BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
2.1.1
Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Menurut Undang-Undang Pokok Kepegawaian No.43 Tahun 1999 Tentang Perubahan UU No.8 Tahun1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian yaitu 1)
Pegawai negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara, dan abdi
masyarakat yang dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, negara dan pemerintah, menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. 2)
Pegawai negeri adalah mereka yang telah memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan negeri atau diserahkan tugas negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pegawai negeri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan anggota Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3)
Menurut Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
yang terdapat dalam Bab I Pasal I menerangkan bahwa: Guru adalah pendidik professional
dengan
tugas
utama
mendidik,
mengajar,
membimbing,
mengarahkan, melatih, memberikan, menilai, mengevaluasi peserta didik pada
8
9
pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
2.1.2
Batasan Usia PNS
Pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara ditentukan bahwa PNS diberhentikan dengan hormat karena mencapai batas usia pensiun, yaitu: 1)
58 tahun bagi Pejabat Administrasi
2)
60 tahun bagi Pejabat Pimpinan Tinggi
3)
Sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Pejabat
Fungsional. PP Nomor 21 Tahun 2014 Tentang Batas Usia Pensiun Bagi Pejabat Fungsional adalah jawaban atas poin 3 diatas. Dalam PP tersebut, Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menduduki jabatan fungsional yang telah mencapai Batas Usia Pensiun diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud adalah: 1)
58 tahun bagi Pejabat Fungsional Ahli Muda dan Ahli Pertama serta Pejabat Fungsional Ketrampilan
2)
60 tahun bagi bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku Jabatan
fungsional Ahli Utama dan Ahli Madya, Jabatan Fungsional Apoteker, Jabatan Fungsional Dokter yang ditugaskan secara penuh pada unit pelayanan kesehatan negeri dan lain-lain (selengkapnya bisa dilihat di PP No.21 Tahun 2014) 3)
65 tahun bagi Pegawai Negeri Sipil yang memangku Jabatan
10
Fungsional Peneliti Utama dan Peneliti Madya yang ditugaskan secara penuh di bidang penelitian, Jabatan Fungsional Dokter Pendidik Klinis Utama dan Madya, Jabatan Fungsional Widyaiswara Utama dan lain-lain. Batasan usia pensiun PNS Umum di Indonesia yaitu 56 tahun dengan dasar hukum Pasal 3 ayat 2 PP No. 32 Th 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang diubah menjadi PP No. 65 tahun 2008, batas usia pensiun untuk guru besar atau professor yaitu 65 tahun sesuai dasar hukum Pasal 67 ayat 5 UU No. 4 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dan untuk batasan usia pensiun guru yaitu 60 tahun sesuai dengan dasar hukum pasal 40 ayat 4 UU No. 4 tahun 2005 tentang guru dan dosen. 2.1.3
Jenis Pegawai Negeri Sipil
Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang menjelaskan Pegawai Negeri terdiri dari: 1)
Pegawai Negeri Sipil
2)
Anggota Tentara Nasional Indonesia
3)
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pegawai Negeri Sipil terdiri dari: 1)
Pegawai negeri sipil pusat
a.
Yang bekerja sama pada departemen, lembaga pemerintah non
departemen, kesekretariatan, lembaga tertinggi/tinggi negara, instansi vertikal di daerah-daerah dan kepaniteraan pengadilan.
11
b.
Yang bekerja pada perusahaan jawatan misalnya perusahaan jawatan
kereta api, pegadaian dan lain-lain. c.
Yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota. d.
Yang berdasarkan suatu peraturan perundang-undangan dan diperbantukan
atau dipekerjakan pada badan lain seperti perusahaan umum, yayasan dan lainnya. e.
Yang menyelenggarakan tugas negara lainnya, misalnya hakim pada
pengadilan negeri/pengadilan tinggi dan lain-lain. 2)
Pegawai negeri sipil daerah
Pegawai Negeri Sipil daerah diangkat dan bekerja pada Pemerintahan Daerah Otonom baik pada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota 3)
Pegawai negeri sipil lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah
Masih dimungkinkan adanya pegawai negeri sipil lainnya yang akan ditetapkan dengan peraturan pemerintah, misalnya kepala-kepala kelurahan dan pegawai negeri di kantor sesuai dengan UU No.43 Tahun 1999 tentang perubahan atas undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian.
2.1.4
Tugas dan Fungsi Pegawai Negeri Sipil
Pegawai negeri adalah unsur aparatur negara, abdi negara dan abdi masyarakat yang penuh dengan kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, UUD 1945, Negara dan Pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan. UU No.43 Tahun 1999 juga disebutkan hak-hak pegawai negeri yaitu: Menurut Pasal 7 Undang-Undang No.43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan beban
12
pekerjaan dan tanggung jawab. Pada dasarnya setiap pegawai negeri beserta keluarganya harus hidup layak dari gajinya, sehingga dengan demikian ia dapat memusatkan perhatian dan kegiatannya melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. Gaji adalah sebagai balas jasa atau penghargaan atau hasil karya seseorang dalam menunaikan tugas sesuai dengan bidang pekerjaannya masingmasing. Dewasa ini sistem penggajian terhadap pegawai negeri sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1985 Tentang Pengaturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Hak seorang pegawai negeri sipil yang lain adalah hak atas pensiun sesuai dengan Pasal 10 Undang-Undang No.8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian “Setiap Pegawai Negeri Sipil yang telah memenuhi syarat-syarat yang diberikan berhak atas pensiun.” Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap pegawai negeri yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada negara. Pada pokoknya adalah menjadi kewajiban dari setiap orang untuk berusaha menjamin hari tuanya, dan untuk itu setiap pegawai negeri wajib menjadi peserta dari suatu badan asuransi sosial yang dibentuk oleh pemerintah karena pensiun bukan saja sebagai jaminan hari tua, tapi juga adalah sebagai balas jasa, maka pemerintah memberikan sumbangannya kepada pegawai negeri.
