BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Makanan Kariogenik Makanan kariogenik adalah makanan manis yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi. Sifat makanan kariogenik adalah banyak mengandung karbohidrat, lengket dan mudah hancur di dalam mulut. Kariogenitas suatu makanan tergantung dari : 1. Bentuk fisik Bentuk fisik makanan yang lunak, lengket dan manis yang mudah menempel pada permukaaan gigi dan sela-sela gigi yang jika dibiarkan akan menghasilkan asam yang lebih banyak pula sehingga mempertinggi resiko terkena karies gigi. Selain itu karbohidrat dalam bentuk tepung yang mudah hancur di dalam mulut juga harus dihindari, misalnya kue-kue, roti, es krim, susu, permen dan lain-lain, (Suwelo 1992). Sebaliknya makanan yang kasar dan berserat menyebabkan makanan lebih lama dikunyah. Gerakan mengunyah sangat menguntungkan bagi kesehatan gigi dan gusi. Mengunyah akan merangsang pengaliran air liur yang membasuh gigi dan mengencerkan serta menetralisasi zat-zat asam yang ada. Makanan berserat menimbulkan efek seperti sikat dan tidak melekat pada gigi. Titik-titik positif pada buah segar adalah kadar vitamin, kadar mineral, kaya akan serabut kasar dan air serta sifat-sifat yang merangsang fungsi pengunyahan dan sekresi ludah. Buah yang mempunyai sifat sebagi pembersih alami seperti apel, bengkoang, pir, jeruk.
Universitas Sumatera Utara
2. Jenis Pada umumnya para ahli sependapat bahwa karbohidrat yang paling erat berhubungan dengan proses karies adalah sukrosa, karena mempunyai kemampuan yang lebih efisien terhadap pertumbuhan mikroorganisme asidogenik dibanding karbohidrat lain. Sukrosa dimetabolisme dengan cepat untuk menghasilkan zat-zat asam. Sukrosa banyak tergantung pada makanan manis dan camilan (snack) seperti roti, coklat, permen dan es krim (Pratiwi, 2009). 3. Frekuensi konsumsi Mengonsumsi makanan kariogenik dengan frekuensi yang lebih sering akan meningkatkan kemungkinan terjadinya karies dibandingkan dengan mengonsumsi dalam jumlah banyak tetapi dengan frekuensi yang lebih jarang (Arisman, 2002). Terlalu sering ngemil akan membuat saliva dalam rongga mulut tetap dalam suasana asam akibatnya gigi akan semakin rentan terhadap karies. Beberapa hasil penelitian menganjurkan supaya makanan dan minuman yang bersifat kariogenik jangan dikonsumsi sepanjang hari tetapi sebaiknya dikonsumsi pada tiga waktu makan utama, hal ini dapat mengurangi resiko karies. (Houwink, 1993) 4. Cara mengonsumsi Berhubungan dengan cara mengonsumsi makanan yang dapat menyebabkan karies gigi dan juga berhubungan dengan oral clearance time, yaitu waktu yang dibutuhkan oleh seseorang untuk mengeliminasi makanan dari mulut, dan mengurangi konsentrasi karbohidrat sampai pada titik terang. Seseorang yang mengulum makanan lebih lama didalam mulutnya mempunyai resiko karies lebih
Universitas Sumatera Utara
tinggi dari pada orang yang mengulum makanan / oral clearance time pendek (Tarigan, 1995). 2.2. Karies Gigi 2.2.1. Bagian Gigi dan Fungsinya Menurut Rahmadhan (2010) gigi terdiri dari dua jaringan yaitu jaringan keras di luar mencakup email dan dentin serta jaringan lunak didalamnya yaitu pulpa. Email merupakan jaringan keras pelindung gigi yang menutupi seluruh permukaan gigi. Jaringan yang berwarna putih ini merupakan jaringan yang paling keras di dalam tubuh, bahkan lebih keras dibanding tulang. Email tidak mempunyai kemampuan untuk tumbuh kembali, jadi sekali rusak maka email tidak akan bisa kembali seperti semula. Dentin merupakan lekukan utama dalam ujung gigi yang menyerupai tulang, berwarna kuning dan lebih lunak dibandingkan email, dentin memiliki kemampuan untuk tumbuh. Pertumbuhan dentin tidak mengarah ke luar permukaan gigi, melainkan ke arah pulpa, sehingga gigi tidak akan bertambah besar dengan pertumbuhan dentin ini. Pulpa merupakan jaringan lunak yang di dalamnya terdapat jaringan ikat, limfe, saraf dan pembuluh darah. Limfe, saraf dan pembuluh darah masuk ke dalam gigi melalui suatu lubang kecil yang berada di ujung akar gigi yang disebut foramen apikal. Pembuluh darah berperan dalam memberikan nutrisi kepada gigi sehingga gigi tampak kuat dan sehat, sedangkan saraf berperan dalam menghantarkan rangsang dari luar gigi ke otak sehingga kerusakan gigi dapat diketahui.
