BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kinerja Karyawan 1. Definisi Kinerja Menurut Waldman, (Koesmono, 2005) kinerja merupakan gabungan perilaku dengan prestasi dari apa yang diharapkan dan pilihannya atau bagian syarat-syarat tugas yang ada pada masingmasing individu dalam organisasi. Sedangkan menurut Mangkunegara (2001) kinerja dapat didefinisikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Brahmasari (Brahmasari & Suprayetno, 2008) mengemukakan bahwa kinerja adalah pencapaian atas tujuan organisasi yang dapat berbentuk output kuantitatif maupun kualitatif, kreatifitas, fleksibilitas, dapat diandalkan, atau hal-hal lain yang diinginkan oleh organisasi. Penekanan kinerja dapat bersifat jangka pendek maupun jangka panjang, juga dapat pada tingkatan individu, kelompok ataupun organisasi. Manajemen kinerja merupakan suatu proses yang dirancang untuk menghubungkan tujuan organisasi dengan tujuan individu, sehingga kedua tujuan tersebut bertemu Kinerja juga dapat merupakan tindakan atau pelaksanaan tugas yang telah diselesaikan oleh seseorang dalam kurun waktu tertentu dan dapat diukur.
13
14
Helfert
(Faustyna,
2014)
menjelaskan
bahwa
kinerja
(performance) adalah hasil dari banyak keputusan individual yang dibuat secara terus menerus oleh manajemen. Performance atau kinerja pada umumnya diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang di dalam melaksanakan tugas-tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Menurut As‟ad (2005) kinerja adalah success full role achievement yang diperoleh seseorang atau sekelompok orang dari perbuatannya. Artinya semakin tinggi kualitas dan kuantitas hasil kerja karyawan, maka akan semakin tinggi pula kinerjanya. Jadi, kinerja itu merupakan kualitas dan kuantitas pekerjaan yang dapat diselesaikan oleh karyawan. Stoner (Latief, 2012), menyatakan bahwa kinerja merupakan fungsi dari motivasi, kecakapan, dan persepsi peranan. Menurut Marihot Tua E.H. (Latief, 2012) kinerja adalah hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang ditampilkan sesuai dengan perannya di organisasi. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam usaha organisasi untuk mencapai tujuannya. Bernardin & Russel (Yusuf, 2015), mendefinisikan kinerja sebagai pencatatan hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu. Seseorang akan selalu mendambakan penghargaan terhadap hasil pekerjaanya dan mengharapkan imbalan yang adil. Penilaian kinerja perlu dilakukan seobyektif mungkin karena akan memotivasi karyawan dalam melakukan kegiatannya. Disamping itu pula penilaian
15
kinerja dapat memberikan informasi untuk kepentingan pemberian gaji, promosi dan melihat perilaku karyawan. Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa kinerja adalah penilaian dari hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dapat dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugas dengan tanggung jawab yang umumnya diberikan suatu batasan sebagai tanda kesuksesan dari pegawai tersebut dalam melakukan tugasnya. 2. Penilaian/pengukuran kinerja Menurut Kaplan & Norton (Yusuf, 2015) menjelaskan bahwa dalam mengukur kinerja karyawan dapat dipergunakan suatu daftar pertanyaan yang berisi beberapa dimensi kriteria tentang hasil kerja menggunakan metode Balanced - Scorecard, berupa kartu untuk mencatat skor atau mengukur kinerja individu atau kelompok hasil kerja.
Balanced
-
Scorecard
merupakan
pengukuran
kinerja
berdasarkan keseimbangan aspek keuangan dan non keuangan serta aspek internal dan eksternal perusahaan, melalui pendekatan aspek; perspektif keuangan, konsumen, proses bisnis internal dan proses belajar serta berkembang. 3. Aspek-aspek Pengukuran Kinerja Bernardin dan Russel (Yusuf, 2015) mengemukakan beberapa aspek pengukuran kinerja karyawan sebagai berikut.