2.1.5
Hak-Hak Pegawai Negeri Sipil
Untuk memperjelas seberapa jauh jaminan kesejahtaraan PNS yang seharusnya ditunaikan oleh pemerintah, dapat dilihat pada Undang-Undang Pokok
13
Kepegawaian No. 8 tahun 1974, pasal 7 sampai dengan 10 yang mengatur tentang hak-hak PNS sebagai berikut: 1) Hak memperoleh gaji (pasal 7) 2) Hak atas cuti (pasal 8) 3) Hak yang berhubungan dengan musibah dalam melaksanakan tugas (pasal 9) 4) Hak atas pensiun (pasal 10) Mengenai hak-hak tersebut di atas selanjutnya dapat dijelaskan secara rinci dalam uraian berikut: a. Hak Memperoleh Gaji Pasal 7 Undang-Undang Pokok Kepegawaian No. 8 tahun 1974 berbunyi: “Setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjan dan tanggung jawab”. Perlu disadari bahwa seharusnya pegawai negeri beserta keluarganya memang harus dapat hidup yang layak dari gajinya, sehingga PNS dapat memusatkan perhatian dan kegiatannya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya. b. Hak atas Cuti Hak atas cuti ini diatur dalam pasal 8 Undang-Undang Pokok Kepegawaian No. 8 Tahun 1974 yang berbunyi: “Setiap Pegawai Negeri berhak atas cuti”. Sedangkan yang dimaksud cuti adalah tidak masuk kerja dalam jangka waktu tertentu, dan dalam rangka usaha untuk menjamin kesegaran jasmani dan rohani. Untuk pelakasanan ketentuan di atas telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1976 dan Pedoman Pelaksanaannya yaitu Surat Edaran Kepala BAKN No. 1/SE/1977. Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1976 pasal 3, menyebutkan ada
14
enam macam cuti yaitu: (1) Cuti Tahunan; (2) Cuti Besar; (3) Cuti Sakit; (4) Cuti Bersalin; (5) Cuti Alasan Penting; (6) Cuti Diluar Tanggungan Negara. c. Hak yang berhubungan dengan Musibah dalam Tugas Mengenai hak ini dasar hukumnya adalah pasal 9 Undang-Undang Pokok Kepegawaian No. 8 Tahun 1974 yang berbunyi sebagai berikut: 1)
Setiap Pegawai yang tertimpa suatu kecelakaan dalam dan karena
melaksanakan tugas kewajiban berhak memperoleh perawatan 2)
Setiap Pegawai Negeri yang menderita cacat jasmani maupun cacat rohani
dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya tidak dapat bekerja lagi dalam jabatan apapun juga, berhak memperoleh tunjangan 3)
Setiap pegawai negeri yang tewas, keluarganya berhak memperoleh uang
duka. d. Hak atas Pensiun Mengenai hak pensiun, diatur dalam Undang-Undang Pokok Kepegawaian No. 8 tahun 1974 pasal 10 yang berbunyi: “Setiap PNS yang telah memenuhi syaratsyarat yang ditentukan, berhak atas pensiun”. Pensiun adalah jaminan hari tua dan penghargaan pegawai negeri yang telah bertahun-tahun mengabdikan diri kepada negara. Pada dasarnya pensiun bukan saja merupakan jaminan hari tua, tetapi juga merupakan penghargaan atau balas jasa atas pengabdian seorang PNS. Untuk mendapatkan hak pensiun seorang PNS harus memenuhi tiga syarat pokok, yaitu: 1)
Mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun
2)
Diberhentikan dengan hormat sebagai PNS
3)
Mempunyai masa kerja paling tidak 20 tahun
15
Jika PNS yang bersangkutan pada saat diberhentikan memiliki masa kerja 20 tahun tetapi belum berusia 50 tahun, maka pemberian pensiun ditetapkan setelah berusia 50 tahun. Sebelum mencapai 50 tahun kepadanya diberikan uang tunggu. Pemberian uang tunggu maksimal 5 tahun. Apabila masa tunggu lebih dari 5 tahun maka sisanya tidak mendapat penghasilan. Selain hak-hak tersebut di atas sebenarnya ada hak yang dapat diterima pegawai negeri dalam bentuk lain yaitu tunjangan yang bersifat pensiun. Tunjangan yang dimaksud adalah tunjangan yang diberikan kepada bekas pejabat yang menduduki jabatan negara tertentu dan janda atau dudanya termasuk anak-anaknya. Tunjangan ini diberikan dalam rangka pemberian penghargaan atas pengabdian kepada negara dan membela kemerdekaan Rebublik Indonesia. Menurut Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1980 tunjangan ini meliputi: 1)
Tunjangan yang diberikan kepada penulis pergerakan kebangsaan atau
kemerdekaan 2)
Tunjangan yang diberikan kepada Veteran
3)
Tunjangan yang diberikan kepada beklas anggota KNIP (1980:12) Dalam
rangka mengupayakan kesejahteraan pegawai negeri di samping pemenuhan atas hak-haknya seperti diuraikan di atas, masih ada usaha lain yang ditempuh pemerintah seperti: Pertanggungan sosial dari pemerintah, Koperasi, KPG, Perumahan Dinas dan sebagainya. Khusus mengenai pertanggungan sosial ini dapat dijelaskan bahwa sifatnya wajib sehingga disebut juga pertanggungan wajib. Tujuan dari pertanggungan sosial ini pada prinsipnya adalah memberikan kesejahteraan atau jaminan sosial kepada anggotanya yaitu pegawai negeri. Ada
16
dua model pada pertanggungan sosial yaitu yang mengandung unsur menabung dan tidak mengandung unsur menabung. Pertanggungan sosial pemerintah yang tidak mengandung unsur menabung misalnya pemeliharaan kesehatan PNS. Sedangkan yang mengandung unsur menabung misalnya; iuran taspen, yang kemudian diganti Asuransi Sosial PNS.
2.2
Pensiun
2.2.1
Pengertian Pensiun
Pensiun adalah suatu sistem yang berlaku dalam suatu negara, terutama negara industri. Pensiun mulai diperkenalkan pada pertengahan abad ke-20 (Boedhi Darmojo, 1999 dalam Tamher, S. 2009).
