BAB II. STUDI LITERATUR
2.1 PENDAHULUAN Auxiliary Power Unit (APU) merupakan engine turbin gas cadangan yang terletak pada bagian ekor (tail section) pesawat. APU berfungsi sebagai penghasil listrik dan udara bertekanan (bleed air). APU dapat menghasilkan daya listrik dan bleed air hanya sampai pada ketinggian 10000 kaki. Pada ketinggian 17000 kaki APU digunakan sebagai penghasil bleed air, sedangkan pada ketinggian 35000 kaki hanya digunakan sebagai penghasil daya listrik karena proses pembakaran pada ketinggian 35000 kaki membutuhkan volume udara yang lebih banyak. APU terdiri dari sistem bahan bakar (fuel system), sistem pengapian (ignition system), sistem udara (air system), sistem penunjukkan (indicating system), sistem keluaran udara (exhaust system), dan sistem pelumasan (lubrication system).
2.2 SISTEM APU GTCP85 Pada subbab ini dibahas sistem APU GTCP85. Penjelasan sistem APU dapat digunakan sebagai referensi dasar dalam penentuan modus kegagalan dan pengaruh yang akan terjadi dalam sistem APU. Selain itu penjelasan sistem ini diperlukan untuk menganalisis skematik kerja masing-masing komponen APU. APU GTCP85 memiliki spesifikasi sebagai berikut :
Output
: 200 Air BHP 2.2 - 53.6 P.S.I.
Rated speed
: 42,000 RPM
Generator drive
: 6000 RPM
Fuel flow (max)
: 340 PPM
Compressor
: 2 Stage with Double Side Intake Centrifugal Impeller
7
Combustion Chamber : Single Can with Spiral Volute
Turbine
EGT (sustained max) : 650 0C (starting)
: Single Stage Radial Inflow : 760 0C
Layout
: Single Spool with Reduction Gear
Ignition
: High Energy Ignitor Plug
Starting
: Electric (DC)
Lubrication
: Dry Sump with Oil Cooler and Blower.
Fuel System
: Integrated Fuel Control with Gear Pump & Temp Limiter
Accessories
: 40 KVA Alternator, Small Generator for Batteries
APU GTCP85 adalah engine turbin gas yang terdiri dari kompresor sentrifugal 2-stage yang disambungkan langsung dengan turbin radial inflow 1-stage. Poros (shaft) turbin tersambung dengan accessory gear box yang menggerakkan oil pump assembly, tachometer generator, generator, fuel pump dan cooling air fan. APU dikendalikan oleh APU control unit yang memastikan APU beroperasi secara kontinyu. Secara sederhana skema cara kerja APU ditunjukkan pada Gambar 2.1, sedangkan skema lengkap pada Lampiran A. 1. Udara masuk ke dalam APU melalui inlet door. Inlet door akan terbuka bila APU switch di flight compartment dipindahkan dari posisi off ke posisi start. Udara akan masuk ke kompresor sentrifugal dan akan diteruskan ke turbin radial inflow 1-stage. Sebagian udara yang telah dikompresi tersebut akan dicampur dengan bahan bakar yang berasal dari tanki no 1 sayap kiri pesawat. Bahan bakar akan mengalir ke APU shut off valve, diatur di FCU (fuel control unit) dan diteruskan ke fuel solenoid valve. Fuel solenoid valve akan membuka bila mendapat sensor dari oil pressure kemudian bahan bakar akan diteruskan ke ruang bakar.
8
3 WAY CONTROL VALVE
S
STARTER
2
A C C E S S O R Y G E A R
3
Left Wing Fuel Shutoff Valve
FUEL CONTROL UNIT
M
Air/Fuel Heat Exchanger valve
OIL PUMP OIL COOLER
GENERATOR
SPEED SWITCH
Bleed Air
Acceleration/Load Control Thermostat
4
1
Inlet Door M
Gambar 2.1. Skema sederhana operasi APU 2. Untuk pemutaran awal kompressor sentrifugal digunakan starter motor yang mendapatkan sinyal perintah dari bukaan penuh inlet door (full open inlet door). Bahan bakar yang telah masuk ke dalam ruang bakar akan dibakar menggunakan igniter plug. Udara panas dari ruang bakar dialirkan untuk memutar turbin dan udara dibuang melalui exhaust. Turbin akan memutar kompresor sentrifugal dan accessory drive gearbox. 3. Udara yang keluar dari kompresor akan diindera oleh accelerator limiter untuk pengaturan jumlah bahan bakar yang dikeluarkan oleh FCU dan pengaturan EGT melalui pergerakan 3 way solenoid valve. Pengaturan jumlah bahan bakar dan udara akan mengakibatkan perubahan putaran shaft turbine. Putaran ini akan diukur pada electronic speed switch melalui sensor tachometer generator.
