BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Es Krim Es krim adalah buih setengah beku yang mengandung lemak teremulsi dan udara. Sel-sel udara yang ada berperan untuk memberikan tekstur lembut pada es krim tersebut. Tanpa adanya udara, emulsi beku tersebut akan menjadi terlalu dingin dan terlalu berlemak. Sebaliknya, jika kandungan udara dalam es krim terlalu banyak akan terasa lebih cair dan lebih hangat sehingga tidak enak dimakan. Sedangkan, bila kandungan lemak susu terlalu rendah, akan membuat es lebih besar dan teksturnya lebih kasar serta terasa lebih dingin. Emulsifier dan stabilisator dapat menutupi sifat-sifat buruk yang diakibatkan kurangnya lemak susu dan memberi rasa lengket (Marshall dan Arbuckle, 1996). Es krim dapat didefinisikan sebagai makanan beku yang dibuat dari produk susu dan dikombinasikan dengan pemberi rasa dan pemanis. Menurut Standar Nasional Indonesia, es krim adalah sejenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau campuran susu, lemak hewani maupun nabati, gula, dan dengan atau tanpa bahan makanan lain yang diizinkan. Campuran bahan es krim diaduk ketika didinginkan untuk mencegah pembentukan kristal es yang besar (Arbuckle, 2000). Pada pembuatan es krim, komposisi adonan akan sangat menentukan kualitas es krim tersebut nantinya. Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas tersebut, mulai dari bahan baku, proses pembuatan, proses pembekuan,
Universitas Sumatera Utara
pengepakan, dan sebagainya. Pada proses pembuatan seluruh bahan baku es krim akan dicampur, menjadi suatu bahan dasar es krim. Pada proses ini dikenal beberapa istilah, salah satunya yaitu viskositas/kekentalan. Kekentalan pada adonan es krim akan berpengaruh pada tingkat kehalusan tekstur, serta ketahanan es krim sebelum mencair. Proses pembuatannya sendiri melalui pencampuran atau mixer bahan-bahan menggunakan alat pencampur yang berputar (Harris, 2011). 2.1.1 Komposisi Umum Es Krim Bahan-bahan utama yang diperlukan dalam pembuatan es krim antara lain: lemak, bahan kering tanpa lemak (BKTL), bahan pemanis, bahan penstabil, dan bahan pengemulsi. Lemak susu (krim) merupakan sumber lemak yang paling baik untuk mendapatkan es krim berkualitas baik. Pada produk es krim tidak diberikan bahan tambahan makanan karena penguat cita rasa adalah suatu zat bahan tambahan yang ditambahkan kedalam makanan yang dapat memperkuat aroma dan rasa (Harris, 2011). Menurut Harris (2011), es krim yang baik harus memenuhi persyaratan komposisi umum Ice Cream Mix (ICM) atau campuran es krim seperti pada Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Komposisi Umum Es Krim Komposisi Lemak susu Bahan kering tanpa lemak Bahan pemanis gula Bahan penstabil Bahan pengemulsi Air Sumber: Harris (2011)
Jumlah (%) 10-16% 9-12% 12-16% 0-0,4% 0-0,25% 55-64%
Universitas Sumatera Utara
2.2 Syarat Mutu Es Krim Menurut SNI No. 01-3713-1995, es krim memiliki syarat mutu, dimana syarat mutu tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2 di bawah ini. Tabel 2.2 Syarat Mutu Es Krim No. 1
Kriteria Uji Unit Standart Keadaan: Penampakan Normal Rasa Normal Bau Normal 2 Lemak % (b/b) Min 5.0 3 Gula dihitung sebagai sakarosa % (b/b) Min 8.0 4 Protein % (b/b) Min 2.7 5 Jumlah padatan % (b/b) Min 3.4 6 Bahan Tambahan Makanan: Pemanis Buatan Negatif Pewarna Tambahan sesuai SNI 01-0222-1987 Pemantap dan Pengemulsi 7 Cemaran logam Timbal (Pb) mg/kg Maks 1.0 Tembaga (Cu) Maks 20.0 8 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 0.5 9 Cemaran Mikroba: Angka Lempeng Total Koloni/g Maks 105 Coliform APM/g <3 Salmonella Koloni/25 g Negatif Listeria SPP Koloni/25 g Negatif Sumber: Standart Nasional Indonesia No. 01-3713-1995. 2.1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produk Es Krim Faktor yang mempengaruhi produk es krim antara lain: 1. Bahan-bahan yang terdapat pada es krim 2. Proses yang dilakukan dalam pembuatan es krim
Universitas Sumatera Utara
Bahan-bahan yang terdapat dalam es krim antara lain: a. Air Air merupakan komponen terbesar dalam campuran es krim, berfungsi sebagai pelarut bahan-bahan lain dalam campuran. Komposisi air dalam campuran bahan es krim umumnya berkisar 55-64% (Eckles, et al, 1998). b. Lemak Susu Lemak biasa dikatakan sebagai bahan baku es krim, lemak yang terdapat pada es krim berasal dari susu segar yang disebut krim. Lemak susu berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi es krim, menambah cita rasa, menghasilkan karakteristik tekstur yang lembut, membantu memberikan bentuk dan kepadatan, serta memberikan sifat meleleh yang baik. Kadar lemak dalam es krim yaitu antara 10% sampai 16% (Harris, 2011). c. Bahan Kering Susu Tanpa Lemak Bahan kering susu tanpa lemak berfungsi untuk meningkatkan kandungan padatan di dalam es krim sehingga lebih kental. Bahan kering susu tanpa lemak juga penting sebagai sumber protein sehingga dapat meningkatkan nilai nutrisi es krim.Unsur protein dalam pembuatan es krim berfungsi untuk menstabilkan emulsi lemak setelah proses homogenisasi, menambah cita rasa, membantu pembuihan, meningkatkan dan menstabilkan daya ikat air yang berpengaruh pada kekentalan dan tekstur es krim yang lembut.Sumber bahan kering susu tanpa lemak antara lain susu skim, susu kental manis, dan bubuk whey. Kadar skim dalam es krim yaitu antara 9% sampai 12% (Harris, 2011).
Universitas Sumatera Utara
d. Bahan pemanis Bahan pemanis yang umum digunakan dalam pembuatan es krim adalah gula pasir (sukrosa) dan gula bit. Bahan pemanis selain berfungsi memberikan rasa manis, juga dapat meningkatkan cita rasa, menurunkan titik beku yang dapat membentuk kristal-kristal es krim yang halus sehingga meningkatkan penerimaan dan kesukaan konsumen. Penambahan bahan pemanis sekitar 12% sampai 16% (Harris, 2011). e. Bahan Penstabil (Stabilizer) Bahan penstabil yang umum digunakan dalam pembuatan es krim adalah CMC (carboxy methyl celulose), gum arab, sodium alginat, karagenan dan agar. Bahan penstabil berperan untuk meningkatkan kekentalan ICM terutama pada saat sebelum dibekukan dan memperpanjang masa simpan es krim karena dapat mencegah kristalisasi es selama penyimpanan. Kadar penstabil dalam es krim yaitu antara 0% sampai 0,4% (Harris, 2011). f. Bahan Pengemulsi Bahan pengemulsi utama yang digunakan dalam pembuatan es krim adalah garam halus. Bahan pengemulsi bertujuan untuk memperbaiki struktur lemak dan distribusi udara dalam ICM, meningkatkan kekompakan bahan-bahan dalam ICM sehingga diperoleh es krim yang lembut, dan meningkatkan ketahanan es krim terhadap pelelehan bahan. Campuran bahan pengemulsi dan penstabil akan menghasilkan es krim dengan tekstur yang lembut. Kadar pengemulsi dalam es krim yaitu antara 0% sampai 0,25% (Harris, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Beberapa proses yang terjadi dalam pembuatan es krim a. Pasteurisasi Pasteurisasi adalah sebuah proses pemanasan makanan dengan tujuan membunuh organisme merugikan seperti bakteri, virus, protozoa, kapang, dan khamir. Jadi dalam makanan dan minuman yang dipasteurisasi, beberapa mikroba yang menguntungkan untuk makhluk hidup sebenarnya dibiarkan tetap hidup. Pasteurisasi es krim mix dilakukan dengan tujuan untuk membunuh sebagian besar mikroba, terutama dari golongan pathogen, melarutkan dan membantu pencampuran bahan-bahan penyusun, menghasilkan produk yang seragam dan memperpanjang umur simpan. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan empat metode yaitu: batch system pada suhu 68°C selama 25-30 menit, HTST pada suhu 79°C selama 25-30 detik, UHT pada suhu 99°C-130°C selama 4 detik, dan pasteurisasi vakum pada suhu 90°C-97°C selama 2 detik (Anonima, 2011). b. Homogenisasi Homogenisasi pada pembuatan es krim bertujuan untuk menyebarkan globula lemak secara merata keseluruh produk, mencegah pemisahan globula lemak kepermukaan selama pembekuan dan untuk memperoleh tekstur yang halus karena ukuran globula lemak kecil, merata, dan protein dapat mengikat air bebas. Homogenisasi susu dilakukan pada suhu 70°C setelah pasteurisasi sebelum mix menjadi dingin dengan suhu minimum 35°C.
Universitas Sumatera Utara
Manfaat homogenisasi yaitu bahan campuran menjadi sempurna, mencegah penumpukan disperse globula lemak selama pembekuan, memperbaiki tekstur dan kelezatan, mempercepat aging dan produk yang dihasilkan lebih seragam (Anonima, 2011). c. Pendinginan Setelah proses homogenisasi emulsi didinginkan pada suhu 4°C yang dipasang sepanjang layar dingin. Efek utama dari pendinginan adalah mendinginkan lemak dalam proses emulsi dan kristalisasi dari inti, mengakibatkan mikroba mengalami heat shock yang menghambat pertumbuhan mikroba sehingga jumlah mikroba akan turun drastis. Pendinginan dilakukan dengan cara melewatkan
mix
ke
PHE
elemen
pendingin.
Proses
pasteurisasi,
homogenisasi, dan pendinginan dilakukan selama kurang lebih satu jam sepuluh menit. Mix yang sudah mengalami perlakuan tersebut dimasukkan ke dalam aging tank untuk mengalami proses aging (Anonima, 2011) d. Aging Aging merupakan proses pemasakan es krim mix dengan cara mendiamkan adonan selama 3-24 jam dengan suhu 4,4°C atau dibawahnya. Tujuan aging yaitu memberikan waktu pada stabilizer dan protein susu untuk mengikat air bebas, sehingga akan menurunkan jumlah air bebas. Perubahan selama aging adalah terbentuk kombinasi antara stabilizer dan air dalam adonan, meningkatkan viskositas, campuran jadi lebih stabil, lebih kental, lebih halus, dan tampak mengkilap (Anonima, 2011).
Universitas Sumatera Utara
2.2 Lemak Lemak merupakan sekelompok besar molekul-molekul alam yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen meliputi asam lemak, malam, sterol, vitamin-vitamin yang larut di dalam lemak (contohnya A, D, E, dan K), monogliserida, digliserida, fosfolipid, glikolipid, terpenoid (termasuk di dalamnya getah dan steroid) dan lain-lain. Lemak secara khusus menjadi sebutan bagi minyak hewani pada suhu ruang, lepas dari wujudnya yang padat maupun cair, yang terdapat pada jaringan tubuh yang disebut adiposa (Saghita, 2012). Lemak adalah kelompok senyawa heterogen yang berkaitan, baik secara aktual maupun potensial dengan asam lemak. Lipid mempunyai sifat umum yang relatif tidak larut dalam air dan larut dalam pelarut non polar seperti eter, kloroform dan benzene (Handajani, 2010). Secara kimia yang diartikan dengan lemak adalah trimester dari gliserol yang disebut gliserida atau lebih tepat trigliserida. H2
C
OOCR1
H
C
OOCR2
H2
C
OOCR3
Dari bentuk strukturnya, trigliserida dapat dipandang sebagai hasil kondensasi dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak; dan daripadanya menghasilkan tiga molekul air dan satu molekul trigliserida. H2
C
OH H
H
C
OH + H
OOC
H2
C
OH
OOC
Gliserol
H
OOC
R1 R2
asam lemak
R3
HOH HOH + HOH air
H2
C
OOCR1
H
C
OOCR2
H2
C
OOCR3
trigliserida
Universitas Sumatera Utara
Jika ketiga asam lemak itu identik, maka hasilnya akan merupakan trigliserida yang sederhana. Tetapi bila ketiga asam lemak tersebut berbeda, maka akan dihasilkan trigliserida campuran. Pada mono dan di-gliserida masing-masing hanya mengandung satu dan dua radikal asam lemak, hingga dengan demikian di dalam molekulnya mempunyai gugus hidroksil yang bebas. Di dalam lemak alam, campuran trigliserida mengandung lebih dari satu jenis asam lemak, hal ini lebih umum daripada tersusun dari satu macam asam lemak (Sastrohamidjojo, 2005). 2.2.1 Klasifikasi Lemak Menurut Almatsier (2001), klasifikasi lipida yang penting dalam ilmu gizi menurut komposisi kimia dapat dilakukan sebagai berikut: a. Lipida sederhana 1. Lemak netral Monogliserida, digliserida dan trigliserida (ester asam lemak dengan gliserol) 2. Ester asam lemak dengan alkohol berberat molekul tinggi a. Malam b. Ester sterol c. Ester nonsterol d. Ester vitamin A dan ester vitamin D b. Lipida majemuk (compound lipids) 1. Fosfolipida, merupakan komponen membran sel, komponen dan struktur otak, jaringan saraf, bermanfaat untuk pengumpalan darah, lechitin termasuk phospholipid.
Universitas Sumatera Utara
2. Glycolipid, mempunyai ikatan dengan karbohidrat dan nitrogen. 3. Lipoprotein, terdiri atas HDL (High Density Lipoprotein), LDL (Low Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density Lipoprotein). c. Lipida turunan (derived lipids) 1. Asam lemak 2. Sterol a. Kolesterol dan ergosterol b. Hormone steroida c. Vitamin D d. Garam empedu 3. Lain-lain: a. Karotenoid dan vitamin A b. Vitamin E c. Vitamin K 2.2.2 Sifat Lemak Berat jenis lemak lebih rendah daripada air, oleh karena itu mengapung ke atas dalam campuran air dan minyak atau cuka dan minyak. Sifat fisik trigliserida ditentukan oleh proporsi dan struktur kimia asam lemak yang membentuknya (Almatsier, 2001). 1. Kelarutan Lemak dan minyak tidak larut dalam air. Namun begitu, karena adanya suatu substansi tertentu, yang dikenal sebagai agensia pengemulsi, dimungkinkan terbentuknya campuran yang stabil antara lemak dan air. Campuran ini
Universitas Sumatera Utara
dinamakan emulsi. Emulsi ini dapat berupa emulsi lemak dalam air, misalnya susu, atau air dalam lemak, misalnya mentega. Lemak dan minyak larut dalam pelarut organik seperti minyak tanah, eter dan karnon
tetraklorida.
Pelarut-pelarut
tipe
ini
dapat
digunakan
untuk
menghilangkan kotoran oleh gemuk pada pakaian. 2. Pengaruh Panas Jika lemak dipanaskan, akan terjadi perubahan-perubahan nyata pada tiga titik suhu. a. Titik cair Lemak mencair jika dipanaskan. Karena lemak adalah campuran trigliserida mereka tidak mempunyai titik cair yang jelas tetapi akan mencair pada suatu rentang suhu. Suhu pada saat lemak terlihat mencair disebut titik lincir. Kebanyakan lemak mencair pada suhu antara 30°C dan 40°C. Titik cair lemak adalah di bawah suhu udara biasa. b. Titik asap Jika lemak atau minyak dipanaskan sampai suhu tertentu, dia akan mulai mengalami
dekomposisi,
menghasilkan
kabut
berwarna
biru
atau
menghasilkan asap dengan bau karakteristik yang menusuk. Kebanyakan minyak dan lemak mulai berasap pada suhu diatas 200°C. Titik asap untuk minyak jagung misalnya, adalah 232°C. Titik asap bermanfaat dalam menentukan lemak atau minyak yang sesuai untuk keperluan menggoreng.
Universitas Sumatera Utara
c. Titik nyala Jika lemak dipanaskan hingga suhu yang cukup tinggi, dia akan menyala. Suhu ini dikenal sebagai titik nyala. Untuk minyak jagung, titik nyala adalah 360°C. 3. Plastisitas Lemak bersifat plastis pada suhu tertentu, lunak dan dapat dioleskan. Plastisitas lemak disebabkan karena lemak merupakan campuran trigliserida yang masing-masing mempunyai titik cair sendiri-sendiri; ini berarti bahwa pada suatu suhu, sebagian dari lemak akan cair dan sebagian lagi akan berbentuk kristal-kristal padat. Lemak yang mengandung kristal-kristal kecil, akibat proses pendinginan cepat selama proses pengolahannya akan memberikan sifat lebih plastis. Rentang suhu dimana lemak menunjukkan watak plastis dikenal dengan rentang suhu plastis (“plastic range”) lemak tersebut. Suatu campuran trigliserida dengan rentang titik cair yang lebar akan membentuk lipida dengan rentang sifat plastis yang lebar pula (Amalia, 2012). 2.2.3 Sumber Lemak Lemak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam, yang dapat bersumber dari bahan nabati atau hewani. Dalam tanaman atau hewan, lemak tersebut berfungsi sebagai sumber cadangan energi. Lemak dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, sebagai berikut. 1. Bersumber dari tanaman a. Biji-bijian palawija: minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari.
Universitas Sumatera Utara
b. Kulit buah tanaman tahunan: minyak zaitun dan kelapa sawit. c. Biji-bijian dari tanaman tahunan: kelapa, cokelat, inti sawit, babassu, cohune dan sebagainya. 2. Bersumber dari hewani a. Susu hewan peliharaan: lemak susu. b. Daging hewan peliharaan: lemak sapi dan turunannya oleostearin, oleo oil dari oleo stock, lemak babi, dan mutton tallow. c. Hasil laut: Minyak ikan sarden, menhaden dan sejenisnya, serta minyak ikan paus (Ketaren, 2008). 2.2.4 Fungsi Lemak 1. Sumber energi Lemak merupakan sumber energi paling padat yang menghasilkan 9 kkalori untuk tiap gram, yaitu 2½ kali besar energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama. Lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Simpanan ini berasal dari konsumsi berlebihan salah satu atau kombinasi zat-zat energi: karbohidrat, lemak, dan protein. Lemak tubuh pada umumnya disimpan sebagai berikut: 50% di jaringan bawah kulit (subkutan), 45% di sekeliling organ dalam organ perut, dan 5% di jaringan intramuskuler. 2. Sumber asam lemak esensial Lemak merupakan sumber asam lemak esensial asam linoleat dan linolenat.
Universitas Sumatera Utara
3. Alat angkut vitamin larut lemak Lemak mengandung vitamin larut lemak tertentu. Lemak susu dan minyak ikan laut tertentu mengandung vitamin A dan D dalam jumlah berarti. Hampir semua minyak nabati merupakan sumber vitamin E. Minyak kelapa sawit mengandung banyak karotenoid (provitamin A). Lemak membantu transportasi dan absorpsi vitamin lemak yaitu A, D, E, dan K. 4. Menghemat protein Lemak menghemat penggunaan protein untuk sintesis protein, sehingga protein tidak digunakan sebagai sumber energi. 5. Memberi rasa kenyang dan kelezatan Lemak memperlambat sekresi asam lambung dan memperlambat pengosongan lambung, sehingga lemak memberi rasa kenyang lebih lama. Di samping itu lemak memberi tekstur yang disukai dan memberi kelezatan khusus pada makanan. 6. Sebagai pelumas Lemak merupakan pelumas dan membantu pengeluaran sisa pencernaan. 7. Memelihara suhu tubuh Lapisan lemak di bawah kulit mengisolasi tubuh dan mencegah kehilangan panas tubuh secara cepat, dengan demikian lemak berfungsi juga dalam memelihara suhu tubuh. 8. Pelindung organ tubuh
Universitas Sumatera Utara
Lapisan lemak yang menyelubungi organ-organ tubuh, seperti jantung, hati, dan ginjal membantu menahan organ-organ tersebut tetap di tempatnya dan melindunginya terhadap benturan dan bahaya lain (Almatsier, 2001). 2.2.5 Kebutuhan Lemak Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. WHO (1990) menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15-30% kebutuhan energi total dianggap baik untuk kesehatan. Jumlah ini memenuhi kebutuhan akan asam lemak esensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut-lemak. Diantara lemak yang dikonsumsi sehari dianjurkan paling banyak 10% dari kebutuhan energi total berasal dari lemak jenuh, dan 3-7% dari lemak tidak jenuh-ganda. Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah ≤ 300 mg sehari (Almatsier, 2001). 2.2.6 Kelebihan dan Kekurangan Konsumsi Lemak a. Kelebihan Konsumsi Lemak Konsumsi lemak yang dianjurkan adalah 30% atau kurang dari total yang dibutuhkan. Konsumsi lemak total yang terlalu tinggi (lebih dari 40% dari konsumsi energi) dapat menimbulkan penyakit obesitas, darah tinggi dan aterosklerosis (penggumpalan lemak pada dinding arteri). Lemak kemudian mengental, mengeras dan akhirnya mempersempit saluran arteri sehingga mengurangi suplai oksigen maupun darah ke organ-organ tubuh. Timbunan lemak yang mengeras pada dinding arteri disebut plak. Bila plak menutup saluran arteri sepenuhnya, jaringan yang disuplai arteri akan mati. Bila arteri jantung tersumbat, maka akan terkena serangan jantung, gagal jantung dan orama jantung abnormal. Jika arteri otak tersumbat, maka akan menyebabkan terkena stroke, baik stroke
Universitas Sumatera Utara
ringan maupun berat, penyebabnya adalah terlalu banyak kolesterol (Fatmah, 2010). b. Kekurangan Konsumsi Lemak Sindroma kekurangan lemak makanan pertama kali ditemukan dan ditulis oleh Burr dan Burr pada tahun 1929. Mereka mengemukakan bahwa diantara asam lemak ada yang esensial untuk tubuh, yaitu asam linoleat (18:2 ω-6) dan asam linolenat (18:3 ω-3). Dikatakan esensial karena dibutuhkan tubuh, sedangkan tubuh tidak dapat mensintetisnya. Kedua jenis asam lemak ini dibutuhkan untuk pertumbuhan dan fungsi normal semua jaringan. Masingmasing mempunyai ikatan rangkap pada karbon ke-6 dan ke-3 dari ujung gugus metil. Hewan dan manusia tidak dapat menambahkan ikatan rangkap pada karbon ke-6 dan ke-3 pada asam lemak yang ada di dalam tubuh sehingga tidak dapat mensintetis kedua jenis asam lemak tersebut. Oleh karena itu, asam linoleat dan asam linolenat merupakan asam lemak esensial. Akan tetapi manusia dapat menambahkan ikatan rangkap pada asam lemak esensial yang sudah ada, yaitu di antara ikatan rangkap yang sudah ada dan gugus karboksil; di samping itu panjang rantai pada ujung gugus karboksil dapat ditambah (Almatsier, 2001). Kekurangan asam lemak esensial menimbulkan gejala sebagai berikut: kulit mengalami dermatitis dan ekzema, pertumbuhan terhambat, reproduksi terganggu, degenerasi atau kerusakan pada banyak organ tubuh dan kerentanan terhadap infeksi meningkat. Bila diteliti secara biokimiawi tampak perubahan komposisi asam lemak berbagai jaringan tubuh terutama pada membran sel sehingga terjadi perubahan pada permeabilitas membran sel. Di samping itu
Universitas Sumatera Utara
kandungan asam linoleat dan asam arakidonat dalam mebran mitokondria sel relatif menjadi lebih kecil. Akibatnya, efisiensi produksi energi melalui oksidasi asam lemak berkurang dan efisiensi fosforilasi oksidatif menurun. Perubahanperubahan pada tingkat sel ini dapat dilihat pada kekurangmampuan manusia dalam mengubah energi makanan menjadi energi metabolik yang diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan fungsi tubuh (Almatsier, 2001). 2.2.7 Penyebab Kerusakan Lemak Faktor yang menyebabkan kerusakan pada lipid, meliputi: 1. Penyerapan bau lipid mudah sekali menyerap bau. Jika bahan pembungkus bahan dapat menyerap lipid, maka lipid yang terserap dapat teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari lipid yang rusak ini akan mudah terserap oleh lipid lain yang ada dalam bungkusan sehingga seluruh lipid akan menjadi rusak 2. Hidrolisis Lipid dapat terhidrolisis menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis ini berlangsung karena adanya air dan dipercepat oleh adanya kondisi basa, kondisi asam, maupun enzim lipase. Jumlah asam lemak bebas yang meningkat pada bahan dapat memudahkan terjadinya oksidasi sehingga akan menghasilkan cita rasa dan bau tengik yang tidak dikehendaki. 3. Oksidasi dan ketengikan Ketengikan disebabkan oleh adanya autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lipid. Autooksidasi ini dimulai dengan pembentukan radikalradikal bebas yang disebabkan oleh faktor, seperti oksigen, panas, enzim
Universitas Sumatera Utara
lipoksidase, cahaya, hidroperoksida, logam berat Cu, Fe, Mn, Co, dan logam porfirin. Radikal asam lemak tidak jenuh yang kontak dengan oksigen dari udara akan membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon lebih pendek, seperti aldehid, asam lemak, dan keton yang bersifat volatil sehingga dapat menimbulkan bau tengik pada lipid(Winarno, 2004).
2.3 Analisis Kadar Lemak Penentuan kadar lemak sesuatu bahan dapat dilakukan dengan menggunakan soxhlet apparatus. Cara ini dapat juga digunakan untuk ekstraksi minyak dari sesuatu bahan yang mengandung minyak. Ekstraksi dengan alat soxhlet apparatus merupakan cara ekstraksi yang efisien karena dengan alat ini pelarut yang dipergunakan dapat diperoleh kembali. Bahan padat pada umumnya membutuhkan waktu ekstraksi yang lebih lama, karena itu dibutuhkan pelarut yang lebih banyak (Ketaren, 2008). Dalam penentuan kadar lemak, contoh yang diuji harus cukup kering. Jika contoh masih basah maka selain memperlambat proses ekstraksi, air dapat turun ke dalam labu suling (labu lemak) sehingga akan mempersulit penentuan berat tetap dari labu suling (Ketaren, 2008). Prinsip Soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet terdiri dari pengaduk atau granul anti-
Universitas Sumatera Utara
bumping, still pot (wadah penyuling, bypass sidearm, thimble selulosa, extraction liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet, expansion adapter, condenser (pendingin), cooling water in, dan cooling water out (Darmasih 1997). Sampel yang sudah dihaluskan, ditimbang 5 sampai dengan 10 gram dan kemudian dibungkus atau ditempatkan dalam “Thimble” (selongsong tempat sampel) , di atas sampel ditutup dengan kapas. Pelarut yang digunakan adalah petroleum spiritus dengan titik didih 60°C sampai dengan 80°C. Selanjutnya, labu kosong diisi butir batu didih. Fungsi batu didih ialah untuk meratakan panas. Setelah dikeringkan dan didinginkan, labu diisi dengan petroleum spiritus 60°C80°C sebanyak 175 ml. Digunakan petroleum spiritus karena kelarutan lemak pada pelarut organik. Thimble yang sudah terisi sampel dimasukan ke dalam Soxhlet. Soxhlet disambungkan dengan labu dan ditempatkan pada alat pemanas listrik serta kondensor . Alat pendingin disambungkan dengan Soxhlet. Air untuk pendingin dijalankan dan alat ekstraksi lemak kemudian mulai dipanaskan (Darmasih 1997). Ketika pelarut dididihkan, uapnya naik melewati Soxhlet menuju ke pipa pendingin. Air dingin yang dialirkan melewati bagian luar kondensor mengembunkan uap pelarut sehingga kembali ke fase cair, kemudian menetes ke thimble. Prinsip ini merupakan prinsip kondensasi. Pelarut melarutkan lemak dalam thimble, larutan sari ini terkumpul dalam thimble dan bila volumenya telah mencukupi, sari akan dialirkan lewat sifon menuju
labu. Proses dari
pengembunan hingga pengaliran disebut sebagai refluks. Proses ekstraksi lemak
Universitas Sumatera Utara
kasar dilakukan selama 6 jam. Setelah proses ekstraksi selesai, pelarut dan lemak dipisahkan melalui proses penyulingan (Darmasih 1997). Proses penyulingan selesai, yang dapat diketahui jika petroleum eter sudah kelihatan jernih. Selanjutnya labu dikeringkan dengan pompa kompresor untuk menghilangkan petroleum eter yang mungkin masih ada. Selanjutnya labu tadi dikeringkan di dalam alat pengering pada suhu 105°C-110°C selama 1 jam. Pelarut akan menguap, sedangkan lemak tidak akan menguap karena titik didih lemak lebih dari 105ºC, sehingga tidak menguap dan akan tertinggal dalam wadah untuk ditentukan beratnya. Kemudian labu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan dan penimbangan diulang sampai diperoleh berat yang tetap (Ketaren, 2008;Adifirman, 2011). Labu lemak yang akan digunakan, sebelumnya harus di oven terlebih dahulu. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air atau lemak yang menempel pada labu. Setelah di oven, labu lemak disimpan didalam desikator yang berisi silika gel. Silika gel berfungsi sebagai penyerap air dan menyeimbangkan suhu labu lemak agar dingin ketika penimbangan (Darmasih, 1997). Menurut Ketaren (2008), kadar lemak pada es krim dengan metode soxhlet dapat dihitung dengan rumus: Kadar lemak (%) =
(B−A)100
bobot contoh (g)
x 100%
B = Bobot labu dan ekstrak minyak (g) A = Bobot labu kosong dan batu didih (g)
Universitas Sumatera Utara
2.4 Analisis Sifat Fisio-Kimia Lemak Menurut Ketaren (2008), analisis ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik mutu dan tingkat kerusakan minyak selama penanganan, penyimpanan, maupun aplikasi minyak dalam proses pengolahan. Parameter untuk menentukan sifat fisik lemak antara lain: 1. Bobot Jenis Bobot jenis adalah perbandingan berat dari suatu volume contoh pada suhu 25°C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Cara ini dapat digunakan untuk semua minyak dan lemak yang dicairkan. Alat yang digunakan untuk penentuan ini adalah piknometer. 2. Turbidity Point Turbidity point atau uji Crismer dan Valenta adalah suhu ketika minyak atau lemak cair berubah menjadi fase padat. Pengujian ini dilakukan untuk menentukan adanya pemalsuan atau pencemaran oleh bahan asing, atau pencampuran minyak. 3. Indeks Bias Indeks bias dari suatu zat adalah perbandingan dari sinus sudut sinar jatuh dan sinus sudut sinar pantul dari cahaya yang melalui suatu zat. Refraksi atau pembiasan ini disebabkan adanya interaksi antara gaya elektrostatik dan gaya elektromagnetik dari atom-atom di dalam molekul cairan. Pengujian indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian minyak dan dapat menentukan dengan cepat terjadinya hidrogenasi katalisis. Semakin panjang
Universitas Sumatera Utara
rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap, indeks bias bertambah besar. Menurut Ketaren (2008), pengujian lemak secara kimiawi telah sejak lama dikerjakan. Pengujian ini didasarkan pada penelitian dan penetapan bagian tertentu dari komponen kimia lemak. Pengujian-pengujian lemak tersebut meliputi hal-hal berikut: 1. Bilangan Penyabunan Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. 2. Bilangan Iod Bilangan iod adalah jumlah (gram) iod yang dapat diikat oleh 100 gram lemak. Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak yang tidak jenuh akan bereaksi dengan
iod
atau
senyawa-senyawa
iod.
Gliserida
dengan
tingkat
ketidakjenuhan yang tinggi, akan mengikat iod dalam jumlah yang lebih besar. 3. Bilangan Asam Bilangan asam adalah jumlah milligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak. Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak. 4. Bilangan Reichert Meissl Bilangan Reichert Meissl adalah jumlah milliliter larutan KOH 0,1 N yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak yang mudah menguap dan dapat larut dalam air.
Universitas Sumatera Utara
5. Bilangan Polenske Bilangan polenske adalah jumlah milliliter larutan alkali 0,1 N yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak yang mudah menguap tetapi tidak larut dalam air. 6. Bilangan Krischner Dipergunakan untuk menetapkan besarnya asam lemak yang mudah menguap dan dapat larut dalam air. Pengukurannya didasarkan atas pengukuran garamgaram perak yang larut dalam hasil penetapan bilangan Reichert Meissl. 7. Bilangan Hehner Dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak yang tidak larut dalam air. Lemak yang mempunyai bilangan Reichert Meissl yang tinggi, akan mempunyai bilangan Hehner yang rendah. 8. Bilangan Asetil Dipergunakan untuk menetapkan jumlah gugus (OH) pada asam lemak hidroksi yang terdapat pada lemak. Kebanyakan lemak pangan mengandung gugus-OH dalam jumlah yang sangat kecil.
Universitas Sumatera Utara