Pensiun adalah suatu masa transisi ke pola hidup baru, sehingga pensiun selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan keseluruhan terhadap pola hidup. Perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang penting dalam hidup seseorang, individu yang tadinya bekerja menjadi tidak bekerja, berkurangnya penghasilan, berkurangnya interaksi dan relasi-relasi, dan meningkatnya waktu luang ( Tuner & Helms, dalam Hidayata, et al., 2006 & Schwartz; Hurlock; Kimmel, dalam Safitri B., 2013)
Dari beberapa pernyataan mengenai pensiun diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan masa pensiun adalah masa ketika seseorang sudah keluar dari pekerjaan formal, memperoleh dana pensiun atau pelayanan lainnya, dan menyandang peran baru dalam kehidupan sebagai pensiunan.
17
2.2.2
Fase-Fase Pensiun
Ahli gerontologi Robert Atchley (1976, dalam Trimardhany V., 2010) menggambarkan tujuh tahapan pensiun. Ketujuh fase pensiun ini dibagi dalam dua tahapan yaitu pra-pensiun dan masa pensiun yaitu : 1) Fase Remote Fase permulaan fase pra-pensiun dimana para pekerja hanya sedikit sekali yang memikirkan persiapan untuk pensiun dan mereka kebanyakan mengharapkan bahwa pensiun tidak akan terjadi. 2) Fase Near Para pekerja mulai berpartisipasi dalam sebuah program persiapan pensiun. Program tersebut biasanya membantu para calon pensiun memutuskan kapan dan bagaimana mereka akan membiasakan diri dengan penghasilan dan aktivitas, hal ini juga terkait dengan hal fisik dan kesehatan mental. 3) Fase Honeymoon Fase paling awal dan masa pensiun dan pada fase ini banyak individu yang merasa eforia (bersenang-senang). Mereka dapat mengerjakan beberapa banyak hal yang dahulu tidak sempat dikerjakan karena padatnya waktu bekerja, dan mereka menikmati waktu luang dengan lebih banyak aktivitas serta bersenangsenang dengan uang yang mereka terima. 4) Fase Disenchantment Setelah fase honeymoon, para pensiunan sering merasa dalam kerutinan. Jika kerutinan itu memuaskan, maka keputusan untuk pensiun dianggap berhasil. Tetapi apabila para pensiunan yang gaya hidupnya hanya berorientasi seputar
18
pekerjaannya seperti sebelum pensiun, maka keputusan pensiun merupakan kekecewaan. 5) Fase Reorientation Para pensiunan menerima cadangan penghasilan dan menarik seluruh miliknya serta menghasilkan alternatif hidup yang lebih realistik. Mereka menganalisa dan mengevaluasi gaya hidup yang mungkin membawa mereka pada kehidupan yang lebih memuaskan. 6) Fase Stability Para pensiunan memutuskan dan mengevaluasi terhadap suatu kriteria perkumpulan yang akan dipilih sebagai sarana kegiatan dalam masa pensiun. Jika masa peralihan dari fase Honeymoon menuju fase Disenchantment dan fase Reorientantion terjadi sangat lambat maka fase stability akan sukar dicapai. 7) Fase Termination Para pensiunan berperilaku sebagai orang yang “sakit” dan “ketergantungan” karena para pensiun merasa orang yang menjadi tua tidak berfungsi lebih lama secara swatantra dan hanya sendirian.
2.2.3
Perubahan-Perubahan Akibat Pensiun
Menurut (Turner dan Helms, 1982 dalam Lestari, 2008) ada beberapa hal yang mengalami perubahan dan menuntut
penyesuaian diri yang baik ketika
menghadapi masa pensiun: 1)
Masalah Keuangan
Pendapat keluarga akan menurun drastis, hal ini akan mempengaruhi kegiatan rumah tangga. Masa ini akan lebih sulit jika masih ada anak-anak yang harus
19
dibiayai. Hal ini menimbulkan stress tersendiri bagi seorang suami karena merasa bahwa perannya sebagai kepala keluarga tertantang 2)
Berkurangnya harga diri (Self-Esteem)
Bengston (1980) mengemukakan bahwa harga diri seorang pria biasanya dipengaruhi oleh pensiunnya mereka dari pekerjaan. Untuk mempertahankan harga dirinya, harus ada aktivitas pengganti untuk meraih kembali keberadaan dirinya. Dalam hal ini berkurangnya harga diri dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti feeling of belonging (perasaan memiliki), feeling of competence (perasaan mampu), dan feelling of worthwhile (perasaan berharga). Ketiga hal yang disebutkan di atas sangat mempengaruhi harga diri seseorang dalam lingkungan pekerjaan. 3)
Berkurangnya kontak sosial yang berorientasi pada pekerjaan
Kontak dengan orang lain membuat pekerjaan semakin menarik. Bahkan pekerjaan itu sendiri bisa menjadi reward sosial bagi beberapa pekerja misalnya seorang sales, resepsionis, customer services yang meraih kepuasan ketika berbicara dengan pelanggan. Selain dari kontak sosial, orang juga membutuhkan dukungan dari orang lain berupa perasaan ingin dinilai, dihargai, dan merasa penting. Sumber dukungan ini dapat diperoleh dari teman sekerja, atasan, bawahan dsb. Tentunya ketika memasuki masa pensiun, waktu untuk bertemu dengan rekan seprofesi menjadi berkurang. 4)
Hilangnya makna suatu tugas
Pekerjaan yang dikerjakan seseorang mungkin sangat berarti bagi dirinya. Dan hal ini tidak bisa dikerjakan saat seeorang itu mulai memasuki masa pensiun.
20
5)
Hilangnya kelompok
referensi yang bisa mempengaruhi self image.
