BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Propolis Propolis adalah senyawa kompleks yang digunakan lebah untuk
melindungi sarangnya. Lebah menggunakan bahan propolis untuk pertahanan sarang, mengkilatkan bagian dalam sarang dan menjaga suhu lingkungan sarang. Zat-zat yang ada pada propolis dikumpulkan oleh lebah dari pucuk dan berbagai tanaman yang ada dihutan tempat tinggalnya (Zulkifli, et al., 2013). 2.1.1
Kenali fisik propolis Propolis tersusun dari bahan resin yang diambil lebah dari pohon yang
mengandung getah. Lebah trigona kemudian mengolahnya sehingga membentuk propolis, benda berwarna hitam, kuning, atau cokelat tua disarang. Warna itu tergantung pada pohon asal resin. Di Indonesia, umumnya yang dijumpai hanya hitam, cokelat, dan krem. Di Brazil dan Argentina dijumpai propolis hijau dan merah tetapi rasanya sama seperti yang lokal. Pada suhu 25oC - 40oC propolis berbentuk padat yang lembut, lentur, dan sangat lengket. Karena itulah ia dimanfaatkan trigona sebagai bahan perekat disarang. Bila suhu kurang dari 15oC, ia akan menjadi padat tetapi rapuh. Benda ini tetap rapuh bahkan setelah suhu ditingkatkan diatas 45oC. Namun, sifatnya menjadi semakin lengket dan bergetah. Biasanya propolis akan menjadi cair pada suhu 60oC - 70oC, meski kadang dijumpai beberapa contoh yang melebur setelah suhu 100oC (Trubus, 2010).
5
2.1.2
Komposisi dan nutrisi propolis Kandungan nutrisi propolis yang lebih detail diungkapkan Prof Dr
Mustofa Mkes Apt. Kepala Bagian Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada membuktikan propolis memiliki banyak khasiat karena ia mengandung lebih dari 180 unsur fitokimia. Beberapa diantaranya adalah flavonoid dan berbagai turunan asam orbanat, fitosterol, dan terpenoids. Zat-zat itu terbukti memiliki sifat anti infalamantori, antimikrobial, antihistamin, antimutagenik, dan antialergi. Flavonoid bersifat antioksidan yang dapat mencegah infeksi serta turut menumbuhkan jaringan (Trubus, 2010). Propolis dapat dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik dan obat-obatan. Menurut Wade (2005), propolis mengandung senyawa kompleks, vitamin, mineral, enzim, senyawa fenolik dan flavonoid. Tabel 2.1 di bawah ini menjelaskan mengenai komposisi kimia propolis.
Tabel 2.1 Komposisi Kimia Propolis (Krell, 1996). Komponen
Konsentrasi
Grup komponen
Resin
45-55%
Flavonoid, asam fenolat dan esternya
Lilin dan asam lemak
25-35%
Sebagian besar dari lilin lebah
Minyak esensial
10%
Senyawa volatile
Protein
5%
Protein kemungkinan berasal dari pollen dan amino bebas
Senyawa organik lain 5% dan mineral
14 macam mineral yang paling terkenal adalah Fe dan Zn, sisanya seperti Au, Ag, Hg. Senyawa organik lain seperti keton, kuinon, asam benzoat, dan esternya, gula, vitamin.
6
Menurut
penelitian
propolis
mengandung
bioflavanoid
yaitu
zat
antioksidan sebagai suplemen sel, kandungan bioflavanoid pada satu tetes propolis setara dengan bioflavanoid yang dihasilkan 500 buah jeruk. Oleh Lembaga Riset Kanker Columbia, 1991: dalam propolis terdapat zat CAPE (caffeic acid phenylethyl ester) yang berfungsi untuk membantu mematikan sel kanker, dengan pemakaian secara teratur selama 6 bulan dapat mereduksi sel kanker sebanyak 50% . 2.1.3 Kriteria mutu propolis mentah Hingga kini, Standar Nasional Indonesia (SNI) belum mengeluarkan standar mutu propolis mentah yang diperdagangkan di Indonesia. Namun berdasarkan transaksi di lapangan, kriteria mutu propolis mentah sangat sederhana, itupun belum ada kesepakatan tingkatan mutunya. Biasanya, penampung atau perusahaan pembeli propolis mentah memiliki kriteria tersendiri dalam penentuan mutu propolis. Termasuk soal harganya. Namun, untuk memperoleh propolis mentah yang murni dari Trigona sangat sulit. Pasti tercampur dengan bahan lainnya (Mahani, et al., 2011). 2.1.4
Sediaan propolis di pasaran Propolis di pasaran telah tersedia dalam berbagai bentuk formula berupa
kapsul, bubuk, dan propolis dalam bentuk cair. Beberapa jenis propolis juga dibuat dikombinasikan dengan madu. Sediaan propolis tersedia dalam bentuk cair 6 mL dan 10 mL dengan berbagai merek yang telah dilengkapi dosis yang ada pada buku petunjuk penggunaan. Kehalalan dan keamanan propolis bisa dibuktikan dengan adanya izin yang tercantum dari Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) (Zulkifli, et al., 2013).
