BAB II STUDI LITERATUR
2.1 Konsep Pemodelan Daellanbach
(1995)
mendefinisikan
model
sebagai
penggambaran,
menjelaskan, memperkirakan dan memproyeksikan karakteristik struktur atau perilaku fungsi suatu sistem (alami maupun buatan manusia). Bisa juga sebagai abstraksi dan simplifikasi suatu realitas melalui penggambaran karakteristik penting dari situasi nyata (problem situation). Tujuan dari model adalah sebagai pola ataupun alat yang membantu untuk kerangka berpikir, komunikasi, prediksi, pengendalian dan latihan serta pendidikan. Sedangkan manfaat dari model adalah untuk meminimumkan kejadian yang tidak diinginkan, mampu melihat kompleksitas, meminimumkan dampak negatif, mampu mengikuti perubahan dan dapat meminimumkan penalaran intuitif (Daellanbach, 1995). Klasifikasi model yang dikemukakan oleh Daellenbach (1995) dengan bermacam-macam sudut pandang adalah sebagai berikut: 1. Pembagian menurut fungsi (deskriptif, prediktif, normatif) 2. Pembagian menurut struktur (ikonik, analog, simbolik) 3. Pembagian menurut dimensi (tunggal, majemuk) 4. Pembagian menurut representasi waktu (statis, dinamis) 5. Pembagian menurut lingkungan (tertutup, terbuka) 6. Pembagian menurut derajat generalisasi (khusus, umum) 7. Pembagian menurut derajat kepastian (determenistik, probabilistik, uncertainty) 8. Pembagian menurut kuantifikasi (kualitatif, kuantitatif)
14
2.2 Definisi Teknologi dan Adopsi Teknologi Definisi teknologi yang diungkapkan oleh beberapa ahli adalah sebagai berikut. Zeleny pada tahun 1986 mendefinisikan teknologi terdiri dari 3 komponen yang saling berkaitan yakni hardware, software dan brainware. Hardware terdiri dari dari mesin-mesin dan peralatan yang digunakan untuk melakukan aktivitas. Software adalah pengetahuan yang digunakan hardware dalam melakukan tugas-tugasnya sedangkan brainware adalah dorongan penggunaan teknologi dalam cara yang khusus. Pada tahun 1989 UNESCAP memberikan definisi teknologi sebagai kombinasi dari 4 komponen dasar yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam suatu proses transformasi. Komponen tersebut adalah technoware, humanware,
infoware
dan
orgaware.
Pada
Tahun
1991,
Harrington
mendefinisikan teknologi sebagai alat untuk membantu otomatisasi proses bisnis. Ahli lain bernama Hall (1994) mendefinisikan Teknologi sebagai sebuah proses kreatif yang melibatkan manusia, pengetahuan dan sumber-sumber material untuk menyelesaikan permasalahan dan meningkatkan efisiensi. Pada Tahun yang sama OECD mendefinisikan teknologi terdiri atas paling sedikit 4 komponen yaitu teknik, pengetahuan, organisasi dan produk. Teknik meliputi mesin dan peralatan yang diperlukan dalam prosesproduksi (hardware). Pengetahuan dan organisasi dikenal sebagai software dan produksi merupakan hasil dari proses ketiga komponen tersebut. Definisi teknologi yang digunakan adalah yang dikemukanan oleh Kanz pada tahun 1996 yang mendefinisikan teknologi sebagai kemampuan untuk mengidentifikasi keinginan menentukan produk dan jasa yang dapat memenuhi keinginan dan menyusun kemampuan untuk membuat serta memasarkan produk atau jasa . Hidayati (2005) mendefinisikan adopsi teknologi sebagai keputusan untuk menerima dan menggunakan inovasi atau teknologi baru pada suatu tahap atau tingkat tertentu oleh seseorang atau suatu kelompok.
15
2.3 Konsep Jasa Sejumlah ahli mendefinisikan jasa secara berbeda-beda karena jasa memiliki arti dan ruang lingkup yang luas. Adapun definisi jasa yang dinyatakan oleh sejumlah pakar seperti Kotler (1994) yang mendefinisikan jasa sebagai setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produk jasa bisa berkaitan dengan produk fisik atau sebaliknya. Pada tahun 2000, Zeithaml dan Bitner mendefinisikan jasa sebagai semua aktifitas ekonomi yang hasilnya bukan berbentuk produk fisik yang umumnya dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan dan memberikan nilai tambah. Sedangkan Lovelock (2004) dalam Kasegrina (2007) mendefinisikan jasa sebagai sebuah sistem yang terdiri atas dua komponen utama, pertama operasi jasa dimana masukan (input) diproses dan elemen-elemen produk jasa diciptakan; kedua penyampaian jasa dimana elemen-elemen produk jasa tersebut dirakit, diselesaikan dan disampaikan kepada pelanggan. Konsep jasa pada penelitian ini menggunakan definisi yang dikemukakan oleh Zeithaml dan Bitner (2000), serta Lovelock (2004). 2.4 Karakteristik Jasa Produk jasa memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk berupa barang. Parasuraman (1985); Zeithaml dan Bitner (2000), Kotler dan Keller (2006) menyebutkan terdapat 4 karakteristik pada jasa adalah: 1. Intangibility, jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, dicium, didengar, atau dirasakan sebelum dikonsumsi. Untuk mengurangi ketidakpastian pada pelanggan harus diperhatikan tanda-tanda kualitas jasanya. Karena jasa bersifat tidak bisa disimpan, tidak dapat dipatenkan, sulit dikomunikasikan dan ditunjukkan, serta sulit untuk menentukan harga. Maka tugas penyedia jasa adalah mengelola bukti dan memberikan bukti-bukti fisik sebagai perbandingan pada penawaran abstraknya.
16
2. Inseparability dimana jasa dikonsumsi dan diproduksi secara terusmenerus. Barang biasanya diroduksi terlebih dahulu, kemudian dijual baru dikonsumsi. Barang-barang jasa pada umumnya dijual terlebih dahulu kemudian diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama. Oleh karena itu diperlukan interakasi langsung antara penyedia jasa dan pelanggan. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan mempengaruhi hasil dari suatu jasa. Dalam hal ini efektivitas individu yang menyampaikan jasa merupakan unsur kritis keberhasilan bisnis jasa. 3. Heterogeneity karena jasa adalah kinerja, produksi oleh manusia, maka tidak ada dua jasa atau lebih yang serupa. Orang yang memberikan jasa, kinerjanya akan selalu berbeda oleh karena itu jasa bersifat sangat bersifat variabel karena merupakan non-standardized output, yang artinya terdapat banyak variasi bentuk, kualitas dan tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi. 4. Perishability Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama, tidak dapat disimpan untuk pemakaian ulang, dijual kembali, atau dikembalikan. Pemanfaatan kapasitas secara penuh dari suatu jasa merupakan tantangan bagi manajemen jasa karena permintaan jasa sangat bervariasi sementara membentuk persediaan jasa, untuk mengatasi fluktuasi ini bukan merupakan suatu pilihan. Oleh sebab itu perusahaan-perusahaan jasa harus mampu mengevaluasi kapasitas dan berusaha mencari subsitusi jasa yang permintaanya tidak dapat terpenuhi agar setiap saat dapat melakukan penyeimbangan antara penawaran dan permintaan. 2.5 Penerimaan Teknologi Informasi Lee (2007) menyebutkan bahwa perkembangan teknologi informasi saat ini terus meningkat sehingga dapat membuat aplikasi canggih dengan nilai ekonomis tinggi. Apabila hambatan teknis dapat teratasi, hal tersebut menjadi faktor sangat penting dalam berkembangnya kemampuan untuk menciptakan aplikasi bagi pengguna. Oleh karena itu, praktisi dan peneliti memerlukan suatu
17
pemahaman lebih baik mengenai peraturan pemakaian teknologi informasi dalam rangka memikirkan metoda praktis mengevaluasi teknologi dan untuk memprediksi bagaimana reaksi pemakai terhadap informasi teknologi. Diharapkan penelitian tersebut dapat menciptakan metoda yang bisa meningkatkan penerimaan pemakai. Penyelidik sistim informasi sudah mengusulkan intention model menggunakan psikologi sosial sebagai dasar teori potensial untuk meneliti faktor penentu perilaku pemakai (Cheung, 2001). Theory of Reason Action (TRA) merupakan model yang diperkenalkan oleh Fishbein dan Ajzen's (1975) adalah suatu model yang biasa digunakan secara luas dan telah terbukti dapat memprediksi dan menjelaskan perilaku variasi dari domain.
Gambar 2.1 Theory of Reasoned Action / TRA (Ajzen & Fishbein, 1980) Tabel 2.1 menjelaskan mengenai masing-masing definisi untuk setiap faktor dalam Theory of Reasoned Action / TRA (Ajzen & Fishbein, 1980). Tabel 2.1 Definisi Variabel TRA (Ajzen & Fishbein, 1980) Variabel Behavioural Intention
Definisi Intensi atau ketertarikan
seseorang
untuk membentuk suatu perilaku Sikap (Attitude)
Suatu perasaan positif atau negatif seseorang tentang pembentukan suatu perilaku tertentu
18
Tabel 2.1 Lanjutan Definisi Variabel TRA Variabel Norma Subyektif (Subjective Norm)
Definisi Pengaruh yang diterima seseorang yang berasal
dari
tekanan
sosial
untuk
membentuk atau tidak membentuk sutau perilaku tertentu Akibat terdapatnya kekurangan faktor kontrol perilaku karena tidak semua individu memiliki kontrol terhadap sikap maupun perilaku mereka sendiri menjadi dasar alasan Ajzen (1985) mengembangkan TRA dengan memasukkan konstruk kontrol, yang dapat memprediksi perilaku dan niat perilaku. Model perbaikan inilah yang disebut Theory of Planned Behaviour (TPB). Hasil empiris yang dilakukan Venkatesh (2000) menunjukkan kehandalan dalam menggunakan dua teori ini dalam mempelajari faktor penentu perilaku pemakai teknologi informasi.
Gambar 2.2 Theory of Planned Behaviour / TPB (Venkatesh, 2000) Perceived Behavioral Control didefinisikan sebagai persepsi seseorang terhadap kemudahan ataupun kesulitan membentuk suatu perilaku tertentu. Faktor Perceived Behavioral Control dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kontrol terhadap suatu kepercayaan (Control Beliefs) dan fasilitas yang diterima (Perceived Facilitation).
19
2.5.1 Technology Acceptance Model (TAM) (Davis, 1989) Salah satu teori yang menjelaskan tentang model pendekatan penerimaan teknologi adalah technology acceptance model. Technology Accepatnace Model (TAM) dapat digunakan untuk mengukur tingkat penerimaan pengguna terhadap teknologi. TAM mendefinisikan terdapat dua faktor yang mempengaruhi penerimaan pengguna terhadap teknologi yaitu persepsi akan manfaat teknologi dan persepsi akan kemudahan dalam menggunakan teknologi. Kedua faktor tersebut mempengaruhi kemauan untuk memanfaatkan teknologi. Selanjutnya kemauan untuk memanfaatkan teknologi akan mempengaruhi penggunanan teknologi yang sesungguhnya (Stevanus, 2005). Technology Acceptance Model (TAM), yang diperkenalkan oleh Davis (1989) adalah suatu adaptasi dari Theory of Reasoned Action (TRA) yang dikhususkan untuk memodelkan penerimaan pemakai (user acceptance) terhadap sistem informasi. Tujuan TAM adalah: •
Menjelaskan faktor penentu penerimaan teknologi berbasis informasi secara umum,
•
Menjelaskan
perilaku
pemakai
akhir
(end-user)
teknologi
informasi dengan variasi yang cukup luas dan populasi pemakai, Idealnya suatu model merupakan prediksi disertai dengan penjelasan, sehingga peneliti dan praktisi dapat mengidentifikasi mengapa sistem tertentu mungkin tidak dapat diterima, sehingga diperlukan mengambil langkah perbaikan untuk mengatasinya (Daellenbach, 1995). Suatu kunci tujuan TAM adalah untuk menyediakan basis untuk mengetahui pengaruh dari faktor eksternal pada kepercayaan internal, sikap, dan niat. TAM diformulasikan untuk mencapai tujuan ini dengan mengidentifikasi sejumlah kecil variabel pokok yang diperoleh dari penelitian sebelumnya terhadap teori dan faktor penentu dari penerimaan teknologi, serta menggunakan TRA sebagai latar belakang teoritis untuk memodelkan hubungan antar variabel.
20
Gambar 2.3 Technology Acceptance Model / TAM (Davis, 1989) Pada Gambar 2.3 menunjukkan terdapat dua kepercayaan dalam TAM yakni Perceived Usefulness (PU) dan Percieved Ease of Use (PEOU) yang merupakan keterkaitan utama untuk perilaku penerimaan teknologi. Definisi PU adalah tingkatan kepercayaan individu terhdap sutau teknologi tersebut akan meningkatkan kemampuan atau kinerja bekerjanya (Cheung, 2001). Definisi ini sesuai dengan arti dari kata usefulness yakni dapat digunakan sehingga menguntungkan. Apabila didalam konteks organisasi, peningkatan performansi pekerja dapat dilakukan dengan adanya kenaikan pangkat, promosi, bonus, dan penghargaan (Cheung, 2001). Sistem dengan nilai PU tinggi pada kepercayaan penggunanya akan menimbulkan hubungan positif dengan kinerja penggunanya. PEOU mengacu pada tingkatan sejauh mana individu percaya bahwa teknologi yang akan diadopsi mudah untuk digunkan (less effort). Definisi dari ease adalah bebas dari kesukaran atau usaha besar sedangkan usaha memiliki definisi sebagai sumber daya terbatas dari seseorang untuk melakukan berbagai aktivitas (Webster, 1995). PU dan PEOU dipengaruhi oleh variabel-variabel eksternal seperti dorongan atau tekanan pihak lain, perubahan lingkungan serta trend ditengah pengguna teknologi. Pada tahun 2000, the Institute for Scientific Information’s Social Science mengutip 2 artikel dari jurnal yang memperkenalkan TAM (Davis, 1989). Dalam dekade ini TAM telah disempurnakan, sehingga model yang dapat memprediksi penerimaan teknologi pemakai tersebut menjadi lebih efisien.
21
2.5.2 Perbedaan Antara TAM dan TPB Ada tiga perbedaan utama antara TAM dan TPB, yaitu: Pertama, terdapat beberapa variasi diantara TMA dan TPB. Kedua, TAM tidak detail menjelaskan mengenai variabel sosial sedangkan TPB sebaliknya. Terakhir pada TAM dan TPB mengontrol perilaku dengan cara yang berbeda. Perbedaan tersebut akan dijelaskan pada poin-poin dibawah. 2.5.2.1 Derajat Generalisasi TAM diasumsikan bahwa kepercayaan mengenai kegunaan dan kerugian dari suatu produk selalu merupakan faktor penentu yang utama dalam mengambil keputusan pemakai untuk menggunakan produk tersebut. Definisi ini adalah suatu pilihan yang wajar menurut Davis (1989), ‘a belief set that … readily generalizes to different computer systems and user populations’. Sedangkan, TPB beranggapan bahwa kepercayaan pemakai bergantung pada situasi masingmasing. Karena itu model TPB tidak berasumsi bahwa kepercayaan itu yang berlaku pada satu konteks juga akan berlaku pada konteks yang lain. Walaupun beberapa kepercayaan ada yang digeneralisasi dan ada juga yang tidak. Perbedaan yang terdapat diatas akan menghasilkan 3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
Dalam beberapa situasi terdapat variabel kerugian dan kegunaan dari suatu produk dapat mempredikasi keinginan dari pemakai. Sebagai contoh, kemudahan dalam memperoleh produk, boleh jadi suatu faktor penting bagi pemakai
menentukan
penggunaan
produk
tersebut.
Mengidentifikasi
kepercayaan ini menjadi bagian dari metodologi riset yang baku untuk TPB. Sedangkan pada TAM hal tersebut bukanlah bagian penting dari model.
TPB lebih sulit untuk diterapkan pada konteks pemakai yang berbeda dibanding TAM (TAM memperhitungkan konstruk dengan cara yang sama untuk setiap situasi). Di sisi lain, TPB memerlukan suatu studi untuk mengidentifikasi hasil relevan, kelompok acuan, dan variabel kendali didalam tiap-tiap konteks yang digunakan. Hal Ini menjadi kompleks jika pemakai
22
berbeda menggolongkan hasil yang berbeda dari pemakaian sistem yang sama. Sebagai contoh, para siswa yang menggunakan suatu pelajaran sistem teknologi dapat memaksimalkan nilai ujian (prestasi), sedangkan guru dapat akan menggunakan sistem untuk membuat lebih efisien waktu mengajar. Instrumen TPB bisa dikhususkan untuk masing-masing kelompok.
Materi TPB memerlukan suatu alternatif perilaku eksplisit jika ingin memperoleh hasil yang sama. Sebagai contoh, jika bertanya pada seseorang mengenai penggunaan suatu program untuk memperhitungkan anggaran penjualan supaya menghemat waktu dan ketepatan akurasi penghitungan dibandingkan
menggunakan
kalkulator;
Pertanyaan
dengan
basis
perbandingan yang diajukan harus jelas dan tegas agar perilaku alternatif dapat teridentifikasikan. Para pemakai potensial boleh jadi diminta untuk bereaksi terhadap hal yang berikut: ‘Penggunaan suatu program sebagai ganti suatu kalkulator akan menghemat waktu dalam mengerjakan anggaran penjualan. (Setuju/Tidak Setuju)’ Jika menggunakan TAM akan berbeda karena tidak memerlukan identifikasi suatu perilaku spesifik untuk perbandingan. Keuntungan dari pendekatan TPB adalah bahwa semua responden sedang membuat perbandingan yang sama. Target perbandingan tidaklah ditetapkan instrumen TAM, dan boleh untuk obyek yang berbeda (Cheung, 2001). Kerugian dari pendekatan TPB, bahwa titik acuan ini tidak berlaku bagi semua individu. Sebagai contoh, menanyakan kepada orang-orang mengenai penggunaan kalkulator tersebut, mengenai mana yang lebih cepat dan lebih baik. Sebagian orang mungkin akan menggunakan suatu sistem bantu pengambilan keputusan (Decision Support System/DSS) khusus sebagai pengganti kalkulator, sehingga pertanyaan tidak membuat suatu perbandingan. 2.5.2.2 Pengaruh Sosial Perbedaan utama yang kedua antara TAM dan TPB adalah bahwa TAM secara eksplisit memasukkan variabel sosial. Hal ini menjadi penting jika terdapat
23
variasi yang tidak dijelaskan pada model tersebut. Davis (1989) menjelaskan bahwa norma-norma sosial tidak mempengaruhi hasil akhir. Sebagai contoh, seorang pegawai akan merasa tertekan jika penyelia mengharuskan menggunakan sistem tertentu, sehingga pegawai tersebut menghasilkan evaluasi performansi yang rendah. Norma-norma sosial akan memperhitungkan sampai taraf tertentu didalam mengevaluasi hasil. Variabel sosial didalam TPB masih memiliki perbedaan unik yaitu terletak pada niat. Sedangkan efek sosial yang secara langsung tidak dapat dihubungkan dengan hasil dari pekerjaan adalah mengenai kegunaannya. Sebagai contoh, beberapa individu mungkin menggunakan suatu sistem sebab persepsinya teknologi yang sedang digunakan merupakan teknologi paling mutakhir, sehingga akan lebih membantu pekerjaan. Motivasi ini lebih mungkin ditangkap oleh TPB dibanding oleh TAM (Cheung, 2001). 2.5.2.3 Kontrol Perilaku Perbedaan utama yang ketiga antara TAM dan TPB adalah perlakuan terhadap kontrol perilaku yang mengacu pada ketrampilan, peluang, dan sumber daya diperlukan menggunakan sistem tersebut. Variabel tersebut tercakup didalam TAM yaitu PEOU. Uji PEOU materi dilakukan Davis (1989) dimana PEOU mengacu pada hubungan antara kemampuan responden dan ketrampilan yang diperlukan oleh sistem. Walaupun kemampunan penguasaan keterampilan adalah penting, kadangkadang kontrol lain akan muncul. Ajzen (1985) membedakan antara faktor pengawasan intern adalah karakteristik individu, dan faktor eksternal yang tergantung pada situasi tersebut. Faktor internal meliputi keterampilan. Faktor Kendali eksternal meliputi waktu, kesempatan, dan kerja sama dari yang lain. PEOU sesuai dengan faktor keterampilan yang internal. Bagaimanapun, isu kendali eksternal tidaklah dipertimbangkan TAM dalam penjelasan manapun. Walaupun bisa menjadi argumentasi bahwa PEOU adalah ‘I would find [the
24
system]
easy
to
use’
(Davis,
1989)
menyiratkan
bahwa
responden
mempertimbangkan kendali eksternal, tidak secara eksplisit. Beberapa faktor kendali akan menjadi stabil pada beberapa situasi, sedangkan lainnya tergantung dari konteks ke konteks (Ajzen, 1985). Perorangan mengambil keterampilan yang sama dari situasi ke situasi, dan kepada tingkat keterampilan yang sama itu diperlukan untuk tugas berbeda. Kemampuan harus menjadi suatu faktor kendali yang stabil. Menurut Hill (1987) dalam pyang dikutip oleh Cheung (2001) menemukan bahwa ukuran keberhasilan produk secara umum dapat memprediksi niat (intention) untuk menggunakan produk yang mengedepankan
teknologi.
Isu
mengenai faktor kendali akan menjadi
idiosyncratic pada keadaan tertentu. Sebagai contoh, ketersediaan suatu jaringan telepon adalah hal penting bagi unit penjualan dalam suatu perusahaan, namun menjadi hal yang tidak terlalu penting bagi unit yang lain. TPB mengambil variabel kendali yang penting untuk masing-masing situasi secara bebas, sehingga lebih mungkin untuk digunakan pada situasi-faktor spesifik. TAM hanya mengidentifikasi sedikit penghalang pada idiosyncratic yang digunakan. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Davis (1989) bahwa dalam mengembangkan suatu model yang dapat diterapkan pada banyak situasi, akan dapat menyebabkan model kehilangan faktor kendali yang penting bagi konteks. 2.5.3 Extension Of Technology Acceptance Model (TAM2) Suatu studi adopsi teknologi telemedis dengan menggunakan TAM telah menyimpulkan penjelasan TAM mengenai niat dan sikap yang relatif rendah sehingga Hu (1999) yang digunakan oleh Cheung (2001) mengusulkan pengintegrasian TAM itu dengan model informasi teknologi atau menyatukan faktor tambahan dapat membantu ke arah peningkatkan kegunaan spesifikasi dan penjelasan dalam suatu area spesifik. Peneliti sistem informasi sudah mulai menggunakan TAM untuk menguji PU dan PEOU menggunakan microcomputer mengetahui tada yang perlu dikritisi dari studi TAM yakni terdapatnya faktor eksternal yang mempengaruhi PU dan
25
PEOU, untuk membuktikan hal tersebut, Venkatesh dan Davis (1996) menggunakan 3 eksperimen untuk menyelidiki faktor penentu dari PEOU. Hasilnya menunjukkan bahwa Self-Efficacy sangat mempengaruhi PEOU, sedangkan sasaran penggunaan sistem mempengaruhi persepsi pemakai setelah mereka mempunyai pengalaman dengan sistem. Selanjutnya Venkatesh dan Davis (2000) mengembangkan dan menguji model TAM2 dengan memasukkan sejumlah faktor penentu untuk PU. Lihat Gambar 2.4 merupakan model perluasan dari TAM (Technology Acceptance Model) yang menjelaskan niat pemakaian dan kegunaan yang diirasa dalam kaitan dengan proses pengaruh sosial (norma hubungan, voluntaryness, dan gambaran) dan teori proses sebagai penolong (keterkaitan pekerjaan, kualitas hasil, hasil demonstrabilitas dan PEOU). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa semua teori dan pengaruh sosial mempengaruhi penerimaan terhadap teknologi. 2.5.4 Persepsi Resiko Resiko Persepsi adalah suatu faktor kritis yang mempengaruhi tingkat adopsi. Cheung (2001) menyatakan bahwa tingkat dari Percieved Risk (PRISK) secara negatif dihubungkan dengan kecepatan adopsi. Resiko yang dirasa melingkupi suatu inovasi dapat menyebabkan orang untuk menunda keputusan mengadopsi atau menolak inovasi. PRISK digambarkan sebagai ketidakpastian itu bahwa pelanggan tidak bisa mengambil resiko dalam proses pengguna. Definisi tersebut menyoroti hal yang relevan tentang Perceived Risk yaitu ketidakpastian dan konsekwensi. Perceived Risk dapat terdapat banyak format, tergantung pada produk dan karakteristik konsumen. Tingkat resiko yang konsumen rasa dan toleransi pengambilan resiko adalah faktor yang mempengaruhi strategi pembelian mereka. Harus ditekankan konsumen itu dipengaruhi rasa dalam mengambil resiko. Cheung (2001) yang diambil dari penelitian Semenik dan Bamossy pada tahun 1994 menyatakan bahwa karakteristik tingkat resiko produk akan mempercepat atau menghalangi keinginan untuk pelanggan membeli.
26
Cheung (2001) yang diambil dari penelitian Mitchell dan Greatorex pada tahun 1993, membuat daftar dan strategi mengenai permasalahan resiko dan ketidakpastian dalam pembelian jasa. Strategi tersebut membantu meningkatkan kecepatan pengadopsian dan difusi jasa. Strategi yang diusulkan meliputi kesetiaan merek, kekuatan merek, pencitraan, saran dari penjual, penyerahan secara lisan, percobaan, dan penawaran khusus. Dalam rangka menyelidiki perbedaan didalam perceived risk dan kegunaan strategi pengurangan resiko, Mitchell dan Greatorex (1993) yang dalam studi pustaka yang dilakukan Cheung (2001) melakukan riset empiris untuk mendapatkan jasa/usaha yang memiliki resiko terbesar. Hasil penelitian tersebut adalah bahwa usaha yang memiliki resiko terbesar yaitu: salon, hotel, perbankan, rumah makan, fitness centre dan rumah makan cepat saji. Bagaimanapun, kesetiaan terhadap brand memiliki manfaat dalam mereduksi resiko. Terdapatnya
penyimpangan
dalam
hubungan
yang
dihipotesakan
merupakan tema umum yang mendasari riset pengadopsian teknologi adalah pemasukan persepsi dari suatu teknologi informasi yang merupakan variabel yang berdiri sendiri. Model yang berbeda akan mengubah konseptualisasi persepsi, contohnya untuk TAM (Davis, 1989) meliputi hanya dua persepsi, TRA (Fishbein dan Ajzen, 1975) dan TPB (Ajzen, 1985) dimana keduanya menghasilkan rekomendasi persepsi akan timbul akibat informasi dari sistem teknologi. Ditambahnya persepsi resiko pada model TAM ini menghasilkan model baru yang biasa disebut sebagai TAM2 (Venkatesh dan Davis pada tahun 2000) atau perpanjangan dari model TAM. gambar 2.4 merupakan model TAM2 (Venkatesh dan Davis (2000)).
27
Gambar 2.4 Extension of Technology Acceptanceb Model / TAM2 (Venkatesh & Davis, 2000) Model yang diajukan oleh Cheung pada tahun 2001 mengambil model TAM2 yang telah dimodifikasi agar sesuai dengan teknologi yang akan ditelitinya (internet banking). Gambar 2.5 merupakan model yang diajukan oleh Cheung dalam penelitiannya.
Norma Subyektif Subjective Norm (SNORM)
Pencitraan
Kegunaan yang dirasakan Perceived Usefulness (PU)
Image (IM)
Niat mengadopsi/ menggunakan Internet Banking
Demonstrabilitas Hasil
Intention to Adopt/Continual Usage of Internet Banking(INTENT)
Result Demonstrability (RD)
Resiko yang dirasakan
Kemudahan yang dirasakan Perceived Ease of Use (PEOU)
Technology Acceptance Model
Perceived Risk (PRISK)
Computer SelfEfficacay
Gambar 2.5 Model Penerimaan Teknologi Internet Banking (Cheung, 2001)
28
2.6 Layanan Perbankan Bank merupakan jenis usaha dalam bidang jasa. Dalam menjalankan usahanya bank menerima dana dari masyarakat berupa simpanan yang dapat berbentuk tabungan, deposito atau simpanan uang dalam bentuk lain yang dapat dipersamakan dengan itu. Dana yang terkumpul oleh bank akan disalurkan dalam bentuk kredit kepada masyarakat yang memerlukannya. Bank merupakan lembaga perantara untuk menyalurkan dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana agar dipergunakan oleh pihak yang memerlukan dana. Peranan bank sebagai lembaga perantara ini ditengah masyarakat semakin diperlukan untuk memperlancar sirkulasi dana dalam perekonomian Disamping kegiatan menerimaan dana dan menyalurkan dana, bank juga menyediakan jasa dalam bentuk penyediaan fasilitas-fasilitas cara pembayaran misalnya dengan mengeluarkan cheque, menyediakan fasilitas kartu kredit, kartu debet, Automatic Teller Macine (ATM) untuk membantu kelancaran aktivitas pembayaran kliennya. Jasa-jasa yang disediakan bank ini berfungsi untuk mempermudah lalu lintas aliran uang didalam masyarakat menjadi semakin lancar. Keuntungan yang diperoleh bank dari usaha yang dilakukannya, sebagian besar berasal dari aktivitas kredit, namun pada perkembangannya keuntungan bank yang berasal dari aktivitas bukan kredit - yaitu yang berasal dari fee service jasa bank misalnya diperoleh dari menyediakan fasilitas pembayaran transaksi tertentu bagi kliennya. Keuntungan yang diperoleh bank akan meningkat apabila bank dalam melakukan usahanya dapat meningkatkan effektifitas dan Perusahaan Jasa Perbankan seperti pula bidang usaha lain harus siap menghadapi persaingan dalam era globalisasi. Untuk dapat terus mempertahankan eksistensi dirinya di dalam industri tersebut maka bank harus dapat menganalisa keadaan lingkungan usaha. Untuk selanjutnya perusahaan harus dapat melihat persaingan yang terjadi di dalam lingkungan usaha tersebut dan tetap terus mendapatkan klien yang akan menguntungkan. Bank dituntut untuk dapat melihat jenis usaha apa yang
29
dilakukan konsumen yang menguntungkan untuk dibiayai dengan dana perbankan. 2.7 Jenis Data Dan Skala Pengukuran Data sebagai bahan baku dalam penelitian sangat mutlak diperlukan, oleh karena itu siperlukan pemahaman yang baik mengenai aspek-aspek penting dari data. Klasifikasi data berdasarkan jenisnya (Umar, 2003): 1. Data Primer dan Data Sekunder •
Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama, misalnya melalui wawancara, pengisian kuesioner atau bukti transaksi. Data ini merupakan data mentah yang kelak akan diproses untuk tujuan-tujuan tertentu sesuai dengan kebutuhan.
•
Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut, misalnya dalam bentuk tabel, grafik, diagram dan sebagainya, sehingga lebih informatif jika digunakan oleh pihak lain. Kelemahan dari data sekunder ini adalah bisa terjadi data tidak sesuai dengan yang dibutuhkan.
2. Data Internal dan Data Eksternal •
Data internal merupakan data yang didapat dari dalam perusahaan tempat penelitian dilakukan.
•
Data eksternal merupakan data yang diperoleh dari luar perusahaan.
3. Data Time Series dan Cross Section •
Data time series atau biasa disebut juga data deret waktu merupakan sekumpulan data dari suatu fenomena tertentu yang didapat dalam interval waktu.
•
Data cross section ataupun data satu waktu adalah sekumpulan data suatu fenomena tertentu dalam satu kurun waktu saja.
30
Pengukuran terhadap satu objek penelitian khususnya pengukuran terhadap perilaku atau sikap seseorang terhadap sesuatu lebih sulit dibandingkan mengukur kinerja keuangan dari suatu perusahaan, oleh karena itu diperlukan skala untuk membantu konsep diatas. Suliyanto (2006) menyebutkan bahwa skala digunakan untuk memberikan nilai pada satuan atribut yang diukur. Terdapat empat skala yang biasa digunakan dalam penelitian (Sekaran, 2003) antara lain: 1. Skala Nominal
:
Merupakan skala yang paling sederhana, di mana angka yang diberikan kepada suatu kategori tidak menggambarkan kedudukan kategori tersebut terhadap kategori lainnya, namun hanya skedar kode maupun label.
2. Skala Ordinal
:
Skala ini mengurutkan data dari tingkat yang paling rendah ke tingkat yang paling tinggi atau sebaliknya, walaupun tidak memperhatikan interval atau jarak data tersebut. Fungsi bilangan pada skala ordinal adalah sebagai simbol untuk membedakan suatu keadaan dengan keadaan lainnya.
3. Skala Interval
:
Skala pengukuran yang digunakan untuk menyatakan peringkat antar tingkatan. Pada skala ini jarak atau interval antar tingkatan sudah jelas, namun belum memiliki nilai nol (0) yang mutlak. Skala interval memiliki tingkatan yang lebih tinggi dibandingkan skala ordinal karena selain menyatakan peringkat, jarak antara tingkatan sudah jelas. Skala interval memudahkan untuk megukur perbedaan antara dua faktor
dalam
skala
tertentu
Skala
ini
dapat
menghasilkan nilai rata-rata dan standar deviasi dari tiap variabel.
31
4. Skala Rasio
:
Skala rasio mencakup tiga skala sebelumnya, ditambah dengan sifat lainnya yaitu ukuran ini memiliki nilai 0 mutlak atau pasti. Nilai-nilai pada skala dapat diperbandingkan, misalnya dalam bentuk perkalian dan pembagian. Angka pada skala ini merupakan ukuran yang sebenarnya dari data kuantitatif.
2.7.1 Skala Likert Skala Likert merupakan cara pengukuran paling umum digunakan dalam penelitian yang melibatkan survei. Metoda ini dikembangkan oleh Rensis Likert (1930) yang digunakan untuk mengukur sikap seseorang dengan menempatkan kedudukan sikapnya pada kesatuan perasaan kontinu yang berkisar dari “sangat positif” hingga “sangat negatif”. Skala Likert ini biasa disebut juga dengan summated rating atau additive scale (Parmiasih (2008) yang diambil dari Neumann (2000) ). Dibawah ini adalah beberapa faktor yang menyebabkan skala Likert mudah digunakan: •
Mudah dibuat dan diterapkan.
•
Adanya kebebasan dalam memasukkan item-item pertanyaan yang relevan dengan masalah.
•
Jawaban atas suatu item dapat berupa alternatif, sehingga dapat memberikan informasi yang lebih jelas dan nyata terhadap item tersebut.
•
Dengan jumlah item cukup besar, tingkat reliabilitas yang tinggi dengan dicapai. Setiap kategori jawaban responden perlu diberi nilai, untuk item
pertanyaan positif berbeda dengan item pertanyaan negatif. Kategori penilaian skala Likert dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini
32
Tabel 2.1 Ketentuan Penilaian Responden Untuk Kuesioner (Sekaran, 2003) Sikap Responden
2.8
Item Positif
Item Negatif
Sangat Setuju
5
1
Setuju
4
2
Netral
3
3
Tidak Setuju
2
4
Sangan Tidak Setuju
1
5
Teknik Sampling Data yang dipakai dalam penelitian belum tentu merupakan keseluruhan dari
suatu populasi. Hal ini mungkin disebebkan beberapa kendala, seperti populasi yang tak terdefinisikan, adanya kendala biaya, waktu, tenaga serta masalah heterogenitas atau homogenitas dari elemen populasi tersebut. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan sampel adalah bagamana sampel ini diambil dan berapa banyak elemen populasi yang kan diambil menjadi anggota sampel. Berikut ini beberapa teknik sampling yang umum dipakai dalam penelitian (Sekaran, 2003): 1. Sampel Probabilitas
: Merupakan metoda dimana setiap anggota populasi kepada
memiliki populasi
kesempatan untuk
yang
dijadikan
sama
sampel.
Dikatakan sederhana karena pengambilan sampel ini relatif sederhana, hanya memerlukan satu tahap prosedur pengambilan sampel (Umar, 2003). Ada beberapa cara pengambilan sampel probabilitas antara lain: cara acak sederhana, sara stratafikasi dan cara kluster 2. Sampel Nonprobabilitas
: Merupakan teknik dimana tiap anggota tidak memiliki kesempatan yang sama dijadikan
33
sampel. Teknik pengambilan sampel ini akan memilih
anggota
populasi
yang
dapat
memberikan informasi secara maksimal atau yang paling mudah ditemui. Teknik pengambilan sampel
nonprobabilitas,
yaitu:
convenience
sampling, quota sampling, purposive sampling dan snowball sampling. Menurut Sekaran (2003) penelitian yang dilakukan dengan mengambil data secara studi kasus memiliki alternatif tujuan yaitu: 1. Eksploratori yaitu mengembangkan teori baru. 2. Deskriptif yaitu menjelaskan suatu fenomena yang sudah jelas. 3. Hipotesis/konfirmatori yang bermaksud untuk membuktikan suatu hubungan antara variabel. 2.9 Metoda Pengumpulan Data Pengumpulan data ataupun pengambilan data berdasarkan sumbernya dapat dibagi menjadi dua, yaitu: •
Data primer merupakan informasi yang didapat dari sumber pertama atau diperoleh secara langsung dari pihak terkait, misalnya melalui wawancara, pengisian kuesioner atau bukti transaksi
•
Data Sekunder, merupakan informasi yang diperoleh dari sumber tertentu yang dapat dipercaya seperti jurnal, laporan, buku ilmiah, media, web site, dsb (Sekaran, 2003). Data primer dapat dikumpulkan dengan bermacam cara dan melalui sumber
yang berbeda. Metoda pengumpulan data menurut Sekaran (2003) antara lain: 1. Wawancara
:
Salah satu metoda pengumpulan data adalah melakukan wawancara informasi
dengan mengenai
responden tema
guna
yang
memperoleh
menjadi
pokok
permasalahan. Kelebihan teknik ini adalah peneliti dapat
34
menggali informasi sebanyak-banyaknya dari responden karena proses wawancara dapat terus berkembang. Sedangkan kelemahan teknik ini adalah memerlukan waktu yang cukup lama dan sulitnya mencari waktu yang cocok antara calon responden dengan pewawancara. 2. Kuesioner
:
Cara pengumpulan data dengan menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden dengan harapan mereka memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut. Daftar pertanyaan dapat bersifat terbuka, jika jawaban tidak ditentukan sebelumnya, dan bersifat tertutup jika alternatif-alternatif jawaban telah disediakan.
3. Observasi
:
Teknik pengumpulan data dengan menggunakan panca indera,
jadi
tidak
hanya
dengan
pengamatan
menggunakan mata, namun mendengarkan, mencium, mengecap dan meraba termasuk salah satu bentuk observasi. Teknik ini menuntut adanya pengamatan dari peneliti terhadap obyek penelitiannya. Instrument yang dapat digunakan dapat berupa lembar pengamatan, panduan pengamatan. 2.10 Konsep Pengolahan Data Berikut ini diuraikan konsep-konsep statistik yang digunakan dalam mengolah data yang telah diperoleh. 2.10.1 Uji Validitas Data yang diperoleh melalui penyebaran kuesioner harus diuji untuk mengetahui sejauh mana kuesioner yang digunakan dapat mengukur apa yang ingin diketahui. Menurut Suliyanto (2006) pengujian validitas instrumen dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:
35
Analisis faktor, dalam analisis ini item yang membentuk variabel diuji untuk mengetahui sejauh mana hubungan antar item-item tersebut. Analisis butir, dilakukan dengan cara membuat korelasi skor pada item dengan skor total item-nya. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut (Umar, 2003): r=
n(ΣXY ) − (ΣXΣY ) [ nΣX − (ΣX 2 )][ nΣY 2 − (ΣY ) 2 2
Dimana: r : Koefisien korelasi product moment X: Skor pernyataan tiap nomor Y: Skor total Kriteria pengujian validitas, item pertanyaan dikatakan valid jika: 1. Jika r ≥ 0.3 (Suliyanto, 2006) 2. Jika r > rtabel (α; n-2)
2.10.2 Uji Reliabilitas Reliabilitas pada dasarnya adalah mengetahui sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya. Jika hasil pengukuran yang dilakukan secara berulang relatif sama, maka pengukuran tersebut dianggap memiliki tingkat reliabilitas yang baik. Teknik pengukuran reliabilitas bisa menggunakan teknik Cronbach yang mencari reliabilitas instrumen yang memiliki skor bukan 0-1 melainkan rentangan beberapa nilai, misalnya 0-10 atau 0-100 atau dalam bentuk skala 1-5, 1-7 dan sebagainya. Dapat menggunakan koefisien alpha (α) cronbach. Persamaan yang digunakan: 2 k Σσ b r11 = 1− σt2 k − 1
Dimana: r11
= reliabilitas instrumen
k
= banyaknya item pertanyaan
36
σt2 Σσb
= varian total 2
= jumlah varian item
Sedangkan persamaan yang digunakan untuk mendapatkan varian, sebagai berikut:
σ2 =
ΣX 2
(ΣX ) 2 n n
Dimana: n
= jumlah sampel
X
= nilai skor yang dipilih
Untuk
pengujian
validitas
dan
reliabilitas
kuesioner
disarankan
penyebarannya dilakukan minimal 30 orang responden (Umar, 2003).
2.10.3 Uji F Uji F digunakan untuk menguji dua atau lebih sampel yang berasal dari populasi dengan variansi yang sama. Uji F juga dapat digunakan untuk mengetahui signifikansi hubungan antara dua variabel independen atau lebih yang berfungsi sebagai prediktor secara bersama-sama dengan variabel dependen atau variabel yang diprediksi. Langkah-langkah uji F, sebagai berikut:
Fhitung
R2 k = (1 − R) (n − k − 1)
(Walpole, 2002)
Dimana: R2 : Squared multiple correlation k : Jumlah Prediktor n : Jumlah Pengamatan Kriteria sifat hubungan dari uji F adalah: • Hubungan signifikan jika hasil Fhitung ≥ Ftabel • Hubungan dikatakan tidak signifikan jika Fhitung>Ftabel
37
2.11 Structural Equation Modeling (SEM) Gozali (2005) menyatakan model persamaan struktural adalah generasi kedua teknik analisis multivariat yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antara variabel yang kompleks baik recursive maupun non-recursive untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai model. Hubungan yang kompleks tersebut dapat dibangun antara satu atau beberapa variabel dependen dengan satu atau beberapa variabel independen (Ferdinand, 2003). Masing-masing variabel dependen dan independen dapat berbentuk faktor (atau konstruk, yang dibangun dari beberapa variabel indikator). Keuntungan menggunakan SEM (Kasegrina, 2007): 1. Menyediakan metode yang langsung menangani banyak hubungan secara simultan sekaligus memberikan pengujian statistik yang efisien. 2. Kemampuannya mengakses hubungan secara komprehensif membuat SEM membuat SEM dapat menyediakan transisi antara analisis eksploratori hingga analisis konfirmatori. Beberapa aturan praktis yang dapat digunakan untuk menilai kesesuian data dengan model yang dianalisis adalah sebagai berikut (Jöreskog, 1993): 1. Nilai Chi-square seharusnya tidak terlalu besar perbandingannya jika dibandingkan dengan jumlah degree of freedom (dof). Nilai Chi-square yang besar relatif terhadap jumlah dof menyatakan bahwa data observasi dengan hasil estimasi model memiliki perbedaan yang besar. Chi-square dapat digunakan bila ukuran sampel 100 - 200. Apabila jumlah daya lebih dari 200 sampel, maka statistik chi-square ini haris didampingi oleh alat uji lainnya. Semakin besar nilai χ2 maka semakin baik model tersebut dan diterima berdasarkan probabilitas dengan cut-off value sebesar p>0.05 atau p>0.1 H0: (data identik dengan teori/model) hipotesis diterima apabila p≥0.05
38
H1: (data berbeda dengan teori/model) hipotesis diterima apabila p<0.05 2. Root Mean Square Of Approximation (RMSEA) adalah suatu indeks yang dapat digunakan mengkompensasi chi-square dalam jumlah sampel yang besar. Nilai RMSEA menunjukkan goodness-of-fit yang dapat diharapkan bila model estimasi dalam populasi. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0.08 (Ferdinand 2003) merupakan indeks untuk dapat diterimanya suatu model. 3. Goodness Of Fit Index (GFI) dan Adjusted Goodness Of Fit Index (AGFI) yang baik bila mendekati 1. Suatu model dikatakan fit adalah model yang memiliki AGFI 0.9. 4. P-value yang baik adalah lebih besar dari 0.05. Nilai ini menggambarkan probabilitas penerimaan model yang diajukan. Disaran oleh Hair et al., pada tahun 1998), bahwa P-value ini memiliki nilai diatas 0.1 atau 0.2. 5. Root Mean Square Residual (RMR), yang baik adalah mendekati 0. RMR merupakan nilai rata-rata dari kovariansi residual.
2.12 LISREL Agar data yang diperoleh dengan menggunakan LISREL, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh suatu data, antara lain:
1. Normalitas Asumsi yang paling fundamental dalam analisis multivariat adalah normalitas yang merupakan bentuk distribusi data pada suatu variabel tunggal dalam menghasilkan distrubusi normal (Hair, 1998). Apabila asumsi normalitas tidak terpenuhi dan penyimpangan normalitas terlalu besar, maka seluruh hasil uji statistik tidak valid karena dalam perhitungan uji-t dan uji lainnya menggunakan asumsi data normal.
39
Untuk menguji dilanggar atau tidaknya asumsi normalitas, dapat menggunakan nilai statistik z untuk skewness dan kurtosisnya. Nilai z skewness dapat dihitung sebagai berikut: Z skewness =
skewness 24 N
Dengan N merupakan uluran sampel. Nilai statistik z untuk kurtosisnya dapat dihitung dengan persamaan: Z kurtosis =
kurtosis 24 N
Jika nilai z kurang dari 0.05 pada tingkat kepercayaan 95%, maka dapat dikatakan bahwa distribusi data tidak normal. Sebaliknya jika nilai z lebih besar dari 0.05, maka data terdistribusi dengan normal (Hair, 1998)
2. Multikolinieritas Asumsi ini mengharuskan ada tidaknya korelasi yang sempurna atau besar diantara variabel-variabel independen. Nilai korelasi antara variabel observasi yang tidak diperbolehkan adalah ≥ 0.9 Pada tabel 2.2 berikut ini merupakan ringkasan notasi yang digunakan pada program LISREL.
40
Tabel 2.2 Notasi LISREL Notasi ξ (ksi)
Keterangan Variabel laten eksogen (variabel independen), digambarkan sebagai lingkaran pada model struktural SEM Variabel laten endogen (variabel dependen, dan juga dapat
η (eta)
menjadi variabel independen pada persamaan lain), juga digambarkan sebagai lingkaran
γ (gamma)
β (beta)
Hubungan langsung variabel eksogen terhadap variabel eksogen. Hubungan langsung variabel endogen terhadap variabel endogen
Y
Indikator variabel eksogen
X
Indikator variabel endogen
λ (lambda) φ (phi)
δ (delta)
ε (epsilon)
ζ (zeta) ψ (psi) Λ
Θδ (theta-delta)
Θε (theta-epsilon)
Hubungan antara variabel laten eksogen ataupun endogen terhadap indikator-indikatornya Kovarians/korelasi antara variabel eksogen Kesalahan pengukuran (measurement error) dari indikator variabel eksogennya Kesalahan pengukuran (measurement error) dari indikator variabel endogennya Kesalahan dalam persamaan yaitu antara variabel eksogen dan atau endogen terhadap variabel endogen Matriks kovarians antara residual struktural Matriks kovarian antara loading indikator dari suatu variabel laten Matriks kovarians symetris antara kesalahan pengukuran pada indikator-indikator dari variabel laten eksogen Matriks kovarians symetris antara kesalahan pengukuran pada indikator-indikator dari varibel laten endogen
41
2.13 Sintesa Penelitian (State-of-The-Art) Khalil (2002) dalam penelitiannya untuk UNIDO menyebutkan bahwa dalam era informasi ini sudah tidak ada lagi batasan jarak dan waktu, hal tersebut yang memicu berkembangannya teknologi di dunia membuat. Hal ini mengakibatkan pesatnya laju pertumbuhan teknologi telekomunikasi seperti semakin canggihnya teknologi ponsel. Dalam penelitian yang terpisah antara Samantha (2005) dan AMTA (2007) memberikan hasil bahwa semakin lama penetrasi teknologi telekomunikasi akan semakin baik, yang dapat ditunjukkan dengan indikator bertambahnya penggunaan ponsel dinegara maju seperti Amerika Serikat dan Australia. Akibat pesatnya pertumbuhan penggunan teknologi telekomunikasi dan informasi akhirnya akan mempengaruhi sikap/perilaku individu, sehingga pada akhirnya akan berdampak pada stabilitas perekonomian global (STOA, 2000). Dampak yang diakibatkan teknologi tersebut akan berefek pada perubahan budaya dan tatanan sosial dalam lingkungan masyarakatdan pada akhirnya individu akan terkena efeknya sehingga terjadi perubahan perilaku (Fishbein dan Ajzen, 1975; Ajzen, 1985). Dampak perubahan seperti evolusi ekonomi dan teknologi juga bisa berdampak pada organisasi ataupun perusahaan contohnya saja lembaga keuangan seperti jasa perbankan juga akan terkena dampaknya. Cuther (2004) dan Vives (2001) menyebutkan bahwa kompetisi di jasa perbankan memiliki pengaruh terhadap kualitas jasanya. Akibat kompetisi ini, jasa bank berlomba-lomba untuk memberikan produk-produk yang kreatif dan inovatif yang berkaitan dengan nilai tambah di mata nasabah (Achraf, 2005; Wu, 2006). Salah satu produk yang sedang gencar dipasarkan oleh perbankan adalah new e-channel yang produkproduknya berbasiskan teknologi informasi dan telekomunikasi seperti internet banking dan SMS Banking (Amin, 2005). Penelitian dilatar belakangi oleh penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Cheung (2001) dan Lee (2007) mengenai model penerimaan teknologi internet banking di Hongkong dan Korea Selatan. Penelitian tentang penerimaan teknologi telah banyak dilakukan guna mengetahui sejauh mana sikap individu
42
ataupun organisasi terhadap teknologi umumnya dan teknologi informasi dan telekomunikasi khususnya. Model penelitian yang diajukan, merupakan perbaikan dari model yang telah diajukan oleh penelitian sebelumnya (Cheung, 2001 dan Lee, 2007) agar relevan dengan teknologi yang digunakan (SMS Banking). Penelitian yang dilakukan oleh Lee (2007) hanya menggunakan penyederhanaan dari model TAM, seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab 2.5.2 dan 2.5.3, penelitian yang dilakukan Lee tidak bisa digunakan untuk memprediksi penggunaan teknologi di masa yang akan datang karena sifatnya masih sederhana. Hidayati (2005) dan Salajar (2007) dalam penelitiannya berdasarkan kerangka model penerimaan teknologi TAM dengan menggunkan faktor perceived usefulness, perceived ease of use dan subjective norm. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Cheung (2001) merupakan perpanjangan dari TAM2 (Venkatesh dan Davis, 2000) yang merupakan revisi model TAM (Davis, 1989) awal. TAM2 merupakan penggabungan dari Theory of Reasoned Action (TRA) dan Theory of Planned Behavior (TPB). Model yang diajukan pada penelitian ini menggunakan pengembangan model TAM2 yang telah disesuaikan agar relevan dengan teknologi yang digunakan (SMS Banking). Adapun State of the Art dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.5 berikut:
43
TECHNOLOGY A u s tr a lia n M o b ile T e c h n o lo g y A s s o c ia tio n , T h e Im p a c t o f th e M o b ile P h o n e o n W o rk /L ife B a la n c e , P re lim in a r y R e p o rt June 2007
D a v is , F .D ., P e r c e iv e d U s e fu ln e s s , P e r c e iv e d E a s e o f U s e , a n d U s e r A c c e p ta n c e o f In fo r m a tio n T e c h n o lo g y . M IS Q u a r te r ly , 1 3 (3 ) , 1 9 8 9 D a v is , F .D . a n d V e n k a te s h , V ., A C r itic a l A s s e s s m e n t o f P o te n tia l M e a s u r e m e n t B ia s e s in th e T e c h n o lo g y A c c e p ta n c e M o d e l: T h r e e E x p e r im e n ts . In te rn a tio n a l J o u r n a l o f H u m a n -C o m p u te r S tu d y , 4 5 , 1996 V e n k a te s h , V . a n d D a v is , F .D . A T h e o r e tic a l E x te n s io n o f th e T e c h n o lo g y A c c e p ta n c e M o d e l: F o u r L o n g itu d in a l S tu d ie s . M a n a g e m e n t S c ie n c e , 4 6 (2 ), 2 0 0 0
H id a y a ti, D h a n y ., A n a lis is P e n g a ru h P U , P E O U dan S N O R M te r h a d a p P e n g g u n a T e k n o lo g i In te r n e t, B a n d u n g S -2 IT B , 2005 S a la ja r, R . T im o ra ., S tu d i M e n g e n a i E R P S y s te m ’s A c c a p ta n c e , B a n d u n g S -2 IT B , 2007
A jz e n , I.. F ro m In te n tio n s to A c tio n s : A T h e o ry o f P la n n e d B e h a v io u r . in A c tio n C o n tr o l: F r o m C o g n itio n to B e h a v io u r K u h la n d , J ., a n d B e c k m a n , J . (E d s ) , S p rin g e r , H e id e lb e rg , 1 9 8 5
K h a lil, T a r e k M , E m e r g in g N e w E c o n o m y R e s p o n s iv e P o lic ie s , U N ID O , V ie n n a , 2 0 0 2
S a m a n ta , V ., A S tu d y o f M o b ile M e s s a g in g S e r v ic e s , U C LA , 2005
B A N K IN G
C h e u n g , S iu . C ., U N D E R S T A N D IN G A D O P T IO N A N D C O N T IN U A L U S A G E B E H A V IO U R T O W A R D S IN T E R N E T B A N K IN G S E R V IC E S IN H O N G K O N G , T h e s is U n iv e r s ity o g L in g n a n , O c t 2001
C u th c e r , L ., B a n k in g o n C u s to m e r, T h e s is U n iv e rs ity o f S y d n e y , S e p te m b e r , 2 0 0 4
L e e , K i S o o n , F a c to r s In flu e n c in g th e A d o p tio n B e h a v io r o f M o b ile B a n k in g : S o u th K o r e a P e r s p e c tiv e , o u rn a l o f In te rn e t B a n k in g a n d C o m m e r c e , v o l.1 2 , n o .2 august 2007
M o d e l P e n e rim a a n T e k n o lo g i ( T A M 2 ) S M S B a n k in g (K h a ir a n i, 2 0 0 8 )
S T O A , T h e Im p a c t o f R a p id T e c h n o lo g ic a l C h a n g e in In fo rm a tio n T e c h n o lo g y o n th e S ta b ility o f W o r ld T r a d e a n d In te rn a tio n a l C a p ita l F lo w , L u x e m b o u r g , fe b , 2 0 0 0
V iv e s , X . “ C o m p e titio n in th e C h a n g in g W o rld o f B a n k in g ” , IN S E A D W o r k in g P a p e r S e r ie s , 2 0 0 1 .
A m in , H ., P re lim in a r y S tu d y o n S tu d e n t’s P e rc e p tio n o f S M S B a n k in g , J o u r n a l o f In te rn e t B a n k in g a n d C o m m e rc e , v o l. 1 0 , n o .3 , D ecem ber 2005
W u , J e n H e r ., C O R E C A P A B IL IT IE S F O R E X P L O IT IN G E L E C T R O N IC B A N K IN G , J o u rn a l o f E le c tro n ic C o m m e rc e R e s e a rc h , V O L 7 , N O .2 , 2006
A c h ra f.A ., “V a lu e C re a tio n in M o b ile B a n k in g ” , B u s in e s s A d m in is tra tio n D e p a rtm e n t – M IN T L a b . G E T /In s titu t N a tio n a l d e s T e le c o m m u n ic a tio n s , 2 0 0 5
N e w e -C h a n n e l F is h b e in , M ., a n d A jz e n , I., B e lie f, A ttitu d e , In te n tio n , a n d B e h a v io u r : A n In tro d u c tio n to T h e o ry a n d R e s e a r c h . A d d is o n -W e s le y , R e a d in g , M ass, 1975
B E H A V IO U R Gambar 2.5 State of the Art Penelitian
44