Biasanya seseorang menjadi anggota dari suatu kelompok bisnis tertentu ketika dia masih aktif bekerja. Tetapi ketika dia menjadi pensiun, secara langsung keanggotaan pada suatu kelompok akan hilang. Hal ini akan mempengaruhi seseorang untuk kembali menilai dirinya lagi. 6)
Hilangnya Rutinitas
Pada waktu bekerja, seseorang bekerja hampir 8 jam kerja. Tidak semua orang menikmati jam kerja yang panjang seperti ini, tapi tanpa disadari kegiatan panjang selama ini memberikan sense of purpose, memberikan rasa aman, dan pengertian bahwa kita ternyata berguna. Ketika menghadapi masa pensiun, waktu ini hilang, orang mulai merasakan diri tidak produktif lagi.
2.2.4
Post Power Syndrome
Menurut Elia (2005) yang dimaksud dengan post power syndrome adalah kumpulan gejala. “Power” adalah kekuasaan. Jadi, terjemahan dari post power syndrome adalah gejala pasca kekuasaan. Gejala ini umumnya terjadi pada orangorang yang tadinya mempunyai kekuasaan atau menjabat satu jabatan, namun ketika sudah tidak menjabat lagi, seketika itu terlihat gejala-gejala kejiwaan atau emosi yang kurang stabil. Gejala-gejala itu biasanya bersifat negatif, itulah yang diartikan post power syndrome.
Ciri-ciri orang yang rentan menderita post power syndrome: 1)
Orang-orang yang senangnya dihargai dan dihormati orang lain, yang
permintaannya selalu dituruti, yang suka dilayani orang lain.
21
2)
Orang-orang yang membutuhkan pengakuan dari orang lain karena
kurangnya harga diri, jadi kalau ada jabatan dia merasa lebih diakui oleh orang lain 3)
Orang-orang yang menaruh arti hidupnya pada prestise jabatan dan pada
kemampuan untuk mengatur hidup orang lain, untuk berkuasa terhadap orang lain. Istilahnya orang yang menganggap kekuasaan itu segala-galanya atau merupakan hal yang sangat berarti dalam hidupnya. Beberapa Gejala Post Power Syndrome menurut(Lestari K., 2008) : 1)
Gejala fisik
Misalnya menjadi jauh lebih cepat terlihat tua tampaknya dibandingkan waktu ia bekerja. Rambutnya didominasi warna putih (uban), berkeriput, dan menjadi pemurung, sakit-sakitan, tubuhnya menjadi lemah. 2)
Gejala emosi
Misalnya cepat tersinggung kemudian merasa tidak berharga, ingin menarik diri dari lingkungan pergaulan, ingin bersembunyi, dan sebagainya. 3)
Gejala perilaku
Misalnya malu bertemu orang lain, lebih mudah melakukan pola-pola kekerasan atau menunjukkan kemarahan baik di rumah atau di tempat yang lain.
2.2.5
Model Penyesuaian Terhadap Pensiun
Hornstein dan Wapner (Hoyer, 1999) dalam Saragih, 2006 mengemukakan empat model penyesuaian terhadap pensiun, yaitu:
22
1)
Transition to Old Age/ Rest
Individu dengan tipe ini menganggap pensiun sebagai masa santai, dan merupakan akhir pra kerja yang penuh tekanan dan dimulainya gaya hidup yang menyenangkan dan santai ketika mereka memasuki usia tua 2)
The New Beginning
Individu memandang pensiun sebagai kesempatan yang menyenangkan, peluang untuk hidup sesuai dengan keinginan dan mempunyai kebebasan menghabiskan waktu dan energi untuk diri sendiri. Pensiun ditandai dengan perasaan baru, kembali bervitalitas, antusias dan energi yang bertambah. Individu memandang masa depan dengan positif sebagai saat untuk meraih kendali atas tujuan dan kesenangan (hobi dan minat) jangka panjang. Bagi individu tipe ini, pensiun merupakan awal yang baru dan tidak terkait sama sekali dengan proses menuju tua. 3)
Continuation
Pensiun tidak membawa dampak personal yang penting bagi individu. Walaupun telah pensiun, individu ini mampu untuk kembali bekerja. Mereka berganti karir dan mencurahkan lebih banyak waktu untuk keterampilan, hobi dan minat khusus. Pekerjaan tetap merupakan sentral pengaturan kehidupan mereka. Pra pensiun dan pensiun dibedakan bukan dari aktivitas melainkan pengurangan langkah dan intensitas peran kerja. 4)
Imposed Diruption
Individu memandang pensiun sebagai hal yang negatif (hilangnya pekerjaan, tidak bisa lagi mencapai prestasi). Pekerjaan merupakan identitas yang sangat penting.
23
Tanpa pekerjaan, bagian penting dari identitas diri itu juga ikut hilang. Walaupun dalam masa pensiun tersebut individu melakukan aktivitas-aktivitas lain, tetap saja timbul perasaan frustrasi dan kehilangan. Bagi individu, tidak ada yang bisa menggantikan pekerjaan dan akhirnya tidak bisa menerima pensiun dengan baik.
2.3
Stres
2.3.1
Pengertian Stres
Stres merupakan sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen yaitu perubahan fisiologis dan psikologis, bagaimana seseorang merasakan keadaan dalam hidupnya. Perubahan keadaan fisik dan psikologis ini disebut sebagai stresor yaitu pengalaman yang menginduksi respon stres. (Pinel, 2009). Stres adalah faktor fisik, kimia, atau emosional yang dapat menyebabkan ketegangan pada tubuh atau mental dan yang dapat bertindak sebagai faktor penyebab penyakit (Colbert D., 2011). Dari beberapa pengertian diatas, yang dimaksud dengan stres adalah respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap suatu paparan atau tuntutan beban tertentu yang mengakibatkan terjadinya perubahan fisiologis ataupun psikologis pada seseorang.
2.3.2
Faktor Yang Mempengaruhi Stres
Stresor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya
jumlah
semua
respon
fisiologis
nonspesifik
yang
menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis (Isnaeni, 2010). Sesuai dengan
24
penjelasan Lazarus & Folkman (1984) dalam Potter & Perry (2005), setiap orang memiliki respon yang berbeda dalam menghadapi stresor. Semakin besar seseorang menyerap stresor, maka makin besar respon stres yang ditimbulkan. Respon terhadap segala bentuk stresor bergantung pada fungsi fisiologis, kepribadian, serta sifat dari stresor. 1)
Fungsi Fisiologis
Menurut Hardjana (1994) dalam Puspasari (2009), menderita penyakit dapat mengakibatkan perubahan fungsi fisiologis pada orang yang menderitanya. Perubahan fungsi tersebut dapat mempengaruhi kehidupan seseorang dimana hal itu dapat menyebabkan stres pada kaum lanjut usia yang mengalaminya. Perubahan fungsi fisiologis yang dialami seseorang tergantung pada penyakit yang dideritanya. 2)
Kepribadian
Menurut Hawari (2008), tidak semua orang yang mengalami stresor psikososial yang sama akan mengalami stres. Ternyata pada seseorang yang mempunyai tipe kepribadian tertentu, yaitu tipe kepribadian “A” lebih rentan terkena stres, sedangkan orang dengan tipe kepribadian “B” lebih kebal terhadap stres. Dalam kaitannya dengan tipe kepribadian yang berisiko tinggi terkena stres (tipe kepribadian “A”), Rosenmen & Chesney (1980) dalam Hawari (2008) menggambarkannya antara lain dengan ciri-ciri, yaitu: ambisius, agresif dan kompetitif,
banyak
jabatan
rangkap;
kurang
sabar,
mudah
tegang,
mudah tersinggung dan marah; kewaspadaan berlebihan, kontrol diri kuat, percaya diri berlebihan; cara bicara cepat, bertindak serba cepat, hiperaktif, dan tidak
25
dapat diam; bekerja tidak mengenal waktu; pandai berorganisasi dan memimpin dan memerintah (otoriter); lebih suka bekerja sendirian bila ada tantangan; kaku terhadap waktu, tidak dapat tenang (tidak rileks), serba tergesa-gesa; mudah bergaul (ramah), pandai menimbulkan perasaan empati dan bila tidak tercapai maksudnya mudah bersikap bermusuhan; tidak mudah dipengaruhi, kaku (tidak fleksibel); bila berlibur pikirannya ke pekerjaan, tidak dapat santai; berusaha keras segala sesuatunya terkendali. Orang dengan kepribadian tipe “B” atau pola perilaku tipe “B” adalah kebalikan dari tipe “A” tersebut diatas, yaitu dengan ciri-ciri antara lain sebagai berikut: ambisinya wajar-wajar saja, tidak agresif dan sehat dalam berkompetisi serta tidak memaksakan diri; penyabar, tenang, tidak mudah tersinggung dan tidak mudah marah (emosi terkendali); kewaspadaan dalam batas yang wajar demikian pula kontrol diri dan percaya diri tidak berlebihan; cara bicara tidak tergesa-gesa, bertindak pada saat yang tepat, perilaku tidak hiperaktif; dapat mengatur waktu dalam bekerja (menyediakan waktu untuk istirahat); dalam berorganisasi dan memimpin bersikap akomodatif dan manusiawi; lebih suka bekerjasama dan tidak memaksakan diri bila menghadapi tantangan; pandai mengatur waktu dan tenang (rileks), tidak tergesa-gesa; mudah bergaul, ramah dan dapat menimbulkan empati untuk mencapai kebersamaan; tidak kaku (fleksibel), dapat menghargai pendapat lain, tidak merasa dirinya paling benar; dapat membebaskan diri dari segala macam problem kehidupan dan pekerjaan manakala sedang berlibur; dalam mengendalikan segala sesuatunya mampu menahan serta mengendalikan diri (Hawari, 2008).
26
3)
Sifat dari stresor
Menurut Lazarus & Folkman (1984) dalam Potter & Perry (2005), setiap orang memiliki respon yang berbeda dalam menghadapi stresor. Makin besar seseorang
mencerap
stresor,
maka
makin
besar
respon
stres
yang
ditimbulkan.
2.3.3
Tingkat Stres
Struart dan Sundeen (1998) dalam Maramis (2009) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu: 1)
Stres Ringan
Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari – hari dan kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi. 2)
Stres Sedang
Pada tingkat stres ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya. 3)
Stres Berat
Pada tingkat stres ini, persepsi individu sangat menurun dan cenderung memusatkan perhatian pada hal – hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi stres. Individu tersebut mencoba memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak pengarahan.
27
Menurut purwati, 2012 ditemukan tingkatan stres menjadi lima bagian, antara lain: 1)
Stres normal
Stres normal yang dihadapi secara teratur dan merupakan bagian alamiah dari kehidupan. Seperti dalam situasi: kelelahan setelah mengerjakan tugas, takut tidak lulus ujian, merasakan detak jantung berdetak lebih keras setelah aktifitas. Stres normal alamiah dan menjadi penting, karena setiap orang pasti pernah mengalami stres. Bahkan sejak dalam kandungan. 2)
Stres ringan
Stres ringan adalah stresor yang dihadapi secara teratur yang dapat berlangsung beberapa menit atau jam. Situasi seperti banyak tidur, kemacetan. Stresor ini dapat menimbulkan gejala, antara lain bibir sering kering, kesulitan bernafas (sering terengah-engah), kesulitan menelan, merasa goyah, merasa lemas, berkeringat berlebihan ketika temperature tidak panas dan tidak setelah beraktivitas, takut tanpa alasan yang jelas, menyadari denyut jantung walaupun tidak setelah melakukan aktivitas fisik, tremor pada tangan, dan merasa sangat lega jika situasi berakhir (Psychology Foundation of Australia, 2010). 3)
Stres sedang
Stres ini terjadi lebih lama, antara beberapa jam sampai beberapa hari. Misalnya masalah perselisihan yang tidak dapat diselesaikan dengan teman atau pacar. Stresor ini dapat menimbulkan gejala, antara lain mudah marah, bereaksi berlebihan terhadap suatu situasi, sulit untuk beristirahat, merasa lelah karena cemas, tidak sabar ketika mengalami penundaan dan menghadapi gangguan
28
terhadap hal yang sedang dilakukan, mudah tersinggung, gelisah, dan tidak dapat memaklumi hal apapun yang menghalangi ketika sedang mengerjakan sesuatu hal. (Psyhology Foundation of Australia, 2010). 4)
Stres berat
Stres berat adalah situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa minggu sampai beberapa tahun, seperti perselisihan dengan dosen atau teman secara terusmenerus, kesulitan finansial yang berkepanjangan, dan penyakit fisik jangka panjang. Semakin sering dan lama situasi stres, makin tinggi risiko stres yang ditimbulkan. Stressor ini dapat menimbulkan gejala, antara lain merasa tidak dapat merasakan perasaan positif, merasa tidak kuat lagi untuk melakukan suatu kegiatan, merasa tidak ada hal yang dapat diharapkan di masa depan, sedih dan tertekan, putus asa, kehilangan minat akan segala hal, merasa tidak berharga sebagai seorang manusia, berpikir bahwa hidup tidak bermanfaat. Semakin meningkat stres yang dialami secara bertahap maka akan menurunkan energi dan respon adaptif (Psychology Foundation of Australia, 2010). 5)
Stres sangat berat
Stres sangat berat adalah situasi kronis yang dapat terjadi dalam beberapa bulan dan dalam waktu yang tidak dapat ditentukan. Seseorang yang mengalami stres sangat berat tidak memiliki motivasi untuk hidup dan cenderung pasrah. Seseorang dalam tingkatan stres ini biasanya teridentifikasi mengalami depresi berat.