7
2.2
Madu Madu adalah sekresi yang dihasilkan oleh lebah Apis mellifera L. Selain
menghasilkan madu, lebah juga dapat menghasilkan malam. Nektar bunga mengandung banyak sukrosa. Sukrosa diubah menjadi gula invert dengan bantuan enzim yang terdapat pada saliva. Bila madu dilihat dibawah mikroskop masih diketemukan butir-butir serbuk sari. Madu merupakan campuran ekuimolar antara dekstrosa dan fruktosa yang dikenal sebagai gula invert sebanyak 50-90% dan air. Madu juga mengandung 0,1-10% sukrosa dan sejumlah kecil karbohidrat, minyak atsiri, pigmen, serta bagian tanaman terutama serbuk sari (Sirait, 2007).
2.3
Resin Nama resin/harsa dipakai secara tidak seragam. Kadang-kadang dipakai
untuk campuran senyawa yang tidak dapat diidentifikasi, tidak dapat diekstraksi,yang tertinggal hanya massa yang lengket ketika bahan penyari diuapkan (sisa seperti resin yang lengket). Resin yang sebenarnya adalah hasil ekstraksi tanaman yang secara kimia merupakan campuran asam organik, ester, dan alkohol yang amorf atau sukar dikristalkan. Sifat selanjutnya adalah tidak larutnya resin dalam air, kelarutannya yang baik dalam pelarut organik, dan meleleh pada suhu yang relatif rendah (Sirait, 2007).
2.4 Senyawa Fenol Senyawa fenolik merupakan senyawa yang banyak ditemukan
pada
tumbuhan. Fenolik memiliki cincin aromatik satu atau lebih gugus hidroksi (OH−) dan gugus – gugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi nama berdasarkan nama
8
senyawa induknya, fenol. Senyawa fenol kebanyakan memiliki gugus hidroksil lebih dari satu sehingga disebut polifenol (Anonim, 2012). Senyawa fenolik meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan yang mempunyai ciri sama, yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus OH−. Senyawa fenolik di alam terdapat sangat luas, mempunyai variasi struktur yang luas, mudah ditemukan di semua tanaman, daun, bunga dan buah. Ribuan senyawa fenolik alam telah diketahui strukturnya, antara lain flavonoid, fenol monosiklik sederhana, fenil propana, polifenol (lignin, melanin, tannin), dan kuinon fenolik (Anonim, 2012). Tabel 2.2 Klasifikasi senyawa fenolik berdasarkan jumlah atom karbon Struktur C6 C6 - C1 C6 – C2 C6 – C3 C6 – C3 C15 C15 C15 C15 C15 C15 C15 C30 C6-C1-C6, C6-C2C6 C6, C10, C14 C18 Lignan, neolignan Lignin Tanin Phlobaphene
Kelas Fenolik sederhana Asam fenolat dan senyawa yang berhubungan lainnya Asetofenon dan asam fenilasetat Asam sinamat, sinamil aldehid, sinamil alkohol Koumarin, Isokoumarin, dan kromon Kalkon,Auron, dihidrokalkon Flavan Flavon Flavanon Flavanolol Antosianidin Antosianin Biflavonil Benzofenon, xanton,stilben Kuinon Betasianin Dimer atau oligomer Polimer Oligomer atau Polimer Polimer (Sumber: Anonim, 2012).
