BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Demam Berdarah Dengue 2.1.1. Pengertian16 Penyakit demam berdarah dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue I, II, III dan IV, yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain sangat kurang sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. 2.1.2.Etiologi dan Masa Inkubasi1 Penyakit demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue dari kelompok Arbovirus B, yaitu arthropod-borne virus atau virus yang disebarkan oleh artropoda virus ini termasuk genus Flavivirus dari famili Flaviviridae. Vektor utama penyakit demam berdarah dengue adalah nyamuk Aedes aegypti (di daerah perkotaan) dan Aedes albopictus (di daerah pedesaan). Adapun ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti sayap dan badannya belang-belang atau bergaris garis putih, berkembangbiak di air jernih yang tidak beralaskan tanah seperti bak mandi, WC, tempayan, drum, dan barang-barang yang menampung air seperti kaleng, ban bekas, pot tanaman air, tempat minum burung, dan lain-lain. Masa inkubasi demam berdarah dengue biasanya berkisar antara 4 – 7 hari. 2.1.3.Cara Penularan 1 Virus berkembang dalam tubuh nyamuk selama 8-10 hari terutama dalam kelenjar air liurnya, dan jika nyamuk ini menggigit orang lain maka virus dengue
Universitas Sumatera Utara
akan dipindahkan bersama air liur nyamuk. Dalam tubuh manusia, virus ini akan berkembang selama 4-6 hari dan orang tersebut akan mengalami sakit demam berdarah dengue. Virus dengue memperbanyak diri dalam tubuh manusia dan berada dalam darah selama satu minggu. 2.1.4. Tanda dan Gejala Klinik 16 a. Demam Penyakit ini didahului oleh demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlansung 2-7 hari.Panas dapat turun pada hari ke-3 yang kemudian naik lagi, dan pada hari ke-6 atau ke-7 panas mendadak turun. b. Tanda-tanda perdarahan Perdarahan ini terjadi di semua organ. Bentuk perdarahan dapat hanya berupa uji Tourniquet (Rumple Leede) positif atau dalam bentuk satu atau lebih manifestasi perdarahan sebagai berikut :petekie, purpura, ekimosis, perdarahan
konjungtiva, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, melena, dan hematuri. c. Pembesaran hati (hepatomegali) Sifat pembesaran hati pada kasus DBD umumnya ditemukan pada permulaan sakit, tidak berbanding lurus dengan beratnya penyakit dan sering dijumpai nyeri tanpa disertai ikterus. d. Renjatan (Syok) Renjatan atau syok terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui pembuluh darah kapiler yang terganggu. Tanda-tanda renjatan diantaranya kulit teraba dingin dan
Universitas Sumatera Utara
lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan kaki, sianosis di sekitar mulut, nadi cepat dan kecil hingga tak teraba serta tekanan darah menurun yang menyebabkan penderita menjadi gelisah. e. Trombositopeni Jumlah trombosit ≤100.000/µl yang biasanya ditemukan pada hari ke 3-7 sakit. Pemeriksaan dilakukan pada pasien yang diduga menderita DBD dan dilakukan berulang sampai suhu tubuh menurun dan terbukti jika jumlah trombosit dalam batas normal atau menurun. f. Haemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) Peningkatan nilai hematokrit (Ht) menggambarkan hemokonsentrasi selalu dijumpai pada DBD, merupakan indikator yang peka terjadinya perembesan plasma, sehingga dilakukan pemeriksaan hematokrit secara berkala. Pada umumnya penurunan trombosit mendahului peningkatan hematokrit. g. Gejala klinik lain Gejala klinik lain yang dapat menyertai penderita DBD ialah nyeri otot, anoreksia, lemah, mual, muntah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang. Pada beberapa kasus terjadi hiperpireksia disertai kejang dan
penurunan
kesadaran
sehingga
sering
diagnosis
sebagai
ensefalitis.Keluhan sakit perut yang hebat sering kali timbul mendahului perdarahan gastrointestinal dan renjatan.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Diagnosis Laboratoris 16 a. Pemeriksaan Serologis Pemeriksaan serologis didasarkan atas timbulnya antibodi pada penderita setelah infeksi. 1) HI (Haemaglutination Inhibition) Pemeriksaan HI sampai saat ini dianggap sebagai tes standar (gold standard).Namun pemeriksaan ini memerlukan 2 sampel darah (serum), dimana spesimen kedua harus diambil pada fase penyembuhan (konvalensen), sehingga tidak dapat memberikan hasil yang cepat. 2) ELISA (IgM/IgG) Infeksi dengue dapat dibedakan sebagai infeksi primer atau sekunder dengan menentukan rasio limit antibodi dengue IgM terhadap IgG. Dengan cara uji antibodi dengue IgM dan IgG, uji tersebut dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu sampel darah (serum) saja, yaitu darah akut sehingga hasil cepat didapat. Saat ini tersedia Dengue Rapid Test dengan prinsip pemeriksaan ELISA. b. Deteksi Antigen Virus dengue atau bagiannya (RNA) dapat ditentukan dengan cara hibridisasi DNA-RNA dan/atau amplifikasi segmen tertentu dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Cara ini dapat mengetahui serotipe virus, namun pemeriksaan ini masih cukup mahal, rumit dan membutuhkan peralatan khusus, biasanya digunakan untuk penelitian.