Universitas Sumatera Utara
Bagian lain yaitu ada juga yang dinamakan mahkota yaitu bagian yang menonjol dari rahang, akar yaitu bagian yang tertanam dalam rahang serta sementum yaitu lapisan yang keras di sekeliling akar (Budiyono, 2011). Gigi-geligi yang ada di mulut termasuk golongan gigi heterodont karena bentuknya yang bemacam-macam dan fungsinya pun berbeda-beda. Secara umum gigi bisa dibagi menjadi empat jenis (Rahmadhan, 2010) : 1.
Gigi insisif atau gigi seri Gigi ini berbentuk persegi panjang, dan berfungsi untuk memotong makanan. Gigi ini terletak dibagian yang paling depan di tengah lengkung gigi, ada empat buah di rahang atas maupun di rahang bawah.
2.
Gigi kaninus atau gigi taring Gigi taring berada di sebelah gigi insisif, berbentuk panjang dengan ujung yang runcing. Gigi ini berfungsi untuk mengoyak atau menyobek dan memotong makanan. Gigi ini berjumlah empat buah, dua di rahang atas dan dua di rahang bawah.
3.
Gigi premolar atau gigi geraham kecil Gigi premolar berada setelah gigi kaninus, bentuk gigi premolar di rahang atas agak berbeda dengan yang di rahang bawah. Premolar rahang atas mempunyai dua bonjol, sedangkan premolar rahang bawah hampir mirip dengan kaninus namun bonjolnya tidak runcing. Totalnya ada delapan buah, empat di rahang atas dan empat di bawah. Gigi premolar berfungsi untuk menyobek dan membantu menghaluskan makanan.
Universitas Sumatera Utara
4.
Gigi molar atau gigi geraham besar Gigi molar berada di samping gigi premolar, bentuknya seperti kotak dan ukurannya besar. Gigi ini paling berperan dalam penghalusan makanan. Totalnya ada dua belas buah, enam di rahang atas dan enam di bawah. Gigi juga sangat diperlukan untuk mengeluarkan bunyi ataupun huruf - huruf
tertentu seperti huruf T,V, F, D, dan S. Tanpa gigi, bunyi huruf-huruf ini tidak akan terdengar dengan sempurna. Sebuah senyum tidak akan lengkap tanpa sederetan gigi yang rapi dan bersih, hal ini menunjukkan peran gigi dalam hal estetika. Banyak hal yang terjadi apabila gigi hilang, diantaranya gangguan pengunyahan makanan, susunan gigi yang menjadi tidak teratur (maloklusi), tulang alveolar yang berkurang (resorpsi), gangguan pada sendi rahang, dan penyakit pada jaringan periodontal. Berikut ini merupakan gambar gigi beserta bagian-bagiannya:
Sumber: dentis raz blog Gambar 2.1 Gigi dan bagian-bagiannya
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Defenisi Karies Gigi Karies gigi adalah penyakit jaringan gigi yang ditandai dengan kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pits,fissure dan daerah interproximal) meluas kearah pulpa. Karies gigi dapat dialami oleh setiap orang dan dapat timbul pada satu permukaan gigi atau lebih dan dapat meluas ke bagian yang lebih dalam dari gigi, misalnya dari email ke dentin atau ke pulpa (Tarigan, 1995). Kata karies, dalam bahasa Yunani diambil dari kata “Ker” artinya kematian. Dalam bahasa Latin berarti kehancuran. Pembentukan lobang pada permukaan gigi disebabkan oleh kuman yang dikenal sebagai lubang. Lubang ini terbentuk pada permukaan gigi yang terbuka yaitu mahkota gigi (Srigupta, 2004). Karies merupakan suatu proses kronis, regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email, sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat (medium makanan dari bakteri), selanjutnya timbul destruksi komponen-komponen organik, yang akhirnya terjadi kavitasi (pembentukan lubang) (Schuurs, 1992). 2.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Karies Gigi 2.3.1. Faktor dalam Menurut Panjaitan (1995), ada empat faktor yang langsung berhubungan dengan karies gigi yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikrooorganisme, substrat dan waktu. Faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies yaitu faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi), struktur enamel, faktor kimia dan kristalografis. Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies
Universitas Sumatera Utara
karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk di daerah tersebut terutama pit dan fisur yang dalam. Selain itu, permukaan gigi yang kasar juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi. Enamel merupakan jaringan tubuh dengan susunan kimia kompleks yang mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan organik 2%. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung mineral maka kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi susu lebih mudah terserang karies daripada gigi tetap. Hal ini disebabkan karena enamel gigi susu mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit daripada gigi tetap. Selain itu, secara kristalografis kristal-kristal gigi susu tidak sepadat gigi tetap. Hal ini menjadi salah satu penyebab tingginya prevalensi karies pada anakanak. Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Hasil penelitian menunjukkan komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada awal pembentukan plak, kokus gram positif merupakan jenis yang paling banyak dijumpai seperti Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan Streptokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, ada juga penelitian yang menunjukkan adanya laktobasilus pada plak gigi. Pada penderita karies aktif, jumlah laktobasilus pada plak gigi
Universitas Sumatera Utara
berkisar 104 – 105 sel/mg plak. Walaupun demikian, S. mutans yang diakui sebagai penyebab utama karies oleh karena S. mutans mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam). Menurut Panjaitan (1995), Streptokokus mempunyai sifat-sifat tertentu yang memungkinkannya memegang peranan utama dalam proses karies gigi yaitu : (1) memfermentasikan berbagai jenis karbohidrat menjadi asam sehingga mengakibatkan penurunan Ph. (2) membentuk dan menyimpan polisakarida intraseluler (levan) dari berbagai jenis karbohidrat, simpanan ini dapat dipecahkan kembali oleh mikroorganisme tersebut bila karbohidrat eksogen kurang sehingga dengan demikian menghasilkan asam terus-menerus. (3) mempunyai kemampuan untuk membentuk polisakarida ekstraseluler (dekstran) yang merupakan matriks yang melekatkan bakteri pada enamel gigi. Dekstran menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada permukaan gigi. (4) mempunyai kemampuan untuk menggunakan glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi. Diet yang dimakan dapat mempengaruhi pembentukan plak karna membantu pembiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel, juga mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak itu sendiri dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk produksi asam, enzim-enzim serta bahan lain yang aktif yang menyebabkan tumbuhnya
karies. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak mempunyai
Universitas Sumatera Utara
karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies. Kecepatan pembentukan plak tergantung pada konsistensi, macam dan keras lunaknya makanan. Makanan lunak yang tidak memerlukan pengunyahan mempunyai sedikit atau sama sekali tidak mempunyai efek membersihkan pada gigi geligi. Makanan yang sifatnya lengket seperti permen dan dodol memegang peranan penting dalam pembentukan plak. Pembentukan plak yang sangat tebal pada pola makan dengan sukrosa disebabkan adanya pembentukan ekstraseluler matriks (dekstant) yang dihasilkan dari pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa, glukosa ini dengan bantuan streptokokus mutans membentuk dekstran yang merupakan matriks yang melekatkan bakteri pada enamel gigi. Fruktosa juga dipecah dengan bantuan mikroorganisme plak menjadi levan yana menjadi sumber bahan makanan mikroorganisme plak sumber kekurangan karbohidrat dalam mulut. Secara umum karies dianggap penyakit kronis pada manusia, yang berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang dibutuhkan suatu karies berkembang menjadi suatu lubang, bervariasi dan diperkirakan antara 6-48 bulan. Penelitian epidemiologi pada segolongan besar anak memperlihatkan serangan karies mencapai puncaknya pada waktu dua sampai