BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Varietas Padi Toleran Salinitas Terdapat beberapa jenis tumbuhan yang mampu hidup dengan baik pada
habitat
dengan tingkat salinitas tinggi, dan disebut sebagai halofit. Tumbuhan tersebut teradaptasi terhadap konsentrasi garam yang tinggi melalui beberapa mekanisme. Suatu gen ketahanan salinitas telah berhasil di-introduksikan dari tumbuhan halofit, Atriplex gmelini, ke varietas padi yang peka salinitas (varietas Kinuhikari dari Jepang) membentuk padi transgenik yang lebih tahan salin (Masaru et al. 2002). Spesies-spesies tanaman yang hanya mentoleransi konsentrasi garam rendah termasuk dalam kelompok tanaman glikofita dan spesies-spesies tanaman yang mentoleransi konsentrasi garam tinggi termasuk kelompok tanaman halofita. Pengenalan pengaruh tingkat salinitas merupakan bahan yang sangat berguna sehubungan dengan berbagai akibat kerusakan ataupun gangguan yang ditimbulkannya terhadap pertumbuhan tanaman. Melalui pengenalan gejalagejala yang timbul pada tanaman akibat tingkat salinitas yang cukup tinggi, perbaikan struktur tanah akan dapat diupayakan seperlunya, ataupun pemilihan jenis tanaman yang cocok untuk lokasi pertanian yang bermasalah. Kerusakan yang timbul akibat stres dapat dikelompokkan dalam 3 jenis kerusakan, yaitu : Kerusakan stres langsung primer, Kerusakan stres tak langsung primer
dan
Kerusakan
stres
sekunder
(dapat
terjadi
juga
stres
tersier)
(http://www.fao.org/tsunami, 2009). Penggunaan varietas toleran salinitas dan melakukan rotasi tanaman perlu dilakukan untuk mengatasi pertumbuhan dan produksi tanaman padi yang umumnya sensitif terhadap garam. Pendekatan yang paling murah dan aman untuk fase perkembangan bibit atau fase perkecambahan karena umumnya tanaman sensitif pada fase pertumbuhan. Suasana salin di 7
persemaian atau daerah perakaran akan mengurangi laju perkecambahan.
Sebagian besar
tanaman serealia yang ada, seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah, serta kacang-kacangan lainnya memberikan reaksi bervariasi dari semi toleran sampai sensitif. Tanaman serealia yang yang memberikan reaksi semi toleran adalah kedelai, shorgum dan gandum, sedangkan padi, kacang tanah, jagung, kacang tunggak memberikan reaksi yang sensitif (Jumberi dan Yufdy, 2009). Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan unik dapat ditemukan pada halofita yang mengalami evolusi melalui seleksi alami pada kawasan pantai dan rawa-rawa asin. Salinitas menyebabkan perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimia untuk pertumbuhan dan aktivitas normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan kuitkula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta lignifikasi akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya, 1988). Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotif dan genotif yang sama. Perbedaan varietas cukup besar mempengaruhi perbedaan sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan lingkungan atau kedua–duanya. Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno, 1995). Setiap gen itu memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan dan mengatur berbagai jenis karakter dalam tubuh (Yatim, 1991).
8
Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperanan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan factor lingkungan (Poehlman and Sleper, 1979). Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan menentukan penampilan akhir dari tanaman tersebut. Bila ada variasi yang timbul atau tampak pada populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut merupakan variasi atau perbedaan yang berasal dari genotip individu anggota populasi. Variasi yang ditimbulkan ada yang langsung dapat dilihat, misalnya adanya perbedaan warna bunga, daun dan bentuk biji (ada yang berkerut, ada yang tidak), ini disebut variasi sifat yang kualitatif. Namun ada pula variasi yang memerlukan pengamatan dengan pengukuran, misalnya tingkat produksi, jumlah anakan, tinggi tanaman dan lainnya (Mangoendidjojo, 2003). Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu lingkungan untuk mendapatkan genotip unggul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotip. Respon genotip terhadap faktor lingkungan ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipik dari tanaman bersangkutan (Darliah, dkk, 2001). Ada dua macam perbedaan antara individu organisme yaitu perbedaan yang ditentukan oleh keadaan luar yaitu dapat ditelusuri dari kebakaan. Suatu fenotip individu merupakan hasil interaksi antara genotip dan lingkungan. Respon tanaman terhadap cekaman salinitas adalah berbeda-beda. Tigabu, et.al. (2013) melaporkan bahwa adanya variasi genotip dalam toleransi terhadap salinitas dari genotip-genotip sorgum di tahap awal pertumbuhan.
9
Walaupun sifat khas fenotip tertentu tidak dapat selamanya ditentukan oleh perbedaan genotip atau lingkungan, ada kemungkinan perbedaan fenotip antara individu yang terpisah itu disebabkan oleh perbedaan lingkungan atau perbedaan keduanya (Lovelles,1989). Apabila salah satu faktor berpengaruh lebih kuat dari pada faktor yang lainnya maka pengaruh faktor tersebut tertutupi dan bila masing-masing faktor mempunyai sifat yang jauh berbeda pengaruh dan cara kerjanya akan menghasilkan hubungan yang tidak berpengaruh nyata dalam mendukung suatu pertumbuhan tanaman (Sutedjo, 2002). Gen-gen dari tanaman tidak dapat menyebabkan berkembangnya suatu karakter terkecuali bila mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada pengaruhnya terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allard, 2005) . Pada saat kondisi iklim yang tengah berubah dan sulit diprediksi seperti ini, tentu dibutuhkan inovasi baru. Salah satunya, jika selama ini lebih fokus pada upaya menghasilkan varietas unggul dengan daya hasil tinggi (high-yielding varieties, HYV), maka sekarang harus lebih fokus pada upaya menghasilkan varietas tanaman yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi tanah dan iklim yang sub-optimal, terutama pada kondisi tanah dengan salinitas tinggi, kekeringan, dan genangan tinggi (www.majalahpadi.com.). Pada kenyataannya, penelitian tentang salinitas dalam produksi padi masih jarang. Walaupun tidak ada laporan tentang padi lokal yang bertahan saat tsunami di Indonesia, pada berbagai daerah terutama di lahan rawa pinggir pantai dimana tanah dipengaruhi oleh air laut (seperti daerah pasang-surut), pertumbuhan
10
dan hasil gabah beberapa varietas padi cukup baik, walaupun tanah bersifat salin dan asam. Keragaan tanaman padi toleran dan peka akibat cekaman salinitas dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.1. Keragaan Tanaman Padi Toleran dan Peka Akibat Cekaman Salinitas (IRRI, 2008) Beberapa uji adaptasi menunjukkan bahwa beberapa varietas padi lebih mampu beradaptasi/toleran terhadap salinitas dibandingkan yang lainnya. Varietas-varietas padi yang dianggap toleran terhadap kondisi-kondisi tanah yang berhubungan dengan gambut, kemasaman dan salinitas di lahan pasang-surut adalah Banyuasin, Batanghari, Dendang, Indragiri, Punggur, Martapura, Margasari, Siak Raya, Air Tenggulang, Lambur dan Mendawak, namun adaptasinya di daerah tertentu memerlukan pengujian dan evaluasi lebih jauh. Penggunaan varietas toleran adalah suatu usaha yang lebih baik untuk mengembalikan dan meningkatkan produktivitas lahan dan produksi padi di tanah salin. Berbagai kultivar padi yang relatif lebih toleran terhadap salinitas tanah, dapat dievaluasi melalui uji adaptabilitas dan plot-plot demonstrasi. Varietas padi yang mampu bertahan hidup dan berproduksi di tanah salin, merupakan varietas yang toleran.
11
2. 2. Cekaman Salinitas dan Pengaruhnya terhadap Tanaman Masalah salinitas telah meluas akhir-akhir ini. Data dari FAO memperlihatkan bahwa hampir 50% lahan irigasi mengalami masalah salinitas. Setiap tahun beberapa ratus ribu hektar lahan irigasi ditinggalkan karena mengalami salinisasi (FAO, 2008). Fenomena ini juga terjadi secara luas di Indonesia, namun perkiraan luas yang tepatnya tidak dapat dikemukakan karena kurangnya survai yang bersifat ilmiah (Sembiring dan Gani, 2005). Salinitas tanah adalah keadaan tinggi rendahnya kadar garam dalam tanah. Garam dapur (NaCl) merupakan garam yang dominan, namun garam-garam Na2SO4, MgSO4, NaHCO3, Na2CO3, CaSO4, CaCO3 juga menentukan salinitas tanah, semakin tinggi konsentrasi garam-garam ini pada larutan tanah, semakin tinggi pula daya hantar listrik (DHL) larutan tanah. (Castro, 1980 ; Gunawardena, 1980 dan Yoshida, 1981 dan Yuniati, 2004). Tingkat stres garam
dapat mempengaruhi masing-masing tanaman secara
berbeda. Untuk padi, salinitas tanah
ECe ~ 4 dSM-1 dianggap salinitas moderat
sementara lebih dari 8 dS/m-1 dianggap tinggi. Meningkatnya kadar garam dalam tanah menyebabkan bertambahnya kelarutan Na, Ca, Mg dan Mn sedangkan kelarutan K dan pH tanah cenderung menurun. Kadang-kadang tampak adanya kristal-kristal putih di permukaan tanah yang merupakan kristal garam. Biasanya tanah bergaram mempunyai pH kurang dari 5,5 dengan daya hantar listrik (DHL) lebih besar dari 4 mmhos/cm pada suhu 250C (Suriadikarta, 2005). Peningkatan produksi padi ke depan, akan banyak menghadapi tantangan yang makin kompleks, berkaitan dengan cekaman unsur hara, iklim, gulma, hama dan 12
penyakit (Sunadi, 2008), tetapi permasalahan yang tidak kalah penting adalah kurangnya varietas toleran cekaman lingkungan, terutama kadar garam yang tinggi. Tanaman yang tumbuh di tanah bergaram akan mengalami dua tekanan fisiologis yang berbeda. Pertama, pengaruh racun dari beberapa ion tertentu seperti sodium dan klorida, yang lazim terdapat dalam tanah bergaram, yang akan menghancurkan struktur enzim dan makromolekul lainnya, merusak organel sel, menggangu fotosintesis dan respirasi, akan menghambat sintesis protein dan mendorong kekurangan ion (Marschner, 1995 ; Ashraf dan Harris, 2004 ; Bartels dan Sunkar, 2005). Kedua, tanaman yang dihadapkan pada potensial osmotik yang rendah dari larutan bergaram akan terkena resiko “physiological drought” karena tanaman-tanaman tersebut harus mempertahankan potensial osmotik internal rendah, namun hal ini akan menyebabkan kelebihan ion yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan pada beberapa tanaman (Delvian, 2004). Sebagai tambahan, tingginya konsentrasi garam akan menyebabkan penurunan permeabilitas akar terhadap air dan mengakibatkan penurunan laju masuknya air ke dalam tanaman (Marschner, 1995). Lebih jauh lagi, kadar garam yang tinggi dalam larutan air tanah di daerah perakaran tanaman, menyebabkan tekanan osmotik yang tinggi dan berkurangnya ketersediaan unsur kalium bagi tanaman (Dinata, 1985). Salinitas akan menghambat pembentukan akar-akar baru dan akar tanaman mengalami kesukaran dalam menyerap air karena tingginya tekanan osmotik larutan air tanah, yang selanjutnya akan menyebabkan terjadinya kekeringan fisiologis pada tanaman. Tanaman pada batas-batas tertentu masih dapat mengatasi tekanan osmotik yang tinggi karena tingginya kandungan garam dalam tanah. Abrol (1986) mengemukakan