Universitas Sumatera Utara
c. Isolasi Virus Penemuan virus dari sampel darah atau jaringan adalah cara yang paling konklusif untuk menunjukan infeksi dengue dan serotipenya, namun perlu perlakuan khusus, membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hasil, sulit dan mahal. 2.1.6. Derajat 16 Derajat demam berdarah dengue dikelompokkan dalam empat derajat (pada setiap derajat ditemukan trombositopenia dan hemokonsentrasi), yaitu a. Derajat I Demam yang disertai dengan gejala klinis tidak khas, satu-satunya gejala pendarahan adalah hasil uji Torniquet positif. b. Derajat II Gejala yang timbul pada DBD derajat I, ditambah pendarahan spontan, biasanya dalam bentuk pendarahan di bawah kulit dan atau bentuk pendarahan lainnya. c. Derajat III Kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan lemah, menyempitnya tekanan nadi (≤ 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah. d. Derajat IV Syok berat dengan tidak terabanya denyut nadi maupun tekanan darah. 2.1.7. Prognosis 16 Prognosis demam berdarah dengue sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat
Universitas Sumatera Utara
memburuk dan tidak tertolong.Sebaliknya, pasien yang keadaan umumnya sangat buruk, dengan pengobatan yang adekuat dapat tertolong. 2.1.8. Pengobatan 16 Pengobatan yang spesifik untuk DBD tidak ada, karena obat terhadap virus dengue belum ada. Oleh karena itu prinsip dasar pengobatan penderita DBD adalah penggantian cairan tubuh yang hilang karena kebocoran plasma. 2.1.9. Diagnosis Banding 16 a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding mencakup infeksi bakteri, virus atau infeksi parasit seperti demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya, leptospirosis, dan malaria. b. Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi misalnya sepsis dan meningitis meningokokus. c. Idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) sulit dibedakan dengan demam berdarah dengue derajat II, oleh karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. d. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukemia stadium lanjut dan anemia aplastik stadium lanjut. 2.1.10. Epidemiologi1 Di Indonesia kasus DBD pertama kali terjadi di Surabaya pada tahun 1968. Penyakit DBD ditemukan di 200 kota pada 27 provinsi dan telah terjadi KLB akibat DBD. CFR penyakit DBD mengalami penurunan dari tahun ke tahun walaupun masih tetap tinggi. CFR tahun 1968 sebesar 43%, tahun 1971 sebesar 14% tahun 1980 sebesar 4,8% dan tahun 1999 masih di atas 2%.
Universitas Sumatera Utara
Data dari Departemen Kesehatan RI melaporkan bahwa pada tahun 2004 selama bulan Januari dan Februari, pada 25 provinsi tercatat 17.707 orang terkena DBD dengan kematian 322 penderita. Daerah yang perlu diwaspadai adalah DKI Jakarta, Bali dan NTB. Ada empat serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.Serotipe DEN-1 merupakan jenis yang sering dihubungkan dengan kasus-kasus parah. Infeksi oleh salah satu serotipeakan menimbulkan kekebalan terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak untuk serotipe yang lain. Keempat jenis virus tersebut semuanya terdapat di Indonesia.Di daerah endemik DBD, seseorang dapat terkena virus pada waktu yang bersamaan. Untuk pertama kalinya, pada bulan Maret 2002, Michael Rossman dan Richard Kuhn dari Purdue University.Amerika Serikat melaporkan bahwa struktur virus
dengue
yang
berbeda
dengan
struktur
virus
lainnya
telah
ditemukan.Permukaan virus ini halus dan selaputnya ditutupi oleh lapisan protein yang berwarna biru, hijau, dan kuning.Protein amplop tersebut dinamakan protein E yang berfungsi melindungi bahan genetik di dalamnya. 2.2. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian DBD Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling mempengaruhi.Faktor tersebut yaitu lingkungan (environment), agen penyebab penyakit (agent), dan pejamu (host).Ketiga faktor ini penting ini disebut segi tiga epidemiologi (epidemiological triangle). Hubungan ketiga faktor tersebut digambarkan secara sederhana sebagai timbangan, yaitu agen penyebab penyakit pada satu sisi dan pejamu pada sisi yang lain dengan lingkungan sebagai penumpunya.17
Universitas Sumatera Utara
Bila agen penyakit dengan pejamu berada dalam keadaan seimbang, maka seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan keseimbangan akan menyebabkan seseorang sehat atau sakit. Penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan bobot agen penyebab penyakit menjadi lebih berat sehingga seseorang menjadi sakit. Demikian pula bila agen penyakit lebih banyak atau lebih ganas sedangkan faktor pejamu tetap, maka bobot agen penyebab menjadi lebih berat. Sebaiknya bila daya tahan tubuh seseorang baik atau meningkat maka ia dalam keadaan sehat. Apabila faktor lingkungan berubah menjadi cenderung menguntungkan agen penyebab penyakit, maka orang akan sakit. Pada prakteknya seseorang menjadi sakit akibat pengaruh berbagai faktor berikut.1 2.2.1 Faktor Pejamu (Host) Virus dengue dapat menginfeksi manusia dan beberapa spesies primata.Manusia
merupakan
reservoir
utama
virus
dengue
di
daerah
perkotaan.Beberapa variabel yang berkaitan dengan karakteristik pejamu adalah umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, imunitas, status gizi, ras dan perilaku. a. Umur dan Jenis Kelamin 18 Selama awal tahun epidemi pada setiap negara penyakit demam berdarah dengue ini kebanyakan menyerang anak-anak dan 95% kasus yang dilaporkan berumur kurang dari 15 tahun.Walaupun demikian, berbagai negara melaporkan bahwa kasus-kasus dewasa meningkat selama terjadi kejadian luar biasa. Kelompok resiko tinggi meliputi anak berumur 5-9 tahun.Philipina dan Malaysia melaporkan banyak kasus berumur lebih 15 tahun. Walaupun
Universitas Sumatera Utara
Thailand, Myanmar, Indonesia dan Vietnam tetap melaporkan banyak kasus di bawah 14 tahun. Jenis kelamin pernah ditemukan perbedaan nyata diantara anak laki-laki dan wanita.Beberapa negara melaporkan banyak kelompok wanita menunjukkan angka kematian yang tinggi daripada laki-laki. b. Pendidikan 19 Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan individu atau masyarakat. Ini berarti bahwa pendidikan adalah suatu pembentukan watak yaitu sikap disertai kemampuan
dalam
bentuk
kecerdasan,
pengetahuan
dan
keterampilan.Seperti diketahui bahwa pendidikan formal yang ada di Indonesia adalah tingkat sekolah dasar, sekolah lanjutan tingkat pertama, sekolah
lanjut
tingkat
atas,
dan
tingkat
akademik/perguruan
tinggi.Tingkat pendidikan sangat menentukan daya nalar seseorang yang lebih baik, sehingga memungkinkan menyerap informasi-informasi juga dapat berpikir secara rasional dalam menanggapi informasi atau setiap masalah yang dihadapi. c. Pekerjaan 19 Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan keterpaparan khusus dan derajat keterpaparan tersebut serta besarnya resiko menurut sifat pekerjaan juga akan berpengaruh pada lingkungan kerja dan sifat sosial ekonomi karyawan pada pekerjaan tertentu d. Imunitas dan Status Gizi 20
Universitas Sumatera Utara
Status gizi didapat orang dari nutrisi yang diberikan padanya.Ada tiga jenis kekurangan gizi; ada yang kurang secara kualitatif dan ada juga yang kurang secara kuantitatif, serta kekurangan keduanya.Apabila kuantitas nutrisi cukup, tetapi kualitasnya kurang maka orang dapat menderita berbagai kekurangan vitamin, mineral, protein dan lainnya. Tetapi apabila orang kurang jumlah nutrisinya, maka ia akan menderita apa yang disebut marasmus. Kombinasi keduanya sering kali ditemukan bersama-sama dengan kekurangan kuantitas makanan. Secara umum kekurangan gizi akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan dan respons imunologis terhadap penyakit dan keracunan. e. Ras (Suku Bangsa) 1 Kecenderungan penyakit menular tertentu untuk menyerang ras tertentu masih banyak diperdebatkan karena faktor ini berbaur dengan faktor lainnya seperti daya tahan tubuh, gaya hidup, lingkungan, dan lain sebagainya. f. Perilaku 19 Perilaku kesehatan (Health Behaviour) adalah respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit dan faktor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan) seperti lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain perilaku adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang baik yang dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan.
Pemeliharaan
kesehatan
ini
mencakup
Universitas Sumatera Utara
mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah penyakit lain, meningkatkan kesehatan dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah kesehatan. Oleh sebab itu perilaku kesehatan ini pada garis besarnya dikelompokkan menjadi dua yakni : 1)
Perilaku orang yang sehat agar tetap sehat dan meningkat. Oleh sebab itu perilaku ini disebut perilaku sehat (health behavior) yang mencakup perilaku-perilaku (overt dan covert behavior) dalam mencegah atau menghindari dari penyakit dan penyebab penyakit atau masalah atau penyebab masalah (perilaku preventif), dan perilaku dalam mengupayakan meningkatnya kesehatan.
2)
Perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya. Oleh karena itu perilaku ini disebut perilaku pencarian pelayanan kesehatan (health seeking behavior).
Berikut adalah beberapa perilaku pencegahan terhadap penyakit DBD : a) Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) Pemberantasan sarang nyamuk adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompong nyamuk penular di tempat-tempat perkembangbiakannya.Tujuan pemberantasan sarang nyamuk adalah mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypty sehingga penularan DBD dapat dicegah atau dibatasi.Sasarannya adalah semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular DBD.Ukuran keberhasilan kegiatan PSN diukur dengan Angka Bebas Jentik
Universitas Sumatera Utara
(ABJ).Apabila ABJ > 95%, diharapkan penularan DBD dapat dicegah atau dikurangi. b) Cara Kimiawi (Larvasida) Larvasida adalah pemberantasan jentik dengan menaburkan bubuk larvasida.Pemberantasan jentik dengan bahan kimia tersebut untuk wadah yang tidak dapat dibersihkan/dikuras.Bila wadah sudah diberi larvasida, maka jangan dikuras selama 2-3 bulan.Kegiatan
ini
tepat
digunakan
apabila
surveilans
epidemiologi penyakit dan vektor menunjukkan adanya periode berisiko
tinggi
dan
di
lokasi
yang
berpotensi
terjadi
KLB.Penentuan waktu dan tempat yang tepat untuk pelaksanaan larvasida sangat penting untuk memaksimalkan efektivitasnya. 2.2.2
Faktor Agent16 Penularan demam berdarah dengue umumnya melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti meskipun dapat juga ditularkan oleh Aedes Albopictus yang biasanya hidup di kebun-kebun. Nyamuk penular demam berdarah dengue ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut. a. Morfologi dan Lingkaran Hidup 1) Morfologi Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki.
Universitas Sumatera Utara
Kepompong (pupa) berbentuk seperti koma. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain. Jentik (larva) ada 4 tingkat (instar) jentik sesuai dengan pertumbuhan larva tersebut, yaitu : a) Instar I : berukuran paling kecil, yaitu 1 – 2 mm b) Instar II : 2,5 – 3,8 mm c) Instar III : lebih besar sedikit dari larva instar II d) Instar IV : berukuran paling besar 5 mm Telur berwarna hitam dengan ukuran ±0,80 mm, berbentuk oval yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang jernih atau menempel pada dinding tempat penampung air. 2) Lingkaran Hidup Nyamuk Aedes Aegypti seperti juga nyamuk Anophelini lainnya mengalami metaforfosis sempurna yaitu ; telur – jentik – kepompong – nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlansung 6 – 8 hari, dan stadium kepompong berlansung antara 2 – 4 hari.Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9 – 10 hari.Umur nyamuk betina dapat mencapai 2 – 3 bulan.
Universitas Sumatera Utara
b. Tempat Perkembangbiakan Tempat perkembangbiakan utama ialah tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah.Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang lansung berhubungan dengan tanah. Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut : 1) Tempat penampungan air untuk keperluan sehari-hari, seperti drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan ember. 2) Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti ; tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut, dan barangbarang bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain). 3) Tempat penampungan air alamiah seperti ; lobang pohon, lobang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu. c. Perilaku Nyamuk Dewasa 1) Setelah lahir (keluar dari kepompong), nyamuk istirahat di kulit kepompong untuk sementara waktu. Beberapa saat setelah itu sayap meregang menjadi kaku, sehingga nyamuk mampu terbang mencari mangsa/darah.
Universitas Sumatera Utara
2) Nyamuk Aedes Aegypti jantan mengisap cairan tumbuhan atau sari bunga untuk keperluan hidupnya sedangkan yang betina mengisap darah. 3) Biasanya nyamuk betina mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas menggigit biasanya mulai dari pagi sampai petang hari, dengan puncak aktifitas antara pukul 09.00 – 10.00 dan 16.00 – 17.00. Tidak seperti nyamuk lain, Aedes Agypti mempunyai kebiasaan mengisap darah berulang kali (multiple bites) dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhi lambungnya dengan darah. Dengan demikian nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. 4) Setelah mengisap darah, nyamuk ini hinggap (istirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab.
Di
tempat-tempat
ini
nyamuk
menunggu
proses
pematangan telurnya. 5) Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina
akan
meletakkan
telurnya
di
dinding
tempat
perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu ±2 hari setelah telur terendam air. Setiap kali bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2ºC
Universitas Sumatera Utara
sampai 42ºC, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya tinggi maka telur dapat menetas lebih cepat. d. Penyebaran Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter, namun secara pasif
misalnya karena angin atau terbawa
kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes Aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub-tropis.Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempattempat umum. Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian daerah ±1.000 m dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1.000 m tidak dapat berkembangbiak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut. e. Variasi Musiman Pada musim hujan tempat perkembangbiakan Aedes Aegypty yang pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas. Selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat perkembangbiakannya nyamuk ini.Oleh karena itu pada musim hujan populasi Aedes Aegypti meningkat.Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue.
Universitas Sumatera Utara
f. Ukuran Kepadatan Nyamuk Penular Untuk mengetahui kepadatan populasi nyamuk Aedes Aegypti di suatu lokasi dapat dilakukan beberapa survey di rumah yang dipilih secara acak. 1) Survei Nyamuk Survei nyamuk dilakukan dengan cara penangkapan nyamuk umpan orang di dalam dan di luar rumah, masing-masing selama 20 menit per rumah dan penangkapan nyamuk yang hinggap di dinding dalam rumah yang sama. Penangkapan nyamuk biasanya dilakukan dengan menggunakan aspirator. 2) Survei Jentik Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut : semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti diperiksa (dengan mata telanjang) untuk mengetahui ada tidaknya jentik. Untuk memeriksa tempat penampungan air yang berukuran besar seperti bak mandi, tempayan, drum, dan bak penampungan air lainnya. Jika pandangan (penglihatan) pertama tidak ditemukan jentik, tunggu kira-kira ½ - 1 menit untuk memastikan bahwa benar jentik tidak ada. Untuk memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan yang kecil, seperti ; vas bunga/pot tanaman air/botol yang airnya keruh, seringkali airnya perlu dipindahkan ke tempat lain. Untuk memeriksa jentik di tempat yang agak gelap, atau airnya keruh, biasanya digunakan senter.
Universitas Sumatera Utara
3) Survei perangkap telur (ovitrap) Survei ini dilakukan dengan cara memasang ovitrap yaitu berupa bejana, misalnya potongan bambu, kaleng (seperti bekas kaleng susu atau gelas plastik) yang dinding sebelah dalamnya dicat hitam, kemudian diberi air secukupnya. Ke dalam bejana tersebut dimasukkan padel berupa potongan bilah bambu atau kain yang tenunnya kasar dan berwarna gelap sebagai tempat meletakkan telur bagi nyamuk. 2.2.3
Faktor Lingkungan 21 Habitat vektor mempelajari hubungan antara vektor dan lingkungannya
atau mempelajari bagaimana pengaruh lingkungan terhadap vektor. a. Lingkungan Fisik Lingkungan fisik ada bermacam-macam, diantaranya jenis tempat penampung air/kontainer, keberadaan benda yang dapat menampung air di sekitar rumah dan ketinggian tempat. b. Lingkungan Biologi Nyamuk-nyamuk Aedes yang aktif pada waktu siang hari seperti Aedes aegypti dan Aedes albopictus biasanya meletakkan telur dan berkembang biak pada tempat-tempat penampungan air bersih atau air hujan seperti bak mandi, tangki penampungan air, vas bunga, (di rumah, sekolah, kantor, atau di perkuburan), kaleng-kaleng atau kantungkantung plastik bekas, di atas lantai gedung terbuka, talang rumah, bambu pagar, kulit-kulit buah seperti kulit buah rambutan, tempurung kelapa, ban-ban bekas, dan semua bentuk kontainer yang dapat
Universitas Sumatera Utara
menampung air bersih. Jentik-jentik nyamuk (nyamuk muda) dapat terlihat berenang naik turun di tempat-tempat penampungan air tersebut. c. Lingkungan Sosial Ekonomi Pendapatan keluarga, aktifitas sosial, kepadatan hunian, bencana alam, kemiskinan dan kondisi rumah adalah faktor-faktor yang ikut berperan dalam penularan DBD. Semakin baik tingkat pendapatan keluarga, semakin mampu keluarga itu untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk dalam hal pencegahan dan pengobatan suatu penyakit. Semakin sering seseorang beraktifitas secara massal di dalam ruangan (arisan, sekolah dll) pada waktu puncak aktifitas nyamuk Aedes aegypti menggigit, semakin besar resiko orang tersebut untuk tertular dan menderita penyakit DBD. Hunian yang padat akan memudahkan penularan DBD dari satu orang ke orang lainnya. Bencana alam, akan menyebabkan hygiene dan sanitasi yang buruk dan memperbanyak tempat yang dapat menampung air, yang dapat digunakan oleh nyamuk sebagai tempat bersarang. Kondisi rumah yang lembab, dengan pencahayaan yang kurang ditambah dengan saluran air yang tidak lancar mengalir, disenangi oleh nyamuk penular demam DBD, sehingga resiko menderita demam berdarah denguepun semakin besar.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Pencegahan dan Pengendalian 22 Sampai saat ini belum ada vaksin yang dapat mencegah infeksi demam dengue dan belum ada obat yang khusus untuk mengobatinya.Dengan demikian pengendalian penyakit DBD hanya tergantung pada pengendalian nyamuk Aedes aegypti. 2.3.1 Manajemen Lingkungan Manajemen lingkungan mencakup semua perubahan yang dapat mencegah atau meminimalkan perkembangbiakan vektor sehingga kontak antara manusia dan vektor berkurang. Metode lingkungan untuk mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti dan untuk mengurangi kontak antara manusia dan vektor, antara lain
penurunan
sumber,
manajemen
limbah,
pengubahan
tempat
perkembangbiakan buatan manusia, dan perbaikan desain rumah. 2.3.2 Perlindungan diri a. Pakaian Pelindung Pakaian mengurangi resiko tergigit nyamuk jika pakaian itu cukup tebal atau longgar.Baju lengan panjang dan celana panjang dengan kaos kaki dapat melindungi tangan dan kaki, yang merupakan tempat yang paling sering terkena gigitan nyamuk. b. Tikar, obat nyamuk bakar, dan aerosol Produk insektisida untuk komsumsi rumah tangga, seperti obat nyamuk bakar, semprotan piretrum, dan aerosol sudah banyak dipakai untuk perlindungan diri terhadap nyamuk.Keset beraliran listrik dan beraroma merupakan temuan baru yang praktis dipasarkan di semua daerah perkotaan.
Universitas Sumatera Utara
c. Penolak Serangga Penolak serangga merupakan sarana perlindungan terdiri terhadap nyamuk dan serangga yang umum digunakan.Benda ini secara garis besarnya dibagi menjadi dua kategori, penolak alami dan penolak kimiawi. d. Insektisida untuk kelambu dan gorden Kelambu yang diberi insektisida kegunaannya sangat terbatas dalam program pengendalian penyakit DBD karena spesies vektor menggigit di siang hari.Akan tetapi kelambu ini dapat memberikan perlindungan efektif bagi bayi dan pekerja malam yang tidur di siang hari. 2.3.3. Pengendalian Biologis a. Ikan Ikan pemakan larva (Gambusia affinis dan Poecilia reticulate) sudah semakin banyak digunakan untuk mengendalikan Aedes agypti di kumpulan air yang banyak atau di kontainer air yang besar. b. Bakteri Ada dua spesies bakteri penghasil endotoksin, Bacillus thuringiensis serotipe H-14 (Bt. H-14) dan Bacillus sphaericus (Bs) adalah agens yang efektif untuk mengendalikan nyamuk.
Universitas Sumatera Utara
c. Perangkap telur autosidal Metode perangkap telur autosidal (perangkap telur pembunuh) yang diterapkan pemerintah Singapura menunjukkan hasil yang memuaskan sebagai alat pengendali dalam pemberantasan nyamuk Aedes aegypti di Bandara Internasional Changgi. Sementara di Thailand, saran ini lebih jauh dimodifikasi sebagai perangkap larva-auto
(auto-larval trap)
dengan menggunakan benda plastik yang tersedia di daerah itu. 2.3.4. Pengendalian Kimiawi 17 a. Pemberian Larvasida Kimiawi Pemberian larvasida atau pengendalian local nyamuk Aedes aegypti biasanya terbatas pada wadah air yang digunakan di rumah tangga yang tidak dapat dihancurkan, dimusnakan, ataupun dikelola.Insektisida yang dapat digunakan untuk wadah air minum adalah butiran pasir temefos 1%, diberikan pada wadah dengan menggunakan sendok plastik sebagai penakar untuk memberikan dosis 1 ppm.Dosis ini terbukti ampuh untuk 8 – 12 minggu. b. Pengasapan Wilayah Metode ini melibatkan pengasapan droplet-droplet kecil insektisida ke dalam udara untuk membunuh nyamuk dewasa.Tehnik ini sudah dijadikan metode pokok pengendalian DBD di beberapa Negara selama 25 tahun.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Kerangka Konsep Karakteristik : 1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3.Pendapatan keluarga
Perilaku : 1. Pengetahuan 2. Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) 3. Kebiasaan menggunakan obat anti nyamuk 4.Kebiasaan menggunakan kelambu saat tidur. 5. Kebiasaan menggantung pakaian bekas pakai dalam rumah. 6. Penggunaan kasa nyamuk 7. Kebiasaan tidur siang
Kejadian DBD
Lingkungan : 1. Keberadaan barang bekas yang dapat menampung air di sekitar rumah. 2. Keberadaan jentik nyamuk 3. Kepadatan hunian 4.Kondisi rumah
Universitas Sumatera Utara