empat tahun sesudah erupsi gigi, yang kemudian menurun. Disamping itu aktivitas karies akan lebih besar bila semakin lama sukrosa didalam mulut, sebab aktivitas juga bergantung pada frekuensi konsumsi sukrosa (Panjaitan, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Karies akan terjadi bila kondisi setiap faktor tersebut saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama. 2.3.2. Faktor Luar Menurut Tarigan (1995), beberapa faktor luar yang juga mempengaruhi terjadinya karies gigi yaitu usia, jenis kelamin, ras / suku bangsa, letak geografis, kultur sosial penduduk serta kesadaran, sikap dan perilaku individu terhadap kesehatan gigi. Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies. Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak mempunyai resiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka baru erupsi sedangkan orangtua lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar. Umur yang paling rentan menderita karies gigi adalah 4-8 tahun untuk gigi primer dan 12-18 tahun untuk gigi sekunder atau permanen (Wong, 2008). Dilihat dari jenis kelamin seseorang, beberapa penelitian menyatakan bahwa prevalensi karies gigi tetap wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Demikian juga dengan anak-anak, prevalensi karies gigi sulung anak perempuan sedikit lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan antara lain karena erupsi gigi anak perempuan lebih cepat dibanding anak laki-laki sehingga gigi anak perempuan berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya gigi anak perempuan akan lebih lama berhubungan dengan faktor risiko terjadinya karies.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh ras terhadap terjadinya karies gigi amat sulit ditentukan, tetapi keadaan tulang rahang suatu ras bangsa mungkin berhubungan dengan kejadian karies yang semakin meningkat atau menurun. Misalnya pada ras tertentu dengan rahang yang sempit, sehingga gigi-gigi pada rahang sering tumbuh tidak teratur. Keadaan gigi yang tidak teratur ini akan mempertinggi prosentase karies pada ras tersebut. Keadaan geografis berpengaruh dalam hal terjadinya karies karena kandungan fluor air minum. Bila air minum mengandung fluor 1 ppm maka gigi mempunyai daya tahan terhadap karies tetapi bila air minum mengandung lebih besar dari 1 ppm maka akan terjadi Mottled teeth yang menyebabkan kerusakan email berupa bintikbintik hitam. Pendidikan dan penghasilan yang berhubungan dengan diet dan kebiasaan merawat gigi merupakan faktor yang mempengaruhi kultur sosial penduduk . Fase perkembangan anak- anak masih sangat tergantung pada pemeliharaan dan bantuan orang dewasa dan pengaruh paling kuat dalam masa tersebut datang dari ibunya. Peranan ibu sangat mementukan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Demikian juga keadaan kesehatan gigi dan mulut anak usia prasekolah masih sangat ditentukan oleh kesadaran, sikap dan perilaku serta pendidikan ibunya. 2.4. Proses Terjadinya Karies Gigi 2.4.1. Pembentukan karies Karies gigi atau lebih dikenal dengan lubang pada permukaan gigi, yang berada diatas email dapat terjadi apabila semua faktor yaitu gigi, air liur, makanan dan kuman lengkap. Bagian yang ganjil adalah bukan hanya keberadaannya saja yang
Universitas Sumatera Utara
penting akan tetapi keempat faktor tersebut harus saling mempengaruhi. Kuman yang sangat kecil memainkan peran yang sangat penting dalam pembentukan lubang. Kuman-kuman ini menghasilkan asam yang melarutkan email permukaan gigi dan membentuk suatu lubang. Kuman-kuman tersebut menempel pada permukaan gigi dan bagian yang tidak dicuci dengan air liur. Air liur, makanan dan permukaan gigi menyediakan perlindungan bagi bakteri dalam mulut untuk menempati dan membentuk suatu koloni. Bahan yang lengket dan bakteri membuat suatu endapan, yang dikenal dengan plak (Srigupta, 2004). Di dalam plak, 70% lapisan yang menutupi gigi, volumenya terdiri dari bakteri, dibentuk asam dari karbohidrat yang mengakibatkan turunnya