13
bahwa titik kritis kandungan garam bagi tanaman di lapang, adalah jika permukaan air tanah sedalam 3 m mempunyai kandungan garam lebih dari 3000 ppm. Sedangkan Bernstein (1981) mengemukakan bahwa air irigasi dengan DHL 1 mmhos/cm akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang peka dan pada DHL 6-8 mmhos/cm baru akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang toleran terhadap salinitas. Pengaruh utama salinitas adalah berkurangnya pertumbuhan daun yang langsung mengakibatkan berkurangnya fotosintesis tanaman. Salinitas mengurangi pertumbuhan dan hasil tanaman pertanian penting dan pada kondisi terburuk dapat menyebabkan terjadinya gagal panen. Di Pakistan, kehilangan hasil padi akibat salinitas dapat mencapai antara 40 – 70% (Mahmood, Nawaz dan Aslam, 2000). Pada kondisi salin, pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat karena akumulasi berlebihan Na dan Cl dalam sitoplasma, menyebabkan perubahan metabolisme di dalam sel. Aktivitas enzim terhambat oleh garam. Kondisi tersebut juga mengakibatkan dehidrasi parsial sel dan hilangnya turgor sel karena berkurangnya potensial air di dalam sel. Berlebihnya Na dan Cl ekstraselular juga mempengaruhi asimilasi nitrogen karena tampaknya langsung menghambat penyerapan nitrat (NO3).Berlebihnya Na dan Cl
ekstraselular juga
mempengaruhi asimilasi N karena tampaknya langsung menghambat penyerapan nitrat (NO3) yang merupakan ion penting bagi tanaman. Kelarutan garam yang tinggi dapat menghambat penyerapan (up take) air dan hara oleh tanaman seiring dengan terjadinya peningkatan tekanan osmotik. Secara khusus, kegaraman yang tinggi menimbulkan keracunan tanaman, terutama oleh ion Na+ dan Cl-. Studi mengenai respon tanaman terhadap salinitas penting dalam usaha teknik penapisan (screening) tanaman yang efektif. Salinitas mempengaruhi proses fisiologis yang berbeda-beda. Pada tanaman
14
pertanian seperti jagung, kacang merah, kacang polong, tomat dan bunga matahari, pertumbuhan dan berat kering mengalami penurunan jika tanaman ditumbuhkan dalam media salin. Pada kacang merah, pelebaran daun terhambat oleh cekaman salinitas karena berkurangnya tekanan turgor sel. Berkurangnya pelebaran daun dapat berakibat berkurangnya fotosintesis maupun produktivitas. Menurut Brinkman dan Singh (1982) gejala keracunan garam pada tanaman padi berupa terhambatnya pertumbuhan , berkurangnya anakan, ujung-ujung daun berwarna keputihan dan sering terlihat bagian-bagian yang khlorosis pada daun.Beberapa tanaman mengembangkan mekanisme untuk mengatasi cekaman tersebut, selain itu ada pula beradaptasi. Mayoritas tanaman budidaya rentan dan tidak dapat bertahan pada kondisi salinitas tinggi; atau sekalipun dapat bertahan tetapi dengan hasil panen yang berkurang. Toleransi terhadap salinitas beragam dengan spektrum yang luas diantara spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran. Follet et.al,(1981) mengajukan lima tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman, mulai dari tingkat non-salin hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi, seperti diberikan pada Tabel 2. 1. Tabel 2. 1. Pengaruh Tingkat Salinitas terhadap Tanaman --------------------------------------------------------------------------------------------------Keadaan Tanah Kadar Garam Keterangan --------------------------------------------------------------------------------------------------Non Salin 0– 2 Dapat diabaikan Rendah 2– 4 Tanaman yang peka terganggu Sedang 4– 8 Kebanyakan tanaman terganggu Tinggi 8 – 16 Tanaman yang toleran belum terganggu Sangat tinggi > 16 Hanya beberapa jenis tanaman toleran yang dapat tumbuh --------------------------------------------------------------------------------------------------Keberadaan garam di lahan salin juga sangat mempengaruhi komponen-komponen fotosintesis seperti enzim-enzim, kandungan klorofil dan karotenoid (Rodríguez, Stella, Storni, Zulpa dan Zaccaro, 2006). Reaksi tanaman padi terhadap salinitas bervariasi baik antar varietas maupun antar fase pertumbuhan tanaman. Umumnya tanaman padi lebih tahan terhadap salinitas
15
pada fase perkecambahan, tetapi menjadi sangat peka pada awal fase bibit (Yoshida, 1981). Ketahanan tanaman padi terhadap salinitas meningkat selama pembentukan anakan, kemudian menurun selama fase pembungaan dan meningkat kembali pada saat pemasakan biji. Bila salinitas meningkat secara tiba-tiba, maka kemampuan akar tanaman untuk menyerap air akan berkurang, karena tingginya tekanan osmotik larutan tanah. Dalam keadaan ini tanaman akan berusaha menyesuaikan tekanan osmotik selnya dengan maksud untuk mencegah dehidrasi dan kematian. Proses ini disebut penyesuaian osmotik (Yoshida, 1981 dan Munns, 2002).
Pengaruh salinitas terhadap tanaman padi berupa terhambatnya pertumbuhan (Fatimah, 2010), berkurangnya anakan, ujung-ujung daun berwarna keputihan dan sering terlihat bagian-bagian yang khlorosis pada daun, dan walaupun tanaman padi tergolong tanaman yang tolerannya sedang, pada nilai EC sebesar 6-10 dS m-1 penurunan hasil gabah mencapai 50%. Lebih jauh, Dobermann dan Fairhurst (2000) menyimpulkan bahwa padi relatif lebih toleran terhadap salinitas saat perkecambahan, tapi tanaman bisa dipengaruhi saat pindah tanam, bibit masih muda, dan pembungaan. Pengaruh lebih jauh terhadap tanaman padi adalah : 1) Berkurangnya kecepatan perkecambahan; 2) Berkurangnya tinggi tanaman dan jumlah anakan; 3) Pertumbuhan akar jelek; 4) Sterilitas biji meningkat; 5) Kurangnya bobot 1000 gabah dan kandungan protein total dalam biji karena penyerapan Na yang berlebihan; dan 6) Berkurangnya penambatan N2 secara biologi dan lambatnya mineralisasi tanah. Menurut Mengel dan Kirkby (1979), pengaruh merusak dari salinitas sering juga tergantung pada stadia pertumbuhan tanaman. Bagi kebanyakan jenis tanaman stadia bibit adalah sangat peka terhadap salinitas. Pada umumnya tanaman serealia, hasil biji kurang dipengaruhi dibanding jerami. Tapi pada padi sebaliknya yang terjadi; tanaman padi paling peka pada stadia berbunga dan pembentukan biji. 16
Kondisi stress garam tinggi membunuh tanaman tetapi stress yang moderat dan stress rendah mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman dan gejala yang nyata yang dapat dikaitkan dengan perubahan morfologi, fisiologi atau biokimia (Seraj dan Salam, 2008). 2. 3. Kondisi Tanaman pada Cekaman Salinitas 2.3. 1. Karakteristik Morfologi Tanaman Di Tanah Salin Tingginya salinitas tanah akan mempengaruhi karakteristik morfologi tanaman, seperti : ujung daun berwarna keputihan seperti hangus terbakar, pertumbuhan tanaman kerdil, penggulungan daun, bercak daun putih, pertumbuhan akar sedikit, pertumbuhan di lapangan setengah-setengah, jumlah anakan sedikit, indeks panen rendah, perubahan durasi berbunga, kuntum per malai rendah, sterilitas gabah, kurangnya kuntum per malai, bobot 1000 biji rendah dan penghangusan daun (Gambar 2.2).
Gambar 2.2. Morfologi Tanaman Padi yang Mengalami Cekaman Salinitas 2.2.2. Karakteristik Fisiologis dan Biokimia Tanaman Di Tanah Salin Salinitas mempengaruhi proses-proses fisiologis tanaman, mengurangi pertumbuhan dan hasil tanaman (Azooz, 2009).Beberapa efek fisiologis dan biokimia oleh adanya cekaman salinitas adalah : Transportasi Na
+
tinggi pada tajuk, sehingga menghasilkan rasio Na/K yang
tinggi. Kondisi fisiologis yang dialami tanaman tercekam salinitas adalah akumulasi Na di daun 17
tua, penyerapan Cl- tinggi, penyerapan K
+
rendah, penurunan berat basah dan berat kering
tunas dan akar, penyerapan P dan Zn rendah, perubahan pola isozim esterase, peningkatan bahan non-organik beracun yang kompatibel pada zat terlarut dan kenaikan level Polyamine. 2.4. Mekanisme Toleransi terhadap Cekaman Salinitas Toleransi garam dapat didefenisikan sebagai kemampuan tanaman untuk dapat bertahan hidup dan menjaga pertumbuhan tanaman dibawah kondisi salin. Jenis tanaman yang toleran terhadap garam tergantung pada beberapa faktor seperti misalnya jenis tanaman, spektrum penyebaran tanaman mulai dari Glycophyta yang sensitif terhadap garam dan Halophyta yang toleran terhadap garam. Garam-garam yang menimbulkan stres tanaman antara lain: NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang terlarut dalam air. Dalam larutan tanah, garam-garam ini mempengaruhi pH dan daya hantar listrik. Menurut Follet et. al., (1981) dalam Sipayung (2003), tanah salin memiliki pH < 8,5 dengan daya hantar listrik > 4 mmhos cm-1. Toleransi tanaman terhadap salinitas sangat beragam dengan spektrum yang luas. Tingkat salinitas berdasarkan konduktivitas dibedakan atas; non salin (0 – 2 mmhos cm-1), rendah (2 – 4 mmhos cm-1), sedang (4 – 8 mmhos
cm-1), tinggi (8
– 16 mmhos cm-1), dan sangat tinggi (>16 mmhos cm-1). Banyak peneliti telah melaporkan respon tanaman terhadap salinitas seperti pada gandum, buncis, bunga matahari, dan sorgum (Khan et. al., 2003). Pertumbuhan tanaman dapat terpengaruh oleh induksi salinitas yang berakibat terhadap gangguan nutrisi, efek osmotik dan ion spesifik (Pessarakli, 1991). Cicek dan Cakirlar (2002) menyatakan bahwa pengaruh salinitas dapat terdeteksi pada parameter panjang tunas, berat basah dan berat kering tanaman, jumlah substansi organik (prolin) dan anorganik (K+ dan Na+, rasio Na+ / K+ ) pada jaringan daun, dan luas daun tanaman.
18
Ashraf and Foolad (2007) menyatakan bahwa tanaman akan mengembangkan berbagai mekanisme untuk mempertahankan produktivitas tanaman pada kondisi cekaman garam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tanaman dan varietas sangat bervariasi ketahanannya terhadap salinitas. Dordipour et. al., (2004) menyatakan pula bahwa pengaruh salinitas tergantung pada fase pertumbuhan saat tanaman terkena cekaman. Hasil penelitian yang dilakukan Mansour et. al., (2005) menunjukkan bahwa bibit jagung yang terkena 150 mmol NaCl selama 15 hari menyebabkan berat segar dan bobot kering akar dan tajuk berkurang secara signifikan. Menurut Sipayung (2003), pengaruh jenis-jenis garam umumnya tidak khas terhadap tumbuhan, tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total garam. Salinitas tidak hanya ditentukan oleh garam NaCl saja tetapi oleh berbagai jenis garam yang berpengaruh dan menimbulkan cekaman pada tanaman. Turan et. al., (2010) menyatakan pula bahwa salinitas tanah ditandai dengan peningkatkan konsentrasi P, Mn dan Zn, K dan Fe tanaman.
Meskipun klorida sebagai mikronutrien esensial untuk semua tanaman tingkat tinggi dan natrium sebagai nutrisi mineral untuk banyak halophytes, namun akumulasi garam dapat membatasi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan, serta dapat menyebabkan toksisitas pada tanaman tidak toleran terhadap garam yang dikenal sebagai glycophytes.Spesies-spesies tanaman yang hanya mentoleransi konsentrasi garam rendah termasuk dalam kelompok tanaman glikofita, sedangkan spesies-spesies tanaman yang mentoleransi konsentrasi garam tinggi termasuk kelompok tanaman halofita(Sipayung, 2003). Tanaman yang tumbuh pada keadaan salin akan dihadapkan pada tiga macam cekaman, yaitu : 1) cekaman keracunan mineral yang disebabkan oleh garam, 2) cekaman air karena tekanan osmosis (osmoticum), dan 3) gangguan nutrisi mineral dalam tanaman (Blum, 1988; Eart 19
dan Davis, 2003). Cekaman, yang pertama dikatakan sebagai primary salt injury, sedangkan yang kedua dan ketiga dikatakan sebagai secondarysalt-induce stress (Levitt, 1980). Dari terminologi tersebut, terdapat hubungan langsung antara cekaman salinitas dan cekaman air. Peningkatan kadar garam dalam air tanah akan menurunkan potensial osmotik, sehingga cekaman salinitas akan menghadapkan tanaman pada cekaman garam sekunder (physiological drought stress). Tanaman yang toleran terhadap tanah yang kadar garamnya tinggi termasuk tanaman halofit yaitu tanaman yang dapat hidup di atas tanah yang secara fisiologis kering. Hal ini berarti bahwa tanaman yang toleran terhadap garam dengan sendirinya dapat diharapkan juga akan toleran terhadap kekeringan (Hussain et. al., 2004).
Sebagian besar tanaman budidaya sensitif terhadap cekaman garam, karena salinitas (NaCl) menyebabkan penurunan laju fotosintesis, pertumbuhan vegetatif, ketidaktersediaan air dan ketidakseimbangan serapan hara oleh tanaman, penghambatan dalam perkecambahan biji karena gangguan ion beracun dan efek osmotik (Turkmen et. al., 2002.). Selanjutnya Harjadi dan Yahya (1988) menyatakan pula bahwa tanaman yang mengalami cekaman garam umumnya mempunyai daun yang lebih sempit, lebih gelap, nisbah tajuk-akar menurun, berkurangnya anakan, menunda dan menurunkan pembungaan serta jumlah dan ukuran buah lebih kecil. Tajuk umumnya lebih sensitif terhadap gangguan kation daripada akar, dan terdapat perbedaan besar antara spesies tanaman dalam kemampuan untuk mencegah atau mentolerir konsentrasi garam yang berlebih (Munns, 2002). Akumulasi garam menyebabkan kerusakan struktur tanah dan menghambatkeseimbangan udara dan air untuk proses biologis yang terjadi pada akar tanaman. Sebagai efek merugikan dari salinisasi, hasil panen menurun, sedangkan kesuburan tanah akan hilang dan bersifat ireversibel (Tahir, 2009). Cekaman garam menyebabkan berbagai efek pada fisiologi 20
tanaman seperti laju respirasi meningkat, toksisitas ion, perubahan pertumbuhan tanaman, distribusi mineral, dan ketidakstabilan membran yang dihasilkan dari perpindahan kalsium oleh natrium, permeabilitas membran, dan penurunan tingkat fotosintetik ( Tahir, 2009). Mekanisme toleransi tanaman terhadap salinitas meliputi mekanisme morfologi dan fisiologi. Mekanisme morfologi dilakukan dengan cara pengurangan jumlah daun untuk memperkecil kehilangan air dari tanaman dan melakukan pengubahan struktur khusus, yaitu penebalan dinding sel untuk mempertahankan keseimbangan air tanaman (Soepandie, 2003). Salinitas menyebabkan perubahan struktur dalam memperbaiki keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimia untuk pertumbuhan dan aktivitas normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil persatuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta lignifikasi akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya, 1988). Ada dua mekanisme ketahanan tanaman terhadap cekaman salinitas yaitu penghindaran (avoidance) dan toleran (tolerance). Pada mekanisme penghindaran, tanaman tidak dapat mengubah cekaman lingkungan, tetapi cekaman dicegah masuknya ke dalam tanaman dengan membentuk barier. Tanaman yang toleran terhadap cekaman mampu mengurangi atau mencegah ketegangan (strain) yang terjadi atau memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh ketegangan yang diimbas oleh cekaman (Levitt, 1980). Salinitas dan kekeringan akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah, yaitu: 1) meningkatkan tekanan osmotik, 2) peningkatan potensi ionisasi, 3) infiltrasi tanah menjadi buruk, 4) kerusakan dan terganggunya stuktur tanah, 5) permeabilitas tanah 21
buruk, 6) penurunan produktivitas. Salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang cukup tinggi akan menimbulkan cekaman dan memberikan tekanan terhadap pertumbuhan tanaman (Sipayung, 2003). Efek salinitas terhadap stress ion dan stress osmotik sertas mekanismenya, ditunjukkan pada Gambar 2. 2.
Gambar 2. 3. Mekanisme Stres Ion dan Osmotik Akibat Cekaman Salinitas (Oliveira, et.al., 2013) Mekanisme toleransi tanaman terhadap salinitas yang paling nyata adalah adaptasi morfologi. Tanaman yang toleran terhadap salin akanberusaha menimbun NaCl dalam vakuola sel daun. Didalam sitoplasma dan organela, konsentrasi garam tetap rendah sehingga tidak mengganggu aktivitas enzim dan metabolisme. Tanaman yang toleran terhadap salin juga mampu mencapai keseimbangan termodinamik tanpa terjadi
22
kerusakan jaringan yang berarti, karena tanaman dapat menyesuaikan tekanan osmotik selnya untuk mencegah terjadinya dehidrasi. Levitt (1980) menyatakan bahwa tumbuhan mengatasi cekaman air pada lingkungan salin adalah dengan melakukan osmoregulasi. Osmoregulasi adalah upaya tumbuhan untuk menjaga turgor sel dengan mengakumulasi solut yang memiliki berat molekul rendah, seperti ABA, proline, glisin, betain, manitol, gliserol. Akumulasi senyawa metabolit sekunder tersebut mampu mempertahankan turgor daun pada keadaan potensial air daun yang menurun dengan menurunkan potensial osmotik. Menurut Levitt (1980), tanaman menjaga turgor dengan meningkatkan kandungan larutan sel untuk mengimbangi cekaman osmotik eksternal. Pengaturan osmotik dengan penyerapan garam akan diikuti masalah keracunan Na+ dan Cl-, sedangkan pengaturan osmotik dengan akumulasi metabolit akan terjadi kompetisi dengan komponenkomponen pertumbuhan. Substrat garam khususnya NaCl mempunyai pengaruh yang merugikan terhadap kualitas dan hasil tanaman. Penghambatan aktivitas rubisco, fotosintesa, dan meningkatkan akumulasi prolin dan karbohidrat pada kacang polong dengan perlakuan NaCl 50 mM, 75 mM, sedangkan pada 100 mM sangat kuat menghambat semua aktivitas tanaman. Prolin dan karbohidrat akan diakumulasi dalam jaringan saat cekaman salinitas yang disebabkan adanya penyesuaian osmotik.
Sedangkan pada kedelai, perlakuan cekaman garam dapat
menghambat aktivitas rubisco karena sensitifitas ion klorin. Garam-garam larut di daerah perakaran dapat menurunkan penyerapan air dan ionion esensial oleh tanaman. Perlakuan NaCl dapat menyebabkan defisiensi K dan meningkatkan kandungan Na, Ca, Mg dan Cl pada tanaman, sehingga toleransi pada 23
garam nampaknya berhubungan dengan ketidakmampuan tanaman yang rentan untuk mengurangi pengangkutan ion ke tajuk dan sebaliknya tanaman tahan menjaga konsentrasi yang rendah dari Na dan Cl dalam tajuk sementara konsentrasi ion Na meningkat pada akar. 2. 5. Ketersediaan Hara Posfor dan Kalium di Tanah Salin serta Aplikasinya Melalui Daun Proses reaksi biokimia tanaman, pupuk fosfat mempunyai peranan penting sebagai penyimpan dan pemindah energi, kerja osmotik, reaksi fotosintesis dan glikolisis sehingga pada akhirnya berpengaruh terhadap produksi padi (Arifin dan Sugiono, 2010). Demikian juga dengan hara Kalium, yang merupakan satu-satunya kation monovalen yang esensial bagi tanaman. Peranan utama kalium dalam tanaman ialah sebagai aktivator berbagai enzim. Dengan adanya kalium yang tersedia dalam tanah menyebabkan : ketegaran tanaman terjamin, merangsang pertumbuhan akar, tanaman lebih tahan terhadap hama dan penyakit, memperbaiki kualitas bulir, dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat oleh posfor dan mampu mengatasi kekurangan air pada tingkat tertentu. Tanah salin umumnya memiliki konsentrasi Na+, K+ dan Ca2+ yang tinggi dan ini dapat mengakibatkan akumulasi pasif dari Na+ pada akar (Bohra dan Doerffling, 1993). Tingginya kadar Na+ dapat menggantikan Ca2+ dari membran akar, mengubah integritas mereka dan dengan demikian mempengaruhi selektivitas untuk penyerapan K+ (Tester dan Davenport, 2003). Selain itu, Serapan K juga akan dipengaruhi salinitas, oleh karena itu aplikasi pupuk Kalium melalui daun akan mengimbangi serapan Na akibat salinitas, selain itu Aplikasi pupuk Kalium melalui daun di tanah salin merupakan metode yang terbaik (Mohiti, et.al., 2011). 24
Pemuatan xilem K+ adalah diatur oleh K+ uptake dari eksternal solusi (Engels dan Marschner, 1992). Hal ini menunjukkan bahwa Na+ cekaman salinitas samping mengurangi tingkat serapan K+, juga mengganggu untuk tingkat serapan yang lebih besar di K+ translokasi dari akar, yang menghasilkan K+. Efek penghambatan salinitas terhadap translokasi K+ mengakibatkan rendahnya kandungan nutrisi K sehingga mengurangi berat kering. Respon serupa telah ditemukan pada tanaman bayam, dimana peningkatan konsentrasi K mengakibatkan efek salinitas yang rendah dan tinggi tidak berbeda nyata (Chow et al, 1990). Penghambatan pertumbuhan tunas pada tingkat yang rendah dalam medium K akar disebabkan oleh pengaruh defisiensi K dan/atau toksisitas Na pada tanaman. Stres salinitas menyebabkan kebocoran K yang keluar dari sel pada akhirnya akan memimpin untuk penurunan pertumbuhan sel. Ben-Hayyim et al. (1987), telah menunjukkan bahwa pertumbuhan adalah hubungan yang linier dengan kandungan K dalam sel-sel kalus akar jeruk. Meningkatkan kadar Na dalam media eksternal berkurang K dalam sel. Toleransi sel terhadap garam mampu menahan K di dalam vakuola terhadap kebocoran saat Na adalah meningkat dalam media eksternal. Termaat dan Munus (1986) juga menyarankan bahwa stres garam mungkin mengakibatkan transportasi terbatas nutrisi penting untuk menembak. Mereka telah menunjukkan bahwa pengangkutan bersih K, Ca2+, Mg2+ dan total nitrogen untuk menembak lebih rendah pada tanaman NaCl- tumbuh. Toleransi garam berkaitan dengan konsentrasi Na (Taleisnik dan Grunberg, 1994) dan selektivitas untuk K yang lebih tinggi daripada Na (Cuartero et al, 1992). Tanaman memiliki jalur yang berbeda untuk menghindari Na dari mencapai ke daun: dengan
25
masuknya Na mengendalikan di plasmolemma dari akar sel (Jacoby dan Hanson, 1985) ; dengan menghapus Na dari arus xilem dan eksekusi Na dalam sel-sel parenkim akar dan bagian bawah batang.Pemberian pupuk hara Posfor dan Kalium dapat dilakukan lewat daun, hal ini dengan beberapa alasan : 1. Dapat menghindari kemungkinan adanya fiksasi unsur dalam tanah. Misalnya unsur phosfat (P) pada tanah asam yang mengandung Fe dan Al akan membentuk senyawa kompleks Fe-Al Phosfat yang mengendap sehingga P tidak dapat diserap oleh akar tanaman. 2.
Dapat menghindari adanya interlasi unsur terutama unsur yang bersifat antagonis. Misalnya antagonisme unsur Mg menyebabkan unsur K menjadi tertekan. Antagonisme unsur K yang menyebabkan unsur Ca tertekan dan antagonisme unsur Ca yang menyebabkan unsur Mg tertekan.
3.
Memberikan respon yang lebih cepat (waktu) bila dibandingkan dengan pemupukan lewat tanah. Hal ini disebabkan karena unsur hara yang masuk lewat daun akan segera diproses pada proses fotosintesis yang memang terjadi di daun.
4.
Tidak memerlukan suatu proses pengawasan (kontrol) yang sering dilakukan terutama bila gejala-gejalanya belum nampak. Kalau pemberian lewat tanah mungkin saja pupuk tersebut terurai, tercuci atau terfiksasi.
5.
Lebih ekonomis baik dari segi jumlah pupuk maupun cara pemberiannya. Disamping itu dapat dicampurkan dengan pestisida lain saat aplikasi.
26
http://st284855.sitekno.com/article/12631/pentingnya-menjagakeseimbangan-sur-hara-makro-dan-mikro-untuk-tanaman.html. (Diakses tanggal 12 Oktober 2010). Selain hal-hal di atas, maka pemberian hara Kalium lewat daun akan mengurangi efek salinitas terhadap hasil gandum (Khan, et.al., 2013) dan padi (Ebrahimi, et. al., 2012). 2. 6. Metabolisme Asam Askorbat dalam Tanaman Asam Askorbat (Vitamin C) pada tumbuhan banyak terdapat di kloroplas, karena asam ini berfungsi sebagai senyawa antara dalam metabolisme karbohidrat. Bioseintesis asam askorbat membutuhkan D_glukosa. Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh dari luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula dan garam, pH, oksigen, enzim, katalisator logam, konsentrasi awal asam askorbat baik dalam larutan, serta perbandingan asam askorbat dan asam dehidroaskorbat (Muchtadi dkk, 1993). Biosintesis asam askorbat dalam tumbuhan menurut Smirnoff (1996) adalah sebagai berikut :
27
Gambar 2. 4.Skema Pembentukan Asam Askorbat (
b
h
//
d
d)
Asam askorbat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam proses selular termasuk pembelahan dan pembesaran sel serta dalam mengaktifkan aktivitas metabolisme ketika proses perkecambahan dimulai. Asam askorbat juga berfungsi menetralisir racun, melindungi sel dari senyawa oksigen reaktif dan radikal bebas serta mencegah kematian sel (Conklin dan Barth, 2004).
28
Gambar 2. 5. Struktur Kimia Asam Askorbat Asam Askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat dimana reaksi yang terjadi bersifat reversible (bolak-balik). Asam L-askorbat dan asam Ldehidroaskorbat mempunyai 100% aktivitas vitamin C, sedangkan 2,3 asam diketogulonat sudah tidak mempunyai aktivitas vitamin C lagi. 2. 7. Peranan Asam Askorbat sebagai Anti Oksidan dalam Meningkatkan Toleransi Tanaman Terhadap Cekaman Salinitas Salinitas mengakibatkan stres ion dan stres oksidatif pada tanaman (Munns et. al., 2006). Oleh karena itu, salinitas mempengaruhi hampir setiap aspek fisiologi dan biokimia
tanaman
dan
secara
signifikan
mengurangi
hasil.
Untuk
Misalnya, penurunan pertumbuhan tanaman karena garam stres sering dikaitkan dengan penurunan fotosintesis kegiatan, seperti elektron transportasi (Greenway dan Munns, 1980). Selain itu, beberapa faktor yang terkait dengan stres salinitas dapat menyebabkan peningkatan spesies oksigen reaktif (ROS) (Asada, 1999). Cekaman salinitas seperti faktor cekaman abiotik lainnya, diketahui menginduksi kerusakan oksidatif sel-sel tanaman akibat senyawa reaktif oksigen spesies (ROS) yang mempengaruhi proses fisiologi dan biokimia tanaman yang dapat menyebabkan penurunan produksi tanaman (Azevedo-Neto et al., 2006). Tanaman yang mengalami cekaman salinitas melakukan adaptasi metabolisme
untuk mengatasi perubahan
lingkungan. Kelangsungan hidup pada kondisi stres tergantung pada kemampuan tanaman untuk memahami stimulus, menghasilkan dan mengirimkan sinyal dan memicu perubahan biokimia yang mengatur metabolisme yang sesuai (Hasegawa et al., 2000). 29
Sistem pengikat radikal bebas seperti superoksida dismutase (SOD) dapat menjadi komponen yang kritis bagitoleransi salinitas (Bohnert dan Jensen, 1996) agar klorofil dapat berfungsi dalam keadaan stres salinitas (Orcutt dan Nilsen, 2000). Salinitas menyebabkan terjadi penurunan aktivitas SOD yang sangat siginifikan (Dionisio Sese dan Tobita, 1998). Enzim peroksidase yang dominan adalah askorbat peroksidase (APX), yang mengkatalisis reaksi oksidasi askorbat (Asam askorbat; ASA) dengan H2O2, menghasilkan dehydroascorbate radikal (Hideg, 1999). Dalam kloroplas, enzim terutama terjadi pada stroma tilakoid, dimana superoksida dan H2O2diproduksi (Asada, 2006). Lin dan Kao (2000) melaporkan peningkatan yang signifikan dalam kegiatan APX di bibit padi di tanah bergaram-diperlakukan dan dapat disimpulkan bahwa hal ini dapat terjadi karena efek Asa dalam mengendalikan H2O2 berada di bawah