BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Sebagai Proses Simbolik Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti dikatakan Susanne K.Langer adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaaan lambang.1 Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu yang lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku nonverbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama, misalnya memasang bendera di halaman rumah untuk menyatakan penghormatan atau kecintaan kepada negara. Kemampuan manusia menggunakan lambang verbal memungkinkan perkembangan bahasa dan menangani hubungan antara manusia dan objek (baik nyata ataupun abstrak) tanpa kehadiran manusia dan objek tersebut. Lambang adalah salah satu kategori tanda. Hubungan antara tanda dengan objek dapat juga direpresentasikan oleh ikon dan indeks, namun ikon dan indeks tidak memerlukan kesepakatan. Ikon adalah suatu benda fisik (dua atau tiga dimensi) yang menyerupai apa yang direpresentasikannya. Representasi ini ditandai dengan kemiripan. Komunikasi sebagai aktivitas simbolik karena aktivitas berkomunikasi menggunakan simbol-simbol bermakna yang diubah ke dalam kata-kata (verbal) untuk ditulis dan diucapkan atau simbol bukan kata-kata verbal (nonverbal) untuk 1
John C.Condon, Fathi Yousef, An Introduction to Intercultural Communication, New York:Macmillan, 1985, hal 127
16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
17
diperagakan. Simbol komunikasi dapat berbentuk tindakan dan aktivitas manusia, tampilan objek yang mewakili makna tertentu. Makna disini adalah persepsi, pikiran
atau
perasaan
yang
dialami
seseorang
yang
pada
gilirannya
dikomunikasikan kepada orang lain.2 Menurut Herbert Mead ada tiga konsep kritis yang diperlukan dan saling mempengaruhi satu sama lain untuk menyusun sebuah teori interkasionalisme simbolik yaitu Mind, Self dan Society. Tiga konsep tersebutdan hubungan di antara ketiganya merupakan inti dari pemikiran Mead, sekaligus key words dalam teori tersebut. interaksionalisme simbolis secara khusus menjelaskan tentang bahasa, interaksi sosial dan reflektivitas.3
2.1.1 Sifat-Sifat Lambang Lambang mempunyai beberapa sifat seperti berikut ini : a.
Lambang bersifat sebarang, manasuka, atau sewenang-wenang Apa saja bisa dijadikan lambang, bergantung pada kesepakatan bersama. Kata-kata (lisan atau tulisan), isyarat anggota tubuh, makanan dan cara makan, tempat tinggal, jabatan (pekerjaan), olahraga, hobi, peristiwa, hewan, tumbuhan, gedung, alat (artefak), angka, bunyi, waktu dan sebagainya. Semua itu bisa menjadi lambang.
2
Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, PT LkiS Pelangi Aksara, Yogyakarta, 2009, hal 5-6 3 Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, and Siti Karlinah, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Revisi, Simbiosa Rekatama Media, Bandung, 2007, hal 136
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
b.
Lambang pada dasarnya tidak mempunyai makna; kitalah yang memberi makna pada lambang Makna sebenarnya ada dalam kepala kita, bukan terletak pada lambang itu sendiri. Kalaupun ada orang yang mengatakan bahwa kata-kata mempunyai makna, yang ia maksudkan sebenarnya bahwa kata-kata itu mendorong orang untuk memberi makna (yang telah disetujui bersama) terhadap kata-kata itu. Persoalan akan timbul bila para peserta komunikasi tidak memberi makna yang sama pada suatu kata.
c.
Lambang itu bervariasi Lambang itu bervariasi dari suatu budaya ke budaya lain, dari suatu tempat ke tempat lain, dan dari suatu konteks waktu ke konteks waktu lain. Begitu juga makna yang diberikan kepada lambang tersebut. Akan tetapi, makna yang diberikan kepada suatu lambang boleh jadi berubah dalam perjalanan waktu, meskipun perubahan makna itu berjalan lambat.4
2.2 Budaya Budaya menurut Koentjaraningrat merupakan suatu sistem gagasan dan rasa, tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar. Menurut E.B Taylor budaya merupakan suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan menurut Kluckhohn 4
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hal 92-105
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
dan Kelly, budaya adalah semua rancangan hidup yang tercipta secara historis, baik yang implisit, rasional, irasional, yang ada pada suatu waktu sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia.5 Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak dan luas.6
2.2.1 Proses Budaya Budaya tidak pasif namun senantiasa aktif. Baik karena pengaruh dari dalam masyarakatnya maupun dari luar masyarakat pendukung budaya tersebut. Hal yang membedakannya, ada budaya yang cepat dalam merespons lingkungan dan ada yang lambat dalam merespons lingkungan. Tetapi karena karakter itulah, maka fenomena budaya menjadi menarik, dan mempelajari masalah dinamika budaya masyarakat menjadi penting. Merujuk pada kebutuhan dan perkembangan zaman, setiap komunitas (masyarakat) berupaya untuk mempromosikan budayanya. Baik terpaksa, atau secara sadar, baik oleh kesadaran diri ataupun karena ada pihak luar yang mempromosikannya, seiring zaman promosi budaya itu terjadi.7
5
http://www.lintasberita.web.id/pengertian-budaya-menurut-para-ahli/ diakses pada tanggal 4 April 2015 6 id.m.wikipedia.org/wiki/budaya diakses pada tanggal 4 April 2015 7 Momon Sudarma, Antropologi Untuk Komunikasi, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2014, hal 108109
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
2.2.2 Tingkatan Budaya Budaya sendiri mempunyai beberapa tingkatan yang secara praktis dapat dijelaskan seperti berikut ini : a.
Tingkat Formal Dalam tingkat formal, budaya merupakan sebuah tradisi atau kebiasaan yang dilakukan oleh suatu masyarakat secara turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.
b.
Tingkat Informal Pada tingkatan informal ini, budaya banyak diteruskan oleh suatu masyarakat dari generasi ke generasi berikutnya melalui apa yang didengar, dilihat, dipakai dan dilakukan tanpa diketahui alasannya mengapa hal itu dilakukan.
c.
Tingkat Teknis Pada tingkat teknis ini, bukti-bukti dan aturan-aturan merupakan hal yang paling penting. Sehingga terdapat penjelasan logis mengapa sesuatu harus dilakukan dan yang lain tidak boleh dilakukan.8
2.3 Representasi Aktivitas membentuk ilmu pengetahuan yang dimungkinkan kapasitas otak untuk dilakukan oleh semua manusia disebut representasi. Representasi dapat didefinisikan lebih jelasnya sebagai penggunaan tanda (gambar, bunyi dan lain-
8
http://carapedia.com/definisi-budaya-menurut-para-ahli-info481.html diakses pada tanggal 4 April 2015
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
lain) untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret atau mereproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan atau dirasakan dalam fisik tertentu.9 Representasi pada dasarnya adalah sesuatu yang hadir namun menunjukkan bahwa sesuatu di luar dirinyalah yang dia coba hadirkan. Representasi tidak menunjuk pada dirinya sendiri, namun kepada yang lain.10 Representasi juga merupakan tindakan menghadirkan dan mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang lain di luar dirinya, atau biasanya berupa tanda atau simbol. Representasi merupakan penggambaran (perwakilan) kelompok-kelompok dan institusi sosial. Penggambaran itu tidak hanya berkenaaan dengan tampilan fisik dan deskripsi, melainkan juga terkait dengan makna (nilai) dibalik tampilan fisik. Tampilan fisik representasi adalah sebuah jubah yang menyembunyikan bentuk makna sesungguhnya yang ada di baliknya.11
2.4 Adat Jawa Tradisi budaya Jawa merupakan berbagai pengetahuan dan adat kebiasaan yang secara turun temurun dijalankan oleh masyarakat Jawa dan menjadi kebisaan yang bersifat rutin.12 Saat ini, masyarakat Jawa tersebar di seluruh Nusantara, bahkan ribuan di antaranya telah menghuni berbagai penjuru dunia. Di mana pun keberadaannya, masyarakat Jawa tidak bisa lepas dari budaya dan tradisi-tradisi peninggalan para leluhur. Sebab, budaya dan tradisi tersebut 9
Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi, Jalasutra, Yogyakarta, 2012, hal 20 10 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika Tafsir Cultural Atas Matinya Makna, Jalasutra, Yogyakarta, 2003 hal 28 11 Ibid, hal 21 12 http://bambangindrayana.blogspot.com/2013/02/nilai-filosofis-dalam-tradisi-budaya.html diakses pada tanggal 24 April 2015
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
telah menyatu dengan jiwa dan perilaku masyarakat Jawa. Banyak sekali tradisi yang diwariskan leluhur Jawa secara turun-temurun. Semua tradisi tersebut tidak bisa lepas dari laku (tata cara) dan petung (perhitungan) yang rinci. Berbagai macam ritual , prosesi, ataupun upacara tradisional Jawa ini bertujuan agar mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan, baik di dunia maupun alam kelanggengan (alam keabadian).13
2.4.1 Bentuk Tradisi Budaya Jawa14 Masyarakat Jawa tidak bisa lepass dari dari tradisi peninggalan para leluhur, karena tradisi tersebut telah menyatu dengan jiwa dan perilaku masyarakat Jawa. Beberapa tradisi yang ada di dalam masyarakat Jawa antara lain: 1. Kenduri ( Dukungan dan Doa Keselamatan) Kenduri merupakan adat masyarakat Jawa yang dilakukan oleh orang yang mempunyai hajat tertentu dengan mengundang warga sekitar untuk ikut mendoakan keselamatan dan kebahagiaannya. Kenduri sering disebut juga dengan kenduren, kondangan, dan selamatan. Pada hakikatnya, tujuan orang Jawa melakukan hajat kenduri adalah meminta doa dari tetangga atau kerabat agar apa yang diinginkan tercapai, selamat, serta bahagia selama hidup di dunia dan akhirat.
13
5
14
Gesta Bayuadhy, Tradisi-Tradisi Adiluhung Para Leluhur Jawa, DIPTA, Yogyakarta, 2015 hal Ibid, hal 13-201
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
2. Mitoni ( Tujuh Bulanan Bayi di Dalam Kandungan ) Istilah mitoni berasal dari kata pitu (tujuh). Upacara adat Jawa ini dilaksanakan ketika calon ibu mengandung bayi pertama di usia tujuh bulan. Hakikat dari mitoni adalah mendoakan calon bayi dan ibu yang mengandungnya agar selamat sampai saat kelahiran nanti. 3. Kelairan ( Saat Manusia Menghirup Udara untuk Pertama Kali) Kelairan (kelahiran) seorang bayi tentu disambut dengan suka cita oleh orang-orang terdekat, khususnya ayah dan ibu jabang bayi (bayi yang warna kulitnya masih merah). 4. Tedhak Siten ( Anak Menapaki Alam Nyata) Tedhak siten atau turun tanah adalah upacara adat Jawa ketika anak pertama berumur pitung lapan (245 hari) yang sedang belajar berjalan kaki. Tedhak siten bisa diartikan turun tanah atau menapakan kaki di tanah. 5. Nyapih ( Pelatihan Mandiri) Istilah nyapih berasal dari kata “sapih” yang berarti pisah atau memisahkan. Maksudnya, seorang ibu harus menghentikan sang anak untuk minum ASI (air susu ibu) karena si anak sudah tidak memerlukannya lagi. Hal ini bertujuan agar anak selamat, sehat, dan tidak ada marabahaya yang menimpa. 6. Khitanan ( Menandai Datangnya Masa Remaja) Pada dasarnya, khitanan bagi anak laki-laki memiliki berbagai dimensi pemaknaan. Secara medis, khitanan merupakan operasi kecil dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
memotong kulup (kulit penutup kemaluan laki-laki). Keberadaan kulup bisa menghalangi proses pembersihan alat vital setelah buang air kecil dapat menjadi sumber penyakit pada kemaluan laki-laki. 7. Tetesan ( Menghilangkan Sithek Kliwer pada Seorang Gadis Remaja) Tetesan merupakan upacara dalam tradisi Jawa khusus bagi anak perempuan. Upacara tetesan dilaksanakan sebagai pertanda awal bahwa seorang anak perempuan telah menginjak dewasa. Salah satu ciri seorang anak perempuan menginjak dewasa adalah datangnya menstruasi. Inti dari upacara tetesan adalah membersihkan anak perempuan dari sithek kliwer (berbagai rintangan hidup). 8. Pangur ( Mempercantik Hati dan Fisik ) Pangur adalah upacara untuk anak perempuan dan laki-laki. Untuk anak perempuan, pangur dilakukan sebelum datangnya menstruasi, sedangkan anak laki-laki sebelum dikhitan. Secara fisik, tujuan memangur adalah merapikan gigi. Sedangkan tujuan lainnya adalah untuk mempercantik penampilan seorang perempuan agar menjadi gadis yang menarik. Sementara itu, untuk laki-laki supaya memiliki wajah yang menarik karena giginya rapi. 9. Upacara Pernikahan ( Memasuki Bebrayan Agung) Manusia hidup melalui berbagai tahapan, yakni lahir, menjalani kehidupan, lalu mati. Pada fase menjalani kehidupan ini, dia mengalami satu fase, yakni menikah, berkeluarga. Pada saat menikah, sepasang manusia menjadi pengantin. Dalam tradisi Jawa, ada upacara-upacara yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
mesti dilalui sepasang pengantin sejak sebelum melaksanakan upacara pengantin adat Jawa sampai usai upacara. 10. Upacara untuk Orang Meninggal Lahir, menikah, dan mati adalah takdir manusia yang tak bisa dihindari. Manusia tidak bisa menolak untuk lahir ke bumi, jodoh yang dipasangkan dengannya, dan kematian. Berbicara tentang kematian, masyarakat Jawa mengadakan berbagai upacara tradisional ketika ada warga yang meninggal dunia. 11. Sedekah Bumi Sedekah bumi merupakan upacara adat masyarakat Jawa untuk menunjukkan rasa syukur manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rezeki yang telah diberikan melalui bumi (tanah) berupa berbagai macam hasil bumi. 12. Bersih Desa Bersih desa merupakan upacara tradisional adat Jawa yang dilaksanakan oleh
masyarakat
petani
secara
serentak
setelah
panen.
Dalam
perkembangannya, pelaksanaan bersih desa tidak selalu setelah panen padi. Sebab pola dan cara penanaman padi zaman dulu dengan era sekarang sudah berbeda. Selain itu, waktu tanam antara daerah satu dengan yang lain terkadang berbeda. 13. Tolak Bala ( Menolak Bala Kajiman dan Bala Katon) Pada hakikatnya, tolak bala merupakan upaya masyarakat Jawa untuk memagari diri, keluarga, rumah, dan lingkungan yang lebih luas dari
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
segala bentuk bahaya yang dapat mencelakakan melalui doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. 14. Nyadran ( Hubungan Manusia dengan Leluhur dan Tuhan) Nyadran termasuk salah satu upacara tradisional masyarakat Jawa yang dilakukan setahun sekali (sebelum bulan puasa) . Masyarakat Jawa masih melaksanakan nyadran sebagai upaya untuk mendoakan para leluhur yang telah tiada agar mendapatkan tempat yang layak di sisi Tuhan. 15. Haul ( Kirim Doa dan Mengingat Kematian yang Pasti Datang) Haul adalah peringatan kematian seseorang yang diadakan setahun sekali dengan tujuan mendoakan orang yang telah tiada agar semua amal baiknya diterima Tuhan. 16. Ruwatan Makna kata ruwat adalah terlepas (bebas) dari nasib buruk yang kemungkinan menimpa. Ruwatan atau meruwat merupakan upaya untuk membebaskan seseorang yang dipercaya akan mengalami nasib buruk. Jika tidak diruwat maka ia akan mengalami nasib buruk selama hidupnya. 17. Petung ( Hari Baik dan Laku Baik) Sebelum
melakukan
kegiatan
apapun,
masyarakat
Jawa
selalu
menggunakan petung cara Jawa (perhitungan sesuai ajaran Jawa). Hal ini bertujuan untuk mendapatkan hasil yang baik dan terhindar dari petaka. Petung bukan sekedar perhitungan matematis, tetapi juga bernuansa magis dan psikologis.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
18. Batik ( Busana dan Ajining Sarira) Semua orang tahu bahwa batik adalah milik Indonesia. Bahkan batik telah menjadi pakaian yang dikenakan di kantor atau instansi-instansi pemerintah dan swasta. Artinya, batik menjadi pakaian yang dikenakan secara nasional, bukan lagi ciri khas pada suku tertentu, yakni masyarakat Jawa. 19. Keris ( Kelebihan yang tidak diperlihatkan) Jawa, tradisi Jawa dan masyarakat Jawa memang tidak bisa dipisahkan dari keris. Dalam berbagai upacara tradisional, masyarakat Jawa selalu berbusana tradisional dengan berhiaskan keris di pinggang bagian belakang. Tentu saja, keris memiliki historis, mistis, dan filosofi. 20. Gamelan ( Musik Jawa Tiada Tandingannya) Gamelan merupakan alat musik tradisional khas Jawa yang merupakan rangkaian paling lengkap di seluruh dunia. Perangkat gamelan terdiri dari laras slendro dan pelog. Tidak ada perangkat musik yang kelengkapannya mengalahkan gamelan. Istilah gamelan berasal dari kata gamel (bahasa Jawa) yang berarti alat musik yang dipukul dan ditabuh. Gamelan terbuat dari kayu dan gangsa yang dicampur tembaga atau timah. 21. Wayang ( Cermin Hidup Masyarakat Jawa) Masyarakat Jawa adalah sekumpulan orang yang sangat akrab dengan seni pertunjukkan wayang. Ada berbagai macam wayang yang ada di Jawa, salah satu jenis wayang sangat populer sampai sekarang adalah wayang kulit. Wayang atau wewayangan adalah bayang-bayang. Dengan kata lain,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
wayang merupakan bayangan atau cermin kehidupan. Masyarakat melihat wayang seperti bercermin di kaca kehidupan yang bening dan objektif. Selain itu, masyarakat juga bisa mencari teladan baik dari lakon dan tokoh wayang yang dimainkan oleh dalang. 22. Dalang Tradisi wayang, entah wayang kulit maupun wayang orang tidak bisa lepas dari dalang, yakni sosok yang menjadi sutradara sekaligus pemeran berbagai karakter tokoh wayang dalam pentas wayang kulit. Seorang dalang wayang kulit harus menguasai berbagai bidang seni, yakni seni karawitan, drama, bercerita lisan, suara, musik, tata lampu, manajemen, dan berbagai bidang seni lain yang berkaitan dengan pementasan wayang kulit. 23. Waranggana Waranggana adalah perempuan yang menyanyikan gending-gending pada pergelaran wayang dan pentas karawitan. Peran waranggana dalam pentass wayang kulit sangat penting, yakni mengiringi dalang selama pementasan sejak masih talu (prapentas) sampai tancep kayon (pentas selesai). Selain mempunyai suara yang bagus dan penampilan menarik, waranggana juga harus tahu tentang irama, tembang, gending, dan berbagai hal yang berkaitan dengan gamelan, karawitan, lakon wayang, dan berbagai hal yang berkaitan dengan pedalangan. Waranggana juga harus tahu berbagai karakter tokoh wayang dan karakter tiap gamelan. Kesuksesan pentas wayang kulit juga tidak lepas dari peran waranggana.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
24. Sekaten Sekaten atau upacara sekaten berasal dari kata syahadatain atau dua kalimat syahadat. Sekaten adalah acara peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW yang diadakan setiap tanggal 12 Mulud ( Rabiul awal tahun Hijrah) di alun-alun utara Surakarta dan Yogyakarta. Sebagai sebuah perayaan tradisional, bagi masyarakat yang percaya, sekaten memiliki makna religius, sosial, dan sakral. 25. Pengasihan Pengasihan adalah semacam ilmu kebatinan yang diterapkan untuk memikat orang lain. Pada masyarakat Jawa zaman dulu, pengasihan merupakan andalan atau alternatif terakhir jika seseorang mempunyai kehendak yang terhalang atau tertolak jika dilakukan dengan cara normal. Bahkan, anak-anak muda sekarang membuat jargon, “cinta ditolak, dukun bertindak!”. 26. Sambatan dan Gotong Royong Sambatan dan gotong royong memang berbeda, tetapi ada keterkaitan dan kesamaannya. Sambatan dan gotong royong termasuk tradisi Jawa yang wajib
dilestarikan.
Kedua
tradisi
yang
kian
memudar
karena
perkembangan zaman tersebut harus dimunculkan lagi agar generasi muda tidak kehilangan warisan adiluhung yang sangat bermanfaat. 27. Pesugihan Mencari pesugihan, bukanlah tradisi yang baik dalam masyarakat Jawa, bahkan dilarang dalam ajaran agama. Pesugihan berasal dari kata sugih
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
(kaya), yakni cara seseorang menjadi kaya dengan bantuan makhluk halus (iblis dan semacamnya). Orang yang mempunyai pesugihan, orang Jawa menyebutnya sugihan dalam kesehariannya dinista oleh masyarakat. Dinista bukan dalam arti harfiah, tetapi dalam makna bawah tanah. Pada zaman dulu, pesugihan atau sugihan sangat familiar bagi orang Jawa. Sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa dengan memiliki pesugihan maka bisa menjadi orang kaya dengan mudah. Meskipun dalam kenyataan tidaklah demikian. 28. Hantu Jawa Berita tentang hantu bersumber dari pengalaman pribadi seseorang yang tentunya berbeda dengan orang lain. Penamaan hantu Jawa sendiri hanya sekedar istilah, yang berarti masyarakat Jawa dikenal memiliki berbagai nama hantu yang merupakan peninggalan nenek moyang. Dalam perkembangannya, hantu-hantu tersebut kemudian dijadikan sanepan (perlambang) dalam kehidupan sehari-hari. 29. Jimat Masyarakat Jawa zaman dulu mengenal benda-benda yang dianggap bisa membawa kesaktian diri atau bisa dijadikan senjata andalan pada saat berada dalam bahaya. Benda semacam itu lazim disebut jimat. Dengan berkembangnya zaman, ternyata masih ada yang percaya pada bendabenda
yang
dianggap
memiliki
kesaktian
atau
bisa
membawa
keberuntungan bagi pemiliknya itu. Hal ini menunjukkan bahwa orang yang mempunyai jimat bisa dikategorikan sosok yang kurang percaya diri.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
Diantara tradisi budaya Jawa yang telah dijelaskan diatas, penulis melakukan penelitian terhadap tradisi Jawa yang ada di nomor 12 yaitu bersih desa. Bersih desa merupakan upacara tradisional adat Jawa yang dilaksanakan satu kali dalam setahun setelah masa panen.
http://digilib.mercubuana.ac.id/