29
2.3.4
Mekanisme Koping terhadap Stres
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dari perubahan, serta respon terhadap situasi yang mengancam (Kelliat, 1999). Jika individu berada pada kondisi stres ia akan menggunakan berbagai cara untuk mengatasinya, individu dapat menggunkan satu atau lebih sumber koping yang tersedia (Rasmun, 2001). Penggolongan Mekanisme Koping Mekanisme koping juga dibedakan menjadi dua tipe menurut (Kozier, 2004) yaitu : 1)
Mekanisme koping berfokus pada masalah (problem focused coping),
meliputi usaha untuk memperbaiki suatu situasi dengan membuat perubahan atau mengambil beberapa tindakan dan usaha segera untuk mengatasi ancaman pada dirinya. Contohnya adalah negosiasi, konfrontasi dan meminta nasehat. Contoh : saat seseorang memasuki masa pensiun akan mengalami penyesuaian diri, maka ia akan memerlukan perhatian dari keluarga sangat berarti dan penting untuk meminta nasehat. 2)
Mekanisme koping berfokus pada emosi (emotional focused coping),
meliputi usaha-usaha dan gagasan yang mengurangi distress emosional. Mekanisme koping berfokus pada emosi tidak memperbaiki situasi tetapi seseorang sering merasa lebih baik. Contoh : saat seseorang memasuki masa pensiun. Maka ia akan berusaha untuk mengurangi beban pikirannya, misalnya dengan melakukan hobinya contohnya berkebun. Selain pendapat di atas, menurut Folkman & Lazarus dalam Afidarti (2006), mekanisme koping dapat dibedakan menjadi:
30
1)
Planful problem solving (problem-focused)
Individu berusaha menganalisa situasi untuk memperoleh solusi dan kemudian mengambil tindakan langsung untuk menyelesaikan masalah. 2)
Confrontative coping (problem-focused)
Individu mengambil tindakan asertif yang sering melibatkan kemarahan atau mengambil resiko untuk merubah situasi. 3)
Seeking social support (problem or emotion-focused)
Usaha individu untuk memperoleh dukungan emosional atau dukungan informasional. 4)
Distancing (emotion-focused)
Usaha kognitif untuk menjauhkan diri sendiri dari situasi atau menciptakan pandangan yang positif terhadap masalah yang dihadapi. 5)
Escape-Avoidanceting (emotion-focused)
Menghindari masalah dengan cara berkhayal atau berpikir dengan penuh harapan tentang situasi yang dihadapi atau mengambil tindakan untuk menjauhi masalah yang dihadapi. 6)
Self control (emotion-focuused)
Usaha individu untuk menyesuaikan diri dengan perasaan ataupun tindakan dalam hubungannya dengan masalah. 7)
Accepting responcibility (emotion-focused)
Mengakui peran diri sendiri dalam masalah dan berusaha untuk memperbaikinya. 8)
Positive reappraisal (emotion-focused)
Usaha individu untuk menciptakan arti yang positif dari situasi yang dihadapi.
31
Mekanisme koping yang
digunakan pada masa pensiun tergantung pada
perlakuan yang di terima dari lingkungan, perlakuan yang buruk terhadap masa pensiun membuat orang cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk, lebih memperlihatkan bentuk perilaku dan mekanisme koping yang negatif, hal ini terjadi karena perubahan tersebut dilakukan tidak atas dasar keinginan dan tekanan dari lingkungan.
Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi stressfull. Rasmun (2004) juga telah menjelaskan bahwa setiap individu mungkin akan melakukan upaya pengalihan yang adaptif yang dianggap efektif dan sangat baik serta realistis dalam menangani masalah, contohnya berbicara dengan orang lain atau curhat tentang masalah yang dihadapi, berdoa serta menghubungkan situasi atau masalah yang sedang dihadapi dengan kekuatan supranatural, melakukan latihan fisik untuk mengurangi ketegangan atau masalah, membuat alternatif berbagai tindakan untuk mengurangi situasi sebagai upaya untuk mengontrol emosi pada dirinya. Sedangkan upaya pengalihan yang maladaptif berupa melamun dan fantasi atau hanya terpaku, banyak tidur dan menangis, tidak mampu menyelesaikan masalah atau pasrah, perilakunya cenderung merusak. Koping diatas merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologi yang dibagi menjadi dua yaitu koping psikologis dan psikososial.