tekanan. Senyawa reaktif oksigen seperti radikal superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2) dan radikal hidroksil (OH-) juga diproduksi selama stres salinitas, dan bertanggung jawab atas kerusakan membran dan makro molekul penting lainnya seperti pigmen fotosintesis, protein , DNA dan lipid (Fahmy et al., 1998). Sel kloroplas tanaman, mitokondria dan peroksisom adalah penghasil ROS yang penting. Senyawa reaktif oksigen yang diproduksi, sebagai hasil dari berbagai cekaman abiotik harus dibuang untuk melindungi tanaman dari stres oksidatif dan pemeliharaan pertumbuhan normal (Dolatabadian dan Jouneghani, 2009). Stres oksidatif merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara peroksidan (reactive oxygen species) dan antioksidan. Senyawa reaktif oksigen (ROS) adalah radikal bebas
30
dan senyawa yang cenderung reaktif dan mudah bereaksi dengan senyawa lain. Di dalam tubuh tanaman ROS cenderung bereaksi dengan jaringan sehingga menimbulkan reaksi berantai yang menimbulkan kerusakan jaringan (Agarwal, et al., 2005). Aplikasi asam askorbat (vitamin C) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan toleransi terhadap stres oksidatif. Asam askorbat adalah molekul yang berukuran kecil , larut dalam air, merupakan anti-oksidan yang bertindak sebagai substrat utama dalam jalur siklik detoksifikasi enzimatik hidrogen peroksida. Asam askorbat adalah zat pertama dalam detoksifikasi dan menetralkan radikal superoksida
(Noctor dan Foyer, 1998) dan
berperan penting dalam fotoproteksi, regulasi fotosintesis, serta proses pertumbuhan tanaman seperti pembelahan sel dan ekspansi dinding sel ( Smirnoff, 2000; Pignocchi dan Foyer, 2003). Seperti yang telah dilaporkan oleh Dehghan et al. (2011) bahwa aplikasi asam askorbat eksogenous dengan dosis 400 ppm
pada kondisi cekaman salinitas dapat
meningkatkan persentase perkecambahan kedelai, bobot kering akar dan tajuk. Ejaz et al. (2012) juga menyatakan bahwa aplikasi asam askorbat pada tebu dapat membantu meningkatkan pertumbuhan vegetatif, aktifitas enzim antioksidan (POD dan SOD), dan kandungan prolin pada cekaman salinitas. Aplikasi asam askorbat pada kacang hijau yang mengalami stres salinitas juga dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan dan mencegah aktivitas senyawa reaktif oksigen. Selain itu asam askrobat juga meningkatkan kandungan klorofil pada kacang hijau (Dolatabadian dan Jouneghani, 2009).
31
2. 8. Kerangka Konseptual Penelitian Kerangka konseptual penelitian menjelaskan secara teoritis model konseptual variabel-variabel penelitian, tentang bagaimana pertautan teori-teori yang berhubungan dengan variabel-variabel penelitian yang ingin diteliti, yaitu variabel bebas dengan variabel terikat. Tanaman yang tumbuh pada keadaan salin akan dihadapkan pada tiga macam cekaman, yaitu : 1) Cekaman keracunan mineral yang disebabkan oleh garam, 2) Cekaman air karena tekanan osmosis (osmoticum), dan 3) Gangguan nutrisi mineral dalam tanaman. Cekaman salinitas pada padi sawah mengakibatkan gangguan morfologi, fisiologi dan biokimia. Aplikasi Anti oksidan asam askorbat akan mematahkan stress oksidatif akibat cekaman salinitas. Salinitas mengakibatkan stres ion dan stres oksidatif pada tanaman. Ketika Na+ atau konsentrasi garam
dalam tanah tinggi, tanaman
cenderung mengambil lebih banyak Na+ yang mengakibatkan penurunan penyerapan K+. Ion Na+ bersaing dengan K+ untuk menjadi bagian terpenting pada berbagai fungsi selular. Kalium memainkan peranan penting dalam metabolisme tanaman. K+ mengaktifkan berbagai enzim, dan memainkan peranan penting dalam pergerakan stomata dan sintesis protein. Konsentrasi tinggi K+ diperlukan dalam sintesis protein dimana K digunakan dalam pengikatan tRNA pada ribosom. Fungsi-fungsi ini tidak dapat digantikan oleh ion Na+, lebih tingginya Na+ : K+ dihasilkan karena salinitas mengganggu keseimbangan ion dalam sitoplasma, akibatnya akan mengganggu berbagai jalur metabolik (Giri et al., 2007). Diharapkan melalui Aplikasi Asam Askorbat dapat mengatasi stress oksidatif dan aplikasi pupuk PK melalui daun akan meningkatkan serapan P dan K serta dapat mengatasi stress ion akibat kahat hara P dan K tersebut. 32
2. 9. Hipotesis Penelitian 2. 9. 1.
Ada perbedaan kemampuan adaptasi dan toleransibeberapa varietas
padi
sawahterhadap cekaman salinitas. 2.9. 2. Ada peningkatan toleransi beberapa varietas padi sawah akibat cekaman salinitas melalui aplikasi antioksidan asam askorbat berdasarkan tanggap komponen vegetatif, fisiologis, generatif, hasil dan komponen hasil. 2. 9.3. Ada peningkatan toleransi beberapa varietas padi sawah akibat cekaman salinitas melalui aplikasi pupuk PK melalui daun berdasarkan tanggap komponen vegetatif, fisiologis, generatif, hasil dan komponen hasil.
33