9
4. Sebagian bleed air digunakan untuk sistem pneumatik pesawat, yang diatur menggunakan bleed air valve. Bleed air yang telah dihasilkan memberikan sinyal ke shutoff valve. Shutoff valve membuka aliran udara ke pendinginan oil dan generator, dimana udara dihisap akibat perputaran gear driven fan. Selain itu bleed air dialirkan ke fuel heater, untuk mencegah pembentukan es yang menghambat fuel filter. Untuk menganalisis lebih lanjut setiap sistem APU terhadap suatu kegagalan, dijabarkan beberapa sistem APU GTCP85 pada Lampiran B.
2.3 PROSES PERAWATAN APU Subbab ini memberikan penjelasan bagaimana APU dirawat sesuai dengan penerapan di dalam pedoman standard perawatan dan perawatan yang dilakukan GMF. Perawatan merupakan suatu kegiatan termasuk servicing, inspection, overhaul, repair, dan replacement.2 Perawatan dapat dilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan oleh pabrik pembuatan APU dan ketika kegagalan terjadi. Perawatan APU dilakukan ketika preflight check, transit check, overnight check, A check, C check dan overhaul atau Hot Section Inspection (HSI). Kegiatan perawatan tersebut dilakukan pada jadwal tertentu yang mengikuti jam terbang pesawat, yang memiliki perbedaan item-item pengerjaan. [ref 11] Kegagalan terbagi atas kegagalan potensial dan kegagalan fungsional. Kegagalan potensial merupakan kondisi fisik yang teridentifikasi yang menunjukkan kegagalan fungsional sebentar lagi terjadi. Contoh kegagalan potensial APU adalah exhaust gas temperature meninggi akibat perubahan perbedaan tekanan udara pada differential air pressure regulator. Item yang sudah dalam kondisi kegagalan potensial bila terus
2
CASR 01; Maintenance" means inspection, overhaul, repair, preservation, and the replacement of parts.
10
dioperasikan lama-kelamaan akan terjadi kegagalan fungsional. Contoh kegagalan fungsional APU adalah tidak dihasilkan pengapian pada igniter plug. Perawatan yang dilakukan sebelum kegagalan fungsional terjadi disebut dengan preventif maintenance (PM). Kegiatan yang dilakukan dalam preventif maintenance adalah inspection, replacement, cleaning, lubrication dan adjustment. Perbaikan atau corrective maintenance dilakukan setelah kegagalan terjadi, dengan tujuan mengembalikan kondisi sesuai dengan fungsi yang disyaratkan. Pemeriksaan APU dilakukan sesuai dengan prosedur perawatan APU, dimulai dengan [ref 2] -
mengoperasikan APU dengan melihat indikator performance APU,
-
pengujian secara fungsional sistem listrik dan sistem udara bertekanan (bleed air system),
-
pemeriksaan keadaan luar APU seperti tertutupnya saluran masuk udara APU (inlet door vent) dan keretakan pada APU cowling,
-
pemeriksaan jumlah minyak pelumas,
-
pemeriksaan kebocoran di sekitar daerah belakang pesawat (tail section),
-
mematikan APU (shutdown APU).
Regulasi mensyaratkan suatu program keandalan yang memantau tingkat keandalan pesawat, yang dijadikan sebagai bagian pengontrolan dan penjagaan sistem-sistem dan pesawat yang dioperasikan agar berada dalam tingkat kelaikan terbang.3 Kegiatan pemantauan keandalan terdiri dari: a. event monitoring, memperhatikan event yang berhubungan dengan safety pesawat. b. trend monitoring, memperhatikan kecenderungan dari permasalahan yang termasuk tanda-tanda bahaya (alerts) dan rata-rata (rates) kegagalan.
3
FAR 121.373 concerning the continuing analysis and surveillance of the performance and effectiveness of its inspection program and the program covering other maintenance, preventive maintenance and alterations. Advisory circular 120-17A requires a program to indicate both exceedance from limits and the trends.
11
c. total performance monitoring, memperhatikan keseluruhan kualitas pesawat dan material didasarkan event dan trend monitoring parameter untuk mengevaluasi standard perawatan. Jenis data yang digunakan dalam pemantauan keandalan yaitu jenis data yang berhubungan dengan operasi pesawat (A/C flight hours), keterlambatan dan pembatalan, laporan penerbangan (pilot report), laporan perawatan (maintenance report), komponen unscheduled removal dan findings (service difficulty report). Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk memantau keandalan adalah trend monitoring. Tujuan dari trend monitoring adalah mengidentifikasi secepatnya kemungkinan terjadi peningkatan yang signifikan dari nilai-nilai yang berfluktuasi (trend analysis) [ref 8]. Input data yang digunakan adalah laporan kegagalan APU yang dilaporkan oleh teknisi dan pilot (PIREPS). Tujuan dari pemantauan PIREPS adalah mengidentifikasi trend dari kegagalan potensial dan/atau fungsional yang terjadi selama APU dioperasikan. Trend monitoring menggunakan teknik moving average (MA), dimana MA menggunakan data rata-rata dari periode sebelumnya, contohnya 3 bulan, 6 bulan dan lain-lain. Dengan nilai Xi yang berada selama n, harga rata-rata entri ke-i Mi adalah Mi =
Dimana;
X i − n +1 + X i − n + 2 + ... + X i n
(1)
Xi = jumlah kegagalan di saat i n = periode sebelumnya
2.4 METODE KEANDALAN Keandalan suatu sistem merupakan peluang sistem bekerja sesuai dengan fungsi yang disyaratkan selama periode waktu dan kondisi operasi tertentu. Setiap item dari sistem memiliki keandalan masing-masing, dimana keandalan satu item akan mempengaruhi keandalan pada sistem.
12
Ada beberapa langkah yang dilakukan untuk membentuk fungsi keandalan R(t), yaitu sebagai berikut 1. mendistribusikan data ke dalam metode least square fit, 2. menguji data ke dalam metode goodness of fit tests, 3. mengukur data sesuai dengan hasil pengujian distribusi dari langkah 1 dan 2 yang menggunakan parameter waktu dalam pengukuran laju kegagalan. Faktor-faktor penyebab terjadinya kegagalan pada sistem dapat dilakukan analisis pohon kegagalan (fault tree analysis). Analisis ini merangkaikan keandalan sub-sistem sesuai dengan rangkaian sistem dan urutan kejadian yang mempengaruhi terjadinya kegagalan. Selanjutnya teori keandalan dijabarkan sesuai dengan urutan langkah-langkah membentuk fungsi R(t). 2.4.1 Least square fit Metode least square fit merupakan metode penentuan jenis distribusi dengan melihat sebaran data sekitar garis lurus pada plot grafik. Metode ini mentransformasikan persamaan cumulative distribution function (CDF) ke dalam bentuk yang dapat diplot sebagai y = ax + b dimana;
y = hasil dari nilai F (x) a = slope x = waktu kejadian kegagalan b = intercept
Rumus F (x) =
i N +1
13
digunakan untuk mengestimasikan nilai CDF di tiap-tiap point di plot nonlinear. Bila seluruh data telah diplot, maka ditarik garis lurus. Garis lurus ini akan menghasilkan nilai slope (a) dan intercept (b).
Nilai ’a’ ditentukan dengan persamaan a=
xy − x y
x2 − x dan nilai ’b’ ditentukan dengan persamaan
2
b = y − ax Bila nilai a dan b diperoleh maka dapat ditentukan nilai coefficient of determination (r2). Nilai r2 sama dengan satu (1) atau semakin dekat dengan satu maka data dapat diproses dengan distribusi yang mengasilkan nilai r2 tersebut. Nilai r2 dapat ditentukan dengan persamaan r2 =
( xy − x y ) 2 2
2
( x 2 − x )( y 2 − y )
Contoh dan hasil analisis menggunakan metode least square fit ditunjukkan pada subbab 4.3 dan Lampiran F. Selain itu garis lurus menghasilkan parameter (shape parameter, scale parameter) dari masing-masing distribusi seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Parameter ini akan digunakan untuk mengukur nilai keandalan APU. [ref 14] Tabel 2.1. Pengelompokkan nilai x, y dan parameter metode least square of fit Distribusi
x
y
Weibull
ln t
⎡ 1 ⎤ ln ln ⎢ ⎥ ⎣1 − F( t ) ⎦
Lognormal
ln t
Φ-1(F)
Exponensial
t
⎡ 1 ⎤ ln ⎢ ⎥ ⎣1 − F ( t ) ⎦
Parameter Shape parameter Scale parameter b η = exp(- ) a=β a Lognormal parameter 1 b ω= to = exp (- ) a a λ = failure rate
14
2.4.2 Goodness of fit tests
Goodness of fit tests merupakan pengujian terhadap hasil hipotesa dari distribusi yang
didapatkan pada metode least square of fit. Pengujian ini membandingkan null hypothesis (Ho) dengan hipotesa (H1), dimana masing-masing hipotesa menyatakan: Ho = Waktu kegagalan dapat dianalisis dengan jenis distribusi tertentu. H1 = Waktu kegagalan tidak dapat dianalisis dengan jenis distribusi tertentu. Pengujian distribusi ini menggunakan metode statistik yaitu a. pengujian Mann’s untuk distribusi Weibull, b. pengujian Kolmogorov-Smirnov untuk distribusi Lognormal, c. pengujian Barlett’s untuk distribusi Exponensial, masing-masing pengujian memiliki nilai kritis tersendiri dan dilampirkan pada Lampiran C. Nilai kritis merupakan nilai pembanding terhadap hasil hipotesa. Bila nilai kritis lebih kecil dari pengujian maka Ho yang diterima; sebaliknya, H1 yang diterima. Pengujian Mann’s dilakukan dengan menentukan nilai Mann’s (M), derajat kebebasan pembilang dan penyebut. Untuk menentukan nilai Mann’s, dapat menggunakan rumus sebagai berikut; [ref 5] k1
M=
n −1
∑ [(ln t
i = n1 +1
i +1
− ln t i ) / M i ]
n1
k 2 ∑ [(ln t1+1 − ln t i ) / M i ] i =1
dimana
k1 =
n 2
k2 =
n −1 2
Mi = Zi+1 - Zi ⎡ i − 0,5 ⎞⎤ ⎛ Zi = ln ⎢− ln⎜1 − ⎟⎥ ⎝ n + 0,25 ⎠⎦ ⎣
Jika nilai M > Fcrit maka H1 diterima. Jika nilai M< Fcrit maka Ho diterima. Nilai Fcrit dapat dilihat pada Lampiran E, dengan menentukan derajat kebebasan pembilang sama dengan 2k2 dan derajat kebebasan penyebut sama dengan 2k1.
15
Pengujian Kolmogorov-Smirnov dilakukan dengan menentukan nilai Dn terhadap derajat kegagalan (α) dimana Dn = max (D1,D2). Untuk menentukan nilai Dn, dapat digunakan rumus sebagai berikut; [ref 5] ⎧⎪ i ⎛ t − t ⎞⎫⎪ ⎟⎬ D2 = max ⎨ − Φ⎜⎜ i ⎟⎪ 1≤i ≤ n n s ⎪⎩ ⎝ ⎠⎭
⎧⎪ ⎛ t − t ⎞ i − 1⎫ ⎟− D1 = max ⎨Φ⎜⎜ i ⎬ 1≤i ≤ n n ⎭ ⎪⎩ ⎝ s ⎟⎠ n
s2 =
∑( t i =1
i
− t )2
n −1
Jika nilai Dn < Dcrit, maka Ho diterima. Jika nilai Dn ≥ Dcrit, maka H1 diterima. Nilai Dcrit dapat dilihat pada Lampiran E, dengan menentukan derajat kegagalan dan jumlah kegagalan. Pengujian Barlett’s dilakukan dengan menentukan nilai Barlett’s (B) terhadap derajat kebebasan (n-1). Untuk menentukan nilai Barlett’s, dapat menggunakan rumus sebagai berikut; [ref 5] n r ⎤ ⎡ ⎛ ⎞ 2n ⎢ln⎜ ( 1 / n )∑ t i ⎟ − (1 / n )∑ ln t i ⎥ i =1 i =1 ⎠ ⎦ ⎣ ⎝ B= n +1 1+ 6n
Jika nilai
X 12−α / 2 ,n −1 < B < X α2 / 2 ,n −1 maka Ho diterima. Nilai X2 (chi khuadrat) dapat dilihat pada Lampiran C, dengan menentukan derajat kebebasan (n-1) untuk nilai 1-α. Pengujian ini harus menggunakan jumlah kegagalan lebih dari 20. Apabila jumlah kegagalan kurang dari 20 maka Ho ditolak. 2.4.3 Metode Parametrik
Metode parametrik merupakan metode yang menggunakan parameter untuk plot distribusi. Distribusi yang digunakan dalam analisis ini adalah Lognormal, Exponensial dan Weibull. Distribusi Lognormal digunakan untuk menggambarkan distribusi kegagalan di situasi yang bervariasi. Distribusi Exponensial digunakan ketika kondisi laju
16
kegagalan tetap. Namun distribusi Weibull merupakan distribusi yang digunakan secara luas dalam perhitungan keandalan dan pemodelan laju kegagalan dengan merubah parameter. Secara umum, fungsi-fungsi dari distribusi tersebut adalah sebagai berikut [ref 5, 6, 14]
a. Probability density function, pdf, disimbolkan dengan f(t) pdf merupakan peluang kegagalan selama selang waktu tertentu. b
P(a < t < b) =
∫ f ( t )dt a
Apabila terjadi kegagalan selama periode waktu tertentu [a, b] maka peluang dari kegagalan yang terjadi selama interval [a, b] merupakan daerah dibawah fungsi kerapatan kegagalan, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. pdf
f(t)
a
b t
Gambar 2.2. Kurva probability density function (pdf) antara waktu a dan b Untuk distribusi Weibull, Lognormal dan Eksponensial probability density function ditunjukkan pada Tabel 2.2. [ref 6]
17
Tabel 2.2. Probability distribution function (pdf) pdf, f(t)
Distribusi Weibull
Lognormal
β ⎛t ⎞ ⎜ ⎟ η ⎝η⎠
β −1
⎡ ⎛ t ⎞β exp ⎢ − ⎜ ⎟ ⎢⎣ ⎝ η ⎠
⎧ ⎪ 1⎡ ⎛t exp⎨− ⎢ln⎜⎜ ωt 2π ⎪ ω ⎢⎣ ⎝ t o ⎩ 1
⎤ ⎥ ⎥⎦
2 ⎫ ⎞⎤ ⎪ ⎟⎟⎥ ⎬ ⎠⎦⎥ ⎪ ⎭
λ exp(− λt )
Eksponensial
b. Cumulative distribution function, cdf, disimbolkan dengan F(t) cdf digunakan untuk menentukan peluang kegagalan suatu item sampai dengan waktu tertentu. t
F(t) = P(t ≤ t) =
∫ f ( t ) dt 0
Nilai dari cdf menunjukkan daerah yang diarsir di bawah kurva pdf yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Apabila suatu item dioperasikan sampai dengan waktu tertentu maka peluang suatu item yang mengalami kegagalan merupakan daerah yang diarsir.
Gambar 2.3. Kurva pdf dan daerah arsiran yang menunjukkan nilai cdf (ref 7)
18
Untuk distribusi Weibull, Lognormal dan Eksponensial cumulatif distribution
function ditunjukkan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Persamaan cumulatif distribution function Distribusi Weibull
cdf, F(t) ⎡ ⎛ t ⎞β ⎤ 1 − exp ⎢− ⎜⎜ ⎟⎟ ⎥ ⎢⎣ ⎝ η ⎠ ⎥⎦
Lognormal
⎡1 ⎛ t Φ ⎢ ln⎜⎜ ⎣ ω ⎝ to
⎞⎤ ⎟⎟⎥ ⎠⎦
1 - exp(-λt)
Eksponensial c. Reliability function (fungsi keandalan)
Reliability function, disimbolkan dengan R(t) digunakan untuk mengukur peluang kesuksesan suatu item sampai dengan waktu tertentu. Fungsi ini didapatkan dari persamaan probability density function, secara matematis dijabarkan sebagai berikut F(t) + R(t) = 1 R(t) = 1- F(t) Nilai keandalan menunjukkan daerah yang diarsir di bawah kurva pdf, yang diukur dari waktu tertentu (t) hingga batas waktu tak hingga pada Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Kurva pdf dan daerah arsiran yang menunjukkan nilai reliability (ref 7)
19
Parameter yang dihitung setelah didapatkan fungsi keandalan item yaitu MTTF (Mean Time To Failure). MTTF adalah mean (waktu rata-rata) atau expektasi nilai t yang dirumuskan sebagai berikut ∞
MTTF = ∫ tf ( t ) dt 0
Untuk distribusi Weibull, Lognormal dan Eksponensial MTTF ditunjukkan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Persamaan mean time to failure Distribusi Weibull
MTTF θГ(1+1/m)
Lognormal
to exp (ω2/2)
Eksponensial
1/λ
d. Failure rate (FR) Failure rate (FR) merupakan hubungan antara usia suatu unit dan frequensi kegagalan, atau jumlah kegagalan unit per waktu pada usia (t) atau disebut dengan laju kegagalan λ(t). Karakter dari laju kegagalan pada suatu item berbeda-beda sepanjang perubahan waktu. Karakter kegagalan dapat membentuk early failure,
random dan wear out. [ref 6] λ(t) =
λ(t) = -
f (t ) R (t )
1 d R (t ) R(t ) dt
Kegagalan early failure dapat disebabkan adanya kerusakan akibat rendahnya kualitas pembuatan item (manufacturing), pengontrolan dan beban yang berlebihan. Laju kegagalan ditandai dengan menurunnya kurva laju kegagalan. Pada parameter distribusi Weibull, bila β < 1 maka dinyatakan early failure.
20
Kegagalan random dapat disebabkan salah pengoperasian, kecelakaan, akibat kenaikan temperatur yang mendadak. Laju kegagalan ditandai dengan datarnya kurva distribusi laju kegagalan. Pada parameter distribusi Weibull, bila β = 1 maka dinyatakan random atau parameter β = 1 merupakan distribusi eksponensial. Kegagalan wear out disebabkan pengaruh penuaan (aging), keausan, kerapuhan, karat dan rendahnya kualitas perawatan. Laju kegagalan ditandai dengan meningkatnya kurva distribusi laju kegagalan. Pada distribusi Weibull, bila β > 1 maka dinyatakan
wear out. Bentuk grafik early failure, constant dan wear out dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Failure rate estimate, λ (t), fr/106
10
9
Wear out
8
Constant
7
6
Early Failure 5
4
t 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
5 4
x 103
Gambar 2.5. Karakter laju kegagalan early failure, constant dan wear out Untuk distribusi Weibull, Lognormal dan Eksponensial failure rate ditunjukkan pada Tabel 2.5. Tabel 2.5. Persamaan failure rate Distribusi Weibull
λ(t)
m⎛ t ⎞ ⎜ ⎟ θ ⎝θ⎠
m −1
Lognormal
f (t ) R( t )
Eksponensial
1 / MTTF
21
2.4.4 Fault Tree Analysis (FTA)
Fault Tree Analysis (FTA) merupakan metode mengurutkan penyebab kegagalan fungsi suatu sistem sehingga diketahui basic event. FTA merupakan pemodelan suatu logic yang menunjukkan variasi kombinasi dari event, terjadinya suatu kegagalan di sistem yang metimbulkan top event. Penelitian ini difokuskan pada penentuan top event (TE) dengan panduan troubleshooting manual APU GTCP85. [ref 7]
Top event (TE) didefinisikan sebagai modus kegagalan yang terjadi pada sistem. Penentuan top event akan disertai dengan penentuan akar-akar penyebab timbulnya top
event. Berikut ini merupakan metode pembentukan dan analisis pohon-pohon kegagalan : (ref 5, 7 dan 14) a. Metode Kualitatif
Metode kualitatif pohon kegagalan merupakan metode yang menggunakan pohon kegagalan dan analisis minimal cut set dalam penentuan top event. Berikut ini prosedur pembentukan pohon kegagalan : (ref 7) 1. menetapkan kegagalan yang terjadi (top event) pada suatu sistem, 2. membuat suatu rangkaian atau konstruksi pohon-pohon kegagalan yang digambarkan menggunakan simbol-simbol pada Tabel 2.6 yang sesuai dengan sistem dan kejadian-kejadian yang berhubungan, 3. menganalisis secara kualitatif beberapa kombinasi kejadian sebagai penyebab timbulnya top event.
22
Tabel 2.6. Simbol-simbol pada pohon-pohon kegagalan Simbol
Keterangan
AND gate, dimana kejadian output dapat terjadi bila seluruh kejadian input telah terjadi, ini dilambangkan dengan ( ∩ ) pada aljabar Boolean
OR gate, dimana kejadian output dapat terjadi bila telah terjadi salah satu kejadian input, ini dilambangkan dengan ( ∪ ) pada aljabar Boolean
Resultant event atau fault event, kejadian yang dihasilkan dari kombinasi beberapa kejadian kegagalan yang lain
Basic event yaitu element dasar sebagai pembentuk kegagalan Incomplete event, kejadian kegagalan yang tidak teridentifikasi penyebab kegagalan atau sebagai unsur tidak penting dalam analisis
Transfer-in, transfer out, digunakan sebagai penghubung pohon kegagalan yang tidak diselesaikan dalam satu halaman
Inhibit gate, dimana kejadian output terjadi bila kondisi X terjadi A X
dan syarat kondisi A dipenuhi
Normal event, element dasar sebagai pendukung rangkaian tetapi bukan bagian pembentuk kegagalan.
Konstruksi dari pohon kegagalan banyak menggunakan OR gate dan AND gate untuk menghubungkan antara resultant, basic, incomplete event ke top event. Kejadian-kejadian yang terletak di bawah merupakan input kejadian-kejadian yang terletak di atasnya merupakan suatu output (kegagalan). Tiap-tiap jenis gate menentukan output yang akan terjadi. Secara umum konstruksi pohon kegagalan dapat dilihat pada Gambar 2.6.
23
Top Event : System Failure AND/OR Gates Resultant Events AND/OR Gates Basic Event
Gambar 2.6. Konstruksi umum pohon kegagalan (ref 7) Metode yang digunakan untuk mengevaluasi kejadian-kejadian yang dianggap sebagai penyebab terbentuknya top event adalah metode minimal cut set. Metode ini mengurangi jumlah basic event yang tidak mempengaruhi terbentuknya top event, dengan membentuk suatu algoritma MOCUS. Berikut ini penjabaran penggunaan algoritma MOCUS; (ref 7) -
melakukan analisis top down pada konstruksi pohon kegagalan,
-
mengganti OR gates dengan input yang diletakkan secara vertikal yang mengakibatkan penambahan jumlah cut sets,
-
mengganti AND gates dengan input yang diletakkan secara horizontal pada kolom yang berbeda yang mengakibatkan penambahan ukuran cut sets
-
hasil akhir diperoleh dari pengurangan input terhadap input yang memiliki bentuk yang sama.
Contoh dari prosedur tersebut akan dijelaskan pada Bab IV sebagai analisis pohon kegagalan sistem APU.
24
b. Metode Kuantitatif
Metode kuantitatif dari analisis pohon kegagalan akan memberikan nilai peluang terjadinya atau tidak terjadinya top event. Bila minimal cut set ditemukan dalam bentuk n1
C1 = {c1,1, c1,2, ..., c1, n1} = { I c1, j } j =1
n2
C2 = {c2,1, c2,2, ..., c2,n2} = { I c2, j } j =1
nm
Cm = {cm,1, cm,2, ..., cm,n2} = { I cm, j } j =1
dan n1, n2,...n m boleh atau tidak boleh sama, FTA ini pada Gambar 2.7
Gambar 2.7. Metode cut set dari FTA Peluang terjadinya top event dinyatakan dengan m
P{TE} = P{ U Ci } i =1
m
⎛
ni
⎞
P{TE} = P{ U ⎜ I ci , j ⎟ } ⎜
i =1 ⎝ j =1
⎟ ⎠
25
Dengan
metode
inclusion-exclusion
dapat
dijabarkan
hasil
minimal
cut
set
Ci, i = 1, 2, ..., m, sebagai peluang terjadinya top event
P{TE} =
m
∑
P (Ci ) −
i =1
m2
+∑
m1
m −1
m
∑ ∑ P(C
i
∩ Cj)
i =1 j = i +1
m
∑ ∑ P (Ci ∩ Cj ∩ Ck) + ...
i =1 j = i +1 k = j +1
+ (-1)m-1P(Ci ∩ Cj ∩ Ck ..... ∩ Cm)
26