16
1. Quality, merupakan hasil kerja keras dari para karyawan yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh pihak perusahaan sebelumnya. Hal ini merupakan suatu tingkatan yang menunjukkan proses pekerjaan atau hasil yang dicapai atas suatu pekerjaan mendekati atau menjauhi kesempurnaan. 2. Quantity, merupakan hasil kerja keras dari karyawan yang bisa mencapai skala maksimal yang telah ditetapkan oleh pihak perusahaan, dengan hasil yang telah ditetapkan oleh perusahaan tersebut maka kinerja dari para karyawan sudah baik. 3. Timeliness, merupakan kemampuan karyawan dalam bekerja berdasarkan standard waktu kerja yang telah ditetapkan oleh perusahaan, dengan bekerja sesuai dengan standar waktu yang telah ditentukan maka kinerja dari karyawan tersebut sudah baik. 4. Cost effectiveness, merupakan penggunaan sumber daya dari karyawan secara efisien dan efektif sehingga bisa mempengaruhi penghematan biaya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dan menghasilkan keuntungan maksimum. 5. Need for Supervision, merupakan kemampuan karyawan dalam bekerja dengan baik tanpa ada pengawasan dari pihak perusahaan. Meskipun tanpa ada pengawasan yang intensif dari pihak manajemen, karyawan dapat bekerja dengan baik sehingga kinerja dari karyawan akan mengalami peningkatan.
17
6. Interpersonal impact, yakni karyawan yang mempunyai rasa harga diri yang tinggi terhadap pekerjaannya sehingga karyawan berusaha untuk mencapai hasil terbaik dalam mengerjakan pekerjaan tersebut. Adapun standar kinerja menurut Michel (Zulkarnain, 2012) adalah : 1. Quality of work, yaitu kualitas pekerjaan yang dihasilkan dapat memuaskan bagi penggunanya atau tidak, sehingga hal ini dijadikan sebagai standara kerja. 2. Communication, yaitu pegawai mampu melakukan komunikasi yang baik antara pegawai ataupun dengan pimpinannya. 3. Promptness, yaitu kecepatan bekerja yang diukur oleh tingkat waktu, sehingga pegawai dituntut untuk bekerja cepat dalam mencapai kepuasan dan peningkatan kerja. 4. Capability, yaitu kemampuan dalam bekerja yang semaksimal mungkin. 5. Initiative, yaitu setiap pegawai mampu menyelesaikan masalah pekerjaannya sendiri agar tidak terjadi kemandulan dalam pekerjaan. Berdasarkan uraian aspek diatas, maka peneliti memilih aspekaspek dari Michel (Zulkarnain, 2012) sebagai dasar pembuatan alat ukur.
18
4. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi kerja atau kinerja karyawan atau individu dalam organisasi menurut Mangkunegara (2004) adalah : 1. Faktor Individu Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas yang tinggi antara fisik (jasmaniah) dan psikis (rohani). Dengan adanya integritas tadi, maka individu akan memiliki konsentrasi diri yang baik, dengan konsentrasi yang baik, kegiatan atau aktivitas sehari- hari dapat dilaksanakan dengan baik. 2. Faktor Lingkungan Organisasi Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud adalah tujuan kerja, target kerja yang menantang, komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja yang harmonis, peluang dalam berkarir, dan fasillitas kerja yang memadai. Dari pendapat diatas dapat dijelaskan, bahwa faktor individu dan faktor lingkungan organisasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan atau pegawai. Menurut Wirawan (Gusnetti, 2014), kinerja merupakan suatu konsep yang multicated (banyak dimensi) artinya bahwa kinerja banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut adalah faktor lingkungan eksternal dan faktor internal karyawan atau pegawai :
19
1. Faktor internal pegawai yaitu faktor-faktor dalam diri pegawai yang merupakan bawaan dari lahir dan faktor yang diperoleh ketika ia berkembang. Faktor-faktor bawaan, misalnya bakat, sifat pribadi, serta keadaan fisik dan kejiwaan. Sementara faktor-faktor yang diperoleh, misalnya pengetahuan, keterampilan, etos kerja, pengalaman kerja, dan motivasi kerja. 2. Faktor-faktor lingkungan internal organisasi yaitu dalam melaksanakan tugasnya, pegawai memerlukan dukungan organisasi tempat ia bekerja. Dukungan tersebut sangat mempengaruhi tingi rendahnya kinerja pegawai. Sebaliknya, jika sistem kompensasi dan iklim kerja organisasi buruk, kinerja karyawan akan menurun. 3. Faktor lingkungan eksternal organisasi yaitu keadaan, kejadian, atau situasi yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi yang mempengaruhi kinerja karyawan. Faktorfaktor internal karyawan bersinergi dengan faktor-faktor lingkungan internal organisasi. Sinergi ini mempengaruhi perilaku kerja karyawan yang kemudian mempengaruhi kinerja karyawan. Beberapa faktor mempengaruhi kinerja karyawan menurut Mathis dan Jackson, (Putri, 2012), diantaranya :
20
1. Kemampuan mereka yaitu bagaimana kinerja karyawan saat diberikan pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahlian yang mereka miliki serta hasilnya. 2. Motivasi, yaitu suatu dorongan dan semangat yang diberikan perusahaan maupun diri sendiri untuk menambah gairah kerja karyawan dalam bekerja seperti pemberian tunjangan pekerjaan, kenaikan gaji, dan lainnya. 3. Dukungan yang diterima yaitu pemberian dukungan dari perusahaan baik berupa kompensasi seperti fasilitas sarana penunjang (tempat ibadah, kantin, tempat olahraga, dll), pelatihan dan
pengembangan
pengetahuan
untuk
pekerjaan
maupun
penghargaan berupa financial maupun non-financial atas prestasi kerja untuk karyawan yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. 4. Keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan yaitu adanya suatu pekerjaan yang dilakukan karyawan sesuai dengan kemampuan alam bekerja membuat karyawan menjadi semangat dan akan menambah kinerja karyawan. 5. Hubungan mereka dengan organisasi yaitu jika karyawan memiliki hubungan yang baik dengan organisasi akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan akan meningkatkan kinerja karyawan. Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa religiusitas masuk kedalam salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Mangkunegara (2004) yaitu faktor individu. Yang dimana dengan adanya religiusitas
21
akan mempengaruhi integritas antara fisik (jasmaniah) dan psikis (rohani), diharapkan dengan adanya religiusitas yang baik akan meningkat kualitas individu tersebut. Jika dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Wirawan (Gusnetti, 2014), religiusitas masuk kedalam salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja yaitu faktor internal pegawai, yang dimana dengan adanya religiusitas akan mempengaruhi sifat-sifat pribadi dan kejiwaan yang terbentuk ketika ia berkembang. B. Religiusitas 1. Definisi Religiusitas Menurut Jalaluddin (Azizah, 2006)
kata religi berasal dari
bahasa latin religio yang akar katanya adalah religare yang berarti mengikat. Maksudnya religi atau agama pada umumnya terdapat aturan aturan dan kewajiban‐kewajiban yang harus dilaksanakan yang semua itu berfungsi untuk mengikat dan mengutuhkan diri seseorang atau sekelompok orang dalam hubungannya dengan Tuhan, sesama manusia dan alam sekitarnya. Menurut Djarir (Yusuf, 2015) religiusitas adalah suatu kesatuan unsur yang komprehensif, yang menjadikan individu disebut sebagai individu beragama (being religious), dan bukan sekedar mengaku memiliki agama (having religion). Mangunwijaya (Yusuf, 2015) yang berlatar belakangkan seorang sastrawan mengistilahkan bahwa religi (agama) berbeda dengan religiusitas, agama menunjuk pada aspek
22
formal, yang berkaitan dengan aturan dan kewajiban sedangkan religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh individu di dalam hati dan diamalkan dalam perbuatannya. Sejalan dengan hal itu, Dister (Yusuf, 2015) mengartikan religiusitas sebagai keberagamaan berarti adanya unsur internalisasi agama di dalam diri individu. Religiusitas dapat dapat dilihat dari beberapa segi, baik aspek etiologi maupun terminologi. Istilah religiusitas merupakan terjemahan dari kata religiosity dalam bahasa Inggris. Adhim (2009) religiusitas adalah hubungan pribadi dengan illahi Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang (Tuhan) yang berkonsekuensi hasrat untuk berkenan kepada pribadi yang illahi itu dengan melaksanakan kehendaki-Nya dan menjauhi yang tidak dikehendaki-Nya atau larangannya. (Suhardiyanto, 2001). Berdasarkan uraian para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa religiusitas adalah adanya unsur keagamaan didalam diri individu yang pada umumnya terdapat aturan-aturan atau kewajiban dari seseorang dalam menjalankan kehidupannya. 2. Aspek – aspek Religiusitas Menurut Glock dan Stark (Azizah, 2006) ada lima aspek religiusitas yaitu: 1) Aspek ideologi (the ideological dimension) berkaitan dengan tingkatan seseorang dalam menyakini kebenaran ajaran agamanya
23
(religious belief). Tiap‐tiap agama memiliki seperangkat keyakinan yang harus dipatuhi oleh penganutnya, misalnya kepercayaan adanya Tuhan. 2) Aspek ritualistik (the ritualistic dimension) yaitu tingkat kepatuhan seseorang mengerjakan kewajiban ritual sebagaimana yang diperintahkan dalam agamanya (religious practice), misalnya kewajiban bagi orang Islam seperti; sholat, zakat, puasa, pergi haji bila mampu. 3) Aspek eksperiensial (the experiential dimension) yaitu tingkatan seseorang dalam merasakan dan mengalami perasaan - perasaan atau pengalaman ‐ pengalaman keagamaan (religious feeling). Semua agama memiliki harapan bagi individu penghayatannya akan mencapai suatu pengetahuan yang langsung mengenai realitas yang paling sejati atau mengalami emosi‐emosi religius misalnya; merasa doanya dikabulkan, merasa diselamatkan Tuhan. 4) Aspek intelektual (the intelectual dimension) berkaitan dengan tingkatan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran agama yang dianutnya (religious knowledge), 5) Aspek konsekuensial (the consequential dimension) yaitu aspek yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya dalam kehidupan sosial, yakni bagaimana individu berhubungan dengan dunia terutama dengan sesama manusia (religious effect).