9
2.4.1
Flavonoid Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-
C6. Artinya, kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan oleh rantai alifatik tiga karbon (Sirait, 2007; Robinson, 1995). Beberapa
kemungkinan
fungsi
flavonoid
untuk
tumbuhan
yang
mengandungnya ialah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga. Efek flavonoid terhadap berbagai macam organisme sangat banyak macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid merupakan senyawa pereduksi yang menghambat banyak reaksi oksidasi (sebagai antioksidan) (Robinson, 1995). 2.5 Gula dan gula alkohol Gula alkohol atau poliol didefinisikan sebagai turunan sakarida yang gugus keton atau aldehidnya diganti dengan gugus hidroksil. Poliol adalah pemanis bebas gula. Poliol adalah karbohidrat tetapi bukan gula. Secara kimia, poliol disebut alkohol polihidrat atau gula alkohol karena bagian dari struktur poliol mernyerupai gula dan bagian ini mirip dengan alkohol. Tetapi pemanis bebas gula ini bukan gula dan juga bukan alkohol. Poliol diturunkan dari karbohidrat yang gugus karbonilnya (aldehid atau keton, gula pereduksi) direduksi menjadi gugus hidroksi primer atau sekunder. Poliol mempunyai rasa dan kemanisan hampir sama dengan gula tebu (sukrosa), bahkan beberapa jenis lebih manis. Poliol diturunkan dari gula tetapi tidak dimetabolisme seperti halnya metabolisme gula oleh tubuh. Beberapa keuntungan penggunaan poliol yaitu:
10
1. Makanan yang ditambahkan poliol kalorinya lebih rendah dan bebas gula daripada makanan yang tidak ditambah poliol 2. Rasa poliol seperti gula pada umumnya (gula tebu atau sukrosa) 3. Kalorinya lebih rendah daripada gula 4. Tidak menyebabkan kerusakan gigi 5. Menurunkan respon insulin Gula alkohol diklasifikasikan berdasarkan jumlan unit sakarida yang terdapat ndalam molekul. Berikut adalah gula alkohol turunan monosakarida. Tabel 2.3 Monosakarida dan turunanny gula alkohol Gula
Gula alkohol
D-Gliseraldehida D-eritrosa D-xylulosa dan L-xylulose D-xylulosa dan D-ribulosa L-ribulosa dan D-ribulosa D-glukosa, L-sorbose, dan D-fruktosa L-sorbose D-fruktosa
Gliserol Eritritol Xylitol D-arabitol Ribitol (adonitol) D-sorbitol (D-glucitol) L-iditol D-mannitol
D-Sorbitol digunakan oleh penderita diabetes sebagai pengganti gula. Xylitol meningkatkan aktivitas neutrofil (sel darah putih) untuk melawan infeksi. Myo-inositol disebut juga vitamin B8 dan memilik banyak manfat kesehatan. Yaitu untuk transduksi sinyal insulin, penggabungan cytoskeleton, pengendalian syaraf, pengendalian konsentrasi kalsium dalam sel, pemeliharaan membran sel, modulasi aktivitas serotonin, penghancur lemak, mengurangi kadar kolesterol dalam darah, penanda plasma sifat keturunan, pencegah bulimia, kepanikan dan depresi serta perawatan kanker jika digabung dengan asam phytic. Karena
11
manfaat penghancur lemak dan penurun kolesterol darah tersebut, inositol menjadi bagian penting dalam diet (Luckner, 1984).
2.6 Teknologi Ekstraksi Propolis dalam bentuk mentah (raw propolis) belum bisa dimanfaatkan khasiatnya karena masih terselimuti dengan berbagai bahan. Komponen aktifnya harus dipisahkan dan dikeluarkan dengan cara ekstraksi. Hingga kini belum ada standarisasi tentang konsentrasi, metode ekstraksi, dan jenis pelarut yang akan dipakai. Cara ekstraksi yang paling umum adalah menggunakan pelarut organik (Mahani, et al., 2011). Proses ekstraksi yang baik adalah polaritas pelarut sesuai dengan polaritas propolis, pelarut mudah diuapkan/dipisahkan, suhu penguapan/pemisahan tidak merusak propolis dan kedap udara untuk menghindari kerusakan akibat oksidasi. Pelarut yang bersifat semi polar yang populer adalah etanol. Pelarut ini paling umum digunakan untuk mengekstrak komponen aktif dari bahan alam, termasuk untuk mengekstrak propolis. Pelarut ini memiliki sejumlah kelebihan yaitu komponen yang terbawa berasal dari golongan polar dan non polar sekaligus sehingga komponen yang terbawa lebih banyak dan beragam. Selain itu, potensi khasiat propolis yang dihasilkan lebih baik. Pelarut ini juga mudah diuapkan sehingga kemungkinan masih tertinggal sangat kecil. Artinya, propolis yang dihasilkan benar-benar bebas pelarut (Mahani, et al., 2011). Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut yaitu cara dingin (maserasi, perkolasi) dan cara panas (refluks, digesti, sokletasi dan infundasi). Untuk ekstraksi propolis, pada umumnya menggunakan cara dingin karena kandungan senyawa propolis yang tidak tahan panas. Penyarian dengan campuran
12
etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi. Metode maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi (Depkes, 2000; Ditjen POM, 1979).