pH lokal yang normal. Penurunan ini mengganggu keseimbangan antara jaringan gigi, biasanya email, dan lingkungan (Schuurs, 1992). Bakteri dalam plak menungu makanan yang akan menghasilkan zat yang disebut enzim. Pertahanan tubuh menyaksikan semua aktifitas ini dan bertindak sesuai dengan aktifitas tersebut. Ia meningkatkan kuantitas air liur agar efek enzim yang dibuat oleh bakteri mencair. Efek enzim tersebut dibersihkan secara wajar akan tetapi jika daya tahan seseorang berkurang karena menerima penyakit secara umum, maka kuman akan berkembang biak lebih cepat. Kuman-kuman tersebut tumbuh menurut ukuran, ketebalan dan mengeras. Selanjutnya air liur akan kesulitan untuk membersihkan bakteri tersebut. Tahapan kedua adalah ketika makanan dan bakteri membentuk enzim yang diubah menjadi asam. Asam ini memiliki kemampuan melarutkan jaringan otot yang paling keras yakni email gigi. Asam ini membentuk
Universitas Sumatera Utara
lubang yang sangat kecil diatas permukaan gigi dan pada akhirnya membentuk lubang yang besar (lubang berwarna hitam), inilah lubang gigi. Hingga pada keadaan ini proses tidak menyakitkan (Srigupta, 2004). 2.4.2.Penjalaran Proses Karies Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui prismata dan lewat perluasan “lubang fokus” tapi belum sampai kavitasi. Kavitasi baru muncul apabila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitas yang makroskopis dapat dilihat. Bila lesi mencapai dentin, pulpa langsung akan terlibat proses, lewat cabang-cabang odontoblas di dalam kanal-kanal dentin. Lewat email yang menjadi porus, mungkin melalui suatu kavitas, produk-produk bakterial mencapai dentin yang lebih miskin mineral dan kaya putih telur daripada email (Schuurs, 1992). Menurut Schuurs (1992) berbagai keadaan menambah perluasan proses di dalam dentin: (1) kanal-kanal dentin karena anastomosisnya dengan mudah memberikan jalan bagi perluasan ke arah lebarnya, lewat batas dentin-email. (2) juga terdapat perluasan ke arah dalamnya, suatu proses yang pada batas tertentu dikompensasi oleh pembentukan dentin sklerotik, terlihat sebagai daerah transparan. Juga perluasan ke arah lebar, sehingga bagian-bagian besar email utuh menjadi rusak, menurut perkiraan dibatasi oleh sklerotisasi kanal-kanal dentin. Secara histologis, pada karies tulang gigi yang tidak begitu dalam, dapat dibedakan dari luar ke dalam lima daerah : (1) lapisan dentin lunak yang strukturnya tidak dapat dikenal lagi. Didalam lapisan ini terdapat flora campuran yang
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan enzim hidrolitik yang akan merusak komponen organik dentin. (2) lapisan infeksi, dimana akan dijumpai bakteri-bakteri di dalam tubuli, tubuli melebar dan saling menyatu. Selain itu terlihat juga celah-celah yang mengikuti jalannya garis-garis pertumbuhan owen. (3) lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin peritubular diserang. (4) lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan ensimnya. (5) lapisan opak (tidak tembus penglihatan), ditandai dengan adanya lemak di dalam tubuli, kemungkinan merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas. Pada karies dentin yang baru mulai terlihat hanya lapisan keempat dan kelima. Baru setelah terjadi kavitas, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies yang amat dalam tidak terdapat lapisan-lapisan 4 dan 5. Bila sementum oleh retraksi gingiva terbuka bagi lingkungan mulut, dapat terjadi karies akar, suatu proses yang lebih luas ke arah dalam. Hal ini menyebabkan keadaan tidak janggal bahwa dentin yang makin tua akan lebih mengalami sklerosis. Mikroorganisme menembus saluran-sluran dimana sebelumnya terdapat jaringan ikat dan dengan demikian pada lapisan lebih dalam dapat mengurus proses perluasan ke arah lebar (Schuurs, 1992). 2.5. Bentuk – Bentuk Karies Gigi Tarigan (1995) mengelompokkan karies gigi berdasarkan cara meluasnya, stadium (kedalamannya), lokalisasi dan berdasarkan banyaknya permukaan gigi yang terkena karies.
