BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Minyak Atsiri Minyak atsiri merupakan cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah
menguap pada suhu kamar. Minyak ini diperoleh dari ekstrak bunga, biji, daun, kulit batang, kayu, dan akar tumbuh-tumbuhan. Tumbuhan tersebut dapat berupa semak, belukar, atau pohon. Minyak atsiri merupakan formula obat dan kosmetik tertua yang diketahui manusia dan diklaim lebih berharga daripada emas (Agusta, 2000). Jika daun mengalami luka, umumnya cairan bening akan mengalir keluar, identik dengan darah yang keluar dari luka pada tubuh manusia. Cairan bening maupun darah memiliki kesamaan fungsi, yaitu membersihkan dan melindungi luka, melawan mikroorganisme berbahaya, dan menyediakan nutrisi maupun oksigen untuk regenerasi sel tubuh. “Darah” pada tumbuhan berbentuk cairan menguap (volatil) atau resin yang berfungsi seperti darah dalam tubuh manusia. Substansi yang disebut dengan life force ini jika disuling disebut minyak atsiri (Agusta, 2000). Minyak atsiri awalnya dikenal sebagai minyak esensial. Minyak ini sudah dikenal sejak tahun 3.000 SM oleh penduduk Mesir Kuno dan digunakan untuk tujuan keagamaan, pengoobatan, atau sebagai balsam untuk mengawetkan jenasah. Sejak zaman dahulu, penggunaan minyak esensial di Indonesia masih sangat terbatas dan masih bersifat tradisional. Pemakaian minyak sari tumbuhan
Universitas Sumatera Utara
secara tradisional dilakukan dengan cara merendam tanaman aromatik dengan air atau dalam minyak kelapa (Yuliani, 2012). Minyak atsiri dihasilkan dari bagian jaringan tanaman tertentu seperti akar, batang, kulit, daun, bunga, buah, atau biji. Sifat minyak atsiri yang menonjol antara lain mudah menguap pada suhu kamar, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan aroma tanaman yang menghasilkannya, dan umumnya larut dalam pelarut organik (Lutony, 1994). Bahkan kebanyakan minyak atsiri memiliki aroma sangat spesifik. Hal ini tidak lain karena setiap minyak atsiri memiliki komponen kimia yang berbeda. Komponen atau kandungan masing-masing komponen kimia tersebut adalah hal yang paling mendasar dalam menentukan aroma maupun kegunaannya. Jadi, penentuan komponen penyusun dan komposisi masing-masing komponen tersebut di dalam minyak atsiri merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kegunaan, kualitas ataupun mutu dari suatu minyak atsiri (Agusta, 2000). Minyak atsiri memiliki kandungan komponen aktif yang disebut terpenoid atau terpena. Jika tanaman memiliki kandungan senyawa ini, berarti tanaman tersebut memiliki potensi untuk dijadikan minyak atsiri. Zat inilah yang mengeluarkan aroma atau bau khas yang terdapat pada banyak tanaman, misalnya pada rempah-rempah atau yang dapat memberikan cita rasa di dalam industri makanan dan minuman (Yuliani, 2012). Satu jenis minyak atsiri, pada umumnya memiliki beberapa khasiat yang berbeda, misalnya sebagai antiseptik dan antibakteri. Penelitian klinik memperlihatkan bahwa minyak atsiri sering membantu menciptakan lingkungan
Universitas Sumatera Utara
sedemikian rupa sehingga penyakit, bakteri, virus, dan jamur tidak dapat hidup (Agusta, 2000).
2.2
Tahap Pengambilan Minyak Atsiri
2.2.1 Perlakuan Bahan Tanaman 2.2.1.1 Pemotongan dan memperkecil bahan tanaman Pekerjaan utama penyulingan adalah mengisolasi atau mengeluarkan minyak atsiri dari bahan tanaman yang berbau. Dalam tanaman minyak atsiri terdapat dalam kelenjar minyak atau pada bulu-bulu kelenjar. Minyak atsiri hanya akan keluar keluar setelah uap menerobos jaringan-jaringan tanaman yang terdapat dipermukaan.
Proses lepasnya minyak atsiri ini hanya dapat terjadi
dengan hidrodifusi atau penembusan air pada jaringan-jaringan tanaman (Sastrohamidjojo, 2004). Biasanya proses difusi berlangsung sangat lambat. Untuk mempercepat proses difusi maka sebelum penyulingan dilakukan bahan tanaman harus dioperkecil dengan cara dipotong-potong, atau digerus. Pemotongan menjadi kecil-kecil atau penggerusan sering diistilahkan kominusi. Ada kalanya meskipun sudah dipotong-potong ternyata hanya sebagian minyak atsiri yang dapat terbebaskan (Sastrohamidjojo, 2004). Perlu diperhatikan bila bahan telah dipotong-potong atau diperkecil harus segera disuling. Bila tidak segera diproses maka minyak atsiri yang mempunyai sifat mudah menguap sebagian akan teruapkan. Ada dua hal yang dapat merugikan proses ini: pertama, hasil total minyak atsiri yang diperoleh berkurang
Universitas Sumatera Utara
karena ada yang menguap; kedua, komposisi minyak atsiri akan berubah, hingga akan mempengaruhi baunya (Sastrohamidjojo, 2004). 2.2.1.2 Penyimpanan Bahan Tanaman Penyimpanan
bahan
tanaman
sebelum
dilakukan
kominusi
sering
mengandung bahaya yaitu lepasnya minyak atsiri yang mudah menguap. Biasanya hilangnya minyak atsiri oleh penguapan relatif sedikit, tetapi hilangnya minyak atsiri kebanyakan disebabkan oleh peristiwa oksidasi dan pendamaran atau resinifikasi (Sastrohamidjojo, 2004). 2.2.2 Cara Umum Penyulingan Pada umumnya cara isolasi minyak atsiri adalah adalah sebagai berikut: uap menembus jaringan tanaman dan menguapkan semua senyawa yang mudah menguap. Jika hal ini benar, maka seakan-akan isolasi minyak atsiri dari tanaman dengan
cara
hidrodestilasi
merupakan
proses
yang
sederhana,
hanya
membutuhkan jumlah uap yang cukup. Namun kenyataan hal tersebut tidak sesederhana yang kita bayangkan. Hidrodestilasi atau penyulingan dengan air terhadap tanaman meliputi beberapa proses (Sastrohamidjojo, 2004). Pengambilan (ekstraksi) minyak atsiri dari tumbuh-tumbuhan dilakukan dengan tiga cara yaitu: 1. Penyulingan menggunakan uap air (Steam Distillation) 2. Ekstraksi menggunakan pelarut (Solvent Extraction) 3. Pengempaan (Expression) Dari ketiga cara ini, penyulingan menggunakan uap air dan ekstraksi menggunakan pelarut merupakan dua cara terpenting (Harris, 1987).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2.1 Penyulingan Menggunakan Uap Air Penyulingan dapat didefinisikan sebagai proses pemisahan komponenkomponen suatu campuran yang terdiri atas dua cairan atau lebih berdasarkan perbedaan tekanan uap mereka atau berdasarkan perbedaan titik didih komponenkomponen senyawa tersebut (Sastrohamidjojo, 2004). Penyulingan menggunakan uap air merupakan cara pengambilan minyak yang tertua, namun masih paling banyak digunakan, Akan tetapi, cara ini hanya cocok untuk minyak-minyak tanaman yang tidak rusak oleh panas uap air. 1. Penyulingan Langsung Pada cara penyulingan ini, bahan tumbuhan yang akan diambil minyaknya dimasak dengan air. Dengan demikian, penguapan air dan minyak berlangsung bersamaan. Kendati penyulingan ini seolah-olah memudahkan penanganan, tetapi ternyata mengakibatkan kehilangan hasil dan penurunan mutu. Penyulingan langsung mengakibatkan pengasaman (oksidasi) serta persenyawaan zat ester yang dikandung dengan air (hidrolisis ester). Selain itu, penggodokan ini menyebabkan timbulnya aneka hasil sampingan yang tidak dikehendaki (Harris, 1987). 2. Penyulingan Tidak Langsung Cara yang lebih melipatkan hasil serta meningkatkan mutu ialah memisahkan penguapan air dengan penguapan minyak bahan tumbuhan yag diolah. Bahan tumbuhan diletakkan di tempat tersendiri yang dialiri dengan uap air, yaitu diletakkan di atas air mendidih (Harris, 1987).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2.2 Ekstraksi Menggunakan Pelarut Ekstraksi ini cocok untuk mengambil minyak bunga yang kurang stabil dan dapat rusak oleh panas uap air. Bahan pelarut dialirkan seecara berkesinambungan, melalui serangkaian penampan yang diisi bahan tumbuhan, menggunakan teknik arus-lawan (countercurent technique), sampai ekstraksi selesai (Harris, 1987). 2.2.2.3 Pengempaan Sebagian besar pengempaan dilakukan untuk mendapatkan berbagai minyak jeruk. Minyak itu terkandung dalam sel-sel kecil daging buah. Seperti yang sering kita lihat, sel-sel jeruk sangat mudah melepaskan minyak (Harris, 1987).
2.3 2.3.2
Parameter Pengujian Minyak Atsiri Bobot Jenis Bobot jenis merupakan salah satu kriteria penting dalam menentukan mutu
dan kemurnian minyak atsiri. Besarnya bobot jenis suatu minyak merupakan hasil perbandingan berat suatu volume minyak pada suhu 25o C dengan berat air pada volume dan suhu yang sama. Besarnya bobot jenis suatu minyak bisa dipengaruhi oleh jenis dan jumlah komponen kimia di dalam minyak (Zulnely, 2012). Cara penentuan bobot jenis adalah contoh minyak atau lemak dimasukkan ke dalam piknometer kemudian ditutup dan direndam dalam air suhu 25o ± 0,2 oC selama 30 menit. Selanjutnya dikeringkan bagian luar piknometer dan ditimbang.
Universitas Sumatera Utara
Dengan jalan yang sama piknometer diisi dengan air dan ditimbang (Sudarmadji, 1989). 2.3.3 Putaran Optik Bila suatu media transparan dilewati cahaya terpolarisasi, maka cahaya tersebut akan mengalami pemutaran oleh struktur molekul dari bahan tersebut. Arah serta besarnya putaran tersebut sangat spesifik bagi setiap zat. Senyawa terpinil asetat bersifat putar kanan (+) sedangkan sineol memutar ke kiri (Ma’mun, 2006). 2.3.4 Indeks Bias Indeks bias minyak atau lemak merupakan perbandingan sinus sudut sinar jatuh dan sinus sudut sinar pantul cahaya yang melalui minyak. Pembiasan ini disebabkan karena adanya interaksi antara gaya elektrostatik dan elektromagnetik atom-atom dalam molekul minyak. Pengujian indeks bias dapat digunakan untuk mengetahui kemurnian minyak. Alat yang digunakan untuk menentukan indeks bias minyak adalah refrakfotmeter. Penentuan indeks bias minyak pada suhu 25oC, sedangkan untuk lemak pada suhu 40oC (Sudarmadji, 1989). Penentuan indeks bias minyak dapat menentukan tingkat kemurnian suatu minyak. Nilai indeks bias minyak akan meningkat pada minyak yang mempunyai rantai karbon panjang dan terdapat sejumlah ikatan rangkap (Zulnely, 2012).
2.4
Pala (Myristica fragans Houtt) Tanaman pala telah dipustakakan secara paten dengan nama ilmiah
Myristica fragans Houtt. Jika dilihat dari sudut morfologinya, tanaman pala
Universitas Sumatera Utara
merupakan pohon sedang. Tinggi pohonnya rata-rata 10-15 m, kadang-kadang sampai 20 m. Adapun ciri khasnya, daun tanaman pala tidak pernah mengalami gugur sepanjang tahun (Lutony, 1994). Tanaman pala terkenal karena biji buahnya yang tergolong sebagai rempahrempah. Selain sebagai tanaman rempah-rempah, pala juga berfungsi sebagai tanaman penghasil minyak atsiri yang banyak digunakan dalam industri pengalengan, minuman dan kosmetik. Minyak atisiri dan lemak terdiri atas miristisin dan monopeten yang dapat menimbulkan rasa kantuk (Sunanto, 1993). Klasifikasi tanaman, menurut Hasanah, 2011 Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledone
Ordo
: Magnoliales
Famili
: Myristicaceae
Genus
: Myristica
Spesies
: Myristica fragans Houtt
Buah pala menghasilkan biji pala (nutmeg) dan pembungkus biji (foeli; mace). Umumnya setelah dikeringkan, kedua hasil itu diekspor langsung. Di negara perantara atau pemakai, biji dan foeli yang utuh dan besar, langsung digunakan untuk rempah-rempah. Biji dan foeli yang kecil dan cacat, dijadikan serbuk untuk disuling, dikempa, atau dijadikan oleoresin (Harris, 1987).
