BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Landasan Teori II.1.1 Konsep Efektivitas II.1.1.1 Pengertian Efektivitas Kata efektif berasal dari bahasa inggris yaitu effective yang berarti berhasil, atau sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah popular mendefinisikan efektivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Robbins memberikan definisi efektivitas sebagai tingkat pencapaian organisasi dalam jangka pendek dan jangka panjang. Efektivitas organisasi adalah konsep tentang efektif dimana sebuah organisasi bertujuan untuk menghasilkan. Organizational effectiveness (efektivitas organisasi)
dapat
dilakukan
dengan
memperhatikan
kepuasan
pelanggan,
pencapaian visi orgaisasi, pemenuhan aspirasi, menghasilkan keuntungan bagi organisasi, pengembangan sumber daya manusia organisasi dan aspirasi yang dimiliki, serta memberikan dampak positif bagi masyarakat di luar organisasi. Bamard (1938:20) menyatakan bahwa efektivitas organisasi merupakan kemahiran dalam sasaran spesifik dari organisasi yang bersifat objektif (“if it accomplished its specific objective aim”). Organizational
Psychology
Schein dalam bukunya yang berjudul
mendefinisikan
efektivitas
organisasi
sebagai
kemampuan untuk bertahan, menyesuaikan diri, memelihara diri dan juga bertumbuh, lepas dari fungsi-fungsi tertentu yang dimiliki oleh organisasi tersebut.
6
Efektivitas dapat didefinisikan dengan empat hal yang menggambarkan tentang efektivitas, yaitu : 1. Mengerjakan hal-hal yang benar, dimana sesuai dengan yang seharusnya diselesaikan sesuai dengan rencana dan aturannya. 2. Mencapai tingkat diatas pesaing, dimana mampu menjadi yang terbaik dengan lawan yang lain sebagai yang terbaik. 3. Membawa hasil, dimana apa yang telah dikerjakan mampu memberi hasil yang bermanfaat. 4. Menangani tantangan masa depan Efektivitas pada dasarnya mengacu pada sebuah keberhasilan atau pencapaian tujuan. Efektivitas merupakan salah satu dimensi dari produktivitas, yaitu mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal, yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas dan waktu. Efektivitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa : “Efektivitas adalah
suatu ukuran
yang
menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. Sedangkan pengertian efektivitas menurut Schemerhon John R. Jr. (1986:35) adalah sebagai berikut : “Efektivitas
adalah
pencapaian
target
output
yang
diukur
dengan
cara
membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika (OS) > (OA) disebut efektif ”.
7
Adapun pengertian efektivitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984) adalah : “Efektivitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yang diharapkan dari sejumlah input“. Dari pengertian-pengertian efektivitas tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas
adalah
suatu
ukuran
yang
menyatakan
seberapa
jauh
target
(kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari tingkat efektivitas dapat digunakan rumus sebagai berikut: Efektivitas = Ouput Aktual / Output Target >=1 a. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar atau sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektivitas. b. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang daripada 1 (satu), maka efektivitas tidak tercapai. Steers (1985:87) mengemukakan bahwa: “Efektivitas adalah jangkauan usaha suatu program sebagai suatu sistem dengan sumber daya dan sarana tertentu untuk memenuhi tujuan dan sasarannya tanpa melumpuhkan cara dan sumber daya itu serta tanpa memberi tekanan yang tidak wajar terhadap pelaksanaannya”. Adapun Martoyo (1998:4) memberikan definisi sebagai berikut: “Efektivitas dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi atau keadaan, dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai dan sarana yang digunakan, serta kemampuan yang dimiliki adalah tepat, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan”.
8
Dari beberapa pendapat di atas mengenai efektivitas, dipahami bahwa efektivitas dalam proses suatu program yang tidak dapat mengabaikan target sasaran yang telah ditetapkan agar operasionalisasi untuk mencapai keberhasilan dari program yang dilaksaksanakan dapat tercapai dengan tetap memperhatikan segi kualitas yang diinginkan oleh program. Pengertian efektivitas secara umum menunjukkan sampai seberapa jauh tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai dengan pengertian efektivitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa : “Efektivitas adalah
suatu ukuran
yang
menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”. Unsur yang penting dalam konsep efektivitas adalah; yang pertama adalah pencapaian tujuan yang sesuai dengan apa yang telah disepakati secara maksimal, tujuan merupakan harapan yang dicita-citakan atau suatu kondisi tertentu yang ingin dicapai oleh serangkaian proses. Emitai Etzioni (1982:54) mengemukakan bahwa “Efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasaran.” Adapun Komaruddin (1994:294) juga mengungkapkan bahwa “Efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukan tingkat keberhasilan kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu.” Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat diketahui bahwa efektivitas merupakan suatu konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran mengenai keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai sasarannya
9
atau dapat dikatakan bahwa efektivitas merupakan tingkat ketercapaian tujuan dari aktivasi-aktivasi yang telah dilaksanakan dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari beberapa literatur ilmiah mengemukakan bahwa efektivitas merupakan pencaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang tepat dari serangkaian alternative atau pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan lainnya. Efektivitas juga bisa diartikan sebagai pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Sebagai contoh jika sebuah tugas dapat selesai dengan pemilihan cara-cara yang sudah ditentukan, maka cara tersebut adalah benar atau efektif.
II.1.1.2 Karakteristik Efektivitas Organisasi Efektivitas juga dapat diartikan sebagai penggambaran siklus input dan proses output. Petters dan Waterman mengemukakan tentang karakteristik umum dari perusahaan-perusahaan efektif, yaitu : 1. Mempunyai bias terhadap setiap tindakan dan penyelesaian pekerjaan yang dilakukan. 2. Selalu dekat dengan para pelanggan agar dapat mengerti secara penuh apa yang dibutuhkan oleh para pelanggan. 3. Memberikan tingkat otonomi yang tinggi pada para pegawai serta memupuk semangat kewirausahaan pegawai tersebut. 4. Berusaha untuk meningkatkan produktivitas lewat partisipasi para pegawai perusahaan.
10
5. Para pegawai telah mengetahui apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh perusahaan dan para manajer perusahaan terlibat secara aktif pada masalah disetiap tingkatan. 6. Selalu berdekatan dengan usaha yang diketahui dan dipahami oleh pegawai perusahaan. 7. Memiliki struktur organisasi yang bersifat luwes dan sederhana, dengan jumlah individu-individu yang minimal dalam aktivitas staf yang mendukung bidangnya. 8. Menggabungkan kontrol yang sifatnya ketat dan desentralisasi yang bertujuan mengamankan nilai-nilai inti perusahaan dengan kontrol yang longgar pada bagian-bagian lain untuk mendorong pengambilan resiko serta inovasi. Gibson mengemukakan pula kriteria efektivitas organisasi yang terdiri dari 5 (lima) unsur, yaitu : 1. Produksi. Produksi merupakan kriteria efektivitas yang mengacu pada ukuran keluaran utama dari organisasi. Ukuran dari produksi mencakup tentang keuntungan, penjualan, pangsa pasar, dokumen yang diproses, rekanan yang dilayani, dan sebagainya. Ukuran tersebut memiliki hubungan secarqa langsung dengan pelanggan dan rekanan organisasi yang bersangkutan. 2 Efisiensi. Efisiensi merupakan kriteria efektivitas mengacu pada ukuran penggunaan sumber daya yang langka oleh organisasi. Efisiensi merupakan perbandingan antara keluaran dan masukan. Ukuran efisiensi terdiri dari keuntungan dan modal, biaya per unit, pemborosan, waktu terluang, biaya per orang, dan sebagainya. Efisiensi diukur berdasarkan rasio antara keuntungan dengan biaya atau waktu yang digunakan.