2.7 Kromatografi Gas – Spektrometri Massa Kromatografi gas (KG) merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an. Dalam metode kromatografi gas , yang sangat menentukan kehandalan metode ini adalah instrumennya sendiri yang dikenal sebagai kromatografi gas. KG merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawasenyawa gas anorganik dalam suatu campuran. Perkembangan teknologi yang signifikan dalam bidang elektronik, komputer, dan kolom telah menghasilkan batas deteksi yang lebih rendah serta identifikasi senyawa menjadi lebih akurat melalui teknik analisis dengan resolusi yang meningkat (Rohman, 2009). Spektrometri massa adalah alur kelimpahan (abundance) jumlah relatif fragmen bermuatan positif berlainan versus massa per muatan (m/z atau m/e) dari fragmen tersebut. Muatan ion dari kebanyakan partikel yang dideteksi dalam spektrometer massa adalah +1; maka nilai m/z sama dengan massa molekulnya (M). Bagaimana suatu molekul atau ion pecah menjadi fragmen - fragmennya bergantung pada kerangka karbon dan gugus fungsional yang ada. Oleh karena itu, struktur dan massa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur molekul
13
induknya. Juga seringkali untuk menentukan bobot molekul suatu senyawa dari spektrum massanya (Supratman, 2010). 2.7.1 Sistem peralatan kromatografi gas–spektrometri massa Bagian-bagian
yang
terpenting
dari
sebuah
kromatografi
Gas–
Spektrometri Massa, menurut meliputi :
Gambar 2.1 Diagram Blok Kromatografi Gas–Spektrometri Massa
2.7.2
(Sumber: Anonim, 2011). Prinsip Kromatografi Gas–Spektrometri Massa Menurut Watson (2005), prinsip-prinsip alat Kromatografi Gas–
Spektrometri Massa tersebut yaitu: -
Injeksi sampel dapat dilakukan secara manual atau menggunakan pengambil sampel otomatis melalui sekat karet yang dapat tertutup kembali.
-
Sampel tersebut diuapkan pada bagian portal injeksi yang dipanaskan dan mengalami kondensasi pada bagian atas kolom
-
Kolom dapat berupa kolom kapiler atau kolom terkemas, yang akan dibahas lebih mendalam. Fase gerak yang digunakan untuk membawa sampel melewati kolom tersebut adalah suatu gas – biasanya nitrogen atau helium
14
-
Kolom ditutup dalam suatu oven yang dapat diatur pada suhu antara suhu kamar dan lebih kurang 400oC
-
Detektor yang digunakan adalah spektrometri massa (MS)
-
Sampel dimasukkan kedalam sumber instrumen dengan memanaskannya pada akhir suatu sensor sampai menguap airnya, dibantu dengan keadaan sangat hampa dalam instrumen tersebut
-
Jika berada dalam fase uap, analit dibombardir dengan elektron-elektron yang dihasilkan oleh filamen rhenium atau tungsten, yang diakselerasi menuju suatu target positif dengan energi sebesar 70 eV.
