BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Deskripsi Beton Beton merupakan salah satu bahan gabungan dari suatu material-material
pembentuknya. Bahan pembentuk beton secara umum dibagi menjadi dua bagian yaitu bahan dasar dan bahan tambah. Bahan dasar pembentuk beton merupakan bahan gabungan yang terdiri atas agregat kasar, agregat halus, air, dan semen. Sedangkan bahan tambah yang dicampur pada saat pembuatan adukan beton digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang membentuk massa padat. Beton merupakan massa yang heterogen karena terbuat dari beberapa material yang dicampur menjadi satu. Oleh sebab itu sifat beton dengan sendirinya tergantung pada sifat material pembuatnya. Untuk mendapatkan kualitas beton yang baik perlu diperhatikan kualitas bahan dasar pembuat beton, proporsi campuran, cara pelaksanaan, perawatan, serta keadaan cuaca selama mencetak dan merawat beton (Tri Mulyono, 2003) Salah satu keunggulan dari beton yaitu mempunyai kekuatan yang besar. Tetapi sebelum material-material beton mulai mengeras, campuran beton merupakan camouran plastis yang sering disebut dengan kelecakan beton. Pada saat pencampuran bahan-bahan dasar, sering disebut beton segar. Kemudian beton segar tersebut mengalami proses pengikatan hingga beton menjadi keras yang sering disebut sebagai hardened concrete. Dalam adukan beton, campuran air dan semen membentuk pasta yang disebut pasta semen. Pasta semen ini, selain mengisi pori-pori diantara butiran-butiran agregat halus, juga berfungsi sebagai perekat atau pengikat dalam proses pengerasan, sehingga butiran-butiran agregat saling terikat dengan kuat, dan terbentuklah suatu masa yang kompak atau padat. Sedangkan pada pekerjaan dan material beton kita sering mengenal beton normal plain concret. Beton normal merupakan beton yang hanya menggunakan bahan dasar agregat, semen, dan air. Sedangkan beton yang menggunakan bahan tambah
5
merupakan beton yang sering diberi nama yang lebiih spesifik sesuai dengan spesifikasinya, misalkan beton mutu tinggi, beton mengalir dan lain sebagainya. 2.2
Karakteristik Beton Beton merupakan bahan konstruksi yang kuat, dihasilkan dengan
mencampur bahan dasar, serta bisa juga ditambahkan dengan mengguanakan bahan tambah admixture. Beton terkenal dengan kekuatannya, keawetannya dan juga kemudahan dalam pengerjaannya, serta dapat dibentuk sesuai dengan desain rancangannya. Beton memiliki sifat-sifat tertentu yaitu: 1. Sifat dan keadaan beton segar - Kelecakan (Workability) dalam hal ini dilihat kemudahan dalam melakukan pengecoran pada beton segar adalah nilai slump. 2. Sifat dan keadaan beton keras - Kekuatan (Kuat tekan, lentur, geser, dan tarik) - Modulus elastisitas - Penyusutan kering dan rambatan - Sifat fisik (awet, kedap air, daya tahan terhadap kikisan, daya penutupan atau retak rambut) - Waktu ikat dan - Ketahanan terhadap lingkungan dan cuaca (Paul Nugraha, Antoni. 2004) Dalam prakteknya, kita tidak membutuhkan semua sifat dari beton bernilai maksimal. Semua tergantung dari fungsi beton itu sendiri, karena sifat-sifat yang dimiliki oleh beton inilah, maka beton banyak digunakan dalam pekerjaan konstruksi.
2.3 Bahan Penyusun Beton Beton tersusun atas beberapa campuran dari agregat halusa dan agregat kasar (pasir, krikil, batu pecah, atau jenis agregat lain) dengan semen, yang disatukan oleh air dalam perbandingan tertentu.
6
2.3.1
Semen Semen merupakan suatu bahan yang sangat penting dalam campuran beton
yang berfungsi sebagai bahan pengikat. Semen ini berfungsi sebagai pengikat pasir, kerikil, dan bahan tambahan lain yang ditambahkan ke dalam campuran beton. Semen portland type I adalah jenis yang sering digunakan untuk pekerjaan teknik sipil pada umumnya dan tidak diperlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis semen lain. Perbedaan sifat jenis semen satu terhadap yang lain dapat terjadi karena perbedaan komposisi kimia maupun kehalusan butir-butimya. Ada empat unsur penting dalam semen, yaitu: - Trikalsium Silikat (
S) atau 3CaO.
- Dikalsium Silikat (
S) atau 2CaO.
- Trikalsium Aluminat (
A) atau 3CaO.
- Tetrakalsium Aluminoferit (
AF) atau 4CaO.
.
Senyawa tersebut menjadi kristal-kristal yang saling mengikat atau mengunci ketika menjadi klinker. Prinsip dasar pemilihan semen yang akan digunakan sebagai bahan campuran beton yang tahan terhadap serangan sulfat adalah berapa banyak kandungan senyawa Trikalsium Aluminatnya. Semen yang tahan sulfat harus memiliki kandungan Trikalsium Aluminat tidak lebih dari 5%. Semen yang kandungan Trikalsium Aluminatnya tinggi, jika terkena sulfat yang terdapat pada air atau tanah akan mengeluarkan Trikalsium Aluminatnya yang akan bereaksi dengan sulfat dan mengembang sehingga mengakibatkan retak pada beton (Cokrodimuldjo, 1992)
2.3.1.1 Hidrasi semen Hidrasi semen adalah reaksi antara komponen-komponen semen dengan air. Untuk mengetahui hidrasi semen maka harus mengetahui hidrasi senyawa senyawa penyusun semen (C 2S, C 3S, C 3A, C 3AF).
7
a. Hidrasi senyawa Kalsium silikat (C 2S, C 3S,) Kalsium silikat dalam air akan terhidrolisa menghasilkan kalsium hidroksida (Ca(OH) 2) dan kalsium silikat hidrat (3 CaO.2 SiO 2. 3 H 2O). Pada suhu 30°C
Reaksi Hidrasi Beton 2 (3 CaO.2 SiO 2) + 6 H 2O 3CaO.2 SiO 2. 3 H 2O + 3Ca(OH) 2 trikalsium silikat
gel tobermorite
kalsium hidroksida
2 (3 CaO.2 SiO 2) + 4 H 2O 3CaO.2 SiO 2. 2 H 2O + Ca(OH) 2 trikalsium silikat
gel tobermorite
kalsium hidroksida
Kalsium silikat hidrat (CSH) adalah silikat dalam kristal yang tidak sempurna, bentuknya padatan berongga disebut tobermorite gel. Adanya Kalsium hidroksida (Ca(OH) 2), menyebabkan pasta semen bersifat basa kuat (pH 12,5) dan menjadi sensitif terhadap asam. Kalsium hidroksida Ca(OH) 2 yang dihasilkan pada reaksi hidrasi C 3S, adalah 40 %, sedangkan pada hidrasi C 2S 18 %. Dalam reaksi yang sama didapat bahwa C 3S memerlukan 24 % air dan C 2S 21 % air.
b. Hidrasi senyawa Trikalsium Aluminat (C 3A) Hidrasi trikalsium aluminat (C 3A) yang berlebih pada suhu 30 ºC akan menghasilkan kristal kalsium alumina hidrat (3CaO. Al 2O
3.
3H 2O) yang
berbentuk kubus yang stabil dan kurang larut. Penambahan gipsum akan menghasilkan reaksi yang berbeda. Mula-mula C 3A akan bereaksi dengan gipsum membentuk sulfo aluminat yang kristalnya berbentuk jarum, namun pada akhirnya gipsum akan bereaksi seluruhnya sehingga terbentuk Kalsium Aluminat Hidrat (CAH). 3CaO. Al 2O 3. + 6H 2O 3CaO. Al 2O 3. 6H 2O Hidrasi C 3A dengan penambahan gipsum 3CaO.Al 2O 3. + 3CaSO 4 + 32 H 2O 3CaO. Al 2O 3. 3CaSO 4.32H 2O Penambahan gipsum pada Semen bertujuan untuk menunda pengikatan, hal ini disebabkan karena terbentuknya lapisan ettringite pada permukaan kristal C 3A,
8
sehingga menunda hidrasi C 3A. c. Hidrasi Tetrakalsium Aluminoferit (C4 AF) Reaksi Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) dengan air tidaklah secepat trikalsium aluminat. Hasil hidrasi yang diperoleh adalah kristal heksagonal yang dikelilingi oleh ferri oksida terhidrasi atau amorf (ᾳ - Fe 2O 3). Kadar penghidratan akan naik bila kandungan alumina dinaikkan. 4CaO.Al 2O 3. Fe 2O 3+2Ca(OH) 2 + 10H 2O 3CaO.Al 2O 3.6H 2O+3CaO.Fe 2O 3.6H 2O 2.3.1.2 Setting dan Hardening Setting dan hardening adalah pengikatan dan pengerasan semen yang terjadi setelah reaksi hidrasi. Semen bila dicampur dengan air akan menghasilkan pasta yang plastis, dan dapat dibentuk (workable), yang berlangsung beberapa waktu fase ini disebut fase dorman (periode tidur). Pada tahapan selanjutnya semen mulai mengeras, walau pun masih ada yang lemah, namun sudah tidak dapat dibentuk (unworkable), periode ini disebut initial set. Selanjtnya pasta semen melanjutkan kekuatannya sehingga didapat padatan yang utuh yang disebut hardened semen pasta. Kondisi ini disebut final set. Selanjutnya semen meneruskan kekuatannya proses ini disebut dengan hardening. Waktu pengikatan awal dan akhir dalam semen dalam prakteknya sangat penting, sebab waktu pengikatan awal akan menentukan panjangnya waktu dimana campuran semen masih bersifat plastik. Waktu pengikatan awal minimum 45 menit sedangkan waktu akhir maksimum 8 jam (Tri Mulyono, 2003) Reaksi pengerasan Semen: C 2S + 5H 2O
C 2S.5H 2O
C 3S + 18H 2O
C 5S6.5H 2O + 13Ca(OH) 2
C 3A + 3CS + 32H 2O
C 3A.CS.32H 2O
C 4AF + 7H 2O
C 3A.6H 2O + CF. H 2O
MgO + H 2O
Mg(OH) 2
2.3.1.3 Panas Hidrasi Panas hidrasi adalah panas yang dilepaskan selama semen mengalami proses hidrasi. Panasnya tergantung pada tipe semen, kehalusan semen dan perbandingan antara semen dan air. Kekerasan awal semen yang tinggi dan panas
9
hidrsai yang besar menyebabkan timbulnya retak-retak pada beton. Hal ini karena posfor yang terbentuk sukar dihilangkan sehingga terjadi proses pemuaian pada proses pendinginan.
2.3.2 Air Air merupakan bahan dasar penting untuk pembuatan beton dan diperlukan untuk bereaksi dengan semen dan membentuk pasta yang dapat mengikat butiran-butiran agregat halus dan kasar serta tulangan baja pada beton bertulang. Air sebagai material dasar pembentuk beton mempunyai fungsi untuk memungkinkan terjadinya reaksi kmia yang menyebabkan pengikatan, pengerasan dan juga untuk mempermudah pencetakan. Semakin banyak penggunaan air di dalam pembuatan beton akan mempermudah pencetakan namun berakibat pada mutu beton yang lebih rendah begitu juga dengan sebaliknya. Dalam membuat beton mutu tinggi penggunaan air jauh lebih sedikit dari pada pembuatan beton normal. Konsekuensi logis dari hal tersebut adalah nilai kelecakan beton yang sangat kecil sehingga susah untuk dikerjakan. Mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan water reducing, high range admixtures. Gambar 2.1 menunjukkan hubungan W/C ratio dengan kuat tekan beton (Tri Mulyono, 2003)
Gambar 2.1Hubungan W/C ratio dengan kuat tekan beton. Air yang digunakan dalam perencanaan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
10
1 Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam, garam, zat organik, atau bahan-bahan lainnya. 2 Tidak mengandung lumpur atau benda melayang lainnya lebih dari 2 gram/liter. 3 Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/liter. 4 Air yang digunakan harus bersih, tidak berbau, dan tidak berwarna. 5 Dianjurkan dalam pembuatan beton menggunakan air PDAM yang dapat diminum ( Tri Mulyono, 2003).
2.3.3 Agregat Agregat adalah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat yang digunakan untuk campuran beton adalah sebanyak 60% sampai 75% dari volume totalnya, oleh karena itu kualitasnya perlu diperhatikan sebab akan mempengaruhi kualitas beton. Sifat yang paling penting dari suatu agregat adalah kekuatan hancur dan ketahanan terhadap benturan, yang clapat mempengaruhi ikatannya dengan pasta semen, porositas dan karakteristik penyerapan air, yang mempengaruhi daya tahannya terhadap proses pembekuan waktu musim dingin, agresi kimia serta ketahanannya terhadap penyusutan. Secara umum agregat diklarifikasikan menjadi: - Agregat kasar yaitu agregat yang semua butirannya tertinggal di atas ayakan 4,8 mm. - Agregat halus yaitu agregat yang semau butirannya menembus ayakan 4,8 mm (Samekto, W. Rahmaditanto, C. 2001).
2.3.3.1 Agregat Kasar Agregat kasar untuk campuran beton dapat berupa kerikil yang berasal dari disintregasi alami dari batu-batuan atau berupa batu pecah yang dihasilkan oleh mesin pemecah batu maupun pemecahan secara manual oleh tenaga manusia. Dalam pemecahan secara manual oleh tenaga manusia dimungkinkan diperoleh
11
ukuran atau gradasi batu pecah yang tidak seragam. Sedangkan yang dengan mesin pemecah dimungkinkan didapatkan yang relatif sama. Mineral penting yang terdapat pada agregat yaitu : silika, feldspars, micaceous, karbonat, sulfat, besi sulfida,ferromagnesian, zeolite, besi oksida, clay. Agregat kasar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk beton yang berhubungan dengan basah dan lembab atau yang berhubungan dengan bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali semen, dimana penggunaan semen yang mengandung natrium oksida tidak lebih dari 0.6%. 2. Sifat fisika yang mencakup kekerasan agregat diuji dengan mesin Los Angelos dan bersifat kekal (soundness). Batas ijin partikel yang berpengaruh buruk terhadap beton dan sifat fisika yang diijinkan untuk agregat kasar. 3. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dan 1% berat kering. Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka agregat harus dicuci. 4. Kekerasan dari butir-butir agregat bila diperiksa dengan mesin Los Angeles tidak boleh kehilangan berat lebih dan 50%. 5. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat reaktifaktif (Tri Mulyono, 2003)
2.3.3.2 Agregat Halus Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai hasil disintregasi alami dari batu-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh pemecah batu. Agregat halus harus memenuhi satu atau beberapa ketentuan sebagai berikut: 1. Modulus halus butir 2,3 sampai 3,1 2. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 70 mikron (0.074 mm atau No. 200) dalam persen berat maksimum, - Untuk beton yang mengalami abrasi sebesar 3.0% - Untuk betonjenis lainnya sebesar 5.0%.
12
3. Kadar gumpalan tanah hat dan partikel yang mudah dirapikan maksimum 3%. 4. Kandungan arang dan hignit - Bila tampak permukaan beton dipandang penting (beton akan diekspos), maksimum 0.5%. - Beton jenis lainnya, maksimum 1.0% 5. Kadar zat organik yang ditentukan dengan mencampur agregat halus dengan larutan natrium sulfat (NaSO4) 3%, tidak menghasilkan warna Lyang lebih tua dibanding warna standar. Jika wamanya lebih tua maka ditolak kecuali: - Wama lebih tua timbul karena adanya sedikit arang lignit atau yang sejenis. - Ketika diuji dengan uji perbandingan kuat tekan beton yang dibuat dengan pasir standar silika hasilnya menunjukkan nilai lebih besar dan 95%. Uji kuat tekan sesuai dengan cara ASTM C.87. 6. Tidak boleh bersifat reaktif terhadap alkali jika dipakai untuk beton yang berhubungan dengan basah clan lembab atau yang berhubungan dengan bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali semen dengan penggunaan semen yang mengandung natrium oksida tidak lebih dari 0.6%. 7. Kekekalan jika diuji dengan natrium sulfat bagian yag hancur maksimum 10%, dan jika dipakai magnesium sulfat, maksimum 15% (Tri Mulyono, 2003)
2.4
Bahan Tambah Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan
menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive). Bahan tambah admixture ditambahkan saat pengadukan dan atau saat pelaksanaan pengecoran (placing) sedangkan bahan tambah aditif yaitu yang bersifat mineral ditambahkan saat pengadukan dilaksanakan. Dalam penelitian ini bahan tambah yang digunakan adalah bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture), karna bahan
13
tambah ini biasanya merupakan bahan tambah kimia yang dimaksudkan lebih banyak mengubah perilaku beton saat pelaksanaan pekerjaan jadi dapat dikatakan bahwa bahan tambah kimia (chemical admixture) lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan. Bahan tambah aditif merupakan bahan tambah yang lebih banyak bersifat penyemenan jadi bahan tambah aditif lebih banyak digunakan untukperbaikan kinerja kekuatannya (Tri Mulyono, 2003) Menurut standar ASTM. C.494 (1995: .254) dan Pedoman Beton 1989 SKBI.1.4.53.1989 (Ulasan Pedoman Beton 1989: 29), jenis bahan tambah kimia dibedakan menjadi tujuh tipe bahan tambah. Pada dasarnya suatu bahan tambahn harus mampu memperlihatkan komposisi dan petunjuk kerja yang sama sepanjang waktu pekeijaan selama bahan tersebut di gunakan dalam racikan beton sesuai dengan pemilihan prosporsi betonnya (PB, 1989:12). Jenis bahan tambah kimia yang digunakan pada penelitian ini adalah bahan kimia Accelerator Concrete Admixture (ASTM. C.494 Tipe C) dan (Water Reducing. Superplasticizer Tipe F)
2.4.1 Accelerating Admixtures (Tipe C) Accelerating Admixtures merupakn bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat pengikatan dan pengembahgan kekuatan awal beton. Bahan ini digunakan untuk mengurangi lamanya waktu pengeringan (hirdrasi) dan mempercepat pencapaian kekuatan pada beton. Accelerating Admixtures yang paling terkenal adalah kalsium klorida. Bahan kimia lain yang berfungsi sebagai pemercepat antara lain adalah senyawa-senyawa garam seperti klorida, bromida, karbonat, silikat, dan terkadang senyawa orgamik lainnya seperti tri-etanolamin. Perlu di tekankan bahwa kalsium klorida jangan di gunakan jika korosi progresif dari tulangan baja dapat terjadi. Dosis maksimum adalah 2% dari berat semen yang digunakan (Tri Mulyono, 2003).
14
2.4.2 Water Reducing, High Range Admixtures (Tipe F) Water Reducig, High Range Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang digunakan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih. Fungsinya untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih. Kadar pengurangan air dalam bahan ini lebih tinggi sehingga diharapkan kekuatan beton lebih tinggi dengan air yang sedikit, tetapi tingkat kemudahan pekerjaan juga lebih tinggi. Jenis bahan tambah ini berupa superplasticizer. Bahan jenis ini pun termasuk dalam bahan tambah kimia yang baru, dan disebut sebagai “bahan tambah kimia pengurang air”. Tiga jenis plasticizer yang dikenal adalah 1. Kondensi sulfonat melamin formadehid dengan kandungan klorida sebesar 0,005% 2. Sulfonat nafthalin formaldehid dengan kandungan klorida yang dapat diabaikan, dan 3. Modifikasi lignosulfonat tanpa kandungan klorida. Ketiga jenis bahan tambah tersebut dibuat dari sulfonat organik dan disebut superplasticizer, karena dapat mengurangi pemakaian air pada cmpuran beton dan meningkatkan slump beton hingga 8 inch (208 mm) atau lebih. Dosis yang disarankan adalah 1% sampai 2% dari berat semen. Dosis yang berlebihan akan menyebabkan menurunnya kekuatan tekan beton (Tri Mulyono, 2003).
2.5
Self Compacting Concrete (SCC) Sejak tahun 1983 di Jepang telah diketahui permasalahan tentang
durabilititas beton. Untuk mendapatkan beton yang tahan lama diperlukan kontrol kualitas yang baik dengan pengecoran yang dikerjakan oleh tenaga ahli. Problema beton adalah diperlukan pemadatan yang cukup intesif untuk menghasilkan beton yang padat. Rongga-rongga udara sering terjebak di dalam beton sehingga kekuatan maupun daya tahannya sangat rendah. Semakin berkurangnya tenaga
15
ahli menyebabkan perlunya campuran beton yang dapat memadat sendiri dan hanya memerlukan sedikit tenaga alill utuk mengerjakannya dan didapatkan beton, dengan kualitas tinggi. Kemudian pada tahtm 1988, beton kinerja tinggi diajukan dengan spesifikasi : 1. Sifat beton segar: dapat memadat sendiri 2. Umur awal: tidak ada cacat awal dan 3. Setelah mengeras: dapat melawan kerusakan yang ditimbulkan oleh faktor eksternal Beton ini dinamakan Self Compacting Concrete (SCC). Metode untuk mendapatkan beton SCC bukan hanya pada deformabilitas yang tinggi sehingga mudah untuk dipadatkan, tetapi juga pada kemungkinan segregasi yang rendah. Pada beton biasa deformabilitas yang tinggi akan diikuti dengan kemungkinan terjadinya segregasi atau pemisahan pada saat beton dituangkan melalui tulangan pada beton (Paul Nugraha, Antoni. 2004) Untuk mendapatkan beton SCC dengan deformabilitas tinggi dan kemungkinan segregasi yang rendah maka diatur agar beton: 1. Mempunyai kadar agregat yang rendah. 2. Faktor air binder (semen dan materiallainya) yang rendah dan 3. Menggunakan superplasticizer. Perbedaan beton biasa dengan beton SCC dapat dilihat pada gambar dibawah. Jumlah agregatnya dikurangi dan pasta atau mortar beton meningkat sehingga jumlah friksi antar agregat menjadi berkurang dan beton dengan mudah berdeformasi.
16
Self Compacting Concrete
Air
(Admixture: superplasticizer)
W
C + FA + BS
SAND
GRAVEL
Air
BETON SCC W
C
SAND
GRAVEL
Beton Biasa Gambar 2.2 Perbedaan beton biasa dan beton SCC dalam hal jumlah mortar yang lebih banyak dan kerikil yang lebih sedikit. Dengan campuran yang mudah berdeformasi tetapi tetap dapat mempertahankan kekentalannya (viskositas) maka beton SCC akan memadat sendiri dan tidak mengalami segregasi (Paul Nugraha, Antoni. 2004).
(a)
(b)
Gambar 2.3 Penuangon beton pada celakan yang padat dengan tulangan maupun dakling dengan (a) beton biasa don (b) beton SCC.
2.6
Karakteristik Self Compacting Concrete (SCC) Suatu beton dikatakan SCC apabila sifat dari beton segar memanuhi
kriteria sebagai berikut:
17
1. Filling Ability Kemampuan campuran beton segar mengisi ruangan atau cetakan dengan beratnya sendiri, untuk mengetahui beton memiliki kemampuan filling makabeton segar diuji menggunakan alat slump flow, dengan waktu yang diperlukan aliran beton untuk mencapai diameter 50 cm (SF50) 3 - 5 detik dan diameter maksimum yang dicapai aliran beton (SFmax) 65 - 75 cm. (Japan Society of Civil Engineers Guidelines for Concrete,2007) 2. Passing Ability Kemampuan campuran beton segar untuk melewati celah-celah antar besi tulangan atau bagian celah yang sempit dari cetakan, untuk mengetahui beton memiliki kemampuan mi dilakukan uji dengan menggunakan alat LShape Box, dengan perbedaan tinggi yang diperlukan aliran beton arah horizontal (H2/H1) lebih besar dari 0,8. (The European Guidelines For Self Compacting Concrete, 2005) 3. Segregation Resistance Ketahanan campuran beton segar terhadap segregasi, segresi merupakan peristiwa pemisahan komponen material dalam campuran beton segar sebagai akibat dari campuran beton yang tidak seragam. Untuk mengetahui beton memiliki kemampuan mi dilakukan uji dengan menggunakan alat V-Funnel, dengan waktu yang diperlukan beton segar untuk segera mengalir melalui mulut di ujung bawah alat ukur V-funnel antara 7 - 13 detik. (Japan Society of Civil Engineers Guidelines for Concrete, 2007)
18
Konsep dasar yang diterapkan dalam proses produksi SCC ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.4 Konsep Dasar Proses Produksi Self Compacting Concrete Rasional Mix Design Self Compacting Concrete (SCC)
2.7
Untuk membuat campuran SCC yang baik, metode mix design yang biasa tidak lagi dapat dipergunakan. Karena itu pada tahun 1995 Okarnura dan Ozawa mengusulkan metode mix design yang sederhana dengan mengacu pada material yang sudah tersedia pada pabrik beton ready-mix. Kadar agregat kasar dan agregat halus ditentukan terlebih dahulu dan pemadatan mandiri dapat didapatkan dengan mengatur faktor air-binder dan dosis superplasticizer saja. Spesiflkasinya antara lain: 1. Agregat kasar yang digunakan adalah 50% volume slid. 2. Volume agregat halus ditetapkan hanya 40% dari total volume mortar. 3. Rasio volume untuk air dan binder ditetapkan antara 0.9 hingga 1 terganlung ada sifat dari bindernya dan 4. Dosis superplasticizer dan faktor air-binder ditentukan setelahnya untuk mendapatkan pemadatan secara mandiri. Pada beton konvensional, faktor air-semen digunakan untuk memastikan kekuatan akhirnya sementara pada beton SCC, faktor air-semen ini harus digunakan untuk mendapatkan pemadatan mandiri, karena faktor ini sangat mempengaruhi sifat beton segarnya (Paul Nugraha, Antoni. 2004).
19
2.8
Pengujian Slump Pada Self Compacting Concrete (SCC) Agar dapat memenuhi persyaratan beton SCC maka perlu dilakukan
pengujian pada beton segar untuk melihat kemudahan beton mengalir tanpa terjadi segregasi. Berbagai macam pengujian beton segar SCC telah diusulkan, diantaranya adalah U-test. Box-test, Slump flow dan V-funnel test. Bentuk dan Utest adalah seperti gambar pengujian U-test, di mana beton segar dimasukkan ke dalam satu sisi dan kemudian pintu tengah dibuka untuk melihat bagaimana beton dapat mengalir melalui halangan yang dibentuk dari tulangan baja dengan lebar yang rbeda. Kemudian tinggi dari beton yang sudah mengalir diukur. Jika beton terlalu kaku, beton tidak akan dapat mengalir. Sebaliknya jika beton terlalu encer akan terjadi segregasi yang menyebabkan penyumbatan pada halangan, sehingga tidak semua beton bisa mengalir. Jadi dibutuhkan kelecakan yang tepat agar beton dapat mengalir sempurna.
Gambar 2.5 Pengujian U-test Metode lain dan U-test adalah Box test gambar pengujian box-tesi di mana secara prinsip sama dengan U-test, hanya pada bagian bawah tidak berbentuk setengah ingkaran melainkan berbentuk kotak.
20
Gambur 2.6 Pengujian box-tesi Pengujian lain yang tidak langsung menguji sifat pemadatan beton SCC adalah pengujian slump flow dan V-funnel test, Gambar 2.7. Pengujian slump flow menggunakan kerucut slump standar, dan beton SCC diletakkan di dalamnya kemudian diameter aliran beton diukur. Slump flow yang terjadi akan menentukan sifat deformabilitas campuran. Diameter yang kecil menunjukkan bahwa beton kurang mampu mengalir sendiri sementara diameter yang lerlalu besar menunjukkan bahwa ada kemungkinan untuk terjadinya segregasi. V-funnel test Gambar 2.7 (bagian b) dilakukan dengan menguji sifat kekentalan dan campuran. Campuran yang terlalu kental, viskositasnya tinggi, akan sulit mengalir sementara campuran dengan viskositas rendah mungkin akan mengalami segregasi dan beton tidak mengalir. Diperlukan sifat deformabilitas dan viskositas yang tepat untuk nienghasilkan beton SCC yang baik (Paul Nugraha, Antoni. 2004).
(a)
(b)
Gambar 2.7 Pengujian (a) slump flow don (b) V-funnels test
21
2.9
Disintegrasi Oleh Garam-Garam Agresif Proses disintegrasi adalah suatu proses pemisahan atau pelepasan dari
suatu bahan yang berukuran besar dan menyatu menjadi bahan yang berukuran kecil dan terpisah-pisah. Bahan kimia yang sering mengakibatkan disentegrasi pada beton bisa datang dari lingkungan luar seperti garam klorida, sulfat, atau asam lainnya, juga karana ada unsur dalam beton seperti kapur bebas (kalsium hidroksida) dan (kalsium aluminat hidrat) yang merupakan hidrasi seman dengan air dan bisa juga di akibatkan oleh agregat yang bersifat reaktif. Bahan kimia agresif yang sering mengakibatkan desintegrasi pada beton yaitu Magnesium Sulfat MgSO4.Proses terjadinya disintegrasi pada beton yang disebabkan oleh Magnesium Sulfat secara garis besarnya dapat dijelaskan bahwa, hasil hidrasi antara semen dengan air akan menghasilkan Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2) yang bersifat basa dan mempunyai angka kelarutan yang tinggi. Karena sifat tersebut, maka Magnesium Sulfat akan bereaksi dengan Kalsium Hidroksida akan menghasilkan Kalsium Sulfat (Gipsum) dan Magnesium Hidroksida. Selanjutnya Kalsium Sulfat akan bereaksi dengan Kalsium Aluminat Hidrat di dalam pasta semen yang akan menghasilkan Kalsium Sulfoaluminat (Ettringite) yang bersifat mengembang dan akhirnya dapat merusak beton.
2.10
Reaksi Tanah ( pH Tanah) Reaksi tanah menunjukkan kemasaman atau alkalinitas tanah yang
dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion unsur (H+) di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah maka semakin masam tanah tersebut. Selain ion H+ ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya H+. 1. Pada tanah masam jumlah ion H+ > ion OHˉ 2. Pada tanah Alkalis jumlah ion OHˉ > H+ 3. Pada tanah netral jumlah ion H+ = OH
Kisaran pH tanah : 1. Kisaran pH tanah mineral biasanya antara 3,5 – 10 2. Kisaran pH tanah gambut < 3,0
22
3. Kisaran pH tanah alkalis > 11,0 Kebanyakkan tanaman toleran terhadap pH tanah yang ekstrim rendah atau tinggi, asalkan dalam tanah tersebut tersedia hara yang cukup. Beberapa unsur hara tidak tersedia pada pH ekstrim, dan beberapa unsur lainnya berada pada tingkat meracun. Unsur hara yang dapat dipengaruhi oleh pH antara lain : 1. Kalsium dan Magnesium ditukar 2. Aluminium dan unsur mikro 3. Ketersediaan Phosphor 4. Perharaan yang berkaitan dengan aktivitas jasad mikro. Ion H+.berada di dua tempat yaitu dalam larutan tanah dan terjerap koloid. Jumlah ion dalam larutan menunjukkan kemasaman efektif, sedangkan ion H+ yang terjerap menunjukkan kemasaman cadangan atau kemasaman dipertukarkan. Kemasaman aktif jauh lebih rendah dari kemasaman cadangan, kemasaman cadangan ini dapat mencapai 1000 kali lebih kuat dari kemasaman aktif, jadi kemasaman cadangan inilah yang lebih berbahaya Terdapat dua jenis reaksi tanah, yaitu : 1. Kemasaman aktif Konsentrasi ion hidrogen yang terdapat bebas dalam larutan tanah (pH H2O). 2. Kemasaman Potensial Banyaknya kadar hidrogen dapat tukar yang dijerap oleh komplek koloid tanah (pH KCl). Beberapa faktor yang menyebabkan tanah menjadi masam : 1. Penyiraman yang berlebihan 2. Drainase kurang baik atau lancar 3. Pemakaian pupuk 4. Tanah terlalu tua atau tanah-tanah terlalu lama diusahakan.
2.11
Ketahanan Sulfat Hampir semua larutan sulfat bereaksi dengan calsium hydroxida Ca (OH)2,
dan tricalsium aluminat (C3A) dari semen yang berhidrasi untuk membentuk
23
senyawa kalsium sulfat dan kalsium sulfoaluminat. Dalam hal ini, Kalsium sulfat dan magnesim sulfat adalah yang paling reaktif dalam suasana basa, dijumpai secara luas dalam tanah, terutama tanah lereng (clay), dalam air tanah atau air laut. Tidak seperti kalsium hidok-sida, senyawa-senyawa ini tidak dapat larut dalam air. Meskipun demikian, volumenya lebih besar daripada senyawa-senyawa tersebut. Bertambahnya volume pada beton yang telah mengras ini memberikan kontribusi yang tidak sedikit bagi kehancuran struktur. Intensitas serta kecepatan serangan sulfat tergantung pada faktor-faktor seperti jenis sulfat, konsentrasi dan kandungan senyawa tersebut. Jenis-jenis sulfat Magnesiumlah yang paling kuat serangannya. Konsentrasi sulfat dinyatakan dalam ukuran beratnya (TriMulyono, 2003).
2.11.1 Pengaruh Sulfat Terhadap Beton Pada konstruksi beton bertulang, korosi sebenarnya tidak hanya terjadi pada baja tulangan, tapi juga terjadi pada bahan betonnya sendiri, terutama pasa lingkungan agresif, yaitu lingkungan yang banyak mengandung unsur-unsur garam sulfat, klorida atau asam lainnya. Lingkungan agresif biasanya banyak mengandung senyawa – senyawa kimia yang dapat merusak beton. Senyawa ini biasanya dijumpai pada air tanah dan air laut yang umumnya mengandung 3,7 % 4 % garam-garam terlarut yang terdiri dari 75 % natrium klorida (naCl), 10 % magnesium klorida (MgCl2), dan 10 % sisanya garam sulfat, magnesium sulfat (MgSO4), kalium sulfat (K2SO4). (Paulus Nugraga, 1989). Diantara garam-garam tersebut, magnesium sulfat salah satu garam yang paling agresif dan bersifat reaktif pada beton. Magnesium Sulfat merupakan salah satu garam yang terlarut dalam air laut Serangan sulfat ditandai dengan kerusakan elemen beton pada ujung dan pada bagian yang tajam yang mengalami retak-retak dan terlepas. Dasar dari serangan sulfat ini adalah pembentukan kalsium sulfat dan ettringite (kalsium sulfo aluminat). Kalsium hidroksida bersifat alkalin dimana sifat ini menyebabkan beton sensitif terhadap serangan garam sulfat. Magnesium Sulfat akan bereaksi dengan
24
kalsium hidroksida menghasilkan kalsium sulfat ( Hidroksida (
) dan Magnesium
). Reaksinya sebagai berikut : +
+
magnesium sulfat + kalsium hidoksida
Magnesium Hidroksida
kalsium sulfat + magnesium hidroksida
yang dihasilkan mempunyai kelarutan yang
rendah dengan PH = 10,5. PH ini sangat rendah daripada kondisi PH yang diperlukan
untuk
kestabilan
Kalsium
Silikat
Hidrat
(CSH).
Untuk
mempertahankan PH kesetimbangan dilepaskan kapur. Makin banyak kapur yang dilepaskan akan menyebabkan dekomposisi Kalsium Silikat Hidrat. Kalsium Silikat Hidtar bereaksi dengan magnesium sulfat menghasilkan gel.
Silika gel bereaksi dengan lambat dengan magnesium Hidroksida membentuk Magnesium Silikat Hidrat, yang dapat menurunkan kekuatan pasta semen karena tidak memiliki sifat mengikat. Selanjutnya kalsium sulfat bereaksi dengan kalsium aluminat hidrat menghasilkan kalsium sulfoaluminat (ettringite) yang bersifat mengembang sehingga menyebabkan retak-retak pada beton. + Oleh karena pengembangan volume yang melampaui volume asalnya, maka proses kimiawi ini akan menimbulkan penggelembungan, retak dan selanjutnya menjalar sampai ke dalam beton.
2.11.2 Faktor Utama yang Mempengaruhi Serangan Sulfat Menurut Cement Concrete and Aggregates Australia (2002), tingkat keparahan serangan sulfat pada beton tergantung pada beberapa faktor antara lain sebagai berikut. 1. Jenis sulfat, magnesium dan ammonium sulfat adalah yang paling merusak beton.
25
2. Konsentrasi sulfat, makin besar kadar sulfat maka akan lebih merusak beton. 3. Cara kontak antara sulfat dan beton. Pada kasus air yang mengalir, keparahan serangan sulfat makin meningkat. Serangan yang lebih intensif terjadi pada beton yang terkena siklus pembasahan dan pengeringan daripada beton yang terus menerus tenggelam dalam larutan sulfat. 4. Tekanan. Adanya tekanan dari luar beton cenderung memaksa larutan sulfat masuk ke beton mengakibatkan meningkatnya keparahan serangan sulfat. 5. Suhu. Seperti kebanyakan reaksi kimia lainnya, laju reaksi meningkat dengan suhu. 6. Keberadaan ion lain. Ion lain yang hadir dalam larutan sulfat mempengaruhi keparahan serangan. Misalnya sodium hidroksida dapat mengurangi ekspansi sulfat, sodium klorida dapat memperlambat pembentukan ettringite, dan magnesium klorida dapat mencegah terbentuknya ettringite secara sempurna.
2.11.3 Sumber-sumber Sulfat Menurut Mishra (2010), sumber sulfat yang dapat mengakibatkan kerusakan pada beton adalah sebagai berikut: 1. Sumber Internal Meskipun jarang ditemukan, namun sulfat dapat berasal dari dalam beton itu sendiri, yaitu berasal dari bahan-bahan beton seperti semen hidrolis, fly ash, agregat, dan bahan lainnya. 2. Sumber Eksternal Sulfat memang umum terdapat pada tanah atau air tanah, atau juga berasal dari limbah industri yang ada di sekitar struktur beton tersebut.
2.12
Faktor Yang Mempengaruhi Ketahanan Beton Terhadap Sulfat Serangan sulfat pada beton akan terjadi ketika larutan sulfat menembus
dan bereaksi dengan beton, terutama dengan semen. Dengan demikian, faktor
26
yang mempengaruhi ketahanan beton terhadap sulfat tidak hanya pada apa yang mempengaruhi reaksi kimia dengan senyawa pada semen, tetapi juga pada apa yang mempengaruhi permeabilitas dan kualitas keseluruhan dari beton. Menurut Cement Concrete and Aggregates Australia (2002), faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Jenis semen Jenis semen yang digunakan pada suatu campuran beton merupakan faktor yang mempengaruhi ketahanan beton terhadap sulfat. Semen portland yang mengandung trikalsium aluminat kurang dari 5 % diklasifikasikan sebagai semen yang tahan terhadap sulfat. 2. Kadar semen Tingkat kerusakan terhadap sulfat menurun seiring dengan bertambahnya kadar semen, bahkan pada beton yang terbuat dari semen Portland biasa. Dengan kata lain, untuk menghasilkan beton tahan sulfat, penggunaan semen tahan sulfat harus dikombinasikan dengan penggunaan kadar semen minimum. 3. Faktor Air Semen Apabila semua faktor lainnya dalam beton sama, material yang berkualitas bagus, proporsi campuran yang tepat dan pengerjaan baik, ketahanan terhadap sulfat meningkat seiring dengan penurunan nilai faktor air semen. 4. Bahan Tambahan Pemakaian bahan tambahan yang memiliki efek terhadap pengurangan faktor air semen atau meningkatkan kemampuan kerja beton dapat meningkatkan ketahanan beton pada sulfat, asalkan tidak digunakan untuk mengurangi kadar semen. Pemakaian bahan tambahan yang mengandung kalsium klorida juga mempengaruhi ketahanan beton terhadapa sulfat. 5. Pelaksanaan Pembangunan Pengecoran, pemadatan, dan perawatan beton merupakan faktor penting untuk memproduksi beton dengan permeabilitas yang rendah. Penambahan air selama pengecoran untuk mengurangi nilai slump atau untuk membantu selama proses finishing akhir akan mengganggu ketahanan beton terhadap sulfat. Pemadatan yang memadai dan perawatan yang tepat
27
diperlukan untuk memproduksi beton padat dengan permeabilitas rendah. Membuat permukaan beton yang halus padat, bebas dari lubang dan cacat dapat meningkatkan ketahanan beton terhadap sulfat. 6. Desain dan Detail Beton Suatu struktur yang dirancang dengan detail yang menyediakan untuk penguatan yang memadai untuk meminimalkan retak atau untuk meminimalkan genangan penting untuk mengurangi intensitas serangan sulfat, sehingga meningkatkan ketahanan beton terhadap sulfat.
Dari pembahasan di atas, dapat dikatakan bahwa ketahanan beton terhadap sulfat dapat ditingkatkan dengan membuat beton dengan permeabilitas rendah yang dibuat dari semen tahan sulfat, dengan nilai faktor air semen yang kecil, kadar semen yang cukup, dimana pengecoran, pemadatan dan perawatan yang dilakukan dengan baik pula.
2.13
Kuat Tekan Beton Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya,
dan beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya berkisar 9% - 15 % saja dari kuat tekannya. Pada penggunaannya sebagai komponen struktur bangunan, umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Dengan demikian tersusun pembagian tugas, batang tulangan baja bertugas memperkuat dan menahan gaya tarik, sedangkan beton hanya diperhitungkan untuk menahan gaya tekan. Kuat tekan beton yang disyaratkan dalam perencanaan perhitungan struktur beton adalah kuat tekan beton yang didapat dari benda uji berbentuk kubus dengan sisi 150mm x 150mm x 150mm pada umur beton 7, 14 dan 28 hari dengan kemungkinan 5% adanya kekuatan tekan beton yang tidak memenuhi syarat.
28
P
Kubus Beton 150 mm x 150 mm x 150 mm
Gambar 2.8 Pengujian Kuat Tekan beton Sifat beton path umuinnya lebih baik jika kuat tekannya tinggi. Dengan demikian untuk meninjau mutu beton biasanya secara kasar hanya ditinjau kuat tekannya saja. Dalam teori teknologi beton dijelaskan bahwa faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton adalah: 1. Faktor air semen Faktor air semen ialah perbandingan antara berat air dan berat semen dalam adukan beton. Secara umum diketahui bahwa semakin tinggi nilai FAS, maka semakin rendah mutu beton. Namun demikian, nilai FAS yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Nilai FAS yang yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang akan menyebabkan mutu beton menurun. Umumnya nilai FAS minimm yang diberikan sekitar 0,4 dan maksimum 0,65. 2. UmurBeton Kuat tekan beton bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton itu. Kekuatan beton akan naik secara cepat (linear) sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya akan semakin kecil. Kekuatan tekan beton pada kasus-kasus tertentu akan bertambah sampai beberapa tahun dimuka. Biasanya kuat tekan pada beton di hitung pada umur 28 hari. Jenis semen sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Perbedaan sifat jenis semen satu terhadap jenis semen lain dapat terjadi karena perbedaan susunan kimia maupun kehalusan butir-butirnya.
29
3. Jumlah Semen Jika faktor air semen sama dan nilai slump berubah beton dengan jumlah kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi. Path jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan rendah. Namun, jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan sehingga terbentuk banyak pori dan akibatnya kuat tekannya menjadi rendah. 4. Sifat Agregat Pengaruh kekuatan agregat terhadap kekuatan tekan beton sebenarnya tidak begitu besar, karena umumnya kekuatan agregat lebih tinggi dan pada pastanya. Meskipun demikian, bila dikehendaki kekuatan agregat beton yang tinggi, diperlukan juga agregat kuat agar kekuatannya tidak lebih rendah dari pastanya. Sifat agregat yang paling banyak berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Kuat tekan beton dapat di hitung dengan menggunakan rumus berikut :
=
=
(2.1)
(2.2)
Dimana :
= Kuat tekan beton yang diperoleh dari benda uji (Mpa). P
= Beban maksimum yang diberikan (N).
A
= Luas tekan bidang benda uji (mm²). = Kuat tekan rata-rata (Mpa).
n
= Jumlah benda uji.
30
2.14
Penelitian Sebelumnya Peneliti yang dilakaukuan oleh Jimmy (2011) tentang variasi dosis
admixture terhadap permeabilitas dan kuat tarik belah Self Compacting Concrete (SCC) ialah menggunakan Sika Viscocrete 10 dengan desain kuat tekan yang direncanakan 25 Mpa. Penelitian yang dilakukan mencoba trial mix sebanyak 15 kali untuk menghasilkan nilai karakteristik dari dari beton SCC yaitu mencari sebaran yang diperlukan mendapatkan nilai sebaran 50 cm dengan waktu tempuh 6 dtk dengan dosis 1,2% yang diterima penggunaan Sika Viscocrete 10 1,2% dari berat semen. Pada beton SCC belum dapat menghasilkan permeabilitas dan kuat tarik belah beton yang lebih baik dibandingkan dengan beton normal yang dipadatkan. Nilai permeabilitas pada beton SCC menunjukkan penurunan seiring dengan penambahan dosis admixture superplasticizer dalam campiran beton. Peneliti yang dilakaukuan oleh Juli Herwanto, Muhammad Idham dan Dedi Enda (2012) tentang Dengan penambahan zat aditif sikacim concrete additive Kadar 0,6%. Hasil kuat tekan beton pada umur 28 hari untuk beton normal K-250 Terendam air tawar adalah sebesar 24,624 Mpa dan beton normal K-250 terendam air laut adalah sebesar 22,678 Mpa, sedangkan untuk beton normal K-250 dengan penambahan Zat Aditif Sikacim Concrete Addititve kadar 0,6% terendam air tawar adalah sebesar 24,742 Mpa dan hasil kuat tekan beton normal K-250 dengan penambahan zat aditif Sikacim Concrete Addititve terendam air laut sebesar 23,847 Mpa. Kuat tekan yang dicapai beton normal K-250 terendam air tawar dan terendam air laut tidak mencapai kuat tekan rencana sebesar 30,84 Mpa begitu juga dengan beton normal campuran Zat Aditif Sikacim Concrete Addititve. Namun untuk karekteristiknya beton normal K-250 tanpa zat aditif dan yang K250 yang memakai zat aditif mencapai kuat tekan karekteristiknya.Tetapi kuat tekan beton normal K-250 dengan penambahan zat aditif menunjukkan kuat tekan karekteristik lebih tinggi dari beton normal K-250 tanpa menggunakan zat aditif.
Penelitian yang dilakukan Krisnayana (2010) tentang pengaruh lingkungan agresif terhadap kuat tekan beton pasca pembakaran dengan melakukan penelitian
31
kuat tekan dengan pembakaran 800°C yang dicapai selama 180 menit dan dipertahankan selama 20 menit serta perendaman benda uji dalam larutan yang dilakukan selama 60 hari bahwa terjadinya penurunan kuat tekan beton normal (tanpa pembakaran) dan dengan beton pasca pembakaran (tanpa perendaman) sebesar 10,66 Mpa atau sebesar 29,36% dan terjadi pemulihan kekuatan beton pasca pembakaran (tanpa perendaman) dengan rendaman dalam larutan
2,5% ; 5% ; dan 7,5 % masing-masing sebesar 8,39 Mpa, 7,48
Mpa, dan 5,72 Mpa atau 32,69 % ; 29,06 % ; DAN 22,28 %. Penelitian yang dilakukan Handoko Sugiharto yang membahas Penelitian Mengenai Peningkatan Kekuatan Awal Beton Pada Self Compacting Concrete Dari beberapa variasi komposisi trial mix yang dilakukan, variasi yang menggunakan dosis admixture Glenium Ace-80 sebesar 2.5% dan prosentase silica fume sebesar 2% adalah variasi yang paling optimal dan efektif dalam mencapai workability dan target kekuatan yang diharapkan. Penggunaan silica fume sebagai filler dalam campuran beton dengan komposisi yang tepat, dapat meningkatkan kekuatan beton pada setiap umur pengujiannya rata rata sebesar 520%. Semakin banyaknya prosentase silica fume menyebabkan workability beton baik fillingabilty maupun passingability cenderung menurun, sedangkan dengan semakin banyaknya penggunaan dosis Glenium Ace–80 workability beton baik fillingability maupun passingability cenderung meningkat. Penggunaan silica fume tidak mempengaruhi nilai water-binder ratio karena prosentase silica fume yang digunakan relatif kecil, sedangkan penggunaan Glenium Ace–80, pengaruhnya sangat besar terhadap water-binder ratio dimana semakin banyak dosis yang diberikan akan mengakibatkan nilai water-binder ratio akan semakin rendah. Penggunaan alat V-funnel pada penelitian ini saling mendukung, yang dengan pengujian slump cone sekaligus dapat memberikan hasil yang lebih akurat.
32