Septanti (2009) mengungkapkan, bahwa penyesuaian diri pada masa pensiun ini tergantung pula pada waktu sejak dimulainya masa pensiun. Menurutnya, saat
32
seorang lansia baru saja menginjak 1-3 tahun usia pensiun, perhatian dari keluarga sangat berarti dan penting, namun saat menginjak tahun ke-4, umumnya lansia sudah mampu menganggap pensiun sebagai suatu hal yang biasa, bukan suatu hal yang istimewa. Dengan kata lain, yang sudah menjalani pensiun lebih dari empat tahun dapat dianggap sudah terbiasa dengan situasi pensiun. Sementara menurut Khristiany (2007), masa penyesuaian terhadap pensiun umumnya terjadi di masa 2- 15 tahun. Dytchwald (2006) menyatakan bahwa tahapan 2-15 tahun sesudah pensiun disebut sebagai tahap reorientasi. Pada tahap ini seseorang akan mulai mengubah prioritasnya, aktivitas, hubungan, dan hidupnya. Para pensiunan umumnya menyatakan bahwa tahap reorientasi ini merupakan tahap yang penuh dengan tantangan. Pada tahapan ini seseorang akan mulai merasakan depresi, kecemasan, dan kebosanan akibat pensiun.
2.3.5
Penanganan Stres
Strategi menghadapi stres antara lain dengan mempersiapkan diri menghadapi stesor dengan cara melakukan perbaikan diri secara pisikis atau mental, fisik dan sosial. Perbaikan secara psikis atau mental yaitu dengan pengenalan diri lebih lanjut, penetepatan tujuan hidup yang lebih jelas, pengaturan waktu yang baik. Perbaikan diri secara fisik dengan menjaga tubuh tetap sehat yaitu dengan memenuhi asupan gizi yang baik, olahraga teratur, istirahat yang cukup. Perbaikan diri secara sosial dengan melibatkan diri dalam suatu kegiatan, acara, organisasi dan kelompok sosial. Mengelola stres merupakan usaha untuk mengurangi atau meniadakan dampak negatif stresor. Dalam menangani stres dapat dilakukan beberapa pendekatan antara lain:
33
1)
Pendekatan farmakologi; menggunakan obat – obatan yang berkhasiat
memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter disusun saraf pusat otak (sistem limbik). Sebagaimana diketahui sistem limbik merupakan bagian otak yang mengatur alam pikiran, alam perasaan dan perilaku seseorang. Obat yang sering dipakai adalah obat anti cemas (axiolutic) dan anti depresi (anti depressant). 2)
Pendekatan perilaku; mengubah perilaku yang menimbulkan stres, toleransi/
adaptabilitas terhadap stres, menyimbangkan antara aktivitas fisik dan nutrisi, serta manajemen perencanaan, organisasi dan waktu. 3)
Pendekatan kognitif; mengubah pola pikir individu berpikir positif dan sikap
positif, membekali diri dengan pengetahuan tetntang stres, menyimbangkan aktivitas otak kiri dan otak kanan, serta hipnoterapi. 4)
Relaksasi; upaya untuk melepas ketegangan. Ada 3 macam relaksasi yaitu
relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera dan relaksasi melalui yoga, meditasi maupun transendensi/keagamaan (Chomaria,2009)
2.4
Harga Diri
2.4.1
Pengertian Harga Diri
Coopersmith (1965) dalam Veronica 2006 menyatakan harga diri sebagai penilaian diri yang dilakukan oleh seseorang individu dan biasanya berkaitan dengan dirinya sendiri. Penilaian tersebut mencerminkan sikap penerimaan atau penolakan dan menunjukkan seberapa jauh individu percaya bahwa dirinya mampu, penting, berhasil, serta berharga.
34
Harga diri adalah penilaian individu terhadap hasil yang dicapai, dengan cara menganalisis seberapa jauh perilaku individu tersebut sesuai dengan ideal diri (Sunaryo, 2004).
2.4.2
Komponen Pembentukan Dalam Harga Diri
ada 3 komponen dalam pembentukan harga diri menurut Asmaradewi (2002) dalam Siregar (2006), yaitu: 1)
Feeling of belonging, perasaan individu bahwa dirinya merupakan bagian
dari suatu kelompok dan bahwa ia diterima serta dihargai oleh anggota kelompoknya. Individu akan memiliki nilai positif akan dirinya bila mengalami perasaan diterima atau menilai dirinya bagian dari kelompoknya. Begitu juga sebaliknya, individu akan merasa memiliki nilai yang negatif apabila mengalami perasaan tidak diterima. 2)
Feeling of competence, yaitu perasaan individu bahwa ia mampu mencapai
suatu hasil yang diharapkannya. Bila individu merasa telah mencapai tujuan secara efisien , maka individu tersebut akan memberikan penilaian yang positif pada dirinya. 3)
Feeling of worth, perasaan individu bahwa dirinya berharga. Perasaan ini
seringkali muncul dalam bentuk pernyataan yang sifatnya pribadi seperti pandai, cantik, menawan, langsing, dan lain-lain. Individu yang mempunyai perasaan berharga akan menilai dirinya positif daripada yang tidak berharga.