-
Dua jenis sistem biasanya digunakan untuk memisahkan ion-ion berdasarkan perbandingan muatan terhadap massanya. Prinsip dasar kromatografi Gas melibatkan volatilisasi atau penguapan
sampel dalam inlet injektor, pemisahan komponen-komponen dalam campuran, dan deteksi tiap komponen dengan detektor. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50oC - 350oC) bertujuan untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.7.3 Instrumentasi alat 2.7.3.1 Fase gerak Fase gerak pada kromatografi gas juga disebut dengan gas pembawa karena tujuan awalnya adalah untuk membawa solut ke kolom, oleh karena itu gas
15
pembawa tidak berpengaruh pada selektifitas. Syarat gas pembawa adalah: tidak reaktif, murni/kering karena kalau tidak murni akan berpengaruh pada detektor, dan dapat disimpan dalam tangki tekanan tinggi (Rohman, 2009). 2.7.3.2 Ruang suntik sampel Lubang suntik didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efisien. Desain yang populer terdiri atas saluran gelas yang kecil atau tabung logam yang dilengkapi dengan septum karet pada satu ujung untuk mengakomodasi injeksi dengan syringe. Karena Helium (gas pembawa) mengalir melalui tabung, sejumlah volume yang diinjeksikan akan segera menguap untuk selanjutnya dibawa menuju kolom (Rohman, 2009). 2.7.3.3 Kolom Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas. Ada 3 jenis kolom pada kromatografi gas yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom kapiler (capillary column); serta kolom preparative (preparative column). Kolom kemas terbuat dari gelas atau logam yang tahan karat atau dari tembaga dan aluminium. Fase diam yang digunakan pada kolom kapiler dapat bersifat non polar, polar, atau semi polar. Fase diam non polar yang paling banyak digunakan adalah metil polisiloksan (HP-1; DB-1; SE-30; CPSIL-5) dan fenil 5%-metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE-52; CPSIL-8). Fase diam semi polar adalah seperti fenil 50% metilpolisiloksan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-19), sementara itu fase diam yang polar adalah seperti polietilen glikol (HP-20M; DB-WAX; CP-WAX; Carbowax20M) (Rohman, 2009).
16
2.7.3.4 Oven Oven KG menggabungkan suatu kipas, yang memastikan distribusi panas yang merata diseluruh oven. Oven-oven ini dapat diprogram untuk menghasilkan suhu yang tetap, kondisi isotermal, atau peningkatan suhu secara berangsurangsur. Kecepatan pemrograman oven dapat berkisar dari 1oC/menit sampai 40oC /menit. Program suhu yang kompleks dapat dihasilkan dengan melibatkan sejumlah peningkatan suhu berselang-seling dengan periode-periode kondisi isotermal, misalnya 60oC(1menit)/5oC/menit sampai 100oC(5menit)/10oC/menit sampai 200oC (5menit). Keuntungan dari program-program suhu adalah bahwa bahan-bahan yang keatsiriannya sangat berbeda dapat dipisahkan dalam waktu yang rasional dan juga injeksi sampel dapat dilakukan pada suhu rendah, ketika sampel akan diperangkap pada bagian atas kolom dan kemudian suhu dapat dinaikkan sampai sampel berelusi (Watson, 2005). 2.7.3.5 Detektor Detektor adalah gawai yang memasok sinyal keluaran sebagai tanggapan terhadap cuplikan. Alat ini disambungkan dengan keluaran kolom untuk memantau efluen kolom dalam waktu sebenarnya. Fungsi detektor adalah untuk mendeteksi dan mengukur sejumlah kecil komponen yang terpisahkan pada aliran gas yang meninggalkan kolom. Keluaran dari detektor direkam oleh sebuah recorder yang akan mengahasilkan sebuah kromatogram (Jeffery, et al., 1989; Johnson dan Stevenson, 1978). Kromatogram yang merupakan hasil pemisahan fisik komponenkomponen oleh KG disajikan oleh detektor sebagai deretan luas puncak terhadap waktu. Waktu tambat tertentu dalam kromatogram dapat digunakan sebagai data
17
kualitatif, sedangkan luas puncak dalam kromatogram dapat dipakai sebagai data kuantitatif yang keduanya telah dikonfirmasikan dengan senyawa baku. Akan tetapi apabila kromatografi gas digabung dengan instrumen yang multipleks misalnya GC/MS atau yang disebut Kromatografi Gas–Spektrometri Massa, kromatogram disajikan dalam bentuk lain (Gandjar dan Rohman, 2007). 2.7.3.5.1
Spektrometri massa sebagai detektor
(Sumber: Lee, 2005). Menurut Lee (2005), terdapat delapan jenis sumber ionisasi yang digunakan dalam intrumen MS. Pada analisis yang divariasikan dengan GC, umumnya dan pada penelitian ini yang digunakan adalah elektron impact (EI). Proses ionisasi dalam elektron impact (EI) yaitu, elektron dilewatkan melalui sampel fase gas dan bertubrukan dengan molekul analit (M) yang kemudian menghasilkan ion-ion bermuatan positif atau fragmentasi ion. Umumnya elektron memiliki energi sebesar 70 eV. Metode ini digunakan untuk semua senyawasenyawa yang bersifat volatil.
(Sumber: Lee, 2005).
