BAB II STUDI LITERATUR
Terowongan adalah lubang bukaan mendatar atau sedikit miring yang dibuat di bawah tanah, gunung, sungai, laut, daerah industri, bahkan pemukiman padat penduduk. Ada dua tujuan utama manusia membuat terowongan. Terowongan yang dibuat untuk mengambil bahan galian dibawah tanah, dikenal dengan dengan terowongan tambang. Terowongan yang dibuat untuk menembus rintangan alam atau rintangan yang dibuat oleh manusia disebut terowongan sipil. Konsep perancangan lubang bukaan adalah sesuatu hal yang relatif baru. Konsep ini berbeda dengan konsep perancangan struktur pada teknik sipil pada umumnya. Metoda pelaksanaan memegang peranan yang sangat besar dalam konsep rancangan terowongan.
2.1.
KLASIFIKASI TEROWONGAN Terowongan dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria. Kriteria yang paling
dasar adalah mengklasifikasikan terowongan menjadi terowongan sipil dan terowongan tambang. Kriteria ini menyangkut faktor keamanan, kenyamanan serta biaya yang sangat berpengaruh dalam perancangan sebuah terowongan.
2.1.1. Terowongan sipil dan terowongan tambang Banyak kriteria yang membedakan antara terowongan sipil dengan terowongan tambang. Perbedaan-perbedaaan yang mendasar adalah sebagai berikut : Terowongan Sipil Karena
biasanya
infrastruktur
digunakan
terowongan
sipil
Terowongan Tambang untuk Bersifat
sementara,
tergantung
pada
dibuat kandungan mineral yang akan ditambang
permanen Diperuntukkan untuk masyarakat umum
Hanya untuk kegiatan penambangan
Tidak terlalu panjang
Terowongan
tambang
biasanya
sangat
panjang, karena mineral-mineral yang akan diambil sangat jauh didalam tanah Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-1
BAB II Studi Literatur
Ditempatkan pada batuan atau daerah yang Keadaaan memerlukan
eksplorasi
lebih
terperinci.
batuan
(Ground
Condition)
lokasi dalam pertambangan lebih teridentifikasi karena
aktivitas
penambangan
sudah
berlangsung selama bertahun-tahun. Terowongan sipil biasanya dibangun pada Umumnya sangat dalam kedalaman ± 500m Kondisi tegangan bersifat statis
Kondisi tegangan bersifat dinamis, karena pada
tambang
kegiatan
penggalian
berlangsung secara terus menerus sehingga perubahan tegangan pada batuan selalu berubah-ubah. Lokasi
diusahakan
pada
tanah/batuan yang baik.
kondisi Lokasi ditentukan oleh daerah-daerah yang mengandung mineral tambang.
2.1.2. Klasifikasi terowongan berdasarkan fungsinya Berdasarkan fungsinya terowongan dapat dibagi menjadi menjadi dua, yaitu : 1. Terowongan lalulintas a. Terowongan kereta api Terowongan ini digunakan sebagai prasarana transportasi jalur kereta api. Terowongan ini biasanya ditemukan didaerah-daerah pegunungan, tetapi ada juga yang dibangun dibawah pemukiman padat. b. Terowongan jalan raya Terowongan ini dipakai untuk lalulintas jalan raya. Terowongan jenis ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yakni : terowongan yang dibangun untuk kendaraan bermotor, terowongan interkoneksi yang melewati daerah berbukit didalam kota. Terowongan ini biasanya merupakan lanjutan dari jalan raya (jalan arteri) yang memiliki bentuk penampang tinggi untuk mendapatkan
peranginan
terowongan yang melewati bawah sungai didaerah perkotaan. dibangun untuk menggantikan jembatan di sungai
alam, serta
Terowongan
ini
yang lalulintas kapalnya sangat
sibuk. c. Terowongan pejalan kaki
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-2
BAB II Studi Literatur
Terowongan ini termasuk dalam grup terowongan jalan (road tunnel) dengan penampang yang lebih kecil. Terowongan ini biasanya dibangun dibawah jalan raya yang ramai atau dibawah sungai dangkal sebagai tempat untuk para pejalan kaki. d. Terowongan navigasi Terowongan ini dibuat untuk kepentingan penyaluran air di kanal-kanal dan sungai-sungai yang menghubungkan satu kanal atau sungai ke kanal yang lainnya. Terowongan ini juga ditemukan di pegunungan
untuk memperpendek jarak
penyaluran air. Kerena lining dari terowongan ini sangat rentan terhadap retakan, maka pada daerah-daerah yang memiliki potensi gerakan tektonik serta formasi dan struktur batuannya banyak mengandung patahan dan rekahan, maka terowongan navigasi sebaiknya tidak dibangun pada daerah tersebut. e. Terowongan transportasi di bawah kota Biasanya terowongan ini dibangun di bawah kota yang penduduknya padat sebagai alternatif pempangunan jalan raya. f. Terowongan transportasi di tambang bawah tanah. Terowongan ini dibuat sebagai jalan masuk kedalam tambang bawah tanah yang digunakan untuk lalulintas para pekerja tambang, mengangkut peralatan tambang, mengangkut batuan dan bijih hasil penambangan. 2. Terowongan angkutan a. Terowongan stasiun pembangkit listrik tenaga air Terowongan yang penampangnya terisi penuh oleh air langsung dari reservoir ke turbin disebut terowongan tekan (pressure Tunnel), sedang terowongan yang hanya mengalirkan air dari satu tempat ke tempat yang lai dinamakan terowongan saluran (discharge tunnel) b. Terowongan penyediaan air Menyalurkan air dari mata air ketempat penyimpanan didalam kota atau membelokkan air ketempat penyimpanan tersebut. c. Terowongan untuk saluran air kotor Terowongan ini dibangun untuk membuang air kotor dari kota atau pusat industri ketempat pembuangan yang sudah disediakan. d. Terowongan yang digunakan untuk kepentingan umum Terowongan ini biasanya dibangun didaerah perkotaan untuk menyalurkan kabel listrik dan telepon, pipa gas dan air, dan juga pipa-pipa lainnya yang penting, Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-3
BAB II Studi Literatur
dibuat dibawah saluran air, jalan raya, jalan kereta api, blok bangunan untuk memudahkan inspeksi secara kontiniu, pemeliharaan dan perbaikan sewaktu-waktu kalau ada kerusakan. e. Terowongan untuk angkutan didalam daerah industri pabrik Terowongan ini digunakan untuk menyalurkan produk-produk hasil industri, ataupun sebagai jalan akses untuk penyaluran limbah.
2.1.3. Klasifikasi menurut material lokasi dibangunnya terowongan. Dalam pembangunan terowongan, terdapat dua material utama lokasi pembangunan yakni tanah dan batuan. Kondisi ini memberikan perbedaaan dalam metode perancangan dan pelaksanaan terowongan. Beberapa perbedaaan yang muncul dapat kita tinjau dari segi : 1.
Metoda Pelaksanaan Terowongan yang dibangun pada tanah lunak biasanya bisa digali dengan menggunakan tenaga manusia, dengan metode cut and cover dan dengan menggunakan jacking. Sedangkan pada batuan penggalian terowongan harus dilakukan dengan bantuan peralatan-peralatan khusus. Penggunaan bahan peledak, pemboran dengan menggunakan road header, ataupun menggunakan Tunnel Boring Machine merupakan beberapa alternatif dalam pembangunan terowongan pada batuan.
2. Material lokasi dibangunnya terowongan Secara umum kita ketahui bahwa batuan lebih kuat dari tanah. Kekuatan batuan selain ditentukan oleh materialnya sendiri juga ditentukan oleh kondisi geologinya. Kondisikondisi seperti rekahan, patahan, dan retakan akan membentuk bidang-bidang lemah pada struktur batuan. Sedangkan untuk tanah, karena tidak memiliki karakteristik seperti batuan, maka kekuatannya hanya ditentukan oleh material penyusun tanah itu sendiri. 3. Keadaaan tegangan awal Batuan memiliki keadaaan tegangan yang
lebih kompleks daripada tanah. Selain
tegangan overburden pada batuan juga ditemukan tegangan tektonik dan tegangan sisa (residual stress). Pada tanah biasanya yang diperhitungkan adalah tegangan overburden saja. 4. Pengalaman desain empiris Dalam pertambangan jenis-jenis batuan telah diklasifikasikan berdasarkan pengalaman empiris. Klasifikasi ini disebut dengan Klasifikasi Massa Batuan. Klasifikasi massa Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-4
BAB II Studi Literatur
batuan merupakan cikal bakal dari pendekatan rancangan empiris yang secara luas digunakan pada rekayasa batuan. Dalam kenyataannya, klasifikasi digunakan sebagai dasar praktis untuk merancang struktur bawah tanah yang kompleks. Untuk terowongan pada tanah, karena masih jarang dilakukan sehingga dalam pelaksanaannya, para pelaksananya harus melakukan beberapa test dan analisis untuk memodelkan kondisi tanah dimana terowongan itu akan dibangun.
2.1.4. Klasifikasi menurut kedalaman. Menurut kedalamannya terowongan dibedakan menjadi dua jenis yakni terowongan dalam dan terowongan dangkal. Suatu terowongan dianggap
dalam jika kedalaman
terowongan lebih besar dari 20 kali jari-jari terowongan. Pada terowongan dalam, kondisi tegangan dianggap sama disegala arah. Hal ini disebabkan karena kedalaman terowongan sehingga perbedaaan antara tegangan vertikal dan tegangan horizontal semakin kecil. Jika kita membuka lubang galian bulat di tempat yang dalam, maka kenyataan yang terjadi adalah respon deformasi yang sama pada seluruh dinding lubang galian. Pada terowongan dangkal, perbedaan antara tegangan vertikal dengan tegangan horizontal masih sangat berpengaruh pada perilaku tanah. Hal in menyebabkan adanya perbedaaan perilaku bagian atas, tengah dan bawah terowongan. Pengaruh dari beban permukaan juga menjadi pertimbangan tersendiri, sehingga dapat kita simpulkan bahwa analisis pada terowongan dangkal lebih rumit daripada terowongan dalam.
2.2
METODE-METODE PEMBUATAN TEROWONGAN Berbagai macam metode pembuatan terowongan pada batuan maupun tanah telah
dikembangkan oleh manusia. Metode-metode tersebut memiliki karakteristik masing-masing, baik itu kelebihan maupun kekurangan. Tetapi secara umum metode pembuatan lubang bukaan terowongan dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu : a. cara portal b. cara open cut Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-5
BAB II Studi Literatur
Gambar 2.1. Penggalian Permukaan Lubang Bukaan
2.2.1. Penggalian 2.2.1.1. Metode ‘Full Face’ Merupakan metoda dimana seluruh penampang terowongan digali secara bersamaan. Metode ini sangat cocok untuk terowongan dengan penampang melintang kecil hingga terowongan hingga terowongan dengan diameter 3 meter. a. Keuntungan •
Dengan
menggali
seluruh
penampang
lubang
bukaan,
maka
dapat
mempercepat pekerjaan. •
Lintasan untuk pembuangan hasil peledakan dapat langsung dipasang bersamaan pada saat proses penggalian berikutnya.
•
Proses tunneling dapat dilakukan secara berkelanjutan
b. Kerugian •
Membutuhkan alat-alat mekanis dalam jumlah besar
•
Tidak dapat digunakan pada kondisi batuan / tanah yang tidak stabil
•
Terbatas untuk terowongan yang memiliki lintasan pendek
2.2.1.2. Metode ‘Heading’ dan ‘Bench’ Metode Heading dan
Bench merupakan cara penggalian, dimana bagian atas
penampang terowongan digali terlebih dahulu sebelum bagian bawah penampangnya. Setelah penggalian bagian atas mencapai panjang 3-5 m (heading), penyangga bawah penampang Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-6
BAB II Studi Literatur
dikerjakan (bench cut) sampai membentuk penampang terowongan yang diinginkan. Proses ini diulangi sampai seluruh lintasan terowongan tercapai. a. Keuntungan •
Memungkinkan pengerjaan pengeboran dan pembuangan sisa peledakan dilakukan secara simultan
•
Metode ini efektif untuk terowongan berukuran penampang besar dengan lintasan yang relatif panjang
•
Metode ini dapat diterapkan pada setiap kondisi batuan
b. Kerugian •
Waktu pengerjaan relatif lebih lama jika dibandingkan dengan metode full face.
Gambar 2.2. Metode Heading Dan Bench
2.2.1.3. Metode ‘Drift’ 2.2.1.3.1. Center Drift Metode ini dimulai dengan penggalian lubang berukuran 2.5 m x 2..5 m sampai dengan 3 m x 3 m dari portal ke portal. Perluasannya dimulai setelah penggalian center drift selesai, dengan membuat lubang-lubang untuk bahan peledak yang dibor melingkar pada selimut drift oleh alat bor yang dipasang pada sumbu terowongan (Gambar 2.3).
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-7
BAB II Studi Literatur
Gambar 2.3. Metode Center Drift
a. Keuntungan •
Memberikan sistem ventilasi yang baik
•
Kerena ukurannya cukup kecil, maka tidak memerlukan sistem penyangga yang cukup rumit
•
Mucking dapat dikerjakan bersamaan dengan pekerjaan penggalian
b. Kerugian •
Center drift harus sudah selesai terlebih dahulu sebelum melakukan perluasan lubang.
•
Alat bor dipasang dengan pola tertentu, sehingga seringkali spasi alat bor tersebut dirubah dan disesuaikan dengan kondisi batuan yang akan diledakkan.
2.2.1.3.2. Side Drift Pada metode ini dua drift digali sekaligus pada sisi-sisi penampang, sepanjang lintasan terowongan. Proses selanjutnya adalah penggalian bagian arch, yang diikuti dengan pemasangan penyangga sementara. Setelah penyangga selesai dipasang, penggalian bagian tengah dikerjakan. a. Keuntungan •
Proses lining dapat dikerjakan sebelum penggalian bagian tengah dilaksanakan
•
Metode ini efektif untuk terowongan besar dengan kondisi batuan yang buruk
b. Kerugian •
Pekerjaan perluasannya harus menunggu drift selesai dikerjakan seluruhnya.
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-8
BAB II Studi Literatur
Gambar 2.4. Metode Side Drift
2.2.1.3.3. Top Drift Banyak digunakan pada penggalian endapan di suatu tambang. Metode ini tidak jauh berbeda dengan metode heading dan bench.
Gambar 2.5. Metode Top Drift
2.2.1.3.4. Bottom Drift Metode ini dimulai dengan membuka bagian bawah penampang. Pembukaan lubanglubang bahan peledak untuk membuka bagian atas penampang dilakukan dengan membor dari bottom drift vertikal keatas.
Gambar 2.6. Metode Bottom Drift Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-9
BAB II Studi Literatur
2.2.1.4. Metode Sumuran Vertikal (Vertical Shaft) Metode ini dilaksanakan dengan membuat lubang vertikal tegak lurus sampai pada terowongan yang akan digali. Dengan dibuatnya satu buah lubang yang memotong lintasan terowongan akan didapatkan paling sedikit tiga buah heading face.
Gambar 2.7. Metode Sumuran Vertikal
2.2.1.5. Metode Pilot Tunnel Pilot Tunnel digali pada jarak ± 25 m dari sumbu terowongan yang direncanakan dengan ukuran 2 x 2 m2 sampai dengan 3 x 3 m2. Penggalian terowongan utama dilakukan dengan metode drift. Kemudian pada setiap interval tertentu, digali suatu potongan menyilang (cross cut) sampai memotong sumbu utama terowongan yang direncanakan. a. Keuntungan •
Metode ini efektif untuk terowongan yang lintasannya panjang, dengan kondisi topografi yang tidak memungkinkan untuk membuat sumuran
•
Dapat berfungsi sebagai ventilasi
•
Mucking dapat dilakukan dengan cepat
b. Kerugian •
Memerlukan lebih banyak waktu dan biaya dibandingkan dengan metode – metode penggalian lainnya.
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-10
BAB II Studi Literatur
Gambar 2.8. Metode Pilot Tunnel
2.3.
TEORI MEKANIKA TANAH
2.3.1. Hubungan Tegangan – Regangan Hubungan tegangan-regangan dari baja lunak diperlihatkan pada Gambar 2.9a. Mulai dari bagian awal sampai dengan batas proposional atau titik leleh disebut dengan elastik linier. Kondisi ini menunjukkan bahwa material akan kembali ke bentuk semula ketika tegangan dilepaskan, selama tegangan yang terjadi berada dibawah titik leleh. Material juga memiliki kurva tegangan-regangan yang non linier tapi tetap bersifat elastik, seperti dijelaskan pada Gambar 2.9b. Perhatikan bahwa hubungan tegangan-regangan tidak dipengaruhi oleh waktu. Jika waktunya merupakan variabel, maka material tersebut bersifat visko-elastik. Material tanah dan polimer-polimer pada umumnya bersifat visko-elastik Karakteristik dari material sebenarnya dapat disempurnakan
dengan beberapa
hubungan tegangan-regangan, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.9c, d, dan f. Hubungan tegangan-regangan yang lebih realistik adalah elasto-plastik (Gbr.2.9d). Material tersebut bersifat elastik linier sampai pada titik leleh σy ; kemudian menjadi plastik sempurna. Perhatikan bahwa material sempurna dan elasto-plastik tetap meregang walaupun tanpa tegangan tambahan yang dikenakan pada material. Kadang-kadang material seperti besi cetak, beton, dan batu pada umumnya bersifat getas. Dengan kondisi seperti ini material-material tersebut mengalami regangan yang kecil
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-11
BAB II Studi Literatur
ketika penambahan tegangan. Kemudian, pada titik tertentu material tersebut runtuh (Gbr.2.9e). Lebih kompleks lagi namun tetap realistis, adalah material dengan work hardening (Gbr 2.9f). Material ini akan menjadi lebih kaku (modulus semakin besar) seiring dengan terjadinya regangan atau material tersebut bekerja memikul beban. Kebanyakan tanah juga memiliki sifat work hardening, misalnya lempung atau pasir yang dipadatkan. Material dengan sifat work softening (Gbr 2.9f) menunjukkan penurunan tegangan ketika material tersebut diregangkan setelah tegangan puncak. Tanah lempung sensitif merupakan merupakan salah satu contoh dari material ini.
2.3.2. Kriteria Keruntuhan Dari kurva tegangan-regangan kita dapat menentukan lokasi atau titik keruntuhan dari suatu material. Titik ini disebut dengan titik keruntuhan. Dalam beberapa kondisi, jika suatu material diberi tegangan tertentu sampai mencapai titik lelehnya, regangan ataupun defleksi yang terjadi sangat besar sedemikian sehingga material tersebut akan mengalami kegagalan. Ini berarti bahwa material tersebut tidak mampu lagi memikul beban yang bekerja. Kriteria keruntuhan yang biasa dipakai adalah kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb.
2.3.3. Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb Mohr (1980) menyuguhkan teori keruntuhan tentang material yang menyatakan bahwa keruntuhan pada suatu material akibat kombinasi kritis antara tegangan normal dan geser, dan bukan hanya akibat tegangan normal maksimum atau tegangan geser maksimum saja. Jadi, hubungan antara tegangan normal dan geser pada sebuah bidang keruntuhan dapat dinyatakan dalam bentuk berikut (Gambar 2.10a).
τ f = f (σ )
(2-1)
Garis keruntuhan (failure envelope) yang dinyatakan oleh persamaan (2-1) diatas sebenarnya berbentuk lengkung seperti terlihat pada Gambar 2.10b. Untuk sebagian besar masalahmasalah mekanika tanah, garis tersebut cukup didekati dengan sebuah garis lurus yang menunjukkan hubungan linier antara tegangan normal dengan geser (Coulomb, 1776).
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-12
BAB II Studi Literatur
σ
σ σy Proportial limit
(a) Mild Steel
Є
σ
σ
σy
σy
(c) Perfectly plastic
Є
σ
σ
(b) Nonlinier elastic
Є
(d) Elasto - plastic
Є
Work Hardening
Work Softening
(e) Brittle
Є
(f) Work hardening and work softening
Є
Gambar 2.9. Contoh Hubungan Tegangan-Regangan Untuk Material Yang Ideal Dan Asli.
Persamaan tersebut dapat kita tulis sebagai berikut :
τ f = c + σ tan Φ Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
(2-2)
II-13
BAB II Studi Literatur
dengan c = kohesi ф = sudut geser internal Hubungan diatas disebut juga dengan kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb
σx τ
τ Garis keruntuhan menurut Mohr
τ
σ
τ
σy Bidang keruntuhan
Ф
Hukum keruntuhan Mohr Coulomb
c
σ
(a)
(b)
Gambar 2.10. Garis Keruntuhan menurut Mohr dan hukum keruntuhan Mohr-Coulomb
2.3.4. Percobaan-percobaan Menentukan Paramater Kekuatan Tanah 2.3.4.1.Direct Shear Test (Uji Geser Langsung)
Test ini merupakan tes tertua yang pernah dilakukan untuk memperoleh parameter kekuatan geser dari tanah. Gaya normal diaplikasikan pada sampel tanah didalam kotak uji melalui loading cap. Dalam uji geser ini, gaya geser, deformasi horisontal, dan deformasi vertikal dapat diukur. Dengan membagi gaya geser dan gaya normal tehadap luas sampel maka akan diperoleh nilai tegangan geser dan tegangan normal pada saat runtuh. Bidang runtuh untuk tes ini dipaksakan untuk terjadi disepanjang bidang antara dua belahan kotak geser tersebut.
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-14
BAB II Studi Literatur
P
∆H
τ = T/A c
δ
o
T
σn3 = P3 /A
b
σn2 = P2 /A
a
σn1 = P1 /A 0
(a) Apparatus
ф
c
δ
+
σn3 σn2 σn1 0
∆H
δ
b
a
σn2
σn1
σn3
(b) Hasil Test
(c) Diagram Mohr
Gambar 2.11. (a) Skema Diagram Direct Shear Aparatus; (b) Hasil Tes (Pasir Padat); (c) Diagram Mohr Untuk Sampel Dengan Kerapatan Relatif Sama
2.3.4.2. Tiaxial Test
Sekitar tahun 1930, A. Casagrande melakukan penelitian lebih lanjut terhadap pengujian cylindrical compression dengan tujuan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan pada uji geser langsung. Walaupun alat untuk uji ini lebih kompleks, tetapi lebih fleksibel dan kontrol dalam pengujian sangat baik. Beberapa tipe uji triaksial yang sering dilakukan antara lain : a. Uji Unconsolidated Undrained (UU): Uji ini tidak mengizinkan terjadinya konsolidasi. Sampel tanah diruntuhkan pada kondisi air tidak teralirkan. b. Uji Consolidated Drained (CD): Sampel tanah terkonsolidasi dan diruntuhkan pada kondisi air teralirkan. c. Uji Consolidated Undrained (CU): Sampel tanah terkonsolidasi dan diruntuhkan pada kondisi air tak teralirkan.
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-15
BAB II Studi Literatur
∆H
Cap
Soil Specimen
Rubber membrane
To volume change or water pressure measurement device (∆ Vol or ∆u)
σcell
(a)
σaxial σcell
}
σ1
σcell = σ2l = σ3
σaxial = ( σ1 – σ3 )
Gambar 2.12. (a) Skema Diagram Triaxial Aparatus (b) Asumsi Kondisi Tegangan
2.3.5. Karakteristik Tanah
Dalam proses konstruksi terowongan, tanah lunak merupakan material yang dapat dipindahkan dengan alat-alat sederhana seperti cangkul dan sekop, walaupun sebenarnya alatalat tersebut tidak dipakai dalam pembuatan lubang galian. Pembuatan lubang galian pada tanah lunak, seyogyanya memerlukan informasi tentang kondisi tanah subsurface disekitar lokasi terowongan. Seperti kita ketahui bahwa setiap jenis tanah memiliki kekuatan yang berbeda dalam memberikan respon terhadap proses konstruksi ataupun gangguan yang terhadap tanah tersebut. Informasi ini nantinya akan digunakan sebagai referensi terhadap metode pelaksanaan pekerjaan terowongan, baik itu dimensi lubang bukaan, teknik penggalian, dan penyangga. Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-16
BAB II Studi Literatur
Pada tabel 2.1 Terzaghi dan Heuer melakukan beberapa klasifikasi terhadap kondisi tanah yang umumnya ditemukan.
Tabel 2.1 Tunnelman’s Ground Classification* CLASSIFICATION
Firm
BEHAVIOR
TYPICAL SOIL TYPES
Heading can be advanced without initial support , and final lining can be constructed before ground starts to move.
Loess above water table, hard day, marl, cemented sand and gravel when not highly overstressed.
Chunks or flakes of material begin to drop out of the arch or walls sometime after the ground has been exposed, due to loosening or to overstress and "brittle" fracture (ground separates or breaks along distinct surfaces, opposed to squeezing ground). In fast raveling ground, the process starts within a few minutes, otherwise the ground is slow raveling.
Residual soils or sand with small amounts of binder may be fast raveling below the water table, slow raveling above. Stiff fissured clays may be slow or fast raveling depending upon degree of overstress.
Ground squeezes or extrudes plastically into tunnel, without visible fracturing or loss of continuity, and without perceptible increase in water content. Ductile, plastic yield and flow due to overstress.
Ground with low frictional strength. Rate of squeeze depends on degree of overstress. Occurs at shallow to medium depth in clay of very soft to medium consistency. Stiff to hard clay under high cover may move in combination of raveling at execution surface and squeezing at depth behind face.
Granular materials without cohesion arc unstable at a slope greater than their angle of repose (= 30`-35° ). When exposed at steeper slopes they run like granulated sugar or dune sand until the slope flattens to the angle of repose.
Clean, dry granular materials, Apparent cohesion in moist sand, or weak cementation in any granular soil, may allow the material to stand for a brief period of raveling before it breaks down and runs. Such behavior is cohesive running.
Flowing
A mixture of soil and water flows _ into the tunnel like a viscous fluid. The material can enter the tunnel , from the invert as well as from the face, crown, and wall, and can flow for great distances, completely filling the tunnel in some cases.
Below the water table in silt, sand, or gavel without enough clay content to give significant cohesion and plasticity. May also occur in highly sensitive clay when such material is distrubed.
Swelling
Ground absorbs water, increases in volume, and expands slowly into the tunnel. y_
Highly preconsolidated clay with plasticity index in excess of about 30, generally containing significant percentages of mont morillonite.
Raveling
Slow raveling Fast raveling
Squeezing
Running
Cohesive running Running
*
Modified from Terzaghi1 by Heuer2
2.3.5.1. Analisa Stabilitas Terowongan
Penelitian yang dilakukan oleh Broms dan Bennermark mengatakan bahwa kegagalan pada permukaan tanah lempung vertikal akan terjadi mengikuti persamaan : Pz ≥ C
2π 1B 1+ 6Z
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
(2-3)
II-17
BAB II Studi Literatur
dengan Pz = tekanan overburden total pada kedalaman z C = undrained shear strength tanah lempung B = lebar lubang bukaan Untuk nilai Z/B ≥ 2, nilai kritis dari Pz/C sekitar 6. Namun, jika nilai Z/B ≤ 2, maka nilai kritis harus dihitung dengan persamaan Pz = C
Z + −1 B 1B 1+ 6Z
2
(2- 4)
Bersama dengan rekomendasi dari Deere et al (1969) dan Peck, maka kriteria stabilitas dari muka terowongan dapat didasarkan atas beberapa kriteria, yakni : a. Jika
Pz < 2 − 3 , pergerakan dari muka terowongan masih relatif kecil dan bersifat C
elastik. b. Jika 3 <
Pz < 6 , pergerakan dari muka terowongan mulai bersifat pastik, dan C
meningkat secara bertahap seiring dengan meningkatnya rasio c. Jika
Pz . C
Pz > 6 , kondisi kritis dari stabilitas muka terowongan akan tercapai dan muka C
terowongan memiliki potensi keruntuhan yang tinggi. Material-material tanah yang bersifat getas (brittle) atau mudah retak (fissured) seringkali tidak stabil dalam kondisi rasio Pz/C yang rendah. Peck mengklasifikasikan material-material tersebut berdasarkan nilai stability factor-nya. Tabel 2.2 menampilkan hubungan faktor stabilitas dengan sifat-sifat dari tanah kohesif.
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-18
BAB II Studi Literatur
Tabel 2.2 Kriteria Stabilitas Lempung Plastik Pada Kedalaman Lebih Besar Dari 2 Kali Diameter
Nr =(Ps – Pa)/Su Nr = stability factor PZ = total vertical pressure, depth z Pa = air pressure above atmosphere
Su = undrained shear strength of clay VALUE O F Nr
EFFECT ON TUNNELING* General shear failures and ground movement around tunnel heading cause shield control to become difficult; shield tends to dive.
7 Shear failure ahead of tunnel causes ground movements into the face even in shield tunneling. 6 Clay may squeeze rapidly into shield void.
Squeeze loads on tunnel supports must be con sidered.
5 Tunneling without unusual difficulties
4 Rate of squeeze does not present a problem.
1 *The analysis may be applied to silts only if their properties are adequately defined by their undrained shear strengths.
Untuk tanah lempung yang terkonsolidasi lebih, terdapat perbedaaan dalam analisa stabilitas yang disertai dengan fenomena tanah mengembang (Swelling).
Pembangunan
terowongan pada material ini menghasilkan kondisi dimana terjadi pelepasan tegangan pada tepi penggalian. Pada tanah lempung jenuh, perbedaaan resultan tegangan akan menyebabkan air pori mengalir ke zona relaksasi. Berdasarkan derajat terkonsolidasi lebihnya tanah, proses mengembang ini akan terus terjadi hingga lubang bukaan benar-benar tertutup. Metode yang paling efisien dalam mengatasi kondisi material tersebut adalah dengan melakukan pemasangan lining tepat setelah dilakukannya proses penggalian pada lubang bukaan. Tanah lempung sensitif merupakan jenis tanah yang juga sering dijumpai dalam proses konstruksi terowongan. Jenis material ini memiliki kekuatan tekan bebas dari material terganggu sekitar
1
1 kali 4
daripada kekuatan tekan bebas material tidak terganggu.
Lempung jenis ini memiliki kadar air yang sangat tinggi dan kehilangan kekuatan akibat ganguan dihubungkan dengan perubahan permeabilitas. Proses konstruksi terowongan pada tanah lempung sensitif selalu menyebabkan proses pembentukan kembali material tanah
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-19
BAB II Studi Literatur
terganggu dan berkurangnya kekuatan material dekat dengan batas penggalian yang menyebabkan bergeraknya material tanah mengisi ruang kosong dibelakang shield.
2.3.5.2. Kondisi-kondisi Lainnya yang Mempengaruhi Stabilitas
Pada umumnya sering kita temui tanah-tanah yang telah terganggu akibat konstruksi sebelumnya atau tanah lempung yang mengandung material batuan. Kesulitan yang sering dialami dalam proses konstruksi terowongan pada material tanah yang mengandung batuan biasanya muncul pada saat proses pemindahan massa batuan tersebut. Tanah disekeliling batuan harus dibiarkan tanpa penyangga untuk menyediakan ruangan bekerja agar diperoleh waktu kestabilan yang lebih lama (Stand up Time). Di daerah perkotaan, sering kali ditemui fondasi-fondasi gedung yang sudah tidak berfungsi lagi. Tetapi sebagian besar fondasi tersebut terbuat dari kayu, sehingga dengan teknologi yang tepat maka masalah tersebut dapat diatasi.
2.3.5.3. Pengendalian Air Tanah
Pengendalian air tanah merupakan salah satu hal yang paling penting dalam proses konstruksi terowongan. Metode-metode yang digunakan untuk mengendalikan air tanah antara lain dewatering, grouting, compressed air, freezing, dan electro-osmosis. a. Dewatering Proses dewatering dalam konstruksi terowongan pada mulanya merupakan metode yang paling ekonomis dalam mengendalikan muka air tanah. Teknik tersebut pada dasarnya melibatkan alat penurunan air tanah dengan membuat beberapa seri lubang bor yang lewat di samping terowongan dan kemudian memompa air keluar dengan menggunakan pompa yang diletakkan didalam tanah ataupun dipermukaan tanah. Hasil dari proses tersebut adalah untuk mengurangi atau menghilangkan tekanan air di sekitar terowongan. Hal ini dikenal dengan pressure reducing process atau drawdown process (Jones M.B., 1985). Sayangnya, ada kemungkinan efek samping
konsolidasi tanah dan kenaikan berat efektif akibat pengurangan air.
Penurunan akibat konsolidasi ini dapat merusak struktur bangunan disekitar area yang diturunkan muka air tanahnya. Ilustrasi proses dewatering dan alat well point untuk memompa air dapat dilihat pada Gambar 2.13 dan Gambar 2.14.
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-20
BAB II Studi Literatur
Gambar 2.13. Ilustrasi dari proses Dewatering, A : Tekanan air Total B : Tekanan air yang telah dikurangi
Gambar 2.14. Tipikal Instalasi Deep well
b. Grouting Grouting dapat didefinisikan sebagai proses injeksi cairan bertekanan pada
lubang bukaan di tanah, rekahan pada batuan, atau pada galian buatan yang ditemukan di rekahan belakang lining terowongan dan lain-lain, dimana cairan tersebut seiring dengan berjalannya waktu akan mengeras dan menutup lubang ataupun rekahan yang terjadi (Ischy dan Glossop, 1962). Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-21
BAB II Studi Literatur
Tujuan dasar dari grouting adalah untuk menutup rongga dan jalur aliran pada tanah/batuan sehingga air tanah tidak dapat mengalir melalui jalur tersebut dan masuk ke galian (pengurangan permeabilitas) dan/atau untuk menambah kekuatan material tanah sehingga proses konstruksi terowongan pada tanah apung tidak mengalami kesulitan, dan juga untuk meningkatkan faktor keselamatan. Disamping itu, metode grouting ini digunakan dalam konstruksi terowongan dalam hubungannya untuk
mengurangi penurunan permukaan dan sebagai tambahan teknik perkuatan untuk struktur diatasnya pada area perkotaan. Gambar 2.15 memberikan penjelasan mengenai prinsip grouting.
Gambar 2.15. Aplikasi Grouting Pada Saluran Air
c. Compressed Air Compressed Air merupakan metode yang paling sering digunakan dalam
stabilitas tanah untuk terowongan yang dibangun pada lapisan permeabel dibawah muka air tanah, dimana proses dewatering tidak praktis dilakukan khususnya untuk terowongan dibawah muka air. Metode ini juga dapat bertindak sebagai penyangga pada terowongan di tanah lunak, dan meningkatkan faktor stabilitas melebihi batas kritis di tanah lempung yang mengalami pemampatan (squeezing clays). Tujuan metode ini adalah untuk menyeimbangkan tekanan hidrostatis diluar terowongan. Gambar 2.16 memperlihatkan penggalian lapisan tanah dengan compressed air.
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-22
BAB II Studi Literatur
Gambar 2.16. Pemakaian Compressed Air dalam Penggalian Terowongan
d. Ground Freezing Proses membekukan lapisan tanah yang mengandung air merupakan sebuah metode yang sangat rumit dan memerlukan keahlian serta biaya operasi yang sangat mahal tetapi sangat efektif dalam pengendalian sementara air tanah ataupun peningkatan stabilitas. Agar proses ini berhasil maka didalam tanah harus dipastikan memiliki air, sebab proses ini tidak akan meningkatkan karakteristik dari tanah tanpa air (kering). Gambar 2.17 memperlihatkan proses freezing yang dilakukan di tanah. Proses freezing ini dapat dilakukan dengan menggunakan refrigerated brine dan nitrogen cair. e. Electro-osmosis Electro-osmosis merupakan teknik pengeringan yang digunakan khususnya
untuk stabilitas lempung lunak dan lanau dimana pengeringan dengan metode konvensional tidak dapat dilakukan. Metode ini didasarkan pada prinsip elektrolisis, dengan dua elektroda yang dimasukkan kedalam tanah dengan dialiri oleh arus listrik. Berdasarkan proses kimia dari elektrolisis, molekul-molekul air akan ditarik oleh katoda (elektroda negatif) dan kemudian akan dipompakan ke atas melalui elektroda tersebut. Prinsip umum dari electro-osmosis diperlihatkan pada Gambar 2.18.
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-23
BAB II Studi Literatur
Gambar 2.17. Proses Ground Freezing pada Terowongan Essen
Gambar 2.18. Ilustrasi prinsip Eektro-osmosis pada Proses Dewatering
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-24
BAB II Studi Literatur
2.4.
METODE ELEMEN HINGGA
Apabila terdapat suatu sistem yang dikenai gaya luar, maka gaya luar tersebut diserap oleh sistem tersebut dan akan menimbulkan gaya dalam dan perpindahan. Untuk mengetahui besarnya gaya dalam dan perpindahan akibat gaya luar tersebut, perlu dibentuk suatu persamaan yang mewakili sistem tersebut. Salah satu metoda yang mewakili adalah metode elemen hingga. Keseluruhan sistem dibagi kedalam elemen-elemen dengan jumlah tertentu. Selanjutnya dibentuk persamaan
[K ]{D} = {R} Dimana :
[K ] = matriks kekakuan global {D} = matriks perpindahan global {R} = matriks gaya global
Proses pembentukan persamaan diatas harus memenuhi kondisi berikut : 1. Kesetimbangan, yaitu kesetimbangan gaya-gaya yang bekerja pada setiap elemen dan keseluruhan material. 2. Kompatibilitas, berkaitan dengan geometri dari material yaitu hubungan perpindahan dengan dan regangan. 3. Persamaan konstitutif dari material, mengenai hubungan tegangan-regangan yang merupakan kareakteristik dari material. Kondisi batas dan kondisi awal gaya-gaya dan perpindahan secara khusus harus memenuhi kondisi kesetimbangan dan kondisi kompatibilitas. Hubungan ketiga kondisi diatas tergambar dalam bagan berikut :
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-25
BAB II Studi Literatur
Gaya dan Tegangan Permukaan Fi, Ti
Perpindahan Ui
Kesetimbangan
Kompatibilitas
Regangan Εij
Tegangan σij
Persamaan Konstitutif
Gambar 2. 19. Hubungan antara variabel-variabel dalam penyusunan persamaan elemen hingga (Chen and Baladi, 1985)
2.4.1. Persamaan Konstitutif
Diantara ketiga kondisi yang harus dipenuhi dalam pembentukan persamaan elemen hingga, persamaan konstitutif adalah yang paling rumit. Persamaan konstitutif tidak sama untuk semua material. Persamaan konstitutif harus didekati oleh fungsi yang sederhana maupun yang cukup kompleks. Persamaan konstitutif menggambarkan komponen-komponen tegangan σ dan komponen regangan ε pada setiap titik pada keseluruhan sistem. Hubungan ini bisa sederhana atau cukup rumit tergantung dari material yang dianalisa. Persamaan konstitutif untuk setiap material ditentukan dengan percobaan dan mungkin merupakan suatu fungsi dari besaran fisik yang terukur selain tegangan dan regangan seperti suhu dan waktu, atau parameter internal yang tidak dapat diukur langsung. Efek parameter internal pada hubungan tegangan-regangan dari suatu material diantaranya adalah sejarah tegangan dan reregangan, atau sejarah kejadian mekanis yang terjadi mengenai material tersebut.
2.4.1.1. Material Elastik Linier
Hubungan tegangan-regangan dalam suatu bahan yang bersifat linier dikenal dengan hukum Hooke. Menurut Hooke, satuan perpanjangan elemen dalam batas proporsionalnya diberikan oleh : Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-26
BAB II Studi Literatur
εx =
σx
(2-5)
Ex
diman E adalah modulus elastisitas bahan. Perpanjangan elemen dalam arah x ini didikuti dengan komponen melintang
σx
ε y = −υ ε x = −υ
(2-6)
Ex
σx
(2-7)
Ex
dimana υ adalah konstanta Poisson Ratio. Untuk bahan yang isotropik modulus elastisitas bahan dalam segala arah sama besar. Dengan demikian diperoleh keseluruhan tegangan normal sebagai berikut :
[
]
(2-8)
[
]
(2-9)
[
]
(2-10)
εx =
1 σ x − υ (σ y + σ z ) E
εy =
1 σ y − υ (σ x + σ z ) E
εz =
1 σ z − υ (σ x + σ y ) E
Untuk kondisi regangan geser akibat tegangan geser adalah :
γ xy =
τ xy
γ xz = γ xyz = dimana :
G=
(2-11)
G
τ xz
(2-12)
G
τ yz
(2-13)
G
E 2(1 + υ )
(2-14)
Dalam bentuk matriks tegangan-regangan ε = C σ diatas menjadi : ⎧ 1 ⎪ ⎪ −υ ⎪ 1 ⎪⎪ − υ C= ⎨ E⎪ 0 ⎪ ⎪ 0 ⎪ ⎪⎩ 0
−υ
−υ
1
−υ
−υ
1
0
0
0
0
0
0
⎫ ⎪ 0 0 0 ⎪ ⎪ 0 0 0 ⎪⎪ ⎬ 2(1 + υ ) 0 0 ⎪ ⎪ 0 2(1 + υ ) 0 ⎪ ⎪ 0 0 2(1 + υ )⎪⎭ 0
0
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
0
(2-15)
II-27
BAB II Studi Literatur
Dengan menginvers persamaan diatas akan diperoleh hubungan σ = K ε : ⎧ 1−υ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ υ ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ υ ⎪ E ⎪ K = C −1 = ⎨ (1 + υ )(1 − 2υ ) ⎪ 0 ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ 0 ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ 0 ⎪⎩
υ
υ
0
0
1−υ
−υ
0
0
υ
1−υ
0
0
0
0
1 − 2υ 2
0
0
0
0
1 − 2υ 2
0
0
0
0
0 ⎫ ⎪ ⎪ ⎪ 0 ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ 0 ⎪ ⎪ ⎪ ⎬ 0 ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ 0 ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ 1 − 2υ ⎪ 2 ⎪⎭
(2-16)
2.4.1.2. Kondisi Plane Strain
Dalam banyak analisa bangunan geoteknik seperti terowongan, galian dan sebagainya, analisa dilakukan dengan menyederhanakan bangunan tersebut. Analisa dilakukan dengan mengambil suatu penampang seragam dan menganalisanya secara 2D. Regangan tegak lurus penampang dianggap nol. Kondisi ini dinamakan Plane Strain dan secara matematis dituliskan dengan εz = γyz = γzy = 0. Hubungan tegangan-regangan {σ } = [C ]{ε } untuk kondisi plane strain dan isotropik menjadi :
⎡ ⎤ ⎧σ x ⎫ υ 1−υ 0 ⎥⎧ ε x ⎫ ⎢ E ⎪ ⎪ ⎪ ⎪ ⎢ υ 1−υ 0 ⎥⎨ ε y ⎬ ⎨σ y ⎬ = 1 − 2υ ⎥ ⎪ ⎪ ⎪τ ⎪ (1 + υ )(1 − 2υ ) ⎢ 0 0 ⎢ ⎥ γ xy ⎩ xy ⎭ 2 ⎦⎩ ⎭ ⎣
σz diperoleh dari persamaan ε z = 0 =
σ z + υσ y + υσ x E
(2-17)
setelah nilai σx dan σy.
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-28
BAB II Studi Literatur
2.4.1.3. Kondisi Plane Stress
Kondisi plane stress adalah kondisi dimana tegangan pada salah satu sumbu bernilai nol, misalnya sumbu z. Secara matematis dituliskan σz = τyz = τxy = 0. Kondisi ini misalnya terjadi pada suatu pelat atau cangkang tipis. Hubungan tegangan-regangan {σ } = [C ]{ε } untuk kondisi plane stress dan isotropik menjadi : ⎧σ x ⎫ E ⎪ ⎪ ⎨σ y ⎬ = 2 ⎪τ ⎪ 1 − υ ⎩ xy ⎭
⎡1 υ 0 ⎤⎥ ⎧ ε x ⎫ ⎢ ⎪ ⎪ ⎢υ 1 0 ⎥⎨ ε y ⎬ ⎢ 1 − υ ⎥⎪ ⎪ ⎢0 0 ⎥ γ xy 2 ⎦⎩ ⎭ ⎣
(2-18)
2.4.1.4. Kondisi Axially Symetric Solids (Axisymmetric)
Kondisi axisymmetric diperoleh dengan memutar bidang 2D pada suatu sumbu salam satu putaran. Koordinat yang digunakan adalah r, ф, dan z. Kondisi ini misalnya terjadi pada analisa test triaxial atau pada bangunan lain yang berbentuk silinder.
Gambar 2.20. Elemen Axisymmetric (Cook, 1989)
Hubungan tegangan-regangan {σ } = [C ]{ε } untuk kondisi axisymmetric dan isotropik adalah : 0 ⎤⎧ ε r ⎫ υ υ ⎡1 − υ ⎧σ r ⎫ ⎢ ⎪σ ⎪ 1−υ 0 ⎥⎥ ⎪⎪ ε z ⎪⎪ υ E ⎪ z⎪ ⎢ υ ⎨ ⎬= ⎢ υ 0 ⎥⎨ εθ ⎬ υ 1−υ ⎪σ θ ⎪ (1 + υ )(1 − 2υ ) ⎢ 1 − 2υ ⎥ ⎪ ⎪ 0 0 ⎪γ ⎪ ⎪⎩τ xy ⎪⎭ ⎢⎣ 0 2 ⎥⎦ ⎩ xy ⎭ Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
(2-19)
II-29
BAB II Studi Literatur
2.4.2.
Program Elemen Hingga (Plaxis)
Perkembangan dari program PLAXIS, dimulai pada tahun 1987 di Technical University of Delft. Tujuan awalnya adalah untuk mengembangkan penggunaan kode metode elemen hingga 2D untuk analisa timbunan sungai pada tanah lunak di Belanda, namun kemudian program ini berkembang sehingga mencakup sebagian besar masalah-masalah rekayasa geoteknik. Untuk perkembangan lebih lanjut, program
2D tersebut kemudian
dekembangkan lagi menjadi program PLAXIS 3D.
2.4.2.1 Plaxis 2D
PLAXIS merupakan sebuah paket elemen hingga yang bertujuan untuk menganalisis deformasi dan stabilitas dalam proyek rekayasa geoteknik. Dibawah ini diberikan penjelasan singkat tentang karakteristik progam PLAXIS 2D secara umum. a. Model Geometri Pada bagian ini, user dapat memasukkan informasi tentang geometri struktur, lapisan tanah, tahap konstruksi, beban dan kondisi batas yang dapat digambarkan pada area gambar yang telah tersedia. Pada tahap ini juga dapat dilakukan pemodelan interaksi antara struktur-tanah yang dimodelkan dengan interface. b. Kondisi Batas Pada tahap ini, user dapat memasukkan kondisi batas yang diaplikasikan pada tanah penentuan beban yang bekerja, serta menentukan reaksi perletakan, rol, sendi, jepit, ataupun tidak terkekang) pada lokasi tertentu yang dijadikan kondisi batas. c. Karakteristik material Tanah Pada tahap ini, user dapat memasukkan parameter-parameter tanah seperti φ, γ, υ, E, dan lain-lain sesuai dengan model material tanah yang kita inginkan. Setiap model material, mencerminkan perilaku tanah yang ditinjau. Oleh karena itu, semakin kompleks model tanahnya, maka perilaku tanah yang dimodelkan akan semakin akurat.Untuk komponen-komponen lainnya seperti balok, PLAXIS juga menyediakan beberapa model. Parameter yang diperlukan untuk model ini antara lain EI dan EA. d. Mesh Generation PLAXIS secara otomatis dapat melakukan prosedur pembangunan mesh secara otomatis. Dimana geometri dibagi-bagi menjadi elemen-elemen dasar serta elemen struktur yang bersesuaian. Elemen yang digunakan adalah elemen segitiga yang memiliki 6 titik (node) dan 15 node. Dari titik tersebut dapat diperoleh informasi Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-30
BAB II Studi Literatur
mengenai deformasi dan tegangan yang terjadi. Sehingga semakin banyak titiknya, semakin akurat pula perhitungan yang dilakukan.
Gambar 2.21. Elemen sgitiga 6 titik (node) dan 15 titik
e. Kondisi awal Pada umumnya, kondisi awal mencakup kondisi air tanah awal, konfigurasi geometri awal, dan kondisi tegangan efektif awal. f. Perhitungan dan Output PLAXIS memberikan beberapa point perhitungan sesuai dengan kebutuhan user baik perhitungan deformasi tanah, maupun tegangan tanah. Pada tahap ini, user juga dapat mengatur tahapan konstruksi dari struktur yang dianalisis. User juga dapat memperoleh hasil output perhitungan PLAXIS yang akan ditampilkan oleh PLAXIS antara lain tegangan, tekanan air, deformasi, dan lain-lain.
2.4.1.2. Plaxis 3D (Tunnel)
PLAXIS 3D Tunnel merupakan paket elemen hingga dalam bidang geoteknik, yang khusus bertujuan untuk analisis deformasi dan stabilitas terowongan secara 3D. Untuk PLAXIS 3D, akan dibahas mengenai tahap penggalian dan metode konstruksi dari NATM. Metode ini melakukan penggalian terowongan dengan memisahkan anatara penggalian crown, bench, dan invert. Dibawah ini diberikan penjelasan singkat tentang karakteristik progam PLAXIS 3D.
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-31
BAB II Studi Literatur
Gambar 2.22. Geometri NATM Tunnel, Penampang Melintang (Kiri) Dan Tampak Samping (Kanan)
a. Geometri Pada bagian ini, user dapat memasukkan informasi tentang geometri dari terowongan yakni NATM Tunnel, geometri lapisan tanah, yang digambarkan pada area gambar yang telah tersedia. Pada tahap ini juga dapat dilakukan pemodelan interaksi antara struktur-tanah yang dimodelkan dengan interface. b. Kondisi batas Pada tahap ini, user dapat memasukkan kondisi batas yang diaplikasikan pada tanah penentuan beban yang bekerja, serta menentukan reaksi perletakan, rol, sendi, jepit, ataupun tidak terkekang) pada lokasi tertentu yang dijadikan kondisi batas. c. Karakteristik material Tanah Pada tahap ini, user dapat memasukkan parameter-parameter tanah seperti φ, γ, υ, E, dan lain-lain sesuai dengan model material tanah yang kita inginkan. Setiap model material, mencerminkan perilaku tanah yang ditinjau. Oleh karena itu, semakin kompleks model tanahnya, maka perilaku tanah yang dimodelkan akan semakin akurat.Untuk komponen-komponen lainnya seperti balok, PLAXIS juga menyediakan beberapa model. Parameter yang diperlukan untuk model ini antara lain EI dan EA. d. Mesh Generation Untuk PLAXIS 3D, pertama-tama kita harus membangun mesh 2D terlebih dahulu, kemudian mesh 3D dapat dibangun. Elemen yang digunakan adalah elemen segitiga yang memiliki 15 node.
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-32
BAB II Studi Literatur
Gambar 2.23 Pembuatan mesh 3D
Gambar 2.24. Elemen 3D
e. Perhitungan dan Output Untuk proses perhitungan, PLAXIS akan melakukan analisis berdasarkan tahap-tahap konstruksi. User dapat mengatur dan mensimulasikan tahap konstruksi yang dilakukan sesuai dengan metode NATM seperti perubahan distribusi tegangan hidrostatik, aplikasi beban, beban arah sumbu z, perpindahan, regangan volume, perubahan parameter tanah (misalnya peningkatan kekuatan tanah), atau untuk akurasi perhitungan sebelumnya. Untuk output-nya, PLAXIS 3D akan menampilkan kondisi tegangan yang terjadi sewaktu proses penggalian dilaksanakan.
2.4.2. Model Material
PLAXIS mendukung berbagai model konstitutif untuk memodelkan perilaku dari material tanah maupun material kontinum lainnya. Model-model ini dan parameterparameternya akan dibahas secara mendetil dalam Modul Model Material. Berikut adalah pembahasan singkat tentang model-model yang tersedia : a. Model Linier Elastis : Model ini menyatakan hukum Hooke tentang elastisitas linier isotropis. Model ini meliputi dua buah parameter kekakuan, yaitu modulus Young, E, dan angka Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-33
BAB II Studi Literatur
Poisson, ν.Model linier elastis sangat terbatas untuk pemodelan perilaku tanah. Model ini terutama digunakan pada struktur-struktur yang kaku dalam tanah. b. Model Mohr Coulomb : Model yang sangat dikenal ini digunakan untuk pendekatan awal
terhadap
perilaku tanah secara umum. Model ini meliputi lima buah parameter, modulus Young, E, dan angka Poisson, ν, kohesi, c, sudut
geser,
φ,
yaitu dan
sudut
dilatansi, ψ. c. Model Jointed Rock : Model ini merupakan model elastis-plastis dimana penggeseran plastis hanya dapat terjadi pada beberapa arah penggeseran tertentu saja. Model ini dapat digunakan untuk memodelkan perilaku dari batuan yang terstratifikasi atau
batuan
yang
memiliki kekar (joint). d. Model Hardening Soil : Model ini merupakan model hiperbolik yang bersifat elastoplastis, yang diformulasikan dalam lingkup plastisitas dari pengerasan akibat friksi (friction hardening plasticity). Model ini telah mengikutsertakan
kompresi hardening untuk
memodelkan pemampatan tanah yang tidak dapat
kembali
seperti
semula
(irreversible) saat menerima pembebanan yang
bersifat
kompresif.
Model
berderajat dua ini dapat digunakan untuk
memodelkan perilaku tanah pasiran,
kerikil serta jenis tanah yang lebih lunak
seperti lempung dan lanau.
e. Model Soft Soil : Model
ini
merupakan
model
Cam-Clay
yang
digunakan
untuk
memodelkan perilaku tanah lunak seperti lempung terkonsolidasi normal dan gambut Model ini paling baik digunakan untuk situasi kompresi primer. f. Model Soft Soil Creep : Model ini merupakan model berderajat dua yang diformulasikan dalam lingkup viskoplastisitas. Model ini dapat digunakan untuk memodelkan perilaku tanah lunak yang bergantung pada waktu (time-dependent) seperti lempung terkonsolidasi normal dan gambut. Model ini telah mengikutsertakan kompresi logaritmik. g. Model Tanah dari Pengguna : Dengan pilihan ini maka pengguna dapat menggunakan model-model konstitutif lain diluar model-model standar dalam PLAXIS. Penjelasan detil dari fasilitas ini diberikan dalam Modul Model Material. Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-34
BAB II Studi Literatur
2.4.2.1. Model Mohr-Coulomb (Plastisitas Sempurna)
Plastisitas dihubungkan dengan terbentuknya regangan yang tidak dapat kembali seperti semula. Untuk mengevaluasi apakah telah terjadi plastisitas terjadi dalam perhitungan, sebuah fungsi leleh (yield function), f, dinyatakan sebagai fungsi dari tegangan dan regangan. Sebuah fungsi leleh umumnya dapat dinyatakan sebagai suatu bidang dalam ruang tegangan utama. Sebuah model plastis-sempurna merupakan suatu model konstitutif dengan bidang leleh tertentu, yaitu bidang leleh yang sepenuhnya didefinisikan oleh parameter model dan tidak dipengaruhi oleh peregangan (plastis). Untuk kondisi tegangan yang dinyatakan oleh titik-titik yang berada di bawah bidang leleh, perilaku dari titik-titik tersebut akan sepenuhnya elastis dan seluruh regangan dapat kembali seperti semula.
2.4.2.1.2. Parameter Dasar Model Mohr-Coulomb
Model Mohr-Coulomb membutuhkan total lima buah parameter, yang umum digunakan oleh para praktisi geoteknik dan dapat diperoleh dari uji-uji yang umum dilakukan di laboratorium. Parameter-parameter tersebut bersama satuan dasarnya adalah sebagai berikut : E : Modulus Young [kN/m2] ν : Angka Poisson [-] φ : Sudut geser [°] c : Kohesi [kN/m2] ψ : Sudut dilatansi [°]
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-35
BAB II Studi Literatur
Gambar 2.25. Lembar-tab Parameter untuk model Mohr-Coulomb
Modulus Young (E)
PLAXIS menggunakan modulus Young sebagai modulus kekakuan dasar dalam model elastis dan model Mohr-Coulomb, tetapi beberapa modulus alternatif juga ditampilkan. Modulus kekakuan mempunyai dimensi sama dengan dimensi tegangan. Nilai dari parameter kekakuan yang digunakan dalam suatu perhitungan memerlukan perhatian khusus karena kebanyakan material tanah menunjukkan perilaku yang non-linier dari awal pembebanan. Dalam mekanika tanah, kemiringan awal dari kurva tegangan-regangan umumnya dinotasikan sebagai E0 dan modulus sekan pada 50% kekuatan dinotasikan sebagai E50 (lihat Gambar 2.19). Untuk material dengan rentang elastisitas linier yang lebar maka penggunaan E0 adalah realistis, tetapi untuk masalah pembebanan pada tanah, umumnya digunakan E50. Pada pengurangan beban, seperti pada kasus terowongan dan galian, perlu digunakan Eur dan bukan E50.
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-36
BAB II Studi Literatur
| σ1- σ3| 1 E0
1 E50
regangan - ε1
Gambar 2.26. Definisi E0 Dan E50 Untuk Hasil Uji Triaksial Terdrainase Standar
Untuk tanah, modulus pengurangan beban Eur dan modulus pembebanan E50 cenderung semakin meningkat terhadap peningkatan tegangan keliling yang bekerja. Karena itu, lapisan tanah yang dalam cenderung mempunyai kekakuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan tanah yang dangkal. Angka Poisson ( ν)
Uji triaksial terdrainase standar dapat menghasilkan perubahan volume yang signifikan pada awal pemberian beban aksial, yang menghasilkan konsekuensi berupa nilai angka Poisson awal ( ν0) yang rendah. Pada beberapa kasus, khususnya pada masalah pengurangan beban, mungkin realistis untuk menggunakan nilai awal yang rendah, tetapi secara umum saat menggunakan model Mohr-Coulomb, Penentuan angka Poisson cukup sederhana jika model elastis atau model Mohr-Coulomb digunakan untuk pembebanan grvitasi (dengan meningkatkan ΣMweight dari 0 ke 1 pada perhitungan plastis). Dalam banyak kasus akan diperoleh nilai ν yang berkisar antara 0.3 dan 0.4. Umumnya, nilai tersebut tidak hanya digunakan pada kompresi satu dimensi, tetapi juga juga dapat digunakan untuk kondisi pembebanan lainnya. Namun untuk kasus pengurangan beban, lebih umum untuk menggunakan nilai antara 0.15 dan 0.25.
Kohesi (c)
Kekuatan berupa kohesi mempunyai satuan tegangan. PLAXIS dapat menangani pasir non-kohesif (c = 0), tetapi beberapa pilihan akan berjalan kurang baik. Untuk menghindari hal ini, pengguna yang belum berpengalaman disarankan untuk memasukkan nilai yang kecil untuk kohesi (gunakan c > 0.2 kPa). Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-37
BAB II Studi Literatur
Sudut geser ( φ)
Nilai sudut geser, φ (phi), dimasukkan dalam satuan derajat. Sudut geser yang tinggi, seperti pada pasir padat, akan mengakibatkan peningkatan beban komputasi plastis. tegangan geser φ
- σ1
- σ3 - σ2
c
tegangan - σ3
-σ2
-σ1
normal
Gambar 2.27. Lingkaran-Lingkaran Tegangan Saat Mengalami Leleh; Satu Lingkaran Menyentuh Garis Keruntuhan Coulomb
Waktu komputasi akan meningkat kurang-lebih secara ekponensial terhadap sudut geser. Karena itu, sudut geser yang tinggi sebaiknya dihindari saat melakukan perhitungan awal untuk suatu proyek tertentu. Sudut geser akan menentukan kuat geser seperti ditunjukkan pada Gambar 2.27 dengan menggunakan lingkaran tegangan Mohr. Sudut dilatansi ( ψ)
Sudut dilatansi, ψ (psi), dinyatakan dalam derajat. Selain tanah lempung yang terkonsolidasi sangat berlebih, tanah lempung cenderung tidak menunjukkan dilatansi sama sekali (yaitu ψ = 0). Dilatansi dari tanah pasir bergantung pada kepadatan serta sudut gesernya. Untuk pasir kwarsa besarnya dilatansi kurang lebih adalah ψ ≈ φ – 30°. Walaupun demikian, dalam kebanyakan kasus sudut dilatansi adalah nol untuk nilai φ kurang dari 30°. Nilai negatif yang kecil untuk ψ hanya realistis untuk tanah pasir yang sangat lepas.
2.5.
KEGAGALAN DALAM KONSTRUKSI TEROWONGAN
Ketidakpastian kondisi tanah memerlukan perhatian lebih dalam proses penggalian terowongan. Hal ini menyangkut aspek keselamatan jangka pendek yakni pada masa Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-38
BAB II Studi Literatur
konstruksi maupun, jangka panjang. Faktor keamanan dalam terowongan memerlukan standar yang sangat tinggi. Desain detail, perencanaan, konstruksi dan pelaksanaan, serta pengoperasian terowongan memiliki peran yang sangat penting. Secara umum keruntuhan pada terowongan dapat diklasifikasikan dua yaitu : a. Keruntuhan yang terjadi selama masa konstruksi b. Keruntuhan yang terjadi pada saat konstruksi terowongan telah selesai dan sudah beroperasi. Keruntuhan yang paling sering terjadi adalah pada saat konstruksi terowongan masih berlangsung. Keberhasilan dalam proses penggalian lubang bukaan serta stabilitasnya sangat erat hubungannya dengan penggunaan penyangga sementara secara efektif sampai dengan pemasangan lining secara permanen pada terowongan. Beberapa kasus kegagalan pada tahap kontruksi telah sering terjadi. Terowongan Wilson, Hawai, dengan lebar 10.4 m, dan tinggi 7.9 m dan panjang 823 m digali dikaki pegunungan vulkanik yang mengandung lava dan debu. Setelah penggalian sepanjang 100 m, terjadi kegagalan dimana terowongan tersebut runtuh dan dipenuhi lumpur pada jarak 24 m dari muka terowongan. Keruntuhan kemudian terjadi 35 hari kemudian pada saat penggalian kembali terowongan. Untuk mengatasi masalah ini, konstruksi terowongan dilakukan dengan menggali bagian top heading dan saluran air terlebih dahulu. Setelah menyelesaikan top heading, konstruksi selanhutnya dilaksanakan berdasarkan tahap-tahap konstruksi. Terowongan Woohead di Inggris dengan lebar 9.3 m, dan tinggi 8.03 m mengalami keruntuhan setelah proses konstruksi dari terowongan tersebut selesai. Hal ini terjadi karena kondisi tanah yang sulit dan kurangnya pengetahuan terhadap karakteristik tanah. Dari kasus diatas dapat kita tarik kesimpulan bahwa perilaku tanah sangatlah berbeda dengan batuan, terutama dengan adanya air tanah. Untuk itu sangat penting bagi kita untuk mengetahui kondisi tanah dimana akan dibangun terowongan. Metoda konstruksi yang dipilih juga harus sesuai dengan kondisi geologi serta karakteristik tanah.
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-39
BAB II Studi Literatur
2.6
STUDI TERHADAP PENELITIAN SEBELUMNYA
Ghalba (2002) melakukan studi analisis terhadap lining terowongan dengan menguji ketepatan metoda-metoda konvensional dan dibandingkan dengan metode elemen hingga. Budiawan (2002) melakukan analisis tahapan konstruksi galian dalam dengan penyangga penggunakan program elemen hingga. Sengara dan Widiadi (2000) melakukan penelitian dengan memodelkan proses galian bertahap serta pengaruh konstruksi MRT terhadap bangunan sekitar. Dalam paper tersebut, model tanah didekati dengan model hiperbolik. Pemodelan juga dilakuan terhadap konstruksi stasiun bawah tanah WMATA dan terowongan Thamrin Berdasarkan penelitian tersebut didapat kesimpulan bahwa dengan metode elemen hingga non linier dapat menghasilkan output yang cukup realistik mendekati dengan perhitungan dilapangan. Widiadi (1997) melakukan studi analisis terhadap terhadap tahapan konstruksi galian dengan menggunakan metode elemen hingga. Analisis dilakukan dengan memodelkan perilaku tanah dengan model hiperbolik. Studi ini membandingkan kinerja antara program EPSSIP dengan SIGMA/W.
Studi Analisis Pengaruh Pembangunan Terowongan MRT Terhadap Lingkungan Sekitar Dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga
II-40