Universitas Sumatera Utara
2.5.1. Berdasarkan Cara Meluasnya Berdasarkan cara meluasnya karies gigi, karies terbagi sebagai berikut: 1.
Penetrierende Karies
Karies yang meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut. Perluasannya secara penetrasi, yaitu merembes ke arah dalam. 2.
Unterminirende Karies
Karies yang meluas dari email ke dentin dengan jalan meluas ke arah samping, sehingga menyebabkan bentuk seperti periuk. 2.5.2. Berdasarkan Stadium (Kedalamannya) Berdasarkan stadium (kedalamannya) karies gigi, karies terbagi sebagai berikut: 1.
Karies Superficialis
Ciri-ciri karies superficialis adalah karies baru mengenai enamel saja, sedang dentin belum terkena. 2.
Karies Media
Ciri-ciri karies superficialis adalah karies sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi setengah dentin. 3.
Karies Profunda
Ciri-ciri karies superficialis adalah karies sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Karies profunda dapat dibagi lagi atas : a.
Karies profunda stadium I
Karies telah melewati setengah dentin, biasanya radang pulpa belum dijumpai.
Universitas Sumatera Utara
b.
Karies profunda stadium II
Masih dijumpai lapisan tipis yang membatasi karies dengan pulpa dan telah terjadi radang pulpa. c.
Karies profunda stadium III
Pulpa telah terbuka, dijumpai bermacam-macam radang pulpa. 2.5.3. Berdasarkan Lokalisasi Karies Berdasarkan lokalisasi, karies terbagi sebagai berikut: 1.
Klas I
Karies yang terdapat pada bagian oklusal (pits dan fissure) dari gigi premolar dan molar (gigi posterior). Dapat juga terdapat pada gigi anterior di foramen caecum. 2.
Klas II
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi molar atau premolar, yang umumnya meluas sampai kebagian oklusal. 3.
Klas III
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi depan, tetapi belum mencapai margo incisalis (belum mencapai 1/3 incisial dari gigi). 4.
Klas IV
Karies yang terdapat pada bagian approximal dari gigi-gigi depan, dan sudah mencapai margo incisalis (telah mencapai 1/3 incisial dari gigi). 5.
Klas V
Karies yang terdapat pada bagian 1/3 leher dari gigi-gigi depan maupun gigi belakang pada permukaan labial lingual, palatal ataupun bukal dari gigi.
Universitas Sumatera Utara
6.
Klas VI
Karies yang terdapat pada bagian incisal edge dan cusp oklusal pada gigi belakang yang disebabkan oleh keausan pada gigi yang terjadi selain dari pengunyahan normal (abrasi), keadaan physiologis pada pengunyahan (atrisi) dan keausan gigi yang disebabkan oleh proses kimia (erosi). 2.5.4. Berdasarkan Banyaknya Permukaan gigi yang Terkena Karies Berdasarkan banyaknya permukaan gigi yang terkena karies, karies terbagi sebagai berikut: 1.
Simpel karies
Karies yang dijumpai pada satu permukaan saja. Misalnya labial, bukal, lingual, mesial, distal, oklusal. 2.
Kompleks Karies
Karies yang sudah luas dan mengenai lebih dari satu bidang permukaan gigi. Misalnya : mesio incisal, disto incisal, mesio oklusal. 2.6. Pengukuran Keaktifan Karies Dalam mempelajari setiap penyakit, ahli epidemiologi akan melihat prevalensi maupun insidensnya. Prevalensi adalah bagian dari suatu kelompok masyarakat yang terkena suatu penyakit atau suatu keadaan pada kurun waktu tertentu. Insidens merupakan pengukuran tingkat kemajuan suatu penyakit. Oleh karena itu, untuk mengukur suatu insidens diperlukan dua pemeriksaan, satu pada permulaan dan satu pada akhir kurun waktu tertentu. Dengan demikian insidens adalah peningkatan atau penurunan jumlah kasus baru yang terjadi pada suatu kelompok masyarakat pada suatu kurun waktu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum insidens dan prevalensi dapat diukur, diperlukan pengukuran kuantitatif lebih dahulu yang akan mencerminkan besarnya penyebaran penyakit pada suatu populasi. Pada karies pengukuran penyakit dapat dilihat dari indeks penyebaran yang kumulatif (Kidd, 1991). Indeks adalah ukuran yang dinyatakan dengan angka dari keadaan suatu golongan/kelompok terhadap suatu penyakit gigi tertentu. Ukuran-ukuran ini dapat digunakan untuk mengukur derajat keparahan dari suatu penyakit mulai dari yang ringan sampai berat. Untuk mendapatkan data tentang status karies seseorang digunakan indeks karies agar penilaian yang diberikan pemeriksa sama atau seragam. Indeks yang biasa dipakai adalah indeks DMF-T dari WHO. ∑ DMF-T = D + M + F DMF-T rata-rata = ∑DMF-T / N Keterangan: D = Decayed (gigi berlubang) M = Missing (gigi telah dicabut karna karies) F = Filling (gigi dengan tumpatan baik) T = Tooth (gigi tetap)
Universitas Sumatera Utara
Dibawah ini tabel klasifikasi angka keparahan gigi menurut WHO, Tabel 2.1 Klasifikasi Angka Karies Gigi Menurut WHO Tingkat Keparahan DMF-T Sangat rendah 0,8 – 1,1 Rendah 1,2 – 2,6 Sedang 2,7 – 4,4 Tinggi 4,5 – 6,5 Sangat Tinggi 6,6 keatas Sumber. Departemen Kesehatan RI, 2004 Pengukuran lain yang dibutuhkan dalam survei karies gigi adalah 1) prevalensi karies yaitu persentase dari orang-orang dengan kerusakan gigi (DMF) akibat karies, 2) PTI (Performance Treatment Indeks), yaitu persentase yang melakukan penambalan (F) dari orang- orang dengan pengalaman karies (DMF). (DepKes RI, 2000) 2.7. Hubungan Makanan Kariogenik dengan Karies Gigi Budaya makan saat ini sudah mengalami perubahan, makanan siap saji menjadi sangat popular bagi orang-orang dari semua usia terutama anak-anak. Anakanak
mudah
terpengaruh
dengan
tayangan
komersial
di
televisi
yang
mempertontonkan berbagai produk makanan. Bukti tentang adanya hubungan antara pola makan dengan karies telah banyak dicatat baik sebelum maupun sesudah peningkatan ketersediaan gula sebagai contoh adalah penduduk di pulau terpencil di Atlantik Selatan. Pada tahun tiga puluhan kondisi gigi mereka sangat baik sekali, pada saat itu makanan mereka hanya terdiri dari daging, ikan, kentang dan sayuran lainnya. Sejak tahun 1940 terjadi
Universitas Sumatera Utara
peningkatan makanan impor bergula diikuti dengan kenaikan serupa pada keadaan kariesnya (Kidd, 1991). Bukti lain mengenai hubungan pola makan dan karies berkaitan dengan penyakit herediter yang jarang, yaitu suatu intoleransi terhadap fruktosa, yang disebabkan oleh kesalahan metabolisme bawaan. Pasien yang menderita penyakit ini kekurangan enzim hati sehingga makanan yang mengandung fruktosa akan mengakibatkan rasa mual yang hebat. Oleh karena itu, mereka akan menghindari makanan yang manis-manis. Ternyata kekerapan karies mereka menjadi sangat rendah (Kidd, 1991). Makanan manis akan dinetralisir setelah 20 