BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Modal Pada dasarnya perusahaan sangat membutuhkan modal guna untuk menjalankan kegiatan perusahaan, modal yang merupakan hak kepemilikan maupun para pemegang saham. Modal yang terdiri atas modal asing dan modal sendiri. Modal asing merupakan modal yang berasal pinjaman dari kreditor, supplier dan perbankan. Di dalam memenuhi modal yang dibutuhkan tersebut perusahaan dapat menerbitkan dan menjual surat berharga berupa obligasi (modal pinjaman) dan saham (modal sendiri). Surat berharga tersebut dijual kepada para investor yang menginginkannya dimana perusahaan berkewajiban memberikan hasil (return) yang dikehendaki oleh investor tersebut (Rakhmawati, 2008). Salah satu keputusan penting yang dihadapi oleh manajer keuangan dalam kaitannya dengan operasional perusahaan adalah keputusan atas struktur modal, yaitu keputusan keuangan yang berkaitan dengan komposisi utang, saham preferen dan saham biasa yang harus digunakan oleh perusahaan. Keputusan struktur modal secara langsung berpengaruh terhadap besarnya risiko yang ditanggung pemegang saham beserta besarnya tingkat pengembalian atau tingkat keuntungan yang diharapkan. Modal pada dasarnya dibagi menjadi dua bagian yaitu modal aktif dan modal pasif. Modal aktif menunjukan penggunaan dana yang tertera di sisi aktiva (aktiva lanca dan aktiva tetap) yaitu yang menggambarkan bentuk-bentuk dalam sebelah mana dana yang diperoleh perusahaan ditanamkan. Sedangkan modal
pasif menunjukan sumber dana yang tertera di sisi pasiva yang menggambarkan sumber-sumber dana dari mana diperoleh atau asal dana diperoleh. Model pasif terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal sendiri. 2.1.1 Pengertian Struktur Modal Dalam neraca perusahaan (balance sheet) yang terdiri dari sisi aktiva yang mencerminkan struktur kekayaan dan dari sisi pasiva sebagai struktur keuangan. Struktur keuangan sendiri merupakan bagian dari struktur keuangan yang dapat diartikan sebagai pembelajaan permanen yang mencermikan perimbangan atau perbandingan antara jumlah hutang jangka panjang dengan modal sendiri (Riyanto, 2001). Struktur keuangan adalah cara bagaiman perusahaan membiayai aktivanya dan dapat dilihat pada seluruh sisi kanan dari neraca yang terdiri dari hutang jangka pendek, hutang jangka panjang dan modal pemegang saham. Modal adalah hak atau bagian yang dimiliki oleh pemilik perusahaan dalam pos modal (modal saham), keuntungan atau laba yang ditahan atau kelebihan aktiva yang dimiliki perusahaan terhadap seluruh utangnya (Munawir, 2001). Menurut Rodoni dan Ali (2010), struktur modal adalah proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau paduan sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.
Struktur modal menunjukkan proposi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui struktur modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian investasinya. Risiko keuangan yang kemungkinan terjadi ketidak mampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajibannya dan tidak tercapainya laba yang ditargetkan perusahaan. Struktur modal merupakan masalah penting bagi perusahaan karena baik atau buruknya struktur modal akan mempunyai efek langsung terhadap posisi keuangan perusahaan. Hutang jangka pendek tidak diperhitungkan dalam struktur modal karena utang jenis ini umumnya bersifat spontan (berubah sesuai dengan perubahan tingkat penjualan) sementara itu utang jangka panjang bersifat tetap selama jangka waktu yang relatif panjang (lebih dari satu tahun) sehingga keberadaannya perlu lebih dipikirkan oleh para manajer keuangan. Itulah alasan utama mengapa struktur modal hanya terdiri dari utang jangka panjang dan modal. Karena alasan itu pulalah biaya modal hanya mempertimbangkan sumber dana jangka panjang (Mardiyanto, 2009). Struktur modal yang optimal yaitu struktur modal yang dapat meminimalkan biaya penggunaan modal secara keseluruhan atau biaya modal rata-rata (Martono dan Harjito, 2007) pada penelitian (Rakhmawati, 2008). Tujuan dari manajemen struktur modal atau capital structuremanagement adalah menggabungkan sumber-sumber dana yang digunakan perusahaan untuk membiayai operasi. Untuk mengukur struktur modal digunakan rasio
struktur modal yang disebut Rasio Leverage. Menurut (Martono dan Harjito, 2007) pada penelitian (Rakhmwati, 2008) mendifinisikan rasio Leverage merupakan rasio yang mengukur seberapa banyak perusahaan menggunakan dana dari hutang. Untuk mengukur struktur modal pada penelitian ini digunakan rasio struktur modal yang disebut debt to equity ratio (DER). Dimana DER merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat penggunaan hutang dengan modal sendiri. DER berguna untuk mengetahui jumlah hutang dan modal yang digunakan untuk
pendanaan perusahaan. Bagi perusahaan
semakin kecil debt to equity ratio akan semakin menguntungkan perusahaan karena resiko yang akan ditanggung atas kegagalan perusahaan yang mungkin terjadi semakin kecil. 2.1.2 Teori Struktur Modal 2.1.2.1 Agency Theory Menurut Horne dan Makhowich (2007) pada penelitian (Rakhmawati, 2008) pihak manajemen dapat dianggap sebagai agen dari pada pemilk perusahaan, yaitu para pemegang saham. Para pemegang saham berharap agen bertindak atas kepentingan mereka sehingga medelegasikan wewenang kepada agen. Untuk melihat kinerja manajemen berfungsi dengan baik, maka manajemen harus diberikan bonus atau intensif dan pegawasan. Pegawasan dapat dilakukan dengan cara yaitu, dengan pengikatan agen, pemerikasaan laporan keuangan dan pembatasan terhadap keputusan yang bisa dilakukan manajemen.
Biaya agensi merupakan biaya-biaya yang berhubungan dengan pengawasan manajemen untuk menyakinkan bahwa manajemen bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual perusahaan dengan kreditor dan pemegan saham. Pada dasarnya agency theory adalah teori mengenai struktur kepemilikan perusahaan yang dikelola oleh manajer bukan pemilik, berdasarkan kenyataan bahwa manajer profesional bukan agen yang sempurna dari pemilik perusahaan, dengan demikian belum tentu selalu bertindak untuk kepentingan pemilik. Menurut (Horne dan Makhowich, 2007) pada penelitian (Rakhmawati, 2008) salah satu pendapat dari teori agensi adalah siapapun yang mengeluarin biaya pengawasan tersebut akhirnya ditanggung oleh pemegang saham. Semakin besar kemungkinan pegawasan, semakin tinggi biaya bunga dan semakin rendah nilai perusahaan bagi para pemegang saham. 2.1.2.2 Signaling Theory Menurut Bringham dan Houston (2006) Signaling Theory (Teori Persinyalan) suatu tindakan yang diambil pihak manajemen yang memberi pentunjuk pada investor tentang bagaimana manajemen prospek perusahaan. Perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk menggunakan utang di luar sasaran struktur modal yang normal.
Perusahaan yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya, agar para investor baru mau menanamkan modalnya diperusahaan mereka. Adanya pengumuman penawaran saham biasanya akan dianggap sebagai suatu sinyal bahwa prospek perusahaan seperti yang dilihat manajemen tidak terlalu cerah. Pada dasarnya agency theory adalah teori mengenai struktur kepemilikan perusahaan yang dikelola oleh manajer bukan pemilik, berdasarkan kenyataan bahwa manajer profesional bukan agen yang sempurna dari pemilik perusahaan, dengan demikian belum tentu selalu bertindak untuk kepentingan pemilik. Jika manajer mempunyai keyakinan bahwa prospek perusahaan baik, dan karenanya ingin agar saham tersebut meningkat, ia ingin mengkomunikasikan hal tersebut kepada investor. Manajer bisa menggunakan hutang lebih banyak sebagai signal yang dapat lebih dipercaya. Karena perusahaan yang meningkatkan hutang bisa dipandang sebagai perusahaan yang yakin dengan prospek perusahaan di masa mendatang. Investor diharapkan akan menangkap signal tersebut, signal bahwa perusahaan mempunyai prospek yang baik. Masalah keagenan juga berhubungan dengan penggunaan ekuitas eksternal, misalnya sebuah perusahaan yang semula dimiliki seluruhnya oleh satu orang, maka semua tindakannya hanya memperngaruhi posisinya sendiri. Jika pemilik yang juga manajer perusahaan itu menjual sebagian dari sahamnya kepada orang lain,
maka akan timbul konflik kepentingan. Keuntungan sampingan yang dibayarkan kepada antara pemilik dan manajer yang semula sepenuhnya dinikmati sendiri, sekarang dibayar sebagian kepada pemilik baru. 2.1.2.3 Asymmetric Information Theory Menurut
Bringham
dan
Houston
(2006)
Asymmetric
Information adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik) dari pada investor. Akan tetapi dengan adanya masalah asymetric information maka manajer tidak bisa hanya menyampaikan informasi yang bagus tersebut, karena bisa jadi manajer lain juga menyampaikan hal yang sama yang dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan para investor. Para investor tentunya dapat membedakan apakah perusahaan tersebut memiliki kinerja yang bagus atau sebaliknya. Hal ini dilakukan dengan melihat struktur modal perusahaan dan biasanya investor akan memberikan nilai (value) yang lebih tinggi apabila suatu perusahaan mempunyai porsi hutang yang lebih besar. Penerbitan hutang merupakan berita bagus karena manajer memiliki keyakinan akan kinerja perusahaan di masa yang akan datang sehingga dapat meningkatkan harga saham melalui pengumuman adanya kenaikan hutang. Sementara di sisi lain penerbitan ekuitas berupa saham dianggap sebagai berita buruk karena adanya kemungkinan turunnya earnings di masa yang akan datang sehingga menyebabkan turunnya harga saham akibat adanya pengumuman penerbitan saham baru.
2.1.2.4 Pecking Order Theory Teori ini diperkenalkan pertama kali oleh Donalson pada tahun 1961, teori ini disebut Pecking Order karena teori ini menjelaskan mengapa perusahaan akan menentukan kedudukan sumber dana yang paling disukai. Secara singkat Teori Pecking Order adalah sebagai berikut : a. Perusahaan memilih pandangan internal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba (keuntungan) yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan. b. Perusahaan menhitung target rasio pembayaran didasarkan pada perkiraan kesempatan investasi. c. Karena kebijakan deviden yang konstan, digabung dengan fluktuasi keuntungan dan kesempatan investasi yang tidak bisa diprediksi, akan menyebabkan aliran kas yang diterima oleh perusahaan akan lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran investasi pada saat saat tertentu dan akan lebih kecil pada saat yang lain. d. Jika padangan eksternal diperlukan, perusahaan akan mengeluarkan surat berharga yang paling aman terlebih dulu. Perusahaan akan memulai dengan hutang, kemudian dengan surat berharga campuran seperti obligasi konvertibel, dan kemudian barangkali saham sebagai pilihan terakhir.
Teori Pecking Order ini bisa menjelaskan mengapa perusahaan yang mempunyai tingkat keuntungan yang lebih tinggi justru mempunyai tingkat hutang yang lebih kecil. 2.1.2.5 Teori Pendekatan Modigliani dan Miller Teori ini bermula pada tahun 1958, ketika Profesor Franco Modligliani dan Profesror Merton Miller yang selanjutnya disebut MM, mempublikasikan artikel keuangan yang berjudul “The Cost of capital, Corporation Finance, and The Theory of Invesment”. Dalam teori ini berpendapat bahwa struktur modal tidak mempengaruhi Perusahaan. Dalam hal ini telah dimasukkan faktor pajak. Sehingga nilai perusahaan dengan hutang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai perusahan tanpa hutang, kenaikan tersebut dikarenakan adanya penghematan pajak. Pada tahun 1963, MM menerbitkan makalah lanjutan yang berjudul “Corporate Income Taxes and The Cost of Capital: A Correction” yang melemahkan asumsi tidak ada pajak perseroan. Peraturan perpajakan memperbolehkan pengurangan pembayaran bunga sebagai beban, tetapi pembayaran deviden kepada pemegang saham tidak dapat dikurangkan. Perlakuan yang berbeda ini mendorong perusahaan untuk menggunakan hutang dalam struktur modalnya. MM membuktikan bahwa karena bunga atas hutang dikurangkan dalam perhitungan pajak, maka nilai perusahaaan meningkat sejalan dengan makin besarnya jumlah hutang dan nilainya akan mencapai titik
maksimum bila seluruhnya dibiayai dengan hutang (Brigham dan Houston, 2006). Hasil yang tidak relevan juga tergantung pada asumsi bahwa tidak ada biaya kebangkrutan. Namun dalam prateknya biaya kebangkrutan sangat mahal. Perusahaan yang bangkrut mempunyai biaya hukum dan akuntasi yang sangat tinggi. Masalah yang terkait muncul apabila perusahaan menggunakan lebih banyak hutang dalam struktur modalnya (Brigham dan Houston, 2006). 2.1.2.6 Teori Trade-Off Teori
trade-off
mengasumsikan
bahwa
struktur
modal
perusahaan merupakan hasil trade-off dari keuntungan pajak dengan menggunakan hutang dengan biaya yang akan timbul sebagai akibat penggunaan hutang tersebut (Hartono, 2003) pada penelitian (Hapsari, 2010). Esensi trade-off dalam struktur modal adalah menyeimbangkan mafaat dan pengorbanan yang timbul sebagai akibat penggunaan hutang. Sejauh manfaat lebih besar, tambahan hutang masih diperbolehkan dan apabila penggunaan hutang terlalu besar, maka tambahan hutang tidak diperbolehkan. Dalam kenyataan, ada hal-hal yang membuat perusahaan tidak bisa menggunakan hutang sebanyak-banyaknya. Suatu hal yang terpenting adalah dengan semakin tingginya hutang, akan semakin tinggi kemungkinan kebangkrutan. Biaya kebangkrutan tersebut bisa cukup signifikan. Biaya tersebut terdiri dari 2 (dua) hal, yaitu :
a. Biaya Langsung Yaitu, biaya yang dikeluarkan untuk membayar biaya administrasi, atau biaya lainnya yang sejenis. b. Biaya Tidak Langsung Yaitu, biaya yang terjadi karena dalam kondisi kebangkrutan, perusahaan lain atau pihak lain tidak mau berhubungan dengan perusahaan secara normal. Misalnya Suplier tidak akan mau memasok barang karena mengkwatirkan kemungkinan tidak akan membayar. Biaya lain dari peningkatan hutang adalah meningkatnya biaya keagenan antara pemegang hutang dengan pemegang saham akan meningkat, karena potensi kerugian yang dialami oleh pemegang hutang
akan
meningkatkan
pengawasan
terhadap
perusahaan.
Pengawasan bisa dilakukan dalam bentuk biaya biaya monitoring (persyaratan yang lebih ketat) dan bisa dalam bentuk kenaikan tingkat bunga. 2.2 Firm Size Perusahaan yang besar cenderung melakukan diversifikasi usaha lebih banyak daripada perusahaan kecil. Oleh karena itu kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan akan lebih kecil. Ukuran perusahaan seiring dijadikan indicator bagi kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu perusahaan, dimana perusahaan dengan ukuran lebih besar dipandang lebih mampu menghadapin krisis dalam menjalakan usahanya. Perusahaan yang lebih
besar cenderung untuk mengungkapkan lebih banyak informasi kepada investor luar daripada perusahaan yang kecil.
Menurut Riyanto (2001) perusahaan yang lebih besar dimana sahamnya tersebar sangat luas akan lebih berani mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai pertumbuhan penjualannya dibandingkan perusahaan yang lebih kecil. Hal ini akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk memperoleh pinjaman atau dana eksternal. Sehingga semakin besar ukuran perusahaan kecendrungan untuk menggunakan hutang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan modal dari pada perusahaan kecil. 2.3 Growth Opportunity Kesempatan yang dimilik untuk berkembang melakukan investasi pada masa mendatang menyebabkan nilai perusahaan akan meningkat. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan potensial yang tinggi tentunya memiliki tingkat kecenderungan untuk menghasilkan arus kas yang tinggi di masa yang akan datang sehingga memungkinkan perusahaan memiliki biaya modal yang rendah. Perusahaan yang mempunyai growth opportunity yang tinggi akan menghadapi kesenjangan informasi yang tinggi antara merger dan investor tentang kualitas proyek investasi perusahaan (Seftianne dan Handayani, 2011). Adanya kesenjangan informasi tersebut menyebabkan biaya modal ekuitas saham dibandingkan biaya modal utang karena dipandang dari sudut investor, modal saham dipandang lebih beresiko dibandingkan utang. Kesenjangan informasi tersebut akan membuat para investor berisyarat negatif tentang prospek perusahaan di masa mendatang.
2.4 Liquidity Kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan pada saat di tagih atau hutang jangka pendeknya. Perusahaan yang mempunyai likuiditas yang tinggi akan cenderung tidak menggunakan pembiayaan dari hutang. Hal ini disebabkan perusahaan dengan likuiditas tinggi mempunyai dana internal yang besar, sehingga perusahaan tersebut akan lebih dahulu untuk membiayai investasi nya sebelum menggunakan pembiayaan eksternal melalui hutang. Kebutuhan dana untuk aktiva lancar pada prinsipnya dibiayai dengan kredit jangka pendek. Kemampuan membayar atas kewajiban jangka pendek sangat tergantung dari alat pembayaran likuid yang dimiliki perusahaan, besar alat pembayaran likuid yang dimiliki perusahaan disebut sebagai daya bayar atau kekuatan bayar suatu perusahaan yang akan menjadikan perusahaan mempunyai kemampuan membayar kewajiban jangka pendeknya. 2.5 Profitability kemampuan suatu perusahaan dalam memperoleh keuntungan, yang diindikasikan melalui besarnya laba yang diperoleh perusahaan tersebut. Semakin tinggi profitabilitas perusahaan semakin tinggi efisiensi perusahaan tersebut dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan. Setiap perusahaan selalu berupaya agar memperoleh tingkat profitabilitas yang tinggi. Dalam konteks ini perusahaan yang menguntungkan tentunya tidak memerlukan banyak pembiayaan dengan hutang. Melalui adanya tingkat pengembalian yang tinggi memungkinkan perusahaan membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan secara internal. Para
investor menanamkan saham pada perusahaan adalah untuk mendapatkan yield dan capital gain semakin tinggi memperoleh laba maka semakin besar retun yang diharapkan investor. Margin laba bersih (net profit margin) merupakan keuntungan penjualan setelah dikurangi seluruh biaya dan pajak penghasilan. Rasio ini menunjukkan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan. 2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berhubungan dengan struktur modal telah dilakukan oleh penelitian sebelumnya, sehingga terdapat beberapa point penting hasil dari penelitian sebelumnya dan dapat dijadikan dasar dalam penelitian ini. Berikut ini akan diuraikan beberapa penelitian terdahulu mengenai struktur modal. Penelitian yang dilakukan oleh Ozkan (2001) menguji hubungan karakteristik khusus perusahaan yang mempengaruhi struktur modal perusahaan. Variabel yang digunakan adalah size, growth opportunity, profitabilitas, likuiditas dan non debt tax shield. Hasil penelitian menyatakan bahwa size, growth opportunity, profitabilitas dan non debt tax shield berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Sedangkan likuiditas berpengaruh positif terhadap struktur modal. Saidi (2004) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal dengan menggunakan variabel independen antara lain : ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan asset, profiabilitas dan struktur kepemilikan, menghasilkan suatu temuan yang menyatakan bahwa secara simultan, semua variabel independen berpengaruh terhadap strutur modal. Namun, secara parsial hanya
variabel risiko bisnis (business risk) berpengaruh tidak signifikan terhadap struktur modal. Harjanti dan Tandelilin (2007) tentang ”Pengaruh Firm Size, Tangible Assets, Growth Opportunity, Profitability, dan Business Risk pada Struktur Modal Perusahaan”. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
firm size berpengaruh
terhadap struktur modal Sedangkan tangible assets, growth opportunity, profitability dan business risk tidak berpegaruh terhadap struktur modal. Rakhmawati (2008) tentang Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Otomotif
yang Terdaftar Di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Meneliti hubungan antara beberapa variabeli yaitu: Independen : profitabilitas, struktur aktiva, pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan, dan pajak. Hasil penelitian ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal, sedangkan profitabilitas, struktur aktiva, pertumbuhan penjualan dan pajak berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Hapsari (2010) tentang Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Manufaktur yang terdapat di BEI periode 2006-2008 (Studi Kasus pada Sektor Automotive dan Allied Product). Variabel independen yang digunakan yaitu: ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan asset dan kemampulabaan. Hasil penelitian bahwa pertumbuhan asset dan kemampuan laba berpengaruh terhadap struktur modal, sedangkan ukuran perusahaan dan risiko bisinis berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Seftianne
dan
Handayani
(2011)
tentang
“Faktor-faktor
mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Publik Sektor
yang
Manufaktur”.
Variabel independen yang digunakan yaitu: Ukuran perusahaan, risiko bisnis, likuiditas, struktur aktiva, dan profitabilitas, kepemilikan manajerial, dan growth opportunity. Hasil penelitian growth opportunity dan ukuran perusahaan beperngaruh terhadap struktur modal. Sedangkan risiko bisnis, likuiditas, struktur aktiva, dan profitabilitas, kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap struktur modal. Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti 1
Ozkan (2001)
2
Saidi (2004)
3
Harjanti dan Tandelilin (2007)
Judul Penelitian Determinants of Capital Structure and Adjusment To Long Run Target : Evidence from UK Company Panel Data
Variabel Penelitian size, growth opportunity, profitabilitas, likuiditas dan non debt tax shield
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Manufaktur Go Public di BEJ Tahun 1997-2002
ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan asset, profiabilitas dan struktur kepemilikan
Pengaruh Firm Size, Tangible Assets, Growth Opportunity, Profitability, dan Business Risk pada Struktur Modal
Variabel independen : Firm size, tangible assets, growth opportunity, profitability dan business risk
Hasil Penelitian bahwa size, growth opportunity, profitabilitas dan non debt tax shield berpengaruh negatif terhadap struktur modal. Sedangkan likuiditas berpengaruh positif terhadap struktur modal Secara parsial ukuran perusahaan, pertumbuhan asset, profiabilitas dan struktur kepemilikan Berpengaruh positif terhadap struktur modal. Secara simultan seluruh variabel berpengaruh positif terhadap struktur modal. Secara parsial firm size berpengaruh terhadap struktur modal Sedangkan tangible assets, growth opportunity, profitability dan business risk tidak
4
Rakhmawati (2008)
Perusahaan Manufaktur di Indonesia: Studi Kasus di BEJ Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)
Variabel dependen: Struktur modal
berpegaruh terhadap struktur modal.
Variabel Independen : profitabilitas, struktur aktiva, pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan, dan pajak
Secara parsial ukuran perusahaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap struktur modal, sedangkan untuk variabel profitabilitas, struktur aktiva, pertumbuhan penjualan, ukuran perusahaan dan pajak secara simultan berpengaruh terhadap struktur modal Secara parsial bahwa pertumbuhan asset dan kemampuan laba berpengaruh terhadap struktur modal. ukuran perusahaan dan kemampulabaan secara parsial tidak berpengaruh terhadap struktur modal.
Variabel dependen: Struktur modal
5
6
Hapsari (2010)
Seftianne dan Handayani (2011)
Analisis faktorfaktor yang mempengaruhi Struktur Modal Perusahaan Manufaktur yang terdapat di BEI periode 20062008 (Studi Kasus pada Sektor Automotive dan Allied Product) Faktor-faktor yang mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Publik Sektor Manufaktur
Variabel independen : ukuran perusahaan, risiko bisnis, pertumbuhan asset dan kemampulabaan Variabel dependen: Struktur Modal
Variabel independen: Ukuran perusahaan, risiko bisnis, likuiditas, struktur aktiva, dan profitabilitas, kepemilikan manajerial, dan growth opportunity Variabel dependen: Struktur modal
Bahwa growth opportunity dan ukuran perusahaan beperngaruh terhadap struktur modal. Sedangkan risiko bisnis, likuiditas, struktur aktiva, dan profitabilitas, kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap struktur modal.
2.7 Kerangka Konseptual Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka, penulis dapat membuat kerangka konseptual sebagai berikut :
Firm Size (X1) Growth Opportunity (X2)
Struktur Modal (Y)
Liquidity (X3) Profitability (X4)
Gambar 2.1 Kerangka konseptual
Kerangka konseptual merupakan sintesis atau ekstrapolasi dari tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang mencerminkan keterikatan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk memecahkan keterkaitan antara variabel yang diteliti dan merupakan tuntutan untuk memecahkan masalah penelitian serta merumuskan hipotesis. Dalam penelitian ini variabel independen adalah firm size, growth opportunity, liquidity, dan profitability sedangkan variabel dependennya adalah struktur modal perusahaan otomotif. Firm size merupakan ukuran besar atau kecilnya suatu perusahaan yang dilihat dari besarnya aset yang dimiliki perusahaan. Perusahaan kecil cenderung menggunakan hutang jangka pendek daripada hutang jangka panjang. Demikian
juga dengan perusahaan besar akan cenderung memiliki sumber pendanaan yang kuat. Hal ini akan mempermudah perusahaan dengan ukuran lebih besar untuk memiliki sumber dana yang kuat ada mudah memperoleh pinjaman. Growth opportunity Merupakan kesempatan yang dimiliki perusahaan untuk dapat berkembang yang mencakup kesempatan untuk melakukan investasi pada masa yang akan datang. Sehingga perusahaan yang ingin melakukan perluasan jaringan pasar sangat membutuhkan modal yang besar. Rasio liquidity adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan didalam membayar hutang jangka pendek yang telah jatuh tempo. Perusahaan yang dapat segera mengembalikan utang-utangnya akan mendapat kepercayaan dari kreditur untuk menerbitkan utang dalam jumlah yang besar, dengan peningkatan proporsi utang yang lebih besar dari pada modal sendiri menujukan debt to equity ratio (DER) semakin besar. Profitability menjelaskan tingkat pengembalian yang didapat dari investasi yang ditanamkan oleh perusahaan. Semakin besar tingkat pengembalian yang didapat dari investasi yang ditanamkan maka penggunaan hutang relatif kecil (Brigham dan Weston, 2006). Tingkat pengembalian yang tinggi dari investasi yang ditanamkan perusahaan memungkinkan perusahaan menggunakan dana internal perusahaan untuk membiayai sebagian besar pendanaannya yang berasal dari tingkat pengembalian atas investasi tersebut. 2.8 Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan jawaban sementara atas permasalahan yang dihadapi dan kebenarannya harus dibuktikan melalui hasil penelitian. Adapun hipotesis
yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah firm size, growth opportunity, liquidity dan profitability berpengaruh baik secara parsial maupun simultan terhadap struktur modal perusahaan otomotif yang terdaftar di BEI.