24
C. Hubungan Antara Religiusitas dengan Kinerja Karyawan Variabel bebas dalam penelitian ini adalah religiusitas yang akan mempengaruhi variable tergantung yaitu kinerja karyawan. Dari penelitian ini akan kita lihat bagaimana religiusitas dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Banyak ahli berpendapat bahwa agama atau religi memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh karena itu semua orang membutuhkan agama yang akan bertindak sebagai pengendali dalam menghadapi dorongan-dorongan yang timbul. Agama yang ditanamkan sejak kecil sehingga dapat dijadikan unsur kepribadiannya. Hal ini senada dengan yang diungkap oleh Drajat (1998) bahwa religiusitas merupakan bagian dari kepribadian seseorang, dalam hal ini religiusitas akan mempengaruhi cara berpikir, merasakan, bersikap, dan berperilaku (Aulina, 2012). Keterkaitan antara tingkat religiusitas dengan kinerja karyawan dijelaskan satu persatu melalui aspek-aspek dari religiusitas. Aspek dari religiusitas menurut Glock & Stark (Azizah, 2006) yang pertama yaitu kepercayaan
(the
ideological
dimension).
Kepercayaan
(Ideologi)
seseorang terhadap agamanya akan tercermin dalam perbuatan dan prilaku yang ia lakukan, dengan kepercayaannya terhadap agamanya, seseorang akan cenderung melakukan pekerjaannya dengan semaksimal mungkin untuk mencapai target yang sudah ditentukan. Disamping itu juga, untuk memenuhi tuntutan nilai-nilai ajaran agamanya. Karena bagi ia pekerjaan
25
yang ia lakukan adalah ibadah kepada Tuhannya yang dilakukannya dengan pengharapan untuk mendapatkan ridho dari-Nya. Pribadi karyawan yang memiliki
kepercayaan terhadap agamanya
akan senantiasa
melakukan yang terbaik dalam pekerjaannya, ia akan melakukan kewajibannya sebaik mungkin, ia percaya dengan adanya Tuhan, dan dengan adanya hari pembalasan, dimana semua perbuatan dan prilaku yang dilakukannya didunia ini akan dibalas di kehidupan berikutnya kelak. Glock & Stark (Azizah, 2006) juga mengungkapkan aspek kedua dari religiusitas yaitu kepatuhan (the ritualistic dimension). Kepatuhan seseorang kepada Tuhan-Nya adalah tingkat kesadaran seseorang untuk dapat mengerjakan kewajibannya terhadap perintah dan menjauhi larangan Tuhannya,
mengerjakan
setiap
kewajiban
yang
ia
miliki,
dan
meninggalkan setiap larangan yang ada, yang hal ini secara tidak langsung akan menghasilkan pribadi yang patuh dan disiplin, untuk memenuhi semua kewajibannya, dan melakukan pekerjaan yang ia miliki kemudian menyelesaikannya. Sebagai ilustrasi seseorang karyawan yang memahami dan taat kepada agamanya cenderung akan mematuhi peraturan-peraturan yang ada dimana ia bekerja. Dalam hal ini pegawai akan memulai dan mengakhiri pekerjaannya pada waktu yang sudah ditentukan. Dalam melaksanakan perintah pimpinan atau atasan ia akan segera memenuhi perintah atau tugas yang diberikan oleh pimpinan atau atasan dan dilakukan dengan sebaik-baiknya.