menit, maka apabila setiap 20 menit sekali memakan makanan manis akan mengakibatkan gigi lebih cepat rusak. Makanan manis lebih baik dimakan pada saat jam makan utama seperti sarapan, makan siang, makan malam, karena pada waktu jam makan utama biasanya air ludah yang dihasilkan cukup banyak sehingga dapat membantu membersihkan gula dan bakteri yang menempel di gigi (Rahmadhan, 2010). Penelitian Barus (2008) yang dilaksanakan pada anak SD 060935 di Jalan Pintu Air II Simpang Gudang Kota Medan tahun 2008 menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara frekuensi makan jajanan dengan karies gigi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan anak-anak yang frekuensi makanan jajanannya tinggi memiliki tingkat keparahan karies gigi yang berat (74,2%). Senada dengan itu, penelitian Hidayanti (2005) yang dilaksanakan pada anak Sekolah Dasar di Kecamatan Cihideung Kota Tasikmalaya tahun 2005 menunjukkan ada hubungan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik, makanan pencegah karies
Universitas Sumatera Utara
dan skor konsumsi makan dengan keparahan karies gigi. Rata-rata konsumsi makanan kariogenik sebesar 12,6 ± 4,5 dan rata-rata indeks def-t sebesar 5,93 ± 3,13. Terdapat hubungan kesukaan anak terhadap makanan kariogenik dengan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik. Ada hubungan kebiasaan konsumsi makanan kariogenik, makanan pencegah karies gigi, dan delta konsumsi makan dengan keparahan karies gigi. Hadnyanawati (2002), melalui penelitiannya pada siswa sekolah dasar di Kabupaten Jember, juga menunjukkan adanya pengaruh pola jajan di sekolah terhadap karies gigi (p<0,01). Siswa yang mengkonsumsi biskuit memeliki DMF-T sebesar 2,5, yang mengkonsumsi permen coklat memiliki DMF-T sebesar 2,9 dan yang mengkonsumsi es krim memiliki DMF-T sebesar 5,0 serta yang mengkonsumsi sirup memiliki DMF-T sebesar 3,8. Keadaan ini menunjukkan bahwa makanan yang bersifat kariogenik terutama karbohidrat jesis sukrosa sangat berpengaruh terhadap karies gigi. Penelitian Karunianingtyas (2008) yang dilakukan pada anak usia prasekolah di Taman Kanak-kanak Pondok Beringin juga menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan menggosok gigi dan konsumsi makanan jajanan kariogenik dengan kejadian karies gigi. Faktor yang paling berpengaruh adalah konsumsi makanan jajanan kariogenik. Hasil penelitian ini juga mengungkapkan bahwa kebiasaan menggosok gigi berkategori kurang baik 40%, konsumsi makanan jajanan kariogenik berkategori tinggi 88,3%. Terdapat 85% anak usia pra-sekolah menderita karies gigi.
Universitas Sumatera Utara
2.8.Kerangka Konsep Hubungan antara konsumsi makanan kariogenik, jenis kelamin dan perilaku kesehatan gigi individu dengan karies gigi dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
Makanan kariogenik - Jenis - Frekuensi - Cara Mengonsumsi
Karies Gigi
- Jenis kelamin - pemeliharaan kesehatan gigi
Gambar. 2.2. Kerangka konsep kaitan antara makanan kariogenik, jenis kelamin dan pemeliharaan kesehatan gigi dengan karies gigi Dari skema terlihat bahwa makanan kariogenik merupakan variabel independen dan karies gigi merupakan variabel dependen. Makanan kariogenik mempengaruhi timbulnya karies gigi. Jenis Kelamin dan pemeliharaan kesehatan gigi merupakan variabel antara. Variabel antara juga dapat mempengaruhi timbulnya karies gigi. 2.9. Hipotesis Ho
: Tidak ada hubungan antara konsumsi makanan kariogenik dengan karies gigi pada anak SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan tahun 2011.
Ha
: Ada hubungan antara konsumsi makanan kariogenik dengan karies gigi pada anak SD Swasta Muhammadiyah 08 Medan tahun 2011.
Universitas Sumatera Utara