BAB II STUDI LITERATUR
2.1 Bus Rapid Transit Banyak solusi yang ada untuk memecahkan masalah kemacetan di kota besar seperti Jakarta, namun biaya pembangunan infrastruktur transportasi massa seperti penambahan ruas jalan raya, pembangunan Subway atau Light Rail Transit (LRT) membutuhkan biaya tidak sedikit.Levinson, et al. (2003) meyakini bahwa sistem transportasi Bus Rapid Transit(BRT) merupakan LRT beroda karet yang memiliki fleksibilitas operasi yang tinggi dan potensi modal dan biaya operasi yang rendah, sehingga sangat cocok untuk diterapkan di Jakarta.
Gambar 2.1Bus Rapid Transit TransJakarta(Anonymous, 2013)
Beragamimplementasi sistem BRT di berbagai penjuru dunia dalam meningkatkan pelayanan dan kenyamanan pengguna jasa BRT, Institute for Transportation & Development Policy (ITDP)membuat sebuah standar sistem penilaian kualitas BRT berdasarkan karakteristik kesiapan sistem yang terlihat
9
10
melalui proses observasi secara langsung dan kemudian diasosiasikan dengan pemikiran praktis terbaikyang terbagi menjadi lima bagian, yaitu perencanaan pelayanan, infrastruktur, desain stasiun dan antarmuka stasiun bus, integrasi dan akses, dan terakhir kualitas pelayanan dan sistem informasi penumpang. Pada setiap penilaian yang diberikan akan terklasifikan apakah sistem BRT yang diterapkan termasuk kategori Gold,Silver,Bronze atau bahkan Not BRT. Di Jakarta sendiri implementasi sistem BRT yang bernama Transjakarta dimulai pada tahun 2004, namun hingga kini kualitas sistemnya masih tergolong bronze(Institute for Transportation & Development Policy, 2013),di mana terdapat beberapa poin penilaian yang belum terpenuhi seperti pusat sistem kontrol, layar penampil informasi kedatangan bus berikutnya, dan informasi penumpang berkualitas tinggi di stasiun.
2.2 Advanced Traveler Information System Untuk mendukung tercapainya pelayanan yang terbaik dengan memenuhi standar sistem BRT yang ada, maka dibutuhkan suatu teknologi informasi yang memungkinkan tercapainya standar tersebut. Disini ATISdapat memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Torres(2008), ATIS adalah sebuah proses mengumpulkan informasi lalu lintas yang masih mentah lalu menganalisa informasi tersebut dan mendistribusikannya ke publik untuk tujuan yang berguna. Chen dan Miles(1999)berpendapat bahwa ATIS bekerja dengan konsep ketika terdapat informasi yang dihasilkan dari sistem tersedia untuk pengguna, dalam hal ini penumpang atau calon penumpang, harapannya para pengguna tersebut dapat menyesuaikan waktu mereka, rute, atau bahkan moda transportasi yang akan
11
mereka gunakan, di mana hal ini juga meningkatkan efisiensi dari sistem transportasi. Untuk mengumpulkan informasi lalu lintas, Leduc (2008) mengemukakan beragam cara yang selama ini digunakan. Selama bertahun-tahun metode pengumpulan data menggunakan teknologi in-situ, di mana data dikumpulkan dari alat-alat pendeteksi yang dipasang sepanjang jalan dan terbagi menjadi dua kategori, metode intrusive dan non-intrusive. Dimana metode intrusive pada dasarnya adalah sebuah metode yang mengandalkan alat perekam data atau sebuah sensor di area jalan raya. Sedangkan metode non-intrusive adalah metode mengumpulkan informasi lalu lintas dengan cara observasi secara terpisah. NamunKlein et al.(2006) menyatakan bahwa baik teknologi in-situ dengan metode intrusivemaupunnon-intrusive-nya tetap memiliki keterbatasan jangkauan dan biaya yang tinggi dalam implementasi dan pemeliharaannya. Dengan membutuhkan nilai investasi yang besar, maka teknologi ini tidak cocok untuk diimplementasi kedalam sistem BRT yang mengharapkan biaya yang dikeluarkan dalam taraf minimum. Sejak pertama kali Global Positioning System (GPS) dikembangkan untuk keperluan militer Amerika Serikat, hingga saat ini GPS menjadi primadona dalam menentukan posisi objek di berbagaipenjuru belahan dunia yang terjangkau oleh satelit. Departemen Transportasi Amerika Serikat memaparkan bahwa biaya penerapan GPS jauh lebih murah bila dibandingkan dengan penerapan teknologi Induction Loop Detector (ILD) seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.1. Baik biaya total penerapan maupun pemeliharaannya terlihat teknologi GPS
12
mengungguli di semua aspek. Bahkan umur masa pakai teknologi GPS jauh lebih lama dibandingkan dengan ILD.
Tabel 2.1 : ITS Unit Cost Elements (US Department of Transportation, 2010) Subsystem/Unit Cost Element Roadside Detection (RS-D) Inductive Loop Surveillance on Corridor Inductive Loop Surveillance at Intersection Machine Vision Sensor on Corridor Machine VIsion Sensor at Intersection Communication Equipment In-Vehicle Display In-Vehicle Signing System GPS / DGPS GIS Software
Capital Cost ($) Low High
Cost Date
O&M Cost ($/Year) Low High
Cost Date
5
3.000
8.000
2001
400
2005
5
8.600
15.300 2005
900
10
21.700 29.000 2003
200
400
2005
10
16.000 25.500 2005
200
1000
2005
4 1 3 5
8 2 8 10
1995 1995 1995 1995
Lifetime (years)*
Vehicle On-Board (VS) 7 200 400 7 50 100 7 160 400 7 250 500 7 200 300
1995 1995 1995 1995 1995
600
1.400 2005
2.3 Metode Floating Car Data Banyak metode yang digunakan untuk mengumpulkan data informasi lalu lintas,diantaranya adalah metode License Plate Matching (LPM) dengan mengumpulkan informasi objek kendaraan berdasarkan plat nomor yang diambil di titik yang sudah ditentukan. Metode Induction Loop Detector (ILD) menggunakan induksi magnet untuk menghitung jumlah kendaraan yang melintas.Metode Automatic Vehicle Location(AVL) dengan mengandalkan teknologi GPS untuk mengetahui lokasi kendaraan. Belakangan terdapat metode terkini dalam mengumpulkan informasi lalu lintas, yaitu metode Virtual Trip Line (VTL). Di mana konsep ILD dengan
13
menanam kabel ke dalam jalan raya pada segmen jalan dengan jarak yang sudah ditentukan, diganti dengan dua titik koordinat virtual yang saling terhubungdan membentuk garis virtual, di manakendaraan yang terpasang GPS ketika melewati garis virtual tersebutakan mengirimkan data GPS-nya.
Gambar 2.2 Virtual Trip Lines
Beberapa penelitian terbaru dilakukan untuk meningkatkan kualitas data yang dihasilkan dari penerapan metode VTL seperti yang dilakukanpada penelitian Gunawan (2014) yang dalam menentukan metode panjang optimum dari VTL. Jika suatu VTL terlalu panjang akan beresiko berpotongan dengan jalan lain yang tidak termasuk dalam jalan yang dimonitor. Di sisi lain jika suatuVTL
14
terlalu pendek akan beresiko adanya objek kendaraan yang tidak terekam keberadaannya walau berada di jalan yang di monitor. Sejatinya penerapan VTL ini memiliki tujuan untuk menjaga privasi pengendara kendaraan pribadi dalam melintas di jalan yang dimonitor. Sehingga manfaat tersebut untuk transportasi publik menjadi kurang diperlukan. Oleh karena itu metode FCD merupakan metode yang sudah cukup tepat untuk diterapkan dalam memonitor transportasi publik seperti BRT. Penelitian menggunakan metode FCD terbaru dilakukan oleh Chandra et al. (2014) dalam meningkatkan akurasi dari data yang dikumpulkan dengan metode ini secara waktu nyata. Pada penelitiannya ini menyimpulkan bahwa dengan menerapkan VTL dengan panjang 26 meter bisa menyediakan 95% kesempatan objek kendaraan ber-GPS akan melewati garis virtual, waktu jeda dapat dipertahankan dibawah 1 menit sebesar 80% dari semua kasus, dan prediksi kecepatan dan posisi dapat ditingkatkan secara signifikan dengan menerapkan metode Weighted Moving Average.
2.4 Prediksi Waktu Kedatangan Banyak penelitian yang sudah dilakukan untuk membuat sebuah model prediksi ramalan arus lalu lintas seperti perhitungan waktu tempuh yang telah dikembangkan selama bertahun-tahun. Menurut Guin et al. (2013) terdapat empat model yang paling banyak digunakan yaitumodel filter Kalman, regresi, seri waktu, danmodel jaringan syaraf tiruan. Dari semua penelitian yang pernah dilakukan tidak ada satu kesepakatan universal yang menentukan manakah model yang menjadi solusi paling baik dalam menghasilkan informasi waktu tempuh.
15
2.4.1Model Seri Waktu Model ini memanfaatkan informasi time-series dari kecepatan, aliran, keberadaan kendaraan, dan / atau data perjalanan waktu untuk mendapatkan model prediksi.Williams dan Hoel(2003)melakukan penelitian yang menyajikan basis teoritis pemodelan arus-arus data kondisi lalu lintas univariat sebagai prosesproses Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) musiman. model ARIMA ini juga digunakan pada penelitian Suwardo et al. (2010) untuk memprediksi waktu tempuh bus. Menurut mereka model ARIMA lebih mudah digunakan untuk memprediksi waktu tempuh bus dari data travel time-series (data historis) dibandingkan dengan metode regression sebagai faktor - faktor yang mempengaruhi waktu tempuh busyang tidak tersedia secara rinci, seperti keterlambatan bus di perjalanan, di pemberhentian bus, dan di perempatan jalan. Hu dan Ho(2010) juga melakukan penelitian waktu tempuh perjalanan time-seriesdengan model ARIMA dengan data waktu tempuh empiris sebagai pembandingnya. Pada penelitian ini mereka menyatakan bahwa time-series model sangat bergantung pada pengaruh seberapa banyak data historis time-series
2.4.2Model Jaringan Syaraf Tiruan Model Jaringan Syaraf Tiruan atau Artificial Neural Network (ANN) merupakan salah satu model data statistik non-linear yang terdiri dari sekumpulan simpul yang terhubung dimana pada setiap bagiannya memiliki fungsi proses sendiri. Beragam penelitian perhitungan waktu tempuh dengan menggunakan beragam
model
ini,
seperti
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Dia
(2001)denganmembangun sebuah model object-oriented neural network untuk
16
menghitung kondisi lalu lintas jangka pendek. Dari penelitiannya memberikan hasil tingkat akurasi dari informasi yang diberikan mencapai 93% sampai dengan 95%. Rilett dan Park(2001)menggunakan model spectral basis neural networkuntuk menghitung secara langsung waktu tempuh koridor di jalan bebas hambatan. Penelitiannya dibandingkan dengan metode standar perhitungan waktu tempuh koridor.
Gambar 2.3 Contoh model skema ANN (Lee, 2009)
Jeong dan Rilett(2004) melakukan penelitian dengan menggunakan model ANN, dan membandingkannya dengan historical data based model dan regression models. Pada penelitiannya ini, model ANN ini mampu mengungguli hasil yang diberikan dari model - model lain jika dilihat dari sisi akurasi prediksi.
17
Lee (2009) melakukan penelitian mengenai model prediksi waktu tempuh baru menggunakan pendekatan ANN dengan metode Cluster.Pada tahun yang sama,Suwardo et al.(2009)mengusulkan sebuah model statistical neural network untuk memprediksi waktu tempuh bus dengan kondisi jalan yang macet dan tidak macet, dengan mempertimbangkan waktu tempuh bus, jarak, kecepatan rata-rata, jumlah pemberhentian bus, dan kondisi jalan raya. Dalam penelitiannya, semua faktor tersebut ditaksir dan dipelajari bentuk hubungan antara semua faktor tersebut dan waktu tempuh bus. Fan (2014)melakukan penelitian dengan pendekatan model ANN. Penelitian mereka dibandingkan dengan model historical average dibawah dua kriteria: akurasi prediksi dan ketahanan. Di mana model ANN mengungguli pendekatan rata - rata di kedua aspek. Banyak penelitian dengan menerapkan model ANN memberikan hasil yang sangat akurat, namun disisi lain untuk membangun model ini sangatlah kompleks dan membutuhkan waktu dan juga membutuhkan kalibrasi data yang baik.
2.4.3Model Regresi Xinghao et al. (2013)melakukan penelitian dengan menggunakan variabel kecepatan pada bus dan taksi. Regression model digunakan pada penelitian ini untuk memprediksi kecepatan bus dengan memanfaatkan data kecepatan bus dan taksi jika data kecepatan bus tidak tersedia. Hawas(2013) melakukan penelitian penghitungan waktu tempuh untuk jaringan dan rute bus dengan menggunakan regression model yang sudah
18
dikalibrasi untuk menghitung waktu tempuh. Variabel yang digunakan juga beragam, seperti jarak tempuh, volume titik sumber, kecepatan yang terukur, frekuensi bus per-rute per-jamnya, dan penumpang yang naik disetiap pemberhentian bus per-jamnya. Baik pada penelitian Xinghao et al. (2013) dan Hawas (2013) mengemukakan bahwa penelitian menggunakan regression modelmemberikan hasil yang kurang memuaskan walaupun jumlah input variabel diperbanyak. Menurut Chien et al. (2002) penerapanregression model terbatas karena variabel dalam sistem transportasi sangat saling berhubungan.
2.4.4 Model Filter Kalman Kalman Filter yang dikembangkan oleh Rudolf E. Kalman, merupakan sebuah teknik yang sangat ampuh ketika digunakan untuk mengontrol sistem yang memproses data yang memiliki noise.Menurut Faragher (2012) teknik filter Kalman memilikimanfaat khas tidak hanya dari memperhalus data yang kotor, tapi juga memberikan informasi perkiraan dari parameter – parameter yang diharapkan untuk diketahui. Sampai saat ini penerapan filter Kalman telah digunakan diberbagai bidang keilmuan, seperti di bidang ekonomi danantariksa. Implementasi lain dari teknik filter Kalman inisendiri dalam kehidupan sehari-hari dapat digunakan untukmengunci gelombang radio agar mendapatkan gelombang yang akurat dan mendapatkan siaran radio dengan kualitas yang baik, atau bahkan berguna
dalam
memperhalus
keluaran
dari
trackpad
laptop
sehingga
meningkatkan presisi tampilan pointer di laptop.Selain itu teknik ini digunakan sebagai alat bantu yang meningkatkan keakurasian penerimaan data GPS.
19
Banyak penelitian yang dilakukan dengan menggunakan teknik filter Kalman atau juga mengadaptasi teknik ini. Salah satu contoh penelitan yang dilakukan oleh Chu et al. (2005)yang menggunakan model Adaptive Kalman Filterdimana pada penelitiannyamenggabungkan dua sumber data lalu lintas, yaitu data detektor titik dan data satelit. Model ini memiliki kemampuan bekerja dengan data yang tidak menentu yang dihasilkan dari alat detektor dan data yang memiliki nilai kesalahan dari model yang digunakan. Penelitian lain yang mengadaptasi teknik filter Kalman juga dilakukan oleh Hage et al. (2012), dimana pada penelitiannya estimasi waktu tempuh menggunakan model Unscented Kalman Filter yang juga menggunakan dua sumber data lalu lintas, yaitu data detektor induksi dan data satelit. Dari penelitian ini dengan menggunakan model Unscented Kalman Filterdapat digunakan secara real-time.Baik Adaptive Kalman Filter maupun Unscented Kalman Filter merupakan metode filter Kalman yang dikembangkan untuk dapat digunakan untuk sistem yang non linear. Disamping itu, metode filter Kalman juga dapat dikombinasikan dengan metode estimasi yang lain agar dapat memberikan hasil yang lebih baik. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Wang et al. (2014)yang menggabungkan data historikal dan informasi aktual untuk memprediksi waktu kedatangan bus dengan menggunakan 2 fase pendekatan. Dimana pada fase pertama menggunakan metode jaringan syaraf tiruan dengan model Radial Basis Function Neural Networks (RBFNN) untuk mengolah data historikal, lalu pada fase kedua menggunakan teknik Kalman filter untuk mengolah data hasil dari fase pertama.
20
Filter Kalman merupakan algoritma yang menggabungkan model dan pengukuran, dimana selama bertahun – tahun metode filter Kalman ini dianggap sebagai metode estimasi yang handal dalam menaksir dan menduga variabel keadaan dari sebuah sistem, khususnya pada sistem linear. Penggunaan dari teknik filter Kalman menurut Masduqi dan Apriliani (2008) memiliki keunggulan dalam mengestimasi suatu keadaan berdasarkan data yang minim.Dibandingkan dengan penggunaan metode jaringan syaraf tiruan yang membutuhkan persiapan yang cukup kompleks, dalam hal ini metode filter Kalman memiliki nilai lebih dengan persiapan yang lebih mudah namun dapat memberikan hasil yang cukup baik.