Universitas Sumatera Utara
2.5
Minyak Pala Pala (Myristica fragans), yang merupakan tanaman asli pulau Banda
(Maluku), juga memiliki aktivitas yang serupa dengan dringo dan parsley, karena minyak atsiri pala ini mengandung senyawa elemisin, miristisin, dan safrol yang memiliki struktur molekul yang mirip dengan asaron dan apiol (Agusta, 2000). Biji pala kaya akan lemak sehingga dapat diekstrak untuk menghasilkan minyak pala. Daging buah pala kaya akan kalsium, fosfor, vitamin C dan A, serta sedikit zat besi. Daging buah pala mengandung 29 komponen volatil (senyawa yang mudah menguap) dengan 23 komponen telah teridentifikasi dan 6 komponen lain belum teridentifikasi. Komponen yang paling banyak terkandung dalam minyak atsiri daging buah pala adalah á-pinen (8,7%), â-pinen (6,92%), 3-karen (3,54%), D-limonen (8%), á-terpinen (3,69%), 1,3,8-mentatrien (5,43%), ãterpinen (4,9%), á-terpineol (11,23%), safrol (2,95%), dan miristisin (23,37%) (Agoes, 2010). Nutmeg oil ialah minyak hasil sulingan serbuk biji pala. Rendemen nutmeg oil sekitar 7-15%, mengandung unnsur-unsur: eugenol, iso-Eugenol, terpineol, borneol, linalol, geraniol, safrdole, aldehyde, terpene, dan cairan bebas. Minyakminyak itu berwarna kuning. Bersamaan dengan minyak permen (peppermint oil) digunakan untuk penyegar pasta gigi; bersama dengan minyak cengkeh, vanili, cassia, digunakan sebagai pencampur aroma tembakau (Harris, 1987). Sifat myristicin yang terkandung dalam biji pala yang dapat memabukkan itu dimanfaatkan untuk menenangkan rasa sakit. Di Eropa, pada mulanya biji pala ini akan digunakan sebagai obat penenang. Namun, niat itu diurungkan karena
Universitas Sumatera Utara
dianggap mempunyai efek sampingan, yaitu menyebabkan pusing kepala, mualmual, kehilangan keseimbangan dan lain sebagainya (Sunanto, 1993). Penyebab dari pusing kepala, mual-mual dan kehilangan keseimbangan itu sebenarnya adalah karena adanya kandungan elemicin di dalam biji pala. Elemicin tersebut bersama-sama dengan myristicin dalam tubuh orang yang memakannya diubah menjadi senyawa baru yang mirip dengan mescalin dan amfetamin. Maka bagi orang yang memakannya tidak hanya memabukkan atau menenangkan, tetapi sudah bersifat membius (Sunanto, 1993). Parameter syarat mutu minyak dari biji pala dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Parameter Syarat Mutu Minyak Pala menurut SNI 06-2388-2006 No 1
Jenis Uji
Satuan
Persyaratan
Keadaan
1.1
Warna
-
Tidak berwarna-kuning pucat
1.2
Bau
-
Khas minyak pala
2
Bobot Jenis 20oC/20oC
-
0,880 - 0,910
3
Indeks bias (nD20)
-
1,470 – 1,497
4
Kelarutan dalam etanol 90%
-
1:3 jernih, seterusnya jernih
pada suhu 20oC 5
Putaran optic
-
(+)8o – (+)25o
6
Sisa penguapan
%
Maksimum 2,0
7
Miristin
%
Minimum 10
Universitas Sumatera Utara