11
3. Kepuasan. Kepuasan merupakan kriteria efektivitas yang mengacu pada keberhasilan organisasi dalam memenuhi kebutuhan karyawan dan anggotaanggota perusahaan tersebut. Ukuran dari kepuasan meliputi sikap karyawan, penggantian karyawan, absensi, kelambanan, keluhan, kesejahteraan dan sebagainya. 4. Keadaptasian. Keadaptasian merupakan kriteria efektivitas yang mengacu pada tanggapan organisasi terhadap perubahan eksternal dan internal. Perubahanperubahan eksternal seperti persaingan, keinginan para pelanggan, kualitas produk, dan sebagainya serta perubahan internal seperti ketidakefisienan, ketidakpuasan, dan sebagainya merupakan adaptasi terhadap lingkungan. 5. Kelangsungan hidup. Kelangsungan hidup merupakan kriteria efektivitas mengacu pada tanggung jawab organisasi atau perusahaan dalam usaha memperbesar kapasitas dan potensinya untuk dapat berkembang. Indikatorindikator yang digunakan ialah produktivitas, efisiensi, kecelakaan, pergantian pegawai, absensi, kualitas, tingkat keuntungan, moral, dan kepuasan karyawan atau anggota perusahaan.
12
Stephen P. Robbins (1994 : 55) mengungkapkan kriteria efektivitas organisasi sebagai berikut: Tabel 1 Kriteria Keefektifan Organisasi
13
II.1.1.3 Pendekatan Efektivitas Menurut Martani dan Lubis (1987:55), ada tiga pendekatan dalam mengukur efektivitas organisasi, yaitu: 1. Pendekatan sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi. 2. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. 3. Pendekatan sasaran (goals approach) dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana. Steers mengemukakan bahwa efektivitas bersifat abstrak, oleh karena itu hendaknya efektivitas tidak dipandang sebagai keadaan akhir akan tetapi merupakan proses yang berkesinambungan dan perlu dipahami bahwa komponen dalam suatu program saling berhubungan satu sama lain dan bagaimana berbagai komponen ini memperbesar kemungkinan berhasilnya program. Gibson (1984:38) mengungkapkan tiga pendekatan mengenai efektivitas yaitu: 1. Pendekatan Tujuan. Pendekatan tujuan untuk mendefinisikan dan mengevaluasi efektivitas merupakan pendekatan tertua dan paling luas digunakan. Menurut pendekatan ini, keberadaan organisasi dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pendekatan tujuan menekankan peranan sentral dari pencapaian
14
tujuan sebagai kriteria untuk menilai efektivitas serta mempunyai pengaruh yang kuat atas pengembangan teori dan praktek manajemen dan perilaku organisasi, tetapi sulit memahami bagaimana melakukannya. Alternatif terhadap pendekatan tujuan ini adalah pendekatan teori sistem. 2. Pendekatan Teori Sistem. Teori sistem menekankan pada pertahanan elemen dasar masukan-proses-pengeluaran dan beradaptasi terhadap lingkungan yang lebih luas yang menopang organisasi. Teori ini menggambarkan hubungan organisasi terhadap sistem yang lebih besar, dimana organisasi menjadi bagiannya. Konsep organisasi sebagian suatu sistem yang berkaitan dengan sistem yang lebih besar memperkenalkan pentingnya umpan balik yang ditujukan sebagai informasi mencerminkan hasil dari suatu tindakan atau serangkaian tindakan oleh seseorang, kelompok atau organisasi. Teori sistem juga menekankan pentingnya umpan balik informasi. Teori sistem dapat disimpulkan: (1) Kriteria efektivitas harus mencerminkan siklus masukan-proses-keluaran, bukan keluaran yang sederhana, dan (2) Kriteria efektivitas harus mencerminkan hubungan antar organisasi dan lingkungan yang lebih besar dimana organisasai itu berada. Jadi efektivitas organisasi adalah konsep dengan cakupan luas termasuk sejumlah
konsep komponen. (3) Tugas manajerial adalah menjaga
keseimbangan optimal antara komponen dan bagiannya 3. Pendekatan Multiple Constituency. Pendekatan ini adalah perspektif yang menekankan pentingnya hubungan relatif di antara kepentingan kelompok dan individual dalam hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini memungkinkan pentingnya
15
hubungan relatif diantara kepentingan kelompok dan individual dalam suatu organisasi. Dengan pendekatan ini memungkinkan mengkombinasikan tujuan dan pendekatan sistem guna memperoleh pendekatan yang lebih tepat bagi efektivitas organisasi. Robbins (1994:54) mengungkapkan juga mengenai pendekatan dalam efektivitas organisasi: 1. Pendekatan pencapaian tujuan (goal attainment approach). Pendekatan ini memandang bahwa keefektifan organisasi dapat dilihat dari pencapaian tujuannya (ends) daripada caranya (means). Kriteria pendekatan yang populer digunakan adalah memaksimalkan laba, memenangkan persaingan dan lain sebaginya. Metode manajemen yang terkait dengan pendekatan ini dekenal dengan Manajemen By Objectives (MBO) yaiutu falsafah manajemen yang menilai keefektifan organisasi dan anggotanya dengan cara menilai seberapa jauh mereka mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. 2. Pendekatan sistem. Pendekatan ini menekankan bahwa untuk meningkatkan kelangsungan hidup organisasi, maka perlu diperhatikan adalah sumber daya manusianya, mempertahankan diri secara internal dan memperbaiki struktur organisasi dan pemanfaatan teknologi agar dapat berintegrasi dengan lingkungan yang darinya organisasi tersebut memerlukan dukungan terus menerus bagi kelangsungan hidupnya.
16
3. Pendekatan konstituensi-strategis. Pendekatan ini menekankan pada pemenuhan tuntutan konstituensi itu di dalam lingkungan yang darinya orang tersebut memerlukan dukungan yang terus menerus bagi kelangsungan hidupnya. 4. Pendekatan nilai-nilai bersaing. Pendekatan ini mencoba mempersatukan ke tiga pendekatan diatas, masing-masing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing didasarkan atas suatu kelompok nilai. Masing-masing nilai selanjutnya lebih disukai berdasarkan daur hidup di mana organisasi itu berada.
II.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Berdasarkan pendekatan-pendekatan dalam efektivitas organisasi yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi adalah sebagai berikut: (1) Adanya tujuan yang jelas, (2) Struktur organisasi. (3) Adanya dukungan atau partisipasi masyarakat, (4) Adanya sistem nilai yang dianut. Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki tujuan yang jelas. Adanya tujuan akan memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Selanjutnya tujuan organisasi mencakup beberapa fungsi diantaranya yaitu memberikan pengarahan dengan cara menggambarkan keadaan yang akan datang yang senantiasa dikejar dan diwujudkan oleh organisasi.
17
Faktor-faktor yang mempengaruhi organisasi harus mendapat perhatian yang seriuas apabila ingin mewujudkan suatu efektivitas. Richard M Steers (1985:209) menyebutkan empat faktor yang mempengaruhi efektivitas sebagai berikut:
Tabel 2 Faktor-faktor Yang Menunjang Efektivitas
18
Di bawah ini penulis menguraikan empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, yang dikemukakan oleh Richard M Steers (1985:8): 1. Karakteristik Organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas. 2. Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar batas organisasi dan sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek kedua adalah lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi. 3. Karakteristik Pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas. Di dalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan, akan tetapi kesadaran individu akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Jadi apabila suatu rganisasi menginginkan keberhasilan, organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi. 4. Karakteristik Manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang di dalam organisasi sehingga efektivitas tercapai. Kebijakan dan praktek manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk
19
mengarahkan setiap kegiatan guna mencapai tujuan organisasi. Dalam melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja. Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi.
II.1.2 Konsep Pengelolaan Pengelolaan atau yang sering disebut manajemen pada umumnya sering dikaitkan
dengan
aktivitas-aktivitas
dalam
organisasi
berupa
perencanaan,
pengorganisasian, pengendalian, pengarahan, dan pengawasan. Istilah manajemen berasal dari kata kerja “to manage” yang berarti menangani, memimpin, membimbing,
atau
mengatur.
Sejumlah
ahli
memberikan
batasan
bahwa
manajemen merupakan suatu proses, yang diartikan sebagai usaha yang sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan. Proses ini merupakan serangkaian tindakan yang berjenjang, berlanjut dan berkaitan dilakukan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. George. R.Terry dalam Soewarno Handayaningrat (1981:20) mengatakan bahwa manajemen merupakan suatu proses yang membeda-bedakan atas perencanaan,
pengorganisasian,
penggerakan
dan
pengawasan
dengan
memanfaatkan baik ilmu maupun seni agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sementara menurut Harold Koontz dan Cyril O’Donnel
20
“management is getting things done through people. In bringing about this coordinating of group activity, the manager, as a manager plans, organizes, staffs, direct and control the activities other people” yang dapat diterjemahkan bahwa manajemen adalah usaha mencapai tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atau sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan pengendalian. Dari batasan dan pengertian manajemen di atas, terdapat beberapa bagian manajemen yang meliputi : 1) Unsur sifat, yaitu : a) Manajemen sebagai suatu seni b) Manajemen sebagai suatu ilmu 2) Unsur fungsi, yaitu perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengendalian/pengawasan 3) Unsur sasaran, yaitu : a) Pegawai, yaitu orang yang telah menjadi unsur integral dari organisasi b) Mekanisme kerja, yaitu cara atau tahapan yang dilakukan organisasi dalam usaha pencapaian tujuan 4) Unsur tujuan, yaitu hasil akhir yang ingin dicapai dalam organisasi Untuk lebih jelasnya mengenai fungsi manajemen yang dikemukakan George R. Terry dalam bukunya Principles of Management yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan akan dibahas lebih terperinci lagi.
21
1. Perencanaan (Planning) Perencanaan merupakan landasan pokok dan menjadi salah satu fungsi manajemen yang memegang peranan penting dalam menjamin tercapainya tujuan yang diinginkan. Dalam penyusunan rencana yang baik, butuh data dan informasi yang akurat dari penelitian dan pembuktian lapangan. F.X.Soedjadi dalam syafiie dkk (1999:76) memberikan definisi perencanaan sebagai proses kegiatan pemikiran, dugaan, dan penentuan prioritas yang harus dilakukan secara rasiona sebelum melaksanakan tindakan yang sebenarnya dalam rangja mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sementara Siagian dalam bukunya Filsafat Administrasi menjelaskan bahwa perencanaan (planning) adalah keseluruhan proses pemikiran dan penentuan secara matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Widjojo Nitisastro dalam Bintoro (1985:14) juga mengemukakan bahwa perencanaan pada dasarnya berkisar pada dua hal yaitu: 1) Penentuan secara sadar mengenai tujuan-tujuan konkrit yang hendak dicapai dalam jangka waktu tertentu atas dasar nilai-nilai yang dimiliki oleh masyarakat yang bersangkutan 2) Pilihan diantara alternatif yang dianggap efektif dan efisien serta rasional guna mencapai tujuan tersebut
22
Lebih lanjut Bintoro (1985:12) memberikan pengertian perencanaan dalan tiga hal, yaitu : 1) Perencanaan dalam arti seluas-luasnya adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis segala kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu 2) Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaikbaiknya dengan memanfaatkan sumber-sumber yang ada supaya lebih efektif dan efisien 3) Perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilakukan bagaimana, kapan dan oleh siapa. Proses perencanaan dapat ditinjau dari tiga segi, dengan perkataan lain bahwa fungsi perencanaan dapat dilaksanakan dengan baik melalui tiga cara. Caracara tersebut yaitu pertama, mengetahui sifat-sifat atau ciri-ciri suatu rencana yang baik. Setelah cirri-ciri itu diketahui lalu diusahakan agar rencana yang dibuat memenuhi syarat-syarat tersebut. Kedua, memandang proses perencanaan sebagai suatu rangkaian pertanyaan yang harus dijawab dengan memuaskan. Rudyard Kipling, sastrawan inggris yang terkenal pernah mengatakan bahwa dalam hidupnya ia mempunyai enam pelayan yang baik yang bernama : what, where, when, how, who dan why. Para ahli administrasi dan manajemen telah “meminjam” konsep tersebut dan menerapkannya dalam bidang administrasi dan manajemen, dalam hal ini dalam bidang perencanaan. Ketiga, memandang proses perencanaan sebagai suatu masalah yang harus dipecahkan dengan mempergunakan teknik-teknik ilmiah. Dalam menerapkan prinsip-prinsip pemecahan masalah dengan teknik ilmiah,
23
pimpinan dapat pula menciptakan suatu rencana yang baik, dengan perkataan lain pembuatan suatu rencana dapat dippandang sebagai masalah yang harus terpecahkan dengan sistematis. 2. Pengorganisasian (Organizing) Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya-sumber daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya. Menurut Siagian, pengorganisasian adalah keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab, dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Pengorganisasian (organizing) dilakukan dengan tujuan membagi suatu kegiatan besar menjadi kegiatankegiatan yang lebih kecil. Pengorganisasian mempermudah manajer dalam melakukan pengawasan dan menentukan orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang telah dibagi-bagi tersebut. Pengorganisasian dapat dilakukan dengan cara menentukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas tersebut dikelompokkan, siapa yang bertanggung jawab atas tugas tersebut, pada tingkatan mana keputusan harus diambil. Dua aspek utama proses susunan struktur organisasi yaitu departementalisasi dan pembagian kerja. Departementalisasi adalah pengelompokkan kegiatan-kegiatan kerja organisasi agar kegiatan-kegiatan sejenis saling berhubungan dapat dikerjakan bersama. Hal ini akan tercermin pada struktur formal suatu organisasi dan tampak atau ditunjukkan oleh bagan suatu organisasi.
24
Pembagian kerja adalah perincian tugas pekerjaan agar setiap individu pada organisasi bertanggung jawab dalam melaksanakan sekumpulan kegiatan. Kedua aspek ini merupakan dasar proses pengorganisasian suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif. Pengorganisasian merupakan suatu proses untuk merancang struktur formal mengelompokan dan mengatur serta membagi tugas-tugas atau pekerjaan diantara para anggota organisasi dapat dicapai dengan efisien. Ada beberapa aspek penting dalam proses pengorganisasian, yaitu : 1. Bagan organisasi formal 2. Pembagian kerja 3. Departementalisasi 4. Rantai perintah atau kesatuan perintah 5. Tingkat-tingkat hirarki manajemen 6. Saluran komunikasi 7. Rentang manajemen dan kelompok informal yang dapat dihindarkan. Proses pengorganisasian terdiri dari tiga tahap, yaitu : 1. Perincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan setiap individu dalam mencapai tujuan organisasi. 2. Pembagian beban pekerjaan menjadi kegiatan-kegiatan yang secara logika dapat dilaksanakan oleh setiap individu. Pembagian kerja sebaiknya tidak terlalu berat sehingga tidak dapat diselesaikan, atau terlalu ringan sehingga ada waktu menganggur, tidak efisien dan terjadi biaya yang tidak perlu.
25
3. Pengadaan dan pengembangan mekanisme kerja sehingga ada koordinasi pekerjaan para anggota organisasi menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis. Mekanisme pengkoordinasian ini akan membuat para anggota organisasi memahami tujuan organisasi dan mengurangi ketidak efisiensian dan konflik. 3. Penggerakan (Actuating) Penggerakan merupakan hubungan manusia dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Di dalam manajemen,
pengarahan
ini
bersifat
sangat
kompleks
karena
disamping
menyangkut manusia juga menyangkut berbagai tingkah laku dari manusiamanusia itu sendiri. Manusia dengan berbagai tingkah lakunya yang berbeda-beda. Ada beberapa prinsip yang dilakukan oleh pimpinan perusahaan dalam melakukan pengarahan yaitu : 1. Prinsip mengarah kepada tujuan 2. Prinsip keharmonisan dengan tujuan 3. Prinsip kesatuan komando Pada umumnya pimpinan menginginkan pengarahan kepada bawahan dengan maksud agar mereka bersedia untuk bekerja sebaik mungkin, dan diharapkan tidak menyimpang dari prinsip-prinsip di atas. Cara-cara pengarahan yang dilakukan dapat berupa : 1. Orientasi merupakan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang perlu supaya kegiatan dapat dilakukan dengan baik.
26
2. Perintah merupakan permintaan dari pimpinan kepada orang yang berada di bawahnya untuk melakukan atau mengulangi suatu kegiatan tertentu pada keadaan tertentu. 3. Delegasi
wewenang.
Dalam
pendelegasian
wewenang
ini
pimpinan
melimpahkan sebagian dari wewenang yang dimilikinya kepada bawahannya. 4. Pengawasan (Controlling) Pengawasan merupakan fungsi manajemen yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah pelaksanaan sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya, dalam artian pengawasan membandingkan antara kenyataan dengan standar yang telah ditentukan sebelumnya. Pengawasan juga dimaksudkan untuk mencegah dan mengadakan koreksi atau pembetulan apabila pelaksanaan menyimpang dari rencana yang telah disusun. Terdapat berbagai definisi pengawasan yang diberikan oleh para ahli, menurut Siagian dalam syafiie dkk (1999:83) bahhwa pengawasan merupakan proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar seluruh pekerjaan yang diaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Sementara menurut Siswanto Sastrohadiwiryo ( 2003:26) pengawasan merupakan suatu proses dan rangkaian kegiatan untuk mengusahakan agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkandan tahapan yang harus dilalui. Pengawasan mutlak diperlukan agar dalam pelaksanaannya seminimal mungkin dapat dihindari segala ketimpangan dari apa yang telah disusun
27
sebelumnya. Soewarno handayaningrat (1981:144) menjelaskan fungsi pengawasan sebagai berikut : a) Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas dan wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan b) Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan c) Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, kelalaian, dan kelemahan agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan d) Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan agar pelaksanaan tidak mengalami hambatan pemborosan Proses pengawasan pada dasarnya dilaksanakan oleh manajemen dengan mempergunakan dua macam teknik, yaitu :pengawasan langsung (direct control) dan pengawasan tidak langsung (indirect control). Yang dimaksud dengan pengawasan langsung adalah apabila pimpinan organisasi melakukan sendiri pengawasan terhadap kegiatan yang sedang dijalankan oleh para bawahannya. Pengawasan langsung ini dapat berbentuk inspeksi langsung, on the spot observation dan on the spot report. Akan tetapi karena banyaknya dan kompleksnya tugas seorang pimpinan terutama dalam organisasi yang besar maka seorang pimpinan tidak mungkin dapat selalu menjalankan pengawasan langsung sehingga pimpinan sering pula melakukan pengawasan yang bersifat tidak langsung. Yang dimaksud dengan pengawasan tidak langsung adalah pengawasan dari jarak jauh. Pengawasan ini dilakukan melalui laporan yang disampaikan oleh para bawahan. Laporan tersebut dapat berbentuk tertulis dan lisan. Kelemahan dari pengawasan
28
tidak langsung itu adalah bahwa para bawahan seringkali hanya melaporkan hal-hal yang positif saja, padahal seorang pimpinan yang baik akan menuntun bawahannya untuk melaporkan hal-hal baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Pengawasan tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila hanya bergantung pada laporan saja, karena itu pengawasan tidak langsung saja tidak cukup. Adalah kebijaksanaan apabila pimpinan organisasi menggabungkan teknik pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung dalam melakukan fungsi pengawasan.
II.1.3 Konsep Administrasi Perpajakan II.1.3.1 Pengertian Administrasi Administrasi menurut pendapat A. Dunsire yang telah dikutip oleh Donovan dan Jackson (1991) dikemukakan kembali oleh Yeremias T. Keban yaitu bahwa: “Administrasi diartikan sebagai arahan, pemerintahan, kegiatan, implementasi, mengarahkan, melakukan
penciptaan
analisis,
prinsip-prinsip
menyeimbangkan
implementasi dan
kebijakan,
mempresentasikan
kegiatan keputusan,
pertimbangan-pertimbangan kebijakan, sebagai pekerjaan individual dan kelompok dalam menghasilkan barang dan jasa publik, dan sebagai arena bidang kerja akademik dan teoritis.” Mengutip pendapat Trecker, administrasi merupakan suatu proses yang dinamis dan berkelanjutan, yang digerakkan dalam rangka mencapai tujuan dengan cara memanfaatkan orang dan material melalui koordinasi dan kerjasama. Definisidefinisi di atas menunjukkan beberapa batasan istilah administrasi yang secara langsung menepis anggapan bahwa administrasi selalu diartikan sebagai kegiatan
29
ketatausahaan yang berkaitan dengan pekerjaan mengatur berkas, membuat laporan administratif, dan sebagainya. Mengutip Chandler and Plano, dalam The Public Aministration Dictionary, definisi administrasi adalah proses dimana keputusan dan kebijakan diimplementasikan
II.1.3.2 Pengertian Pajak Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH, (1994) guru besar dalam Hukum Pajak pada Universitas Padjajaran, Bandung, seperti dikutip oleh Safri Nurmantu, yaitu: ”Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.” Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Pajak
memiliki peranan yang sangat penting bagi penerimaan negara. Unsur-unsur pokok dari definisi di atas, yaitu: (1) iuran atau pungutan, (2) dipungut berdasarkan Undang-undang, (3) pajak dapat dipaksakan, (4) tidak menerima atau memperoleh kontraprestasi, dan (5) untuk membiayai pengeluaran umum Pemerintah.
II.1.3.3 Pengertian Administrasi Perpajakan Menurut Ensiklopedi perpajakan yang ditulis oleh Sophar Lumbantoruan, “Administrasi perpajakan (Tax Administration) ialah cara-cara atau prosedur
30
pengenaan dan pemungutan pajak”. Mengenai peran administrasi perpajakan, Liberty Pandiangan mengemukakan bahwa administrasi perpajakan diupayakan untuk merealisasikan peraturan perpajakan dan penerimaan negara sebagaimana amanat APBN. De Jantscher (1997) seperti dikutip Gunadi, menekankan peran penting administrasi perpajakan dengan menuju pada kondisi terkini, dan pengalaman di berbagai negara berkembang, kebijakan perpajakan (tax policy) yang dianggap baik (adil dan efisien) dapat saja kurang sukses menghasilkan penerimaan atau mencapai sasaran lainnya karena administrasi perpajakan tidak mampu melaksanakannya. Menurut Carlos A. Silvani (1992) seperti dikutip Gunadi, administrasi pajak dikatakan efektif bila mampu mengatasi masalah-masalah: 1) Wajib Pajak yang tidak terdaftar (unregistered taxpayers). Artinya sejauh mana administrasi pajak mampu mendeteksi dan mengambil tindakan terhadap anggota masyarakat yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak walau seharusnya yang bersangkutan sudah memenuhi ketentuan untuk menjadi Wajib Pajak. Penambahan jumlah Wajib Pajak secara signifikan akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak. Penerapan sanksi yang tegas perlu diberikan terhadap mereka yang belum mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak padahal sebenarnya potensial untuk itu. 2) Wajib Pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Menyikapi Wajib Pajak yang sudah terdaftar tetapi tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT), atau disebut juga stop filing taxpayers, misalnya dengan melakukan
pemeriksaan
pajak
untuk
mengetahui
sebab-sebab
tidak
31
disampaikannya Surat Pemberitahuan (SPT) tersebut. Kendala yang mungkin dihadapi adalah terbatasnya jumlah tenaga pemeriksa. 3) Penyelundup pajak (tax evaders) Penyelundup pajak (tax evaders) yaitu Wajib Pajak yang melaporkan pajak lebih kecil
dari
yang
seharusnya
menurut
ketentuan
perundang-undangan.
Keberhasilan sistem self assessment yang memberi kepercayaan sepenuhnya kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, sangat tergantung dari kejujuran Wajib Pajak. Tidak mudah untuk mengetahui apakah Wajib Pajak melakukan penyelundupan pajak atau tidak. Dukungan adanya bank data tentang Wajib Pajak dan seluruh aktivitas usahanya sangat diperlukan. 4) Penunggak pajak (delinquent tax pavers). Dari tahun ke tahun tunggakan pajak jumlahnya semakin besar. Upaya pencairan tunggakan pajak dilakukan melalui pelaksanaan tindakan penagihan secara intensif. Apabila kebijakan perpajakan yang ada mampu mengatasi masalah-masalah di atas secara efektif, maka administrasi perpajakannya sudah dapat dikatakan baik sehingga Tax ratio akan meningkat. Dasar bagi terwujudnya suatu administrasi pajak yang baik adalah diterapkannya prinsip-prinsip manajemen modern yaitu Planning, Organizing, Actuating dan Controlling, terdapatnya kebijakan perpajakan yang jelas dan sederhana sehingga memudahkan Wajib Pajak untuk melaksanakan kewajibannya, tersedianya Pegawai Pajak yang berkualitas dan jujur serta pelaksanaan penegakan hukum yang tegas dan konsisten.
32
Menurut Gunadi, dalam menilai seberapa baik kemampuan administrasi perpajakan dalam mengumpulkan penerimaan, perlu diingat sasaran administrasi pajak yakni meningkatkan kepatuhan pembayar pajak dan melaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam untuk mendapatkan penerimaan maksimal dengan biaya optimal. Mengutip de Jantscher (1996) dikemukakan bahwa “keadilan merupakan salah satu elemen yang dapat membantu meningkatkan kepercayaan masyarakat atas sistem perpajakan dan selanjutnya meningkatkan kepatuhan sukarela masyarakat pembayar pajak.” Setelah memperoleh kepercayaan masyarakat serta pengertian dan dukungan rakyat banyak, administrasi pajak baru dapat dianggap sehat (sound). Toshiyuki (2001) seperti dikutip Gunadi menyatakan bahwa untuk mencapai hal tersebut, disyaratkan beberapa kondisi administrasi perpajakan seperti berikut: Pertama, administrasi pajak harus dapat mengamankan penerimaan negara. Kedua, harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dan transparan. Ketiga, dapat merealisasikan perpajakan yang sah dan adil sesuai ketentuan dan menghilangkan kesewenang-wenangan, arogansi, dan perilaku yang dipengaruhi kepentingan pribadi. Keempat, dapat mencegah dan memberikan sanksi serta hukuman yang adil atas ketidakjujuran dan pelanggaran serta penyimpangan. Kelima, mampu menyelenggarakan
sistem
perpajakan
yang
efisien
dan
efektif.
Keenam,
meningkatkan kepatuhan pembayar pajak. Ketujuh, memberikan dukungan terhadap pertumbuhan dan pembangunan usaha yang sehat masyarakat pembayar pajak. Kedelapan, dapat memberikan kontribusi atas pertumbuhan demokrasi masyarakat.
33
II.1.3.4 Reformasi Administrasi Perpajakan Menurut Gunadi reformasi perpajakan meliputi dua area, yaitu reformasi kebijakan pajak (tax policy) yaitu regulasi atau peraturan perpajakan yang berupa undang-undang perpajakan dan reformasi administrasi perpajakan. Reformasi administrasi
memiliki
tujuan
utama
untuk
memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Kedua, untuk mengadministrasikan
penerimaan
pajak
sehingga
transparansi
dan
akuntabilitas
penerimaan sekaligus pengeluaran pembayaran dana dari pajak setiap saat bisa diketahui. Yang ketiga, memberikan suatu pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan pajak, terutama adalah kepada aparat pengumpul pajak, kepada Wajib Pajak, ataupun kepada masyarakat pembayar pajak.” Mengenai reformasi administrasi, Gerald E. Caiden (1969) seperti dikutip oleh Soesilo Zuhar, mengemukakan bahwa reformasi administrasi didefiniskan sebagai: “the artificial inducement of administration transformation against resistance.” Definisi dari Caiden ini mengandung beberapa implikasi: (1) reformasi administrasi merupakan kegiatan yang dibuat oleh manusia (manmade) tidak bersifat eksidental, otomatis maupun alamiah, (2) reformasi administrasi merupakan suatu proses, (3) resistensi beriringan dengan proses reformasi administrasi. Menurut
Chaizi
Nasucha,
reformasi
administrasi
perpajakan
adalah
penyempurnaan atau perbaikan kinerja administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis, dan cepat. Bird dan Jantscer (1992) seperti dikutip Chaizi Nasucha, mengemukakan bahwa agar reformasi
34
administrasi
perpajakan
dapat
berhasil,
dibutuhkan:
(1)
struktur
pajak
disederhanakan untuk kemudahan, kepatuhan, dan administrasi, (2) strategi reformasi yang cocok harus dikembangkan, (3) komitmen politik yang kuat terhadap peningkatan administrasi perpajakan. Menurut Guillermo Perry dan John Walley, di negara-negara berkembang dimana sistem pajaknya kuat dan struktur pajak telah ditetapkan, reformasi perpajakan mengacu pada usaha peningkatan administrasi perpajakan. Eke (2001) seperti dikutip Chaizi Nasucha mengemukakan bahwa “isu keberhasilan reformasi administrasi perpajakan kedepan adalah kapasitas administrasi perpajakan dalam mengimplementasikan struktur perpajakan secara efisien dan efektif”. Hal ini meliputi pengembangan sumber daya manusia, teknologi informasi, struktur organisasi, proses dan prosedur, serta sumber daya financial dan insentif yang cukup. Sasaran administrasi pajak yakni: (1) meningkatkan kepatuhan para pembayar pajak, dan (2) melaksanakan ketentuan perpajakan secara seragam untuk penerimaan maksimal dengan biaya yang optimal. Efektivitas administrasi pajak bukanlah satu-satunya indikator kepatuhan pajak, di negara-negara yang memiliki derajat ketidakpatuhan wajib pajaknya tinggi, kemampuan administrasi pajak untuk memungut pajak yang efektif merupakan kunci pembentukan perilaku pembayar pajak. Menurut Gunadi “administrasi perpajakan dituntut bersifat dinamik sebagai upaya peningkatan penerapan kebijakan perpajakan yang efektif. Kriteria fisibilitas administrasi menuntut agar sistem pajak baru meminimalisir biaya administrasi (administrative cost) dan biaya kepatuhan (compliance cost) serta menjadikan
35
administrasi pajak sebagai bagian dari kebijakan pajak”. Tanzi dan Pallechio (1995) dalam Ott (2001) seperti dikutip Chaizi Nasucha berkenaan dengan elemen dasar reformasi administrasi perpajakan dinyatakan syarat-syarat sebagai berikut: (1) komitmen politik yang berkelanjutan; (2) staf yang mampu berkonsentrasi terhadap pekerjaan dalam jangka panjang; (3) strategi yang tepat dan didefinisikan dengan baik karena tidak ada strategi yang cocok untuk semua negara; (4) pendidikan dan pelatihan pegawai; (5) tersedia dana dan sumber daya lain yang cukup. Dua tugas utama reformasi administrasi perpajakan menurut Chaizi Nasucha dengan mengutip Ott (2001) adalah untuk mencapai efektivitas yang tinggi, yaitu kemampuan untuk mencapai tingkat kepatuhan yang tinggi dan efisiensi berupa kemampuan untuk membuat biaya admninistrasi per unit penerimaan pajak sekecilkecilnya. Efektivitas dan efisiensi kadang-kadang menciptakan kontradiksi sehingga diperlukan koordinasi, diperlukan ukuran-ukuran khusus untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi administrasi perpajakan. Dalam meningkatkan efektivitas digunakan ukuran (1) kepatuhan pajak sukarela, (2) prinsip-prinsip self assesment, (3) menyediakan informasi kepada wajib pajak, (4) kecepatan dalam menemukan masalah-masalah yang berhubungan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) dan pembayaran, (5) peningkatan dalam kontrol dan supervisi, (6) sanksi yang tepat. Dalam meningkatkan efisiensi dalam administrasi perpajakan secara khusus dapat distimulasi oleh: (1) penyediaan unitunit khusus untuk perusahaan besar; (2) peningkatan perpajakan khusus untuk wajib pajak kecil, (3) penggunaan jasa perbankan untuk pemungutan pajak, dan lain-lain.