18
2.8
Derivatisasi pada Kromatografi Gas Derivatisasi pada KG merupakan proses kimiawi untuk mengubah suatu
senyawa menjadi senyawa lain yang mempunyai sifat-sifat yang sesuai untuk dilakukan analisis menggunakan kromatografi gas (menjadi lebih mudah menguap). Menurut Rohman (2009), alasan dilakukannya derivatisasi adalah: -
Senyawa-senyawa tersebut tidak memungkinkan dilakukan analisis dengan KG terkait dengan volatilitas dan stabilitasnya.
-
Untuk meningkatkan batas deteksi dan bentuk kromatogram. Beberapa senyawa tidak menghasilkan bentuk kromatogram yang bagus (misal puncak kromatogram saling tumpang tindih) atau sampel yang dituju tidak terdeteksi, karenanya diperlukan derivatisasi sebelum dilakukan analisis dengan KG.
-
Meningkatkan volatilitas, misal senyawa gula. Tujuan utama derivatisasi adalah untuk meningkatkan volatilitas senyawa-senyawa yang tidak mudah menguap (non-volatil). Senyawa-senyawa dengan berat molekul rendah biasanya tidak mudah menguap, karena adanya gaya tarik-menarik inter molekuler antara gugus-gugus polar karenanya jika gugus-gugus polar ini ditutup dengan cara derivatisasi akan mampu meningkatkan volatilitas senyawa tersebut secara dramatis.
-
Meningkatkan deteksi, misal untuk kolesterol dan senyawa-senyawa steroid.
-
Meningkatkan stabilitas. Beberapa senyawa volatil mengalami dekomposisi parsial karena panas sehingga diperlukan derivatisasi untuk meningkatkan stabilitasnya.
-
Meningkatkan batas deteksi pada penggunaan detektor tangkap elektron (ECD).
19
Beberapa cara derivatisasi yang dilakukan pada kromatografi gas yaitu esterfikasi, asilasi, alkilasi, sililasi, kondensasi, dan siklisasi (Gandjar dan Rohman, 2007). •
Sililasi Derivat silil digunakan untuk menggantikan eter alkil untuk analisis
komponen sampel yang bersifat polar dan tidak mudah menguap. Salah satu contoh sampel yang menggunakan derivat ini adalah Propolis. Derivat
yang
paling sering dibuat adalah trimetilsilil. Urutan reaktifitas pereaksi sililasi berdasarkan pada kemampuan penyumbang silil adalah sebagai berikut: Trimetilsililimidazol(TMSIM)>N,O-bis-(trimetilsilil)-trifluoroasetamid (BSTFA) >N,O-bis-(trimetilsilil)-asetamid(BSA)>N-metil-N-trimetilsililtrifluoroasetamid (MSTFA) > Trimetilklorosilan (TMCS) > Heksametildisilazan (HMDS) (Gandjar dan Rohman, 2007). Urutan reaktivitas gugus-gugus penerima silil adalah sebagai berikut: alkohol>fenol>asam karboksilat>amina>amida. Faktor sterik sangat penting dalam hal penentuan kecepatan reaksi derivatisasi. Untuk setiap gugus fungsi, urutan reaktifitasnya adalah: primer>sekunder>tersier (Gandjar dan Rohman, 2007). Derivatisasi dengan gugus fungsional yang sukar diderivatisasi seperti amina sekunder, alkohol tersier, dan amida perlu dilakukan pemanasan pada suhu antara 60oC-150oC. Laju reaksi derivatisasi juga dapat ditingkatkan dengan penambahan katalis asam seperti dengan trimetilklorosilan atau dengan katalis basa seperti piridin. Dilaporkan bahwa 95% derivat trimetilsilil (TMS) dapat dibuat dengan menggunakan trimetilsililimidazol (TMSIM) atau dengan N,O-bis-
20
trimetilsilil)-trifluoroasetamid(BSTFA) yang kadang-kadang ditambah dengan trimetilklorosilan(TMCS) sebagai katalis. Kedua pereaksi ini menunjukkan selektifitas. TMSIM tidak bereaksi dengan gugus amino, sedangkan BSTFA merupakan pereaksi terpilih untuk gugus amino. Pembuatan pereaksi ini pun lebih reaktif dengan media bebas air (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gambar 2.2 Struktur BSTFA dan reaksi Sililasi : Struktur BSTFA:
Reaksi Sililasi :
For BSTFA :
For TMCS: X = Cl
(Sumber: Sigma-Aldrich, 1997).
21