35
2.4.3
Karakteristik Harga Diri
Tingkat harga diri individu menjadi tiga golongan menurut Coopersmith (1967) dalam Siregar (2006), yaitu: 1)
Individu dengan harga diri yang tinggi:
1.1)
Aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik
1.2)
Berhasil dalam bidang akademik dan menjalin hubungan sosial
1.3)
Dapat menerima kritik dengan baik
1.4)
Percaya pada persepsi dan reaksinya sendiri
1.5)
Tidak terpaku pada dirinya sendiri atau hanya memikirkan kesulitannya
sendiri 1.6)
Memiliki keyakinan diri, tidak didasarkan atas fantasi, karena mempunyai
kemampuan, kecakapan dan kualitas diri yang tinggi 1.7)
Tidak terpengaruh oleh penilaian orang lain tentang kepribadiannya
1.8)
Lebih mudah menyesuaikan diri dengan suasana yang menyenangkan
sehingga tingkat kecemasannya rendah dan memiliki ketahan diri yang seimbang 2)
Individu dengan harga diri yang sedang :
2.1)
Karakteristik individu dengan harga diri sedang hampir sama dengan yang
memiliki harga diri tinggi, terutama dalam kualitas, perilaku dan sikap. Pernyataan diri mereka memang positif, namun cenderung kurang moderat. 3)
Individu dengan harga diri yang rendah :
3.1)
Memiliki perasaan inferior
3.2)
Takut gagal dalam membina hubungan sosial
3.3)
Terlihat sebagai orang yang putus asa dan depresi
36
3.4)
Merasa diasingkan dan tidak diperhatikan
3.5)
Kurang dapat mengekspresikan diri
3.6)
Sangat tergantung pada lingkungan
3.7)
Tidak konsisten
3.8)
Secara pasif mengikuti lingkungan
3.9)
Menggunakan banyak taktik mempertahankan diri (defense mechanism)
3.10)
2.4.4
Mudah mengakui kesalahan
Komponen Yang Melatarbelakangi Terbentuknya Harga Diri
Menurut
Sriati
(2008)
menyatakan
komponen
yang
melatarbelakangi
terbentuknya harga diri yaitu : 1)
Pengalaman
Pengalaman hidup merupakan suatu bentuk emosi, perasaan, tindakan, dan kejadian yang pernah dialami individu yang dirasakan bermakna dan meninggalkan kesan dalam hidup individu. Kesan ini akan membentuk harga diri individu tersebut. 2)
Pola asuh
Pola asuh merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya yang meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatiannya serta tanggapan terhadap anaknya. Keadaan ini akan membentuk karakteristik pribadi individu yang salah satunya harga diri.
37
3)
Lingkungan
Lingkungan memberikan dampak besar melalui hubungan yang baik antara remaja dengan orang tua, teman sebaya, dan lingkungan sekitar sehingga menumbuhkan rasa aman dan nyaman dalam penerimaan sosial dan harga dirinya. 4)
Sosial ekonomi
Sosial ekonomi merupakan suatu yang mendasari perbuatan seseorang untuk memenuhi dorongan sosial yang memerlukan dukungan keluarga yang berpengaruh pada kebutuhan hidup sehari-hari.
2.4.5
Faktor Yang Mempengaruhi Harga Diri
Argyle (2008) mengemukakan ada 4 faktor utama yang mempengaruhi harga diri, antara lain: 1) Reaksi orang lain Jika orang lain mengagumi kita, menyanjung kita, mendengarkan dengan penuh perhatian dan setuju dengan kita, kita akan cenderung untuk mengembangkan citra diri yang positif. Jika mereka menghindari kita, mengabaikan kita, memberitahu kita hal-hal tentang diri kita sendiri bahwa mereka tidak ingin mendengar kita maka kita akan mengembangkan citra diri yang negatif 2) Perbandingan dengan orang lain Jika orang-orang membandingkan diri kita dengan orang lain yang tampaknya lebih sukses, lebih bahagia, lebih kaya, lebih cantik daripada diri kita maka kita cenderung untuk mengembangkan citra diri yang negatif tapi jika mereka kurang berhasil menggambarkan diri kita maka kita akan cenderung mengembangkan citra diri yang positif.
38
3) Peran sosial Peran sosial membawa pengaruh seperti dokter, pilot maskapai penerbangan, presenter TV, perdana menteri dan dapat mendorong harga diri. Peran yang lain membawa stigma yang lain seperti tahanan, pasien rumah sakit jiwa, kolektor atau pengangguran. 4) Identifikasi Peran tidak hanya yang ada di luar, namun mereka juga menjadi bagian dari kepribadian yaitu identitas kita dengan posisi yang kita tempati, peran yang kita lakukan dan kelompok yang kita miliki.
2.5
Hubungan Harga Diri Dengan Tingkat Stres
Berdasarkan pandangan psikologi perkembangan, pensiun dapat dijelaskan sebagai suatu masa transisi ke pola hidup baru, ataupun merupakan akhir pola hidup. Transisi ini meliputi perubahan peran dalam lingkungan sosial, perubahan minat, nilai dan perubahan dalam segenap aspek kehidupan seseorang. Jadi seseorang yang memasuki masa pensiun, bisa merubah arah hidupnya dengan mengerjakan aktivitas lain, tetapi bisa juga tidak mengerjakan aktivitas tertentu lagi.
Masa pensiun bisa mempengaruhi konsep diri, karena pensiun menyebabkan seseorang kehilangan peran (role), identitas dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi harga diri mereka. (Agustina, 2012). Pensiun seringkali dianggap sebagai kenyataan yang tidak menyenangkan sehingga menjelang masanya tiba sebagian orang sudah merasa stres karena tidak tahu kehidupan macam apa yang
39
diahadapi. Masa pensiun dapat menimbulkan masalah karena tidak semua orang siap menghadapinya. Tidak heran masa pensiun ini menimbulkan masalah psikologis baru bagi individu yang menjalaninya, karena banyak dari mereka yang tidak siap menghadapi masa ini. Ketidaksiapan menghadapi masa pensiun pada umumnya timbul karena adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan tertentu. Perubahan yang diakibatkan oleh masa pensiun ini memerlukan penyesuaian diri. Memasuki masa pensiun, seseorang akan kehilangan peran sosialnya di masyarakat, hubungan kolegal, orang dekat lain, arah hidup, dan kontak sosial. (Mickey Stanley,2006)
Zaman modern seperti sekarang ini, pekerjaan merupakan salah satu faktor terpenting yang bisa mendatangkan kepuasan (karena uang, jabatan, dan dapat memperkuat harga diri). Penilaian seseorang terhadap suatu masalah sebagai keadaan yang penuh stres salah satunya tergantung dari harga diri orang itu sendiri. Harga diri yang tinggi dianggap menjaga individu tetap sehat walaupun mengalami kejadian-kejadian hidup penuh stres. Didalam harga diri yang tinggi terdapat sikap yang membuat individu tahan terhadap stres, yaitu tantangan, komitmen, juga koping diri. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau diterima lingkungan. (Agustianto, 2011)