 5)
Perusahaan Pemberantasan Hama, perorangan dan/atau kelompok
masyarakat yang tenaga pelaksana foggingnya tidak memiliki ijin yang melanggar Pasal 17 ayat (4) dikenakan sanksi sebagai berikut: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; dan/atau c. dilaporkan kepihak yang berwenang untuk diproses sesuai dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan uraian tersebut diatas, Pemerintah Kota Semarang juga telah merancang alur pelaporan hingga pengawasan kejadian DBD di lingkungan warga seperti nampak pada ilustrasi berikut ini :
5
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
6
Gambar IV..... Alur Penanganan Laporan Kasus DBD Kota Semarang (Sumber : Dinas Kesehatan Kota Semarang, 2014)
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
1
IV.4. Upaya Serta Program Pemerintah Kota Semarang Dalam Pelaksanaan dan Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue. Walikota Semarang selama ini telah melakukan upaya untuk pengendalian DBD melalui kebijakan tertulis maupun lisan. Salah satu kebijakan tersebut terwujud dalam : 1. Surat edaran tentang Pelaksanaan Jum’at Bersih Bebas Jentik, PSN di sekolah 2. Himbauan walikota No 443.42/1922 tanggal 30 April 2014 tentang kamar mandi kering 3. Surat edaran menggunakan celana panjang untuk anak sekolah 4. Pembentukan pokjanal Pemerintah Kota Semarang juga telah membentuk kelompok kerja lintas sektoral (Pokjanal) Pengendalian DBD di Kota Semarang. Salah satunya pada Hasil rapat kerja kesehatan Kota Semaranag 3-4 Juni 2014, dimana hasil rapat kerja menghasilkan beberapa kegiatan yang akan dilaksanakan oleh beberapa pemangku kepentingan berikut: 1. Kantor Kementrian Agama 1)
Membuat
surat
edaran
kantor
kemeneg
tentang
pembentukan
kelembagaan pelaksana UKS di MI, Ponpes dan RA 2)
Melakukan pelatihan bagi dokter kecil bekerjasama dengan Puskesmas
3)
Melaksanakan
2. Peran Yayasan Sekolah
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
1) Segera melaksanakan himbauan walikota dan dinas penddidikan tentang pemakaian seragam celana/rok panjang bagi siswa 2) melaksanakan penyediaan kamar mandi kering di sekolah-sekolah 3) Yayasan memprioritaskan pembangunan sanitasi dasar dan kebersihan lingkungan serta melaksanakan PHBS di sekolah dalam mendukung sekolah bebas jentik 4)
Meningkatkan koordinasi dengan puskesmas lewat program UKS
3. Peran Dinas Pendidikan 1) Membuat rencana dan anggaran kegiatan PSN di sekolah 2) Mensosialisasikan tentang penyakit DBD dan cara pencegahannya pada warga sekolah 3) Menggerakkan warga sekolah dalam pelaksanaan PSN DBD 4) Melaksanakan Gerakan Jumat Bersih, 5) Mewajibkan
siswa kelas 3 sd 5 menjadi sismantik (siswa pemantau
jentik) 6) Memfasilitasi pelaksanaan PSN di sekolah 7) Mengevaluasi kegiatan dan pelaporan PSN DBD yang telah dilakukan setiap triwulan Alokasi anggaran untuk program penanggulangan penyakit menular seperti DBD dalam APBD Kota Semarang sejak 2012 hingga 2014 selalu meningkat signifikan. Demikian pula untuk alokasi anggaran program Upaya Kesehatan dan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat yang meningkat sejak tahun 2012 hinga pada 2014. Bahkan untuk semua program tersebut diatas dalam Rancangan APBD Tahun 2015 juga meningkat sangat signifikan. Ketia proram
2
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
tersebut diatas erat kaitannya dengan pengendalian DBD karena ada upaya kesehatan masyarakat, promosi kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat melalui penyuluhan, sosialisasi, pelatihan, pemberdayaan masyarakat, PSN 3M plus dan lain sebagainya. Alokasi yang meningkat tersebut nampak seperti pada Tabel IV.... Alokasi APBD Kota Semarang Yang Terkait Dengan Pengendalian DBD berikut ini : Tabel
IV....
Alokasi
APBD
Kota
Semarang
Yang
Terkait
Dengan
Pengendalian DBD
Program Upaya Kesehatan Masyarakat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular Jumlah
APBD 2012 (Rp.)
APBD 2013 (Rp.)
APBD 2014 (Rp.)
RAPBD 2015 (Rp.)
39.328.790.720
60.434.189.045
64.738.633.977
85.527.043.000
643.602.500
1.636.255.350
1.458.456.600
2.534.340.000
1.768.448.450 41.740.843.682
4.259.521.000 3.195.701.000 8.420.190.000 66.329.967.408 69.392.793.591 96.481.575.015
Sumber : Data Terolah, 2014 Meskipun alokasi APBD Kota Semarang yang terkait dengan pengendalian DBD sangat besar, namun masyarakat lebih banyak menggunakan dana swadaya untuk pengendalian DBD di wilayah masing – masing. Hal ini nampak dalam pengakuan masyarakat dari semua kalangan yang bekerja dalam pengendalian DBD berdasarkan dana swadaya yang ada. Kecamatan selaku institusi pemerintah menjelaskan bahwa alokasi anggaran DBD tidak ada di Kecamatan dan Kelurahan karena bukan merupakan wewenang dari institusi ini. Alokasi yang ada dari APBD merupakan wewenang Dinas Kesehatan dan Puskesmas. Dari alokasi APBD Kota Semarang tersebut diatas, berdasarkan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Walikota Semarang pada tahun 2012 dan 2013 menunjukkan capaian dalam pemberdayaan masyarakat yang berkaitan langsung
3
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
dengan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit demam berdarah terlihat dalam Angka Bebas Jentik (ABJ). Pada tahun 2011 rumah bebas jentik nyamuk sebesar 91,61% di tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi 91,99%. Pelayanan pemberantasan demam berdarah juga dapat dilihat pada fogging pada kasus yang dilakukan sesuai standar < 5 hari pada tahun 2011 sebesar 94,8% dan meningkt menjadi 100% di tahun 2012. Persentase Kecepatan Penyelidikan Epidemiologi untuk target SPM < 24 jam pada kasus DBD pada tahun 2011 sebesar 79,1 % (1.030 kasus yang di PE dan jumlah total 1.303 kasus) turun menjadi 70,6 % (957 kasus yang di PE dan jumlah total 1221 kasus) pada tahur, 2012. Persentase kasus DBD yang ditangani pada tahun 2011 dan 2012 sebesar 100%.
4
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
BAB V PENUTUP V.1. Simpulan Berdasarkan uraian pada BAB I hingga IV tersebut diatas, maka kami menyimpulkan beberapa hal berikut ini : 1. Terkait dengan Identifikasi dan pemetaan Demam Berdarah Dengue, faktorfaktor penyebab timbulnya Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang serta tingkat penyebarannya maka a. Januari – April 2014 terjadinya kasus terjangkitnya DBD paling tinggi dibandingkan periode bulan selanjutnya. Hal ini dapat dimengerti karena pada periode bulan Januari hingga April 2014 masih berlangsung musim penghujan. Intensitas hujan yang tinggi berpotensi mengakibatkan genangan pada beberapa tempat tertentu dan mendorong munculnya jentik – jentik nyamuk yang menjadi bibit tumbuhnya nyamuk aides agepty. b. Kecamatan Tembalang, Genuk, Ngaliyan, dan Pedurungan merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk yang besar di Kota Semarang dan memiliki IR tertinggi selama dua tahun terakhir. Artinya, jumlah penduduk yang besar juga mempengaruhi tingkat terjadinya penyakit DBD di Kota Semarang. c. Tingkat kematian pasien yang terjangkit DBD di Kota Semarang hingga November 2014 sudah mencapai angka 25 kasus. Hal ini hampir menyamai data pada tahun 2013 yang lalu yang hingga Desember 2013 mencapai 27 kasus kematian terjangkitnya DBD.
1
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
d. Anak – anak merupakan pasien terbanyak penderita DBD.