36
Chaizi Nasucha menambahkan bahwa “reformasi administrasi perpajakan dapat
dilaksanakan
tanpa
melakukan
reformasi
perpajakan,
yaitu
untuk
mensinergikan faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja organisasi”. Lingkungan eksternal yang dimaksud adalah kebijakan fiskal, antara lain item-item yang tidak dimasukkan dalam dasar pengenaan pajak, pembelanjaan dan pelayanan publik. Dalam ekonomi yang mulai berkembang, administrasi perpajakan harus difokuskan kepada wajib pajak besar secara maksimal dan memberikan kontribusi kepada wajib pajak kecil. Dengan mendasarkan pada teori Caiden (1991), menurut Chaizi Nasucha, empat dimensi reformasi administrasi perpajakan, yaitu: 1) Struktur organisasi. Mengutip Adiwisatra (1998), dijelaskan Chaizi Nasucha bahwa struktur organisasi adalah unsur yang berkaitan dengan pola-pola peran yang sudah ditentukan dan hubungan antar peran, alokasi kegiatan kepada sub unit-sub unit terpisah, pendistribusian wewenang diantara posisi administratif, dan jaringan komunikasi formal. 2) Prosedur organisasi. Prosedur
organisasi
berkaitan
dengan
proses
komunikasi,
pengambilan
keputusan, pemilihan prestasi, sosialisasi dan karier. Pembahasan dan pemahaman prosedur organisasi berpijak pada aktivitas organisasi yang dilakukan secara teratur. 3) Strategi organisasi. Strategi organisasi dipandang sebagai siasat, sikap pandangan dan tindakan yang bertujuan memanfaatkan segala keadaan, faktor,
37
peluang, dan sumber daya yang ada sedemikian rupa sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan berhasil dan selamat. Strategi berkembang dari waktu ke waktu sebagai pola arus keputusan yang bermakna. 4) Budaya organisasi. Budaya organisasi didefinisikan sebagai sistem penyebaran kepercayaan dan nilai-nilai yang berkembang dalam organisasi dan mengarahkan perilaku anggota-anggotanya. Budaya organisasi mewakili persepsi umum yang dimiliki oleh anggota organisasi.
II.1.4 Pajak Bumi dan Bangunan II.1.4.1 Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Pengertian PBB menurut UUPBB adalah iuran yang dikenakan terhadap pemilik, pemegang kekuasaan, penyewa dan yang memperoleh manfaat dari bumi dan atau bangunan. Pengertian Bumi disini adalah termasuk permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Bumi menunjuk pada permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia. Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada tanah dan atau perairan dan digunakan sebagai tempat tinggal atau tempat berusaha. Dari peranan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian PBB adalah iuran yang dikenakan terhadap orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak, memiliki, menguasai dan memperoleh manfaat dari bumi dan bangunan. Pajak ini pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini dilakukan oleh Ditjen Pajak yang dalam pelaksanaanya senantiasa bekerja sama dengan pemerintah
38
daerah.
Keterlibatan
pemda
dikarenakan
persentase
pembagian
hasil
penerimaannya sebagian besar dialokasiakan ke pemerintah daerah. Pemungutan dan pengalokasian PBB oleh pusat dikarenakan agar adanya keseragaman dan keadilan dalam pemajakannya. Hal ini karena pemerintah pusat bertindak sebagai pengatur agar pemerintah daerah tidak memutuskan PBB atas kemauannya sendiri.
II.1.4.2 Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang saat ini dikenal oleh masyarakat luas sebagai pajak atas pemilikan dan pemanfaatan bumi dan bangunan di Indonesia merupakan perubahan atas berbagai jenis pajak atas bumi (dan juga bangunan) yang sebelum tahun 1986 diberlakukan d Indonesia. Dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, pajak atas bumi dapat dikatakan sebagai jenis pungutan (pajak) yang paling tua. Pada masa prasejarah (sebelum adanya kerajaan-kerajaan hindu di Indonesia) rakyat sudah mulai dibebani dengan persembahan upeti atau penyerahan wajib dalam bentuk natura kepada para penguasa sebagai tanda pengakuan atas kepemimpinan dan bukti rasa syukur atas pengayoman dari penguasa tersebut. Yang menjadi objek pemungutan pajak adalah harta berharga dari masyarakat agraris pada masa itu yaitu tanah pertanian. R.Sa’ban 2006 (dalam Marihot 2009 : 2)
39
II.1.4.3 Subjek Pajak Bumi dan Bangunan Subjek PBB menurut Pasal 4 UUPBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki, menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Selanjutnya dapat dirinci, bahwa yang dimaksud subjek pajak sebagaimana dimaksudkan diatas adalah terdiri dari orang atau badan yang: a. Memiliki atau mempunyai hak atas bumi dan atau bangunan: 1) Memiliki atau mempunyai hak atas bumi (tanah) saja; 2) Memiliki atau mempunyai hak atas bangunan saja; dan 3) Memiliki atau mempunyai hak atas bumi (tanah dan bangunan). b. Menguasai bumi dan atau bangunan: 1) Menguasai bumi (tanah) saja; 2) Menguasai bangunan saja; dan 3) Menguasai bumi (tanah) dan bangunan; c. Memperoleh manfaat atas bumi dan atau bangunan: 1) Memperoleh manfaat atas bumi (tanah) saja; 2) Memperoleh manfaat atas bangunan saja; dan 3) Memperoleh manfaat atas bumi (tanah) dan bangunan Berdasarkan rincian diatas, dapat disimpulkan bahwa subjek PBB adalah: a. Pemilik; b. Pemegang kekuasaan; c. Penyewa atau sebagainya.
40
Subjek pajak sebagaimana diuraikan diatas, adalah pihak yang berkewajiban mendapatkan objek pajak dan membayar PBB. Dalam hal ini disebut wajib pajak. Terhadap objek pajak yang belum jelas wajib pajaknya, UUPBB memberikan wewenang pada Ditjen pajak untuk menetapkan subjek pajak sebagai wajib pajak. Sebagai keseimbangan, UUPBB memberikan hak kepada subjek pajak yang telah ditetapkan sebagai wajib pajak untuk dapat memberikan keterangan secara tertulis kepada Ditjen pajak bahwa ia bukan wajib pajak terhadap objek pajak dimaksud. Atas keberatan tersebut dalam waktu sebulan sejak diterimanya surat keterangan ini Ditjen pajak akan mengeluarkan surat keputusan disertai dengan alasan-alasannya. ( Pasal 4 UUPBB). Dapat disimpulkan bahwa subyek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang atau badan yang secara jelas dan nyata mempunyai suatu hak bumi, dan/atau memperoleh
manfaat
atas
bumi,
dan/atau
memiliki,
menguasai,
dan/atau
memperoleh manfaat atas bengunan misalnya : Pemilik, Penyewa, Pemegang Kuasa. Jadi subyek pajaklah yang menjadi wajib pajak yang berkewajiban untuk membayar pajaknya.
II.1.4.4 Objek Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) UU PBB, yang menjadi Objek PBB adalah bumi dan atau bangunan, permukaan bumi, tanah (perairan) dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Sedangkan bangunan yang juga dijadikan objek PBB adalah konstruksi teknik yang ditanam atau diletakan secara tetap pada tanah dan atau perairan.
41
Selanjutnya penjelasan dari Pasal 1 Angka (2) UUPBB, menguraikan lebih lanjut mengenai pengertian bangunan yang menjadi objek PBB adalah : a. Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu komplek suatu bangunan seperti hotel, pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan kompleks bangunan tersebut; b. Jalan TOL; c. Kolam renang; d. Pagar mewah; e. Tempat olahraga; f. Galangan kapal; g. Dermaga; h. Taman mewah; i. Tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas; j. Pipa minyak; k. Fasilitas lain yang memberi manfaat Dalam rangka memberikan manfaat kepada pemerintahan atau berupaya dalam
pelaksanaan
pemungutan
PBB
secara
adil
maka
undang-undang
memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk mengatur tentang klasifikasi objek pajak. Yang dimaksud dengan klasifikasi objek bumi dan bangunan adalah pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan sebagai pedoman serta untuk memudahkan penghitungan pajak terhutang. Menurut Mardiasmo (2002:271) dalam menentukan klasifikasi bumi dan bangunan, Menteri Keuangan harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
42
a. Bumi/tanah: 1) Letak; 2) Peruntukan; 3) Pemanfaatan; 4) Kondisi; b. Bangunan: 1) Bahan yang digunakan; 2) Rekayasa; 3) Letak; 4) Kondisi lingkungan dan lain-lain; Objek PBB yang tidak dikenakan PBB pasal 3 UUPBB yaitu objek pajak yang : a. Digunakan semata-semata untuk melayani kepentingan umum yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan; b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu; c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani oleh suatu hak; d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas perlakuan timbal balik; e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh menteri keuangan; f. Objek pajak digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan;
43
g. Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan paling besar Rp.12.000.000 (dua belas juta rupiah) untuk setiap Wajib pajak. Selain itu, adapun objek pajak yang dimiliki oleh pemerintah. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai atau digunakan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Daerah untuk menyelenggarakan berlangsungnya pemerintahan. Dalam hal ini karena Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak Negara yang sebagian besar penerimaanya merupakan pendapatan daerah yang dipergunakan unutk menyediakan fasilitasfasilitas yang dinikmati oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, maka merupakan suatu kewajaran jika Pemerintah Pusat membayar penggunaan fasilitasfasilitas tersebut dengan mambayar Pajak Bumi dan Bangunan. Ketentuannya adalah sebagai berikut : 1) Rumah-rumah Dinas yang dihuni oleh pegawai Instansi Pemerintah tersebut pembayaran PBB-nya adalah kewajiban penghuni yang bersangkutan. 2) Rumah-rumah Dinas Instansi Pemerintah yang kosong pembayaran PBB-nya adalah kewajiban Instansi yang bersangkutan. 3) Rumah-rumah Peristirahatan milik Instansi Pemerintah, pembayaran PBB-nya adalah kewajiban Instansi yang bersangkutan.
II.1.4.5 Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan a. UU No 12 Tahun 1985 tentang PBB b. PP No 46 Tahun 1985 tentang persentase NJKP pada PBB c. Kep. Menkeu No. 1002/KMK.04/1985 tentang Tata cara pendaftaran Objek Pajak PBB
44
d. Kep. Menkeu No. 1003/KMK.04/1985 tentang penuntun klasifikasi dan besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB e. Kep. Menkeu No. 1006/KMK.04/1985 tentang tata cara penagihan PBB dan penunjukan pejabat yang berwenang mengeluarkan Surat Paksa f. Kep. Menkeu No. 1007/KMK.04/1985 tentang pelimpahan Wewenang penagihan PBB kepada Gubernur Kepala Daerah TK I dan/atau Bupati/Walikota Madya Kepala Daerah TK II g. Kep. Gubernur DKI Jakarta No. 816 Tahun 1989 tentang petunjuk pelaksanaan pemungutan PBB di Wilayah DKI Jakarta h. UU No. 12 tahun 1994 Peraturan perpajakan tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan telah beberapa kali mengalami perubahan, yang terakhir adalah Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Perubahanperubahan yang terjadi tercermin dari ketentuan-ketentuan yang mengatur sistem dan mekanisme pemungutan pajak. Sistem pemungutan pajak di Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban, dan peran serta Wajib Pajak untuk secara langsung bersama-sama melaksanakan kewajiban
perpajakan
yang
diperlukan
untuk
pembiayaan
negara
dan
pembangunan nasional. 2. Tanggung jawab dan kewajiban pelaksanaan pajak sebagai pencerminan kewajiban di bidang perpajakan berada pada Wajib Pajak sendiri.
45
3. Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk dapat melaksanakan kegotongroyongan nasional melalui sistem menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
II.1.4.6 Surat Pemberitahuan Obyek pajak ( SPOP ) Tujuan dilakukan pendataan adalah untuk melengkapi data, baik data obyek maupun subyek pajak. Pendataan yang dimaksudkan di atas tentunya juga akan meliputi pekerjaan-pekerjaan : 1) Pemetaan 2) Klasifikasi / Penilaian 3) Identifikasi / Rincikan 4) Verifikasi 5) Pengolahan data, dan 6) Pembukuan. Hal tersebut penting adanya untuk menunjang keakuratan data yang diperlukan, baik oleh aparat pajak maupun wajib pajak itu sendiri. Dalam rangka meningkatkan atau menggali potensi pokok ketetapan dan penerimaan PBB yang seoptimal mungkin, perlu diadakan suatu pendataan untuk menjaring obyek PBB yang seluas-luasnya melalui pemeberian SPOP kepada para subyek pajak. Dalam kenyataanya, sehubungan dengan pengisian SPOP oleh para wajib pajak mungkin saja terjadi hal-hal sebagai berikut : 1) Wajib Pajak mengisi SPOP dengan benar dan mengembalikannya sesuai batas waktu yang ditentukan.
46
2) Wajib Pajak mengisi SPOP dengan benar, tetapi terlambat mengembalikannya. 3) Wajib Pajak mengisi SPOP tidak lengkap / tidak benar secara disengaja ataupun tidak disengaja dan mengembalikannya sesuai batas waktu yang ditentukan. 4) Wajib Pajak mengisi SPOP tidak lengkap / tidak benar secara disengaja ataupun tidak disengaja dan mengembalikannya terlambat. 5) Wajib Pajak tidak mengembalikan SPOP.
II.1.4.7 SPT Masa, SPT Tahunan dan Prosedur Pembayaran PBB Surat pemberitahuan ( SPT ) adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ( Pasal 1 angka 10 UU KUP ). 1. Fungsi SPT Fungsi SPT bagi WP PPh ( Pajak Penghasilan ) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan melaporkan tentang : 1) Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu tahun pajak, atau bagian tahun pajak; 2) Pembayaran dari pemotongan atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan orang pribadi atau badan lain dalam satu tahun pajak yang ditentukan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
47
Fungsi SPT bagi WP PKP ( Pengusaha Kena Pajak ) adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan menyetorkan pajak yang terutang. 2. Jenis SPT Berdasarkan kewajiban dalam penyetoran dan pelaporannya, SPT dibagi dalam dua jenis, yaitu sebagai berikut. 1) SPT masa adalah surat yang oleh WP digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pemabayaran pajak yang terutang dalam masa pajak. 2) SPT tahunan adalah surat yang oleh WP digunakan unutk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam 1 tahun pajak. 3. Prosedur Pelaporan SPT Batas waktu pelaporan SPT masa adalah selambat-lambatnya 20 hari setelah akhir masa pajak, sedangkan untuk SPT tahunan adalah selambatlambatnya tiga bulan setelah akhir tahun pajak. Tahun pajak terdiri dari tahun buku dan tahun kawin (Januari s.d. Desember). Apabila WP melewati batas penyampaian SPT tahunan, maka diperkenankan untuk mengajukan perpanjangan pelaporan SPT, paling lama enam bulan. Permohonan perpanjangan harus disampaikan sebelum berakhirnya penyampaian SPT tahunan. Dalam waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, WP dapat membetulkan SPT masa atau SPT tahunan sesuai dengan Pasal 8 UU KUP. Pemebetulan dilakukan dengan cara mengisi formulir SPT yang dibetulkan dan judulnya ditambahi keterangan SPT-Pembetulan.
48
5. Tahun, Saat dan Tempat yang Menentukan Pajak Terutang Sehubungan dengan pelaksanaan PBB, wajib pajak memerhatikan tahun pajak, saat, dan tempat yang menentukan pajak terutang atau yang harus dibayar. Tahun pajak pada PBB adalah jangka waktu satu tahun takwin. Tahun takwin adalah masa dari tanggal 1 Januari sampai 31 Desember. Saat menentukan pajak terutang adalah menurut keadaan objek pada tanggal 1 Januari. Dengan demikian, segala mutasi atau perubahan atas objek pajak yang terjadi setelah tanggal 1 Januari sampai 31 Desember tahun berjalan akan dikenakan pajak pada tahun berikutnya. Tempat pajak terutang adalah sebagai berikut : 1. Untuk daerah Jakarta, di wilayah Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. 2. Untuk Daerah lainnya, di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II atau Kotamadya Daerah Tingkat II yang meliputi letak objek pajak. 6. Dasar Pengenaan PBB Dasar pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual-beli yang terjadi secara wajar, dan bila tidak terdapat jual-beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP pengganti. NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai perkembangan daerahnya. Penentuan NJOP diperoleh melalui penilaian objek PBB tersebut. Besarnya NJOP yang ditetapkan terakhir oleh Keputusan Menteri Keuangan No. 201/KMK. 04/2000 adalah sebesar Rp.12.000.000,00 untuk setiap wajib pajak. Apabila seorang wajib
49
pajak mempunyai beberapa objek pajak, yang diberikan NJOPTKP hanya salah satu objek pajak yang nilainya terbesar. 7. Dasar Penghitungan PBB Dasar penghitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP). Berdasarkan peraturan pemerintah No. 46 Tahun 2000, besarnya NJKP untuk penghitungan pajak bumi dan bangunan ditentukan sebagai berikut : 1) Sebesar 40% dari NJOP untuk : a) Objek Pajak Perkebunan; b) Objek Pajak Kehutanan; c) Objek Pajak Bumi dan Bangunan lainnya apabila NJOP.= 1 miliar rupiah. 2) Sebesar 20% dari NJOP untuk : a) Objek Pajak Pertambangan; b) Objek Pajak Bumi dan Bangunan lainnya NJOP<1 miliar rupiah. 8. Dasar Penagihan PBB Dasar penagihan Pajak PBB ada 3 yaitu, sebagai berikut. 1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) SPPT adalah surat yang dipergunakan oleh Direktorat Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak yang terutang kepada wajib pajak. a) Dasar Penertiban SPPT 1) Surat pemberitahuan ini diterbitkan berdasarkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP).
50
2) Objek pajak yang sebelumnya telah dikenakan IPEDA, SPPT dapat diterbitkan berdasarkan data objek pajak yang telah ada pada kantor pelayanan PBB yang bersangkutan. b) Waktu Pelaksanaan SPPT Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya enam bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak. Jadi, bila seorang wajib pajak menerima SPPT pada tanggal 1 Maret 1998, selambatlambatnya pada tanggal 31 Agustus 1998 ia sudah harus melunasi PBB-nya. Tanggal 31 Agustus ini disebut juga tanggal jatuh tempo SPPT. 2. Surat Ketetapan Pajak (SKP) a) Dasar Penertiban SKP SKP ditertibkan apabila Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yang lainnya ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar dari jumlah pajak berdasarkan SPOP yang dikembalikan oleh wajib pajak. b) Waktu Pelunasan SKP Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-lambatnya satu bulan stanggal diterimanya SKP oleh wajib pajak. Jadi, bila seorang wajib pajak menerima SKP pada tanggal 1 Maret 1998, ia sudah harus melunasi PBB selambat-lambatnya 31 Maret 1998 ini juga disebut tanggal jatuh tempo SKP.
51
3. Surat Tagihan Pajak a) Dasar Penertiban SPT 1) Wajib pajak terlambat membayar utang pajaknya seperti tercantum dalam SPPT, yaitu melampaui batas waktu enam bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak. 2) Wajib pajak terlambat membayar utangnya pajaknya seperti tercantum dalam SKP, yaitu melampaui batas waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya SK oleh wajib pajak. 3) Wajib pajak melunasi pajak yang terutang setelah lewat saat jatuh tempo pembayaran PBB, tetapi denda administrasi tidak dilunasi. b) Besarnya Denda Administrasi dalam SPPT Besarnya denda administrasi karena wajib pajak terlambat membayar pajaknya, melampaui batas waktu jatuh tempo SPPT, adalah sebesar 2% sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo samapi dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 bulan. c) Saat Jatuh Tempo SPT Saat jatuh tempo STP adalah satu bulan sejak diterimanya STP oleh wajib pajak. Misalkan STP diterima oleh wajib pajak tanggal 1 September 2005, maka, jatuh tempo pembayarannya adalah tanggal 30 September 2005.
52
9. Pembagian Hasil PBB Hasil penerimaan PBB merupakan penerimaan Negara yang dibagi antara pemerintah pusat dan daerah dengan pembagian sebagai berikut. 1) Pemerintah pusat sebesar 10% dari penerimaan PBB 2) Pemerintah daerah sebesar 90% dari penerimaan PBB, dengan ketentuan sebagai berikut. a) Biaya pemungutan PBB = 9% diperoleh dari (10%x bagian pemda (90%)) b) Daerah tingkat I
= 16,2% diperoleh dari (20%x81%)
c) Daerah tingkat II
= 64,8% diperoleh dari (80%x81%)
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 83/KMK.04/1994, 10% bagian pemerintah pusat dibagikan secara merata kepada seluruh daerah tingkat II setelah dikurangi dengan biaya administrasi. Dengan melihat pembagian tersebut, tampak jelas bahwa hasil penerimaan pajak bumi dan tingkat II dimana pajak tersebut dipungut.
II.2 Kerangka Konsep Untuk mengukur efektivitas pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan maka berdasarkan beberapa
teori dan
konsep efektivitas
penulis
menggunakan
pendekatan proses. Dimana untuk melihat sejauh mana efektivitas pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan dari segi fungsi-fungsi manajemen menurut George R. Terry diantaranya perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan.
53
Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat digambarkan secara sederhana sebagai berikut:
Gambar 1 Bagan kerangka konsep
Pengelolaan : Pajak Bumi dan Bangunan
- Perencanaan - Pengorganisasan - Penggerakan
Efektivitas Pajak Bumi dan Bangunan
- Pengawasan
54