BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1
Konsentrasi Kepemilikan Pemerintah dan Kinerja Perusahaan Sampai saat ini hubungan antara konsentrasi kepemilikan dan kinerja perusahaan sudah menjadi perbincangan yang tak ada hentinya. Dimulai dari penelitian Berle dan Means (1932) yang menemukan bahwa ketika kepemilikan meningkat, para pemegang saham
memiliki
pengaruh
yang
kuat
dalam
mengendalikan
manajemen. Sehingga kepemilikan ini dapat menimbulkan masalah sehubungan “Agency Problem”. Jika hal tersebut terjadi, maka perusahaan akan berusaha untuk tidak mensejahterakan para pemegang saham monoritas untuk mengurangi kecenderungan perusahaan terkonsentrasi pada pemegang saham. Struktur
kepemilikan
adalah
perbandingan
jumlah saham yang dimiliki oleh orang dalam (insider) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Atau dengan kata lain struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional dan kepemilikan manajemen dalam kepemilikan saham perusahaan. Dalam menjalankan kegiatannya suatu perusahaan diwakili oleh direksi (agents) yang ditunjuk oleh pemegang saham (principals) (Sugiarto, 2009).
Selain itu, menurut Sudana (2011) struktur kepemilikan merupakan pemisahan antara pemilik perusahaan dan manajer perusahaan. Pemilik atau pemegang saham adalah pihak yang menyertakan modal kedalam perusahaan, sedangkan manajer adalah pihak yang ditunjuk pemilik dan diberi kewengangan mengambil keputusan dalam
mengelola perusahaan, dengan
harapan manajer bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. Sering kali timbul permasalahan agency conflict dalam struktur kepemilikan ini, yaitu adanya konflik kepentingan antara pihak manajemen sebagai decision maker dan para pemegang saham sebagai pemilik perusahaan. Pastinya konflik kepentingan tersebut sangatlah mempengaruhi nilai perusahaan. Menurut Bradford, et al., (2013), adanya konsentrasi kepemilikan yang terjadi di perusahaan mengakibatkan para pemegang saham mayoritas memiliki wewenang dalam memonitor kinerja manajemen secara lebih efektif dan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Jumlah pemegang saham mayoritas mempunyai arti penting dan wewenang dalam memonitor perilaku manajemen dalam perusahaan. Pada BUMN sendiri, pemerintah merupakan pemegang saham mayoritas sehingga pemerintah memiliki wewenang dalam mengontrol seluruh kegiatan dan kinerja perusahaan. Menurut Kang dan Kim (2012) melalui penelitiannya terhadap perusahaan listed di China , perusahaan dengan kepemilikan selain pemerintah dapat terhindar dari intervensi politik dan juga dapat meningkatkan kinerja perusahaan. Menurut Vining dan Boardman
(1992); Megginson et al., 1994; Boycko et al., 1996 adanya pengaruh negatif yang terjadi pada hubungan dari konsentrasi kepemilikan pemerintah dengan kinerja perusahaan dipengaruhi oleh 3 faktor utama yaitu: (1). Adanya kecenderungan pemerintah memiliki tujuan khusus yaitu tujuan sosial dan politik yang yang berbeda dengan tujuan perusahaan dalam meningkatkan value perusahaan, (2). Direksi yang dipilih pemerintah bukanlah berdasarkan kemampuan mereka melainkan berdasarkan kepentingan politik yang terdapat didalam perusahaan dan (3). Biaya transaksi yang semakin lama semakin tinggi. Beberapa
penelitian
sebelumnya
pada
konsentrasi
kepemilikan terhadap kinerja untuk pasar Asia ditemukan hasil yang berbeda-beda. Beberapa penelitian melaporkan hubungan positif (Xu dan Wang, 1999), sementara beberapa menemukan hubungan yang negatif (Kang dan Kim, 2012; Gunasekarage et al., 2007; Wei et al., 2005; Hu, Tam, dan Tan, 2010) dan juga campuran (Haniffa dan Hudaib, 2006). Namun, keseluruhan penelitian memberikan hasil yang signifikan bahwa memang konsentrasi kepemilikan pemerintah memberikan pengaruh terhadap kinerja perusahaan. Selain itu, menurut Nguyen, Locke, dan Reddy (2015) dalam penelitiannya terhadap perusahaan di Singapura dan Vietnam ditemukan bahwa kinerja perusahaan memiliki hubungan yang signifikan terhadap struktur kepemilikan atau pemegang saham mayoritas
yang
dipegang
oleh
pihak
institusional.
Hal
ini
menunjukkan bahwa investor institusional dapat memantau kinerja perusahaan secara lebih efektif daripada investor individu.
2.1.2
Peran Kualitas Tata Kelola Pemerintah Secara umum pengertian tata kelola pemerintahan adalah segala sesuatu yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi urusan publik
untuk mewujudkan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
sehari-hari (Sedarmayanti, 2003). Pengaruh dari kualitas tata kelola pemerintah terhadap konsentrasi kepemilikan pemerintah dan kinerja perusahaan sudah menjadi sebuah perdebatan yang berkelanjutan dalam literatur tata kelola perusahaan. Menurut Kumar & Zattoni 2013, kualitas dari pemerintah dapat memberikan variasi dari tata kelola perusahaan dan juga kinerja dari perusahaan. Penelitian sebelumnya
juga
menemukan
bahwa kinerja
BUMN sangat
dipengaruhi oleh efisiensi pemerintahan nasional yang dilaksanakan (Aslan dan Kumar, 2014; Nguyen, Locke, dan Reddy, 2015). Selain itu, Aslan dan Kumar (2014) juga menemukan bahwa kualitas dari pemerintahan nasional dapat meminimalisir munculnya konflik pokok pada perusahaan. Adanya tata kelola pemerintahan juga dapat mempengaruhi setiap kebijakan dan rancangan kegiatan operasional perusahaan yang dianut perusahaan. Seperti halnya disaat adanya kemelut pemerintahan yang terjadi di Indonesia dan Malaysia saat ini akibat krisis berkepanjangan menimbulkan BUMN dituntut untuk membuat
sebuah rancangan yang berguna untuk meningkatkan perekonomian bangsa dan tentunya akan menstabilkan kualitas tata kelola pemerintahan. Selain itu, banyaknya kasus yang terjadi di pemerintahan saat ini sangat berpengaruh pada pandangan para investor terhadap BUMN yang sangat terkonsentrasi oleh pemerintah. Investor cenderung sangat khawatir akan keberlangsungan perusahaan saat akan menanamkan dananya bahkan saat sudah menanamkan dananya. Pandangan yang buruk terhadap sistem tata kelola pemerintah tersebut tentunya akan sangat mempengaruhi kinerja perusahaan. Dengan kata lain, kinerja perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi industri, tata kelola perusahan dan karakteristik spesifik lain pada perusahaan, tetapi juga oleh kualitas tata kelola pemerintah dimana perusahaan tersebut berada (Ngobo dan Fouda 2012). Sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nguyen, et al. (2015) terhadap perusahaan di Singapura dan Vietnam bahwa kualitas tata kelola pemerintah akan menyebabkan adanya hubungan yang semakin kuat antara konsentrasi kepemilikan pemerintah terhadap kinerja perusahaan.
2.2 Perumusan Hipotesis Berdasarkan pemaparan landasan teoritis yang telah dikemukakan diatas, maka hipotesis penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut:
H1 : Konsentrasi kepemilikan pemerintah pada perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan Indonesia dan Malaysia
H2 : Hubungan antara konsentrasi kepemilikan dan kinerja perusahaan di Indonesia dan Malaysia diperkuat oleh kualitas tata kelola pemerintah.
2.3 Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis dalam penelitian ini yaitu mengenai beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Variabel penelitian yang digunakan adalah konsentarsi kepemilikan pemerintah, kualitas tata kelola pemerintah (NGindex) dan kinerja perusahan (Tobin’s Q). Kerangka teoritis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
H1
Kinerja Perusahaan
Konsentrasi Kepemilikan Pemerintah
(Tobin’s Q)
Variabel Independen
H2
Variabel Dependen
Kualitas Tata Kelola Pemerintahan (DNGindex)
Gambar II.1 Kerangka Pemikiran Teoritis