2
e. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masih kurang berjalan secara menyeluruh di masyarakat. f. faktor risiko kejadian DBD adalah keadaan lingkungan (Keberadaan Jentik, Tempat betelur, Tempat perisitirahatan, Suhu Udara, Curah Hujan, Kelembapan,
Kepadatan
Penduduk)
dan
faktor
perilaku
manusia
(Pemakaian Repellent, Menguras TPA, Menutup TPA, Mengubur Barang Bekas, PSN, Abatisasi). 2. Terkait dengan Implementasi Peraturan Daerah Kota Semarang No.5 tahun 2010 Tentang Penanggulangan Demam Berdarah Dengue, maka : a. Pemerintah Kota Semarang belum menerbitkan Peraturan Walikota Semarang sebagai turunan tindak lanjut dari Peraturan Daerah Kota Semarang No.5 tahun 2010 Tentang Penanggulangan Demam Berdarah Dengue b. Peraturan
Daerah
Kota
Semarang
No.5
tahun
2010
Tentang
Penanggulangan Demam Berdarah Dengue belum membumi dan diketahui sebagai salah satu instrumen dalam pengendalian DBD di Kota Semarang. c. Partisipasi masyarakat dalam pengendalian DBD relatif baik namun bukan merupakan gerakan budaya sadar lingkungan untuk bebas jentik nyamuk tetapi hanya gerakan formalitas karena menjadi agenda rutin dari Pemerintah Kota Semarang. d. Peran pemangku kepentingan dalam pengendalian DBD relatif baik dan beragam dan telah dimulai dari kalangan siswa sekolah dasar.
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
e. Koordinasi pengendalian DBD bersifat formalistik dan kurang mampu dalam mendorong masyarakat untuk sadar lingkungan dan bebas jentik. f. Kesadaran Pemantauan Jentik Rutin (PJR) yang dilakukan oleh kader kesehatan atau PKK setiap seminggu sekali belum menjangkau secara merata di seluruh kader PKK dan wilayah Kota Semarang. g. Puskesmas menjadi ujungtombak dalam pengendalian DBD di Kota Semarang namun masih terkendala luasnya wilayah jangkauan yang mengakibatkan masih kurang efektifnya pengendalian DBD. h. Kelurahan sebagai ujung tombak pengawasan pengendalian DBD di wilayahnya masih – masing belum memiliki komitmen kuat dalam melakukan pengendalian DBD di Kota Semarang. 3. Terkait dengan upaya serta program Pemerintah Kota Semarang dalam pelaksanaan dan pengendalian penyakit Demam Berdarah Dengue maka, a. Pemerintah Kota Semarang telah melibatkan pemangku kepentingan dalam pengendalian DBD di Kota Semarang namun, masih bersifat formalistik dan belum mendorong kepada gerakan budaya bebas jentik dan PSN dalam kehidupan sehari – hari warga masyarakat. b. Alokasi anggaran yang terkait dengan pengendalian DBD yaitu pada program
Upaya
Pemberdayaan
Kesehatan
Masyarakat
masyarakat,
dan
Program
Program
Kesehatandan
Penanggulangan
Penyakit
Menular selama 3 tahun terakhir selalu naik tetapi jumlah kasus DBD juga semakin tinggi.
3
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
4
V.2. Rekomendasi Berdasarkan simpulan tersebut diatas maka kami menyampaikan rekomendasi mengenai langkah-langkah pengendalian Demam Berdarah Dengue berikut ini : 1. Pemerintah Kota Semarang perlu melakukan evaluasi atas belum efektif dan terlaksananya
Peraturan Daerah Kota Semarang No.5 tahun 2010 Tentang
Penanggulangan Demam Berdarah Dengue termasuk belum terbitynya Peraturan Walikota yang menjadi turunan tindak lanjut dari peraturan daerah tersebut diatas. 2. DPRD Kota Semarang perlu mengajukan inisiatif dalam review dan revisi kembali keberadaan Peraturan Daerah Kota Semarang No.5 tahun 2010 Tentang Penanggulangan Demam Berdarah Dengue. 3. Pemerintah Kota Semarang perlu mengubah pendekatan formalistik dalam pengendalian DBD menjadi ke gerakan budaya yang secara substantif dapat mendorong kesadaran warga dalam pengendalaian DBD di Kota Semarang. 4. Kebijakan Pemerintah Kota Semarang perlu dilanjutkan (Continuation), dengan menambah kebijakan-kebijakan pelaksanaan dari kebijakan umum yang sudah ada. a. Kebijakan pelaksanaan terhadap mekanisme pengelolaan DBD di tingkat RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan b. Kebijakan
pelaksanaan
pelanggarnya
dari
sanksi
administrasi
dan
pidana
bagi
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
5. Pemerintah Kota Semarang perlu melakukan sosialisasi besar – besaran terhadap Perda Pengendalian DBD ke setiap pemangku kepentingan dari RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Puskesmas, Sekolah. Tingkatkan komitmen peran dan kewajiban pemangku kepentingan sesuai dengan Perda tersebut. 6. Pemangku kepentingan berkewajiban melakukan sosialisasi ke masyarakat secara luas tentang Perda Pengendalian DBD. 7. Pemangku kepentingan perlu membentuk struktur yang jelas terkait pelaskanaan perda pengendalian DBD (meliputi: SDM, manajemen program pengendalian DBD, mekanisme informasi, dll) 8. Pemerintah Kota Semarang perlu mewujudkan Sistem Informasi DBD yang informative dan komunikatif sesuai dengan karakteristik warga Kota Semarang, diharapkan mampu meningkatkan tingkat kewaspadaan masyarakat dalam masalah DBD. 9. Pemerintah Kota Semarang perlu memperkuat keberadaan puskesmas baik dari tataran
kapasistas
kuantitas
dan
kualitas
pelayanan
mendukung efektifitas pengendalian DBD di Kota Semarang.
puskesmas
untuk
5
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
DAFTAR PUSTAKA DKK 2013. Profil Kesehatan Kota Semarang 2013. In: SEMARANG, D. K. K. (ed.). Semarang. FEBRIANTO, R. M. 2012. Analisis Spasiotemporal Kasus Demam Berdarah Dengue di Kecamatan Ngaliya Bulan Januari-Mei 2012. Media Medika Muda. HARYATI, N. 2012. Studi Longitudinal Hubungan Praktik Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan Keberadaan Jentik Nyamuk Ae.aegypti di Kelurahan Ngemplak Simongan Semarang Tahun 2012. Universitas Dian Nuswantoro. KESEHATAN., D. 2000. Demam Beradarah. Pendidikan Kesehatan Jakarta. KURANE, I. 2007. Dengue Hemorrhagic
Fever with
Spesial Emphasis on
Immunopathogenesis. Comparative Immunology, Microbiology & Infectious Disease. Springer, 30. NOVITASARI, I. 2013. Hubungan Suhu, Kelembapan Rumah dan Perilaku Masyarakat
tentang PSN dan Larvasida dengan Keberadaan jentik Nyamuk Penular Demam Berdarah Dengue di RW 01 Kelurahan Sendangguwo Semarang. Universitas Dian Nuswantoro. Permenkes RI No.741/Menkes/Per/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Di Kabupaten/Kota Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 tahun 2014 tentang Puskesmas Peraturan Daerah Kota Semarang No. 7 Tahun 2000 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan di Kota Semarang. Profil Kependudukan Kota Semarang tahun 2011
1
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
Profil Kesehatan Kota Semarang tahun 2013
PRATIWI, P. 2013. Hubungan antara Faktor Lingkungan dan Praktik Pencegahan
Gigitan Nyamuk dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu. Universitas Dian Nuswantoro. PUTRI, T. R. 2012. Analisis Implementasi Kebijakan Pengendalian Demam Berdarah dengue di Kelurahan Sendangmulyo Kecamatan Tembalang Kota Semarang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1, 108-117. Rancangan Peraturan Daerah Kota Semarang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Semarang Tahun 2015.
SARI, D. P. 2013. Hubungan Faktor Lingkungan dan Praktik Pencegahan DBD
dengan Kejadian DBD pada Anak Sekolah Usia 5-11 Tahun di Sekolah Wilayah Kecamatan Candisari Semarang Tahun 2013. Universitas Dian Nuswantoro. SOEKIDJO N. 2013. Ilmu Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.Jakarta.
SOEKIDJO N.
2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan . Rineka Cipta.
Jakarta. SOEGIJANTO, S. 2002. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue. Pedriatic Buletin. WHO 2009. Dengue: Guidlines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New Edition. Geneva: World Health Organization. WINARSIH, S. 2013. Hubungan Kondisi Lingkungan Rumah dan Perilaku PSN dengan Kejadian DBD. Unnes Journal of Public Health, 1. WIRAYOGA, A. M. 2013. Hubungan Kejadian Demam Berdarah Dengue dengan Iklim
di Kota Semarang Tahun 2006-2011. Universitas Negeri Semarang.
2
Laporan Akhir Kajian Tentang Demam Berdarah Dengue di Kota Semarang
3
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan