BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori Stakeholder Teori stakeholder menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri, namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya yaitu pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain. Definisi stakeholder telah berubah selama empat dekade terakhir, yang pada mulanya, pemegang saham dipandang sebagai satu-satunya stakeholder perusahaan. Seiring berjalannya waktu, pandangan akan stakeholder berubah dengan memperluas definisi, tidak hanya kelompok pemegang saham saja yang dipandang sebagai stakeholder dari perusahaan, bahkan kelompok yang tidak menguntungkan (adversial grup) seperti pihak regulator dan pihak yang memiliki kepentingan tertentu juga dimasukkan dalam cakupan stakeholder. Kelompok stakeholder inilah yang menjadi bahan pertimbangan bagi manajemen perusahaan dalam mengungkap atau tidak suatu informasi di dalam laporan perusahaan tersebut. Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu manajemen perusahaan dalam meningkatkan penciptaan nilai sebagai dampak dari aktivitas-aktivitas yang dilakukan dan meminimalkan kerugian yang mungkin muncul bagi stakeholder.41 Corporate Social Responsibility merupakan strategi perusahaan untuk memuaskan keinginan para stakeholder, makin baik pengungkapan Corporate 41
Imam Ghozali dan Anis Chariri, Opcit., hlm. 409.
43
44
Social Responsibility yang dilakukan perusahaan maka stakeholder akan makin terpuaskan dan akan memberikan dukungan penuh kepada perusahaan atas segala aktivitasnya yang bertujuan untuk menaikan kinerja dan mencapai laba.
B. Teori Legitimasi Hal yang melandasi teori legitimasi adalah kontrak sosial yang terjadi antara perusahaan dengan masyarakat di mana perusahaan tersebut beroperasi dan menggunakan sumber ekonomi. Perusahaan beroperasi dalam lingkungan eksternal yang berubah secara konstan dan mereka berusaha menyakinkan bahwa perilaku mereka sesuai dengan batas-batas dan norma masyarakat. Teori legistimasi
memfokuskan
pada
interaksi
antara
perusahaan
dengan
masyarakat. 42 O’Donovan berpendapat bahwa legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan dari masyarakat. Dengan demikian, legitimasi merupakan manfaat atau sumber daya potensial bagi perusahaan untuk bertahan hidup (going concern).43 Teori legitimasi kaitannya dengan kinerja sosial dan kinerja keuangan adalah apabila jika terjadi ketidakselarasan antara sistem nilai perusahaan dan sistem nilai masyarakat (atau sering disebut legitimacy gap ), maka perusahaan dapat
kehilangan
legitimasinya,
yang
selanjutnya
akan
mengancam
kelangsungan hidup perusahaan. Namun demikian harus diingat bahwa keberadaan dan besarnya legitimacy gap bukanlah hal yang mudah untuk 42 43
Ibid., hlm. 412. Nor Hadi, Corporate Social Responsibility, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2011), hlm. 87.
45
ditentukan, yang penting adalah bagaimana perusahaan berusaha memonitor nilai-nilai perusahaan dan nilai-nilai sosial masyarakat dan mengindentifikasi kemungkinan munculnya gap tersebut.44 Untuk memperoleh legitimasi dari masyarakat, perusahaan melakukan aktivitas pertanggung jawaban sosial. Dengan menerapkan CSR, diharapkan perusahaan akan memperoleh legitimasi sosial dan dapat memaksimalkan kekuatan keuangannya dalam jangka panjang.
C. Corporate Social Responsibility (CSR) Secara teoritis, Corporate Social Responsibility (CSR) mengasumsikan korporasi sebagai agen pembangunan yang penting, khususnya dalam hubungan dengan pihak pemerintah dan kelompok masyarakat sipil. Dengan menggunakan alur pemikiran motivasi dasar, berbagai stakeholder kunci dapat memantau, bahkan menciptakan tekanan eksternal yang bisa “memaksa” sebuah korporasi untuk mewujudkan konsep dan penjabaran CSR yang lebih sesuai dengan kondisi yang ada di negara Indonesia. 45 Tanggung jawab sosial membawa ide bahwa perusahaan-perusahaan wajib membantu menyelesaikan masalah-masalah sosial bersamaan dengan usaha menuju ke arah pencapaian tujuan perusahaan, yaitu memaksimumkan keefektifan operasi perusahaan. 46 The World Business Counsil for Sustainable Development (WBCSD) memberikan pengertian Corpoarte Social Responsibility sebagai komitmen 44
Imam Ghozali dan Anis Chariri, Opcit., hlm. 413. Agus Arijanto, Etika Bisnis Bagi Pelaku Bisnis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), hlm. 135. 46 Sadino Sukirno, et al., Pengantar Bisnis, (Jakarta : Kencana, 2004), hlm. 352. 45
46
bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut dan masyarakat secara keseluruhan, dalam rangka meningkatkan kualitas hidup mereka. 47 Menurut Bank Dunia, tanggung jawab sosial perusahaan terdiri dari beberapa komponen utama, yaitu : perlindungan lingkungan, jaminan kerja, hak azasi manusia, interaksi dan keterlibatan perusahaan dengan masyarakat, standar usaha, pasar, pengembangan ekonomi dan badan usaha, perlindungan kesehatan, kepemimpinan dan pendidikan, bantuan bencana kemanusiaan. 48 Sementara itu, manfaat tanggung jawab sosial perusahaan adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Bagi Perusahaan Manfaat yang jelas bagi perusahaan jika perusahaan memberikan tanggung jawab sosial adalah munculnya citra positif dari masyarakat akan kehadiran perusahaan di lingkungannya. Kegiatan perusahaan dalam jangka panjang akan dianggap sebagai kontribusi yang positif bagi masyarakat. Selain membantu perekonomian masyarakat, perusahaan juga akan dianggap bersama masyarakat membantu dalam mewujudkan keadaan yang lebih baik di masa yang akan datang. 2. Manfaat Bagi Masyarakat Manfaat bagi masyarakat dari tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan sangatlah jelas. Selain bahwa beberapa kepentingan masyarakat 47 48
diperhatikan
oleh
Erni R. Ernawan, Opcit., hlm. 163. Erni R. Ernawan, Opcit., hlm. 164.
perusahaan,
masyarakat
juga
akan
47
mendapatkan pandangan baru mengenai hubungan perusahaan dan masyarakat yang barangkali selama ini hanya sekedar dipahami sebagai hubungan konsumen-produsen, atau hubungan antara penjual dan pembeli saja. Masyarakat akan memiliki pandangan baru bahwa hubungan antara masyarakat dan dunia bisnis perlu diarahkan untuk kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Hubungan masyarakat dan dunia bisnis tidak lagi dipahami sebagai hubungan antara pihak yang mengeksploitasi dan pihak
yang tereksploitasi,
tetapi hubungan kemitraan dalam
membangun masyarakat lingkungan yang lebih baik. Tidak hanya di sektor perekonomian, tetap juga dalam sektor sosial, pembangunan dan, lain-lain. 3. Manfaat Bagi Pemerintah Pemerintah pada akhirnya tidak hanya berfungsi sebagai wasit yang menetapkan aturan main dalam hubungan masyarakat dan dunia bisnis, dan memberikan sanksi bagi pihak yang melanggarnya. Pemerintah sebagai pihak yang mendapat legitimasi untuk mengubah tatanan masyarakat ke arah yang lebih baik akan mendapatkan partner dalam mewujudkan tatanan masyarakat tersebut. Sebagian tugas pemerintah dapat dijalankan oleh anggota masyarakat, dalam hal ini perusahaan atau organisasi bisnis. 49
49
Erni Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Bisnis, (Jakarta : Kencana, 2005), hlm. 81-82.
48
D. Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD) Disclosure (pengungkapan) didefinisikan sebagai penyediaan sejumlah informasi yang dibutuhkan untuk pengoperasian secara optimal pasar modal efisien. 50 Secara umum terdapat tiga konsep pengungkapan. Konsep tersebut antara lain : 1. Adequate disclosure (Pengungkapan cukup) Adequate Disclosure yaitu pengungkapan minimum yang dinyatakan oleh peraturan yang berlaku, di mana angka-angka yang disajikan dapat diinterprestasikan dengan benar oleh investor. 2. Fair disclosure (Pengungkapan wajar) Fair disclosure adalah pengungkapan yang secara tidak langsung merupakan tujuan etis agar memberikan perlakuan yang sama kepada semua pemakai laporan dengan menyediakan informasi yang layak terhadap pembaca potensial. 3. Full disclosure (Pengungkapan penuh) Full disclosure adalah pengungkapan yang mengimplikasikan penyajian dari seluruh informasi yang relevan. 51 Darrough mengemukakan ada dua jenis pengungkapan jika dilihat dari persyaratan yang ditetapkan oleh standar yang berlaku, yaitu : 52 a. Pengungkapan wajib (mandatory disclosure), merupakan pengungkapan yang disyaratkan (diwajibkan) oleh standar akuntansi yang berlaku dan badan pengawas pasar modal yang berwenang di suatu negara. 50
Eldon S. Hendriksen, Teori Akuntansi, (Batam : Interaksara, 1998), hlm. 136. Ibid., hlm. 140. 52 Ari Kristian, Opcit. 51
49
Pengungkapan
bersifat
wajib
dapat
memaksa
perusahaan
untuk
mengungkapkan suatu informasi apabila perusahaan tidak bersedia mengungkapkan informasi tersebut secara sukarela. b. Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure), merupakan pengungkapan butir-butir informasi tertentu yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan walaupun tidak diwajibkan oleh peraturan yang berlaku. Sedangkan prinsip-prinsip untuk menentukan kualitas laporan adalah sebagai berikut :53 1. Prinsip Keseimbangan Laporan harus mencerminkan aspek-aspek positif dan negatif dari kinerja organisasi untuk memungkinkan dilakukannya asesmen yang beralasan atas kinerja organisasi secara keseluruhan. Keseluruhan penyajian konten laporan harus memberikan gambaran yang objektif tentang kinerja organisasi. Laporan harus menghindari format pemilihan, penghilangan, atau penyajian yang terlalu berlebihan atau tidak tepat dalam memengaruhi keputusan atau asesmen dari pembaca laporan. 2. Prinsip Komparabilitas Organisasi harus memilih, mengumpulkan, dan melaporkan informasi secara konsisten. Informasi yang dilaporkan harus disajikan dengan cara yang memungkinkan para pemangku kepentingan menganalisis perubahan kinerja organisasi dari waktu ke waktu, dan yang dapat mendukung analisis relatif 53
terhadap
organisasi
lain.
Komparabilitas
diperlukan
untuk
Global Reporting Initiative, Prinsip-prinsip Pelaporan dan Pengungkapan Standar dalam www.globalreporting.org diakses tanggal 28 Februari 2015.
50
mengevaluasi kinerja. Pemangku kepentingan yang menggunakan laporan harus dapat membandingkan informasi yang dilaporkan mengenai kinerja ekonomi, lingkungan, dan sosial terhadap kinerja organisasi di masa lalu, terhadap tujuan organisasi, dan pada tingkat yang memungkinkan, terhadap kinerja organisasi lain. 3. Prinsip Akurasi Informasi yang dilaporkan harus cukup akurat dan terperinci bