BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Air Air murni adalah zat cair yang tidak mempunyai rasa, warna dan bau, yang
terdiri dari hidrogen dan oksigen, karena air merupakan suatu larutan yang hampir-hampir bersifat universal, maka zat-zat yang paling alamiah maupun buatan manusia hingga tingkat tertentu terlarut didalamnya. Air mengandung zatzat terlarut di dalamnya. Akibat daur hidrologi, air juga mengandung berbagai zat lainnya, termasuk gas. Zat-zat pencemar ini yang sering terdapat di dalam air (Linsley, 1996). Air adalah sumber daya alam yang dapat diperbaharui, tetapi air akan dapat dengan mudah terkontaminasi oleh aktivitas manusia. Air banyak digunakan oleh manusia untuk tujuan yang bermacam-macam sehingga dengan mudah dapat tercemar. Air yang sangat kotor tidak untuk diminum, tetapi cukup bersih untuk mencuci, untuk pembangkit tenaga listrik, untuk pendingin mesin dan sebagainya. Air yang terlalu kotor dapat digunakan untuk sarana rekreasi seperti berenang, bersampan maupun memancing ikan dan sebagainya (Darmono, 2001). Air bersih sulit untuk didapatkan dan merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang seksama karena dengan penyedia air bersih maka penyebaran penyakit dapat dikurangi seminimal mungkin, supaya air yang masuk kedalam tubuh manusia baik berupa makanan dan minuman tidak menjadi pembawa bibit peyakit (Mangku, 1997).
2.2
Klasifikasi Air Dalam
upaya
pengendalian
pencemaran
air,
maka
mutu
air
diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu: a) Kelas satu, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. b) Kelas dua, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut, c) Kelas tiga, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. d) Kelas empat, yaitu air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut (Manik, 2009). 2.3
Sumber Air
2.3.1
Air Permukaan Air permukaan yang mengalir di permukaan bumi akan membentuk air
permukaan. Air ini, mendapat pengotoran selama pengalirannya. Pengotorannya seperti, lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran industri dan sebagainya.
Pengotoran ini menyebabkan kualitas air permukaan menjadi berbeda-beda pengotoran ini secara fisik, kimia dan bakteriologi (biologi) (Waluyo, 2009). Air permukaan dibagi menjadi air sungai dan air rawa atau danau. Air sungai mempunyai derajat pengotoran yang tinggi sekali dalam penggunaannya sebagai air minum harus melalui proses panjang sedangkan air danau kebanyakan berwarna yang disebabkan oleh zat-zat organik yang telah membusuk dengan adanya pembusukan maka kadar Fe dan Mn juga semakin tinggi demikian pula kelarutan oksigen menjadi sangat berkurang sampai mencapai keadaan anaerob (Waluyo, 2009). 2.3.2
Air Tanah
Air tanah secara umum terbagi menjadi: 2.3.2.1 Air Tanah Dangkal Air tanah dangkal terjadi akibat proses penyerapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tertahan demikian juga dengan bakteri sehingga air tanah dangkal terlihat jernih tetapi banyak mengandung zat-zat kimia (garam-garam terlarut) karena melalui lapisan tanah yang memiliki unsur-unsur kimia tertentu untuk masing-masing lapis tanah. Air tanah dangkal memiliki kedalaman sampai 15 meter. 2.3.2.2 Air Tanah Dalam Air tanah dalam terdapat pada lapis rapat air yang pertama. Pengambilan air tanah dalam lebih sulit daripada air tanah dangkal. Kualitas air tanah dalam lebih baik daripada air tanah dangkal karena terjadi penyaringan yang lebih sempurna terutama untuk bakteri. Susunan unsur-unsur kimia tergantung pada
lapis-lapis tanah yang dilalui. Kualitas air tanah dalam masih sedikit dipengaruhi oleh perubahan musim. 2.3.2.3 Mata Air Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang berasal dari air tanah dalam hampir tidak dipengaruhi oleh musim dan memiliki kualitas yang sama dengan air tanah dalam. Berdasarkan munculnya kepermukaan tanah dibagi menjadi: -
Rembesan, dimana air keluar dari lereng-lereng
-
Umbul, dimana air keluar kepermukaan pada suatu dataran (Waluyo, 2009).
2.3.3
Air Atmosfir Air atmosfir dalam keadaan murni, sangat bersih tetapi sering terjadi
pengotoran karena industry, debu dan lain sebagainya. Oleh karena itu, untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat mulai turun karena masih banyak mengandung kotoran (Waluyo, 2009). Air hujan memiliki sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini mempercepat terjadinya karatan (korosi). Air hujan juga memiliki sifat lunak sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun (Waluyo, 2009). 2.3.4
Air Laut Air laut mempunyai sifat asin, karena mengandung berbagai garam,
misalnya NaCl Garam NaCl memiliki kadar dalam air laut lebih kurang 3 %. Oleh
karena itu, air laut tanpa diolah terlebih dahulu tidak memenuhi syarat untuk air minum (Waluyo, 2009).
2.4
Persyaratan Air
2.4.1
Persyaratan Biologis Air Patogen maupun yang nonpatogen. Mikroorganisme nonpatogen secara
relatif tidak berbahaya bagi kesehatan, namun dalam jumlah yang berlebihan mikroorganisme nonpatogen dapat mempengaruhi rasa dan bau sehingga dapat menyulitkan pengelolaan air (Ryadi, 1984). Mikroorganisme nonpatogen dapat mempengaruhi proses pengelolaan air, seperti adanya ganggang yang berlebihan akan mempercepat tersumbatnya sistem saringan pasir pada Instalasi PAM. Pertumbuhan ganggang yang merajalela di dalam sistem air lebih dirangsang secara cepat bila disertai oleh adanya kelebihan unsur tembaga (Cu) karena pembuangan Cu ke dalam sungai yang digunakan sebagai sumber baku oleh PAM perlu memperoleh perhatian (Ryadi, 1984). Mikroorganisme coli sekalipun tidak patogen dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui sejauh mana air telah dikontaminir oleh bahan buangan organik, khususnya bahan-bahan fecal. Dasar penggunaan indikator coli ini adalah bahwa secara karakteristik kuman ini adalah merupakan penghuni tetap dari faeces. Faeces manusia adalah merupakan media penyebaran dari beberapa jenis kuman patogen, khususnya bila faeces ini berasal dari orang-orang yang disebut karier ( Ryadi, S. 1984). 2.4.2
Persyaratan Kimia Air
Alkalinitas adalah pengukur kapasitasnya untuk menetralisir asam-asam. Alkalinitas dikaitkan dengan konsentrasi bikarbonat, karbonat dalam hidroksida. Karbondioksida adalah salah satu gas minor yang ada di atmosfir dan merupakan hasil akhir dari pembusukan biologis, baik yang aerobik maupun yang anaerobik. Air hujan dan kebanyakan persediaan air permukaan mengandung sejumlah kecil karbon dioksida tetapi air tanah dapat mengandung jumlah yang banyak akibat pembusukan yang banyak mengakibatkan pembusukan biologis dari bahan-bahan organik. Adanya karbon dioksida merupakan hal yang penting karena mempengaruhi pH air, menimbulkan karat bagi sistem perpipaan dan mempengaruhi kebutuhan dosis bila dipergunakan pengolahan kimia (Linsley dan Joseph, 1979). 2.4.3
Persyaratan Fisika Air Bahan padat, kekeruhan yang terapung dan yang terlarut. Kekeruhan,
mengurangi kejernihan air yang diakibatkan oleh pencemar-pencemar yang terbagi halus dari manapun asalnya yang ada didalam air. Kekeruhan biasanya disebabkan oleh lempeng, lanau, partikel-partikel tanah dan pencemaranpencemaran koloidal lainnya. Warna. Air yang mengandung warna diakibatkan oleh jenis-jenis tertentu dari bahan organik yang terlarut dan koloidal yang terbilas dari tanah atau tumbuh–tumbuhan yang membusuk. Warna terjadi karena pencemaran terlarut. Rasa dan Bau disebabkan oleh adanya bahan organik yang membusuk atau bahan kimia yang mudah menguap. Air minum secara praktis dari warna, rasa dan bau.
Suhu air merupakan hal yang penting jika dikaitkan dengan tujuan penggunaannya. Pengolahan untuk membuang bahan-bahan pencemar serta pengangkutan sumber airnya. Suhu air tanah akan bervariasi menurut kedalaman dan ciri-ciri akifer yang menjadi sumber air itu. Suhu air permukaan dari suatu waduk yang dalam bervariasi juga menurut kedalamannya (Linsley dan Joseph 1979).
2.5
Pengolahan Air Sungai dapat tercemar pada daerah permukaan air akan tetapi pada sungai
yang besar dengan arus air yang deras, sejumlah kecil bahan pencemaran mengalami pengenceran sehingga tingkat pencemaran menjadi sangat rendah. Hal tersebut menyebabkan konsumsi oksigen terlarut yang diperlukan oleh kehidupan air dan biodegradasi akan cepat diperbarui, tetapi terkadang sebuah sungai mengalami pencemaran yang berat sehingga air mengandung bahan pencemar yang sangat besar, akibatnya proses pengenceran dan biodegradasi akan sangat menurun jika arus air mengalir perlahan karena kekeringan atau penggunaan sejumlah air untuk irigasi. Oksigen terlarut juga dapat menurun akibat dari proses tersebut. Suhu yang tinggi dalam air menyebabkan laju proses biodegradasi yang dilakukan oleh bakteri pengurai aerobik menjadi naik dan dapat menguapkan bahan kimia ke udara (Darmono, 2001). Sumber daya air yang dikelola terdiri dari upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. Sumber daya air dikelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan
sumber
daya
air
yang berkelanjutan
untuk
sebesar-besar
kemakmuran rakyat bumi (Kodoatie dan Robert, 2010). Prosedur yang umum digunakan dalam pemurnian buatan meliputi koagulasi sedimentasi, penyaringan dan penggunaan bahan kimia seperti klor, ozon, dan iodium. Langkah pertama yang umum digunakan ialah dengan membuang bahan yang melayang didalamnya, biasanya dilakukan dengan penambahan tawas (Aluminium Kalium Sulfat). Tawas membentuk endapan seperti, gelatin yang mengendap pelan–pelan dengan membawa benda–benda serta partikel dan sejumlah besar mikroorganisme (Volk dan Margaret, 1989). Endapan
tawas mengendap, kemudian
airnya
dipompa ke alat
penyaringan untuk menghilangkan partikel yang ketinggian dan juga banyak bakteri yang tersisa. Penyaringan dibuat dari pasir dan kerikil dengan partikel– patikel halus dekat dengan permukaan. Langkah akhir dalam pemurnian air minum ialah memberikan perlakuan kimia untuk menjamin bahwa tidak ada organisme patogen enterik, dilakukan dengan penambahan klor kedalam air (Volk dan Margaret, 1989). Klor memiliki beberapa kualitas yang mendukung penggunaannya dalam persediaan air. Keunggulannya adalah bahwa klor adalah senyawa bakterisida yang sangat efektif bahkan bila digunakan dalam konsentrasi 1 ppm. Disamping
itu klor juga cukup stabil (tanpa adanya bahan organik yang berkelebihan) dan cukup murah (Volk dan Margaret, 1989). Ozon merupakan suatu senyawa pengoksidasian yang kuat, juga desinfektan air yang efektif, tetapi mahal. Ozon mempunyai kelebihan terhadap klor karena menghilangkan rasa yang tidak di kehendaki, tetapi harganya membatasi penggunaan yang praktis pada saat ini. Selain itu ozon tidak mempunayi efek anti mikroorganisme yang terus – menerus seperti klor (Volk dan Margaret, 1989).
Air Yang Belum Diolah
Air murni bersih
Tangki pencampuran
Klorinasi
Tangki flokulasi dan sedimentasi
Alas penyaringan
Gambar 2.1 Pengolahan air di perkotaan (Volk dan Margaret, 1989). Mikrobiologi akuatik ialah telaah mengenai mikroorganisme serta kegiatannya di perairan tawar muara, termasuk mata air danau, sungai dan laut. Virus, bakteri, alga, protozoa dan cendawan mikroskopik yang menghuni perairan alamiah.
2.6
Aluminium Kalium Sulfat (Tawas)
BM
: 474,8
Rumus molekul
: Al2(SO 4)3
Pemerian
: hablur kasar tidak nerwarna, pecahan hablur atau serbuk putih, tidak berbau, rasa agak manis dan kelat.
Kelarutan
: mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih , mudah larut meskipun lambat dalam gliserin, tidak larut dalam etanol (Depkes, 1995).
Senyawa ini merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan. Tawas banyak digunakan dengan alasan paling ekonomis, murah, mudah didapatkan dipasaran, serta mudah penyimpanannya. Selain tu, bahan ini cukup efektif untuk menurunkan kadar karbonat. Reaksinya adalah sebagai berikut: Al2(SO4)3
2Al3+ + 3SO42-
Air akan mengalami reaksi: H2O Selanjutnya, 2Al3+ + 6OH-
H+ + OH2Al(OH)3-
Selain itu akan dihasilkan asam dengan reaksi sebagai berikut: 3SO42- + 6H+
3H2SO4
Dengan makin banyak dosis tawas yang ditambahkan, pH makin turun karena dihasilkan asam sulfat. Oleh karena itu, harus dicari dosis tawas optimum yang harus ditambahkan. Pemakaian tawas yang paling efektif dengan pH 5,8 – 7,4. Bila alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan dosis tawas maka perlu alkali tambahan, biasanya ditambahkan larutan kapur tohor (Ca(OH)2 atau soda abu (Na2CO3). Kemudian reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Al2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2
2Al(OH)3- + 3CaSO4 + 6CO2
Al2(SO4)3 + 3Na2CO3 + 3H2O
2Al(OH)3- + 3NaSO4 + 3CO2
Al2(SO4)3 + 3Ca(OH)2
2Al(OH)3-
+
3CaSO4
(Waluyo,
2009). 2.7
Unit-Unit Pengolahan Air
2.7.1
Bendungan Sumber air baku adalah air permukaan dari Sungai Belawan yang berhulu
di Kecamatan Pancur Batu dan melintasi Kecamatan Sunggal. Untuk menampung air tersebut, dibuat bendungan dengan panjang 25 m (sesuai dengan lebar sungai) dan tinggi ± 4 m. Pada sisi kanan bendungan, dibuat sekat (channel) berupa saluran penyadap yang lebarnya 2 m dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air masuk ke intake. 2.7.2
Intake (air baku) Intake berfungsi untuk pengambilan/penyadapan air baku. Bangunan ini
merupakan saluran bercabang dua yang dilengkapi dengan bar screen (saringan kasar), berfungsi untuk mencegah masuknya sampah-sampah berukuran besar dan fine screen (saringan halus), berfungsi untuk mencegah masuknya kotorankotoran maupun sampah berukuran kecil yang terbawa arus sungai. Masingmasing saluran dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air (sluice gate) dan penggerak elektromotor. Pemeriksaan maupun pembersihan saringan dilakukan secara periodic untuk menjaga kestabilan jumlah air masuk. 2.7.3
Raw Water Tank (RWT)/ tangki air baku Raw Water Tank merupakan bangunan yang dibangun setelah intake yang
terdiri dari dua unit (4 sel). Setiap unit berdimensi 23,3 m x 20 m, tinggi ± 5 m
yang dilengkapi dengan dua buah inlet gate, dua buah outlet gate, sluice gate, dan pintu bilas dua buah. Raw Water Tank berfungsi sebagai tempat pengendapan partikel-partikel kasar dan lumpur-lumpur yang terbawa dari sungai dengan sistem gravitasi. Di PDAM Tirtanadi Instalasi Sunggal, volume air baku pada dua RWT memiliki volume ± 1400 m3. Waktu pengendapan (detention time) untuk air baku yang akan diolah di RWT kurang dari 15 menit agar menghasilkan air baku dengan turbiditas yang lebih rendah. 2.7.4
Raw Water Pump (RWP)/pompa air baku Raw Water Pump (pompa air baku) berfungsi untuk memompa air dari
RWT ke Clearator. RWP ini terdiri dari 16 unit pompa air baku. Kapasitas setiap pompa 110 L/det dengan rata-rata head 18 m memakai motor AC nominal gaya 75 KW. 2.7.5
Clearator/Clarifier (penjernihan) Bangunan clearator (bangunan untuk proses penjernihan air) terdiri dari 5
unit dengan kapasitas masing-masing 350 L/det. Clearator berfungsi sebagai tempat pemisah antara flok yang bersifat sedimen dengan air bersih sebagai effluent (hasil olahan). Clearator dilengkapi dengan agirator sebagai pengaduk lambat dan selanjutnya dialirikan ke filter. Endapan flok-flok tersebut kemudian dibuang, sesuai dengan tingkat ketebalannya secara otomatis. Clearator berfungsi sebagai tempat pemisah antara flok yang bersifat sedimen dengan sedimen dengan air bersih sebagai effluent (hasil dahan) dan selanjutnya dialirkan ke filter.
Clearator ini terbuat dari beton berbentuk bulat dengan lantai kerucut yang dilengkapi seksi-seksi pemisah untuk proses-proses sebagai berikut: a. Primary Reaction Zone b. Secondary Reaction Zone c. Return Reaction Zone d. Clarification Reaction Zone e. Concentrator 2.7.6
Filter Filter merupakan tempat berlangsungnya proses filtarsi, yaitu proses
penyaringan flok-flok sangat ringan yang tidak tertahan (lolos) dari clearator. Filter yang dipakai dalam pengolahan air minum di PDAM Tirtanadi Instalasi Sunggal adalah sistem penyaringan permukaan (surface filter). Media filter tersebut berjumlah 32 unit yang prosesnya berlangsung secara pararel, menggunakan jenis cepat berupa pasir silika dengan menggunakan motor AC nominal daya 0,75 KW. Dimensi tiap filter yaitu 8,25 m x 4 m x 6,25 m. Tinggi maksimum permukaan air adalah 5,05 m dan tebal media filter 120 m dengan susunan lapisan sebagai berikut: a. Pasir kwarsa, diameter 0,5 mm ─ 1,5 mm dengan ketebalan 60 cm b. Pasir kwarsa, diameter 1,8 mm ─ 2,0 mm dengan ketebalan 10 cm c. Kerikil halus, diameter 4,75 mm ─ 6,3 mm dengan ketebalan 10 cm d. Kerikil sedang, diameter 6,3 mm ─ 10 mm dengan ketebalan 10 cm e. Kerikil sedang, diameter 10 mm ─ 20 mm dengan ketebalan 10 cm
f. Kerikil kasar, diameter 20 mm ─ 40 mm dengan ketebalan 20 cm Dalam jangka waktu tertentu, permukaan filter akan tersumbat oleh flok yang masih tersisa dari proses. Pertambahan ketinggian permukaan air di atas media filter sebanding dengan berlangsungnya penyumbatan (clogging) media filter oleh flok-flok. Selanjutya dilakukan proses backwash, yaitu pencucian media filter dengan menggunakan air yang disupply dari pompa reservoir. Proses ini bertujuan untuk mengoptimalkan kembali fungsi filter. Banyaknya air yang dibutuhkan untuk membackwash satu buah filter adalah 200 ─ 300 m3 dan backwash dilakukan 1 x 24─ 72 jam, tergantung pada lancar tidaknya penyaringan. 2.7.7
Reservoir Berfungsi untuk menampung air minum/air olahan dengan kapasitas total
13.400 m3 dan kemudian didistribusikan ke pelanggan melalui reservoir-reservoir dirtribusi di berbagai cabang. Air yang mengalir dari filter ke reservoir, sebelumnya dibubuhi klor (post chlorination) dengan pembubuhan ± 2 gr/m3 air dan untuk proses netralisasi dibubuhkan larutan kapur jernih (soda ash) dengan kebutuhan pada kisaraan 5 ─ 7 gr/m2 air. Secara periodik reservoir ini dicuci dengan mempergunakan pompa bermotor AC nominal daya 15 KW. Dimensi panjang 50 m x 40 m x 4 m. 2.7.8
Finish Water Pump (FWP)/pemompaan air akhir Finish Water Pump Instalasi Pengolahan Air Sunggal berjumlah 14 unit
yang berfungsi untuk mendistribusikan air bersih dari reservoir instalasi ke reservoir-reservoir distribusi cabang-cabang melalui pipa-pipa transmisi yang
dibagi menjadi 5 jalur dengan kapasitas 150 L/det. Total head 50 in menggunakan motor AC rata-rata nominal daya 132 KW. 2.7.9
Sludge Lagoon (Empang Lumpur) Air buangan (limbah cair) dari masing-masing unit pengolahan dialirkan
ke lagoon untuk didaur ulang. Daur ulang merupakan cara yang tepat dan aman dalam mengatasi dan meningkatkan kualitas lingkungan. Prinsip ini telah diterapkan sejak tahun 2002 di unit PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal dengan membangun unit pengendapan berupa lagoon dengan kapasitas 9.600 m3.
2.8 Proses Pengolahan Air Air merupakan salah satu bahan pokok yang mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tidak semua jenis air dapat digunakan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Untuk itu, PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal sebagai salah satu instalasi pengolahan air minum dapat mengolah air tersebut menjadi air minum yang layak bagi konsumen. Di PDAM Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Sunggal, dapat penulis pelajari proses pengolahan air sebagai berikut : Air baku (1) yang bersumber dari aliran Sungai Belawan tertampung di bendungan yang selanjutnya masuk melalui pintu intake (2) untuk disaring terlebih dahulu dari sampah/kotoran kasar. Selanjutnya air akan tertampung di Raw Water Tank (3). Di sini terjadi proses fisika dan biokimia. Proses fisika yang terjadi adalah pengendapan lumpur-
lumpur sehingga dihasilkan air dengan turbiditas yang lebih rendah. Sedangkan proses biokimia yang terjadi adalah penginjeksian klorin (preklorinasi). Klorin pada preklorinasi bertujuan untuk mengoksidasi logam-logam, membunuh mikroorganisme seperti plankton dan juga membunuh spora dari lumut, jamur, dan alga. Konsentrasi yang diberikan adalah 2 ─ 3 gr/m3 air, tergantung pada turbiditas air. Proses selanjutnya air akan dipompakan melalui RWP (4) ke clearator (5). Di clearator, terjadi proses koagulasi (proses bercampurnya koagulan dan air baku dengan cepat dan merata) menggunakan koagulan Aluminium Sulfat (Alum/tawas, Al2(SO4)3.18H2O) dan proses flokulasi (penggumpalan flok-flok yang lebih besar) akibat adanya pengadukan cepat dan pengadukan lambat. Air baku yang mengandung koagulan akan masuk clearator melalui Primary Reaction Zone yang berada pada bagian tengah sel secondary. Sel secondary adalah inti dari clarifier yang terletak pada bagian tengah bangunan tersebut. Di bagian ini terdapat sebuah alat pengaduk yang disebut blade agitator. Blade agitator berputar dengan kecepatan lambat sehingga diharapkan akan terjadi proses flokulasi (Secondary Reaction Zone). Setelah tawas larut, selanjutnya akan mengikat pertikel yang ada di dalam air membentuk partikelpartikel yang lebih besar (flok). Flok-flok ini lalu akan melakukan pengikatan kembali dengan butiran flok yang lainnya dengan bantuan turbulensi dan bantuan gerakan blade agitator tersebut. Flok-flok yang terbentuk akan semakin besar dan pengaruh gaya gravitasi akan mengendap pada dasar clarifier (Return Reaction Zone/Concentrator). Untuk itu, perlu dipertahankan kandungan flok-flok dalam
clarifier dengan memantau kekeruhan sehingga diharapkan turbiditas pada air kumpulan (Clarification Reaction Zone) dapat serendah mungkin. Selanjutnya, air kumpulan difiltrasi di filter (6) sehingga diperoleh air hasil proses filtrasi yang jernih. Sebelum air proses filtrasi masuk ke reservoir, ditambahkan terlebih dahulu klorin (postklorinasi) yang dapat bersumber dari gas Cl2 dan kaporit Ca(OCl)2. Penambahan klorin bertujuan sebagai desinfektan. Setelah penambahan klor atau kaporit, selanjutnya ditambahkan larutan kapur jenuh (Soda ash) untuk menetralisir pH air olahan (6,8 ─ 7,3) karena penambahan Aluminium sulfat di Clearator cukup membuat pH air bersifat asam, sehingga harus dinetralkan. Penambahan larutan kapur tetap sebelum air masuk reservoir untuk mencegah pengendapan dari reaksi sisa tawas (Al3+) dengan ion hidroksida dari kapur (OH-) yang dapat membentuk flok sehingga mengotori air reservoir. Setelah seluruh proses pengolahan air tersebut berlangsung, air hasil olahan ditampung di bak penampungan akhir yang disebut dengan reservoir (7) untuk didistribusikan melalui FWP. Air hasil olahan tersebut dapat didistribusikan bila air memenuhi syarat kualitas air. Untuk memastikan kualitas air, perlu dilakukan pengendalian mutu. Pengendalian mutu mutlak diperlukan agar kualitas air bersih dapat dijamin kualitasnya sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 907/MENKES/SK/VII/2002 yang meliputi aspek fisika, kimia, dan biologis.