26
Aspek ketiga dari religiusitas Glock & Stark (Azizah, 2006) yaitu pengalaman (the experiential dimension). Pengalaman adalah guru yang paling baik, karena benar saja, pengalaman hidup seseorang dalam menjalani kehidupannya begitu juga dalam kehidupan beribadahnya, akan mengajarkan banyak hal, salah satunya adalah untuk dapat bersyukur akan apa saja yang ia dapat. Bagi seorang karyawan yang taat beribadah senantiasa mensyukuri segala apa yang ia peroleh termasuk dalam bekerja. Sehingga dalam melihat pekerjaannya merupakan sebuah karunia Tuhan yang harus disyukuri dan ketika ia mensyukuri maka Tuhan akan menambah
nikmatnya,
bisa
dalam
kemudahan-kemudahan
dalam
menyelesaikan pekerjaannya atau bisa juga dalam bentuk rizki yang lain. Dan dengan bersyukur, pribadi akan melakukan yang terbaik, karena ia tahu ia tidak boleh mensia-siakan rezeki dan kesempatan yang sudah diberikan kepadanya oleh Tuhannya dalam bentuk tanggung jawab terhadap pekerjaan yang ia jalani. Glock & Stark (Azizah, 2006) juga mengungkapkan aspek keempat dari
religiusitas
yaitu
pengetahuan
(the
intelectual
dimension).
Pengetahuan bisa kita ibaratkan bagaikan pelita didalam kegelapan, karena pelita dapat menuntun kita untuk menemukan jalan dalam kegelapan. Begitu juga pengetahuan yang dapat membantu kita menemukan arah dalam menjalani kehidupan ini. Didalam agama ada begitu banyak ilmu dan pengetahuan tentang baik dan buruk suatu hal, tentang kewajiban dan larangan manusia didalam agamanya, dan dengan pengetahuan, manusia
27
akan
cenderung
berprilaku
lebih
baik,
karena
manusia
yang
berpengetahuan akan dapat membedakan baik dan buruk dalam mengerjakan sesuatu karena yang ia harapkan tidak lain adalah ridho dari Tuhannya. Begitu pula seorang karyawan dalam melihat pekerjaannya senantiasa akan melakukannya dengan cara yang baik dan beradab, dan meninggalkannya
dengan
cara-cara
yang
tidak
terpuji.
Dengan
pengetahuannya seorang karyawan juga akan berusaha melakukan inovasiinovasi dan kreativitas dalam menunjang pekerjaanya untuk mencapai hasil yang terbaik. Dengan kata lain seorang karyawan akan melihat satu persoalan termasuk tugas-tugasnya secara cerdas. Aspek kelima dari religiusitas Glock & Stark (Azizah, 2006) yaitu konsekuensional (the consequential dimension). Dalam melakukan pekerjaan apapun termasuk tugas-tugas rutin yang terkait tugas dan fungsinya sebagai karyawan maka yang bersangkutan sedapat mungkin mengkaitkannya dengan tanggung jawabnya sebagai hamba Tuhan. Artinya bukan saja dituntut berprestasi sesuai target kinerja, tapi juga untuk mencapainya perlu memperhatikan nilai-nilai fitrah seperti kejujuran, keadilan, kebaikan dan lain sebagainya. Seseorang dengan kepercayaan, kepatuhannya terhadap agama, dan ilmu pengetahuan yang ia ketahui tentang agamanya, ini semua akan tercermin dalam perbuatannya sehari-hari. Seseorang tersebut akan cenderung menjadi pribadi yang lebih baik di kehidupannya, ia akan termotivasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik secara terus menerus.
28
Begitu juga ia dalam memandang pekerjaannya bukan hanya untuk dirinya saja tapi, juga bagi lingkungan dan orang lain atau dapat disebut juga pekerjaan yang ia lakukan berfungsi sosial. Dalam sebuah hadits disebutkan “khairunnaas anfa’uhum linnaas” yang artinya sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain dan untuk kepentingan orang banyak. D. Hipotesa Penelitian Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara religiusitas dengan kinerja karyawan. Semakin tinggi tingkat religiusitas maka semakin tinggi pula kinerja yang dimiliki karyawan tersebut, sebaliknya semakin rendah tingkat religiusitas seseorang maka semakin rendah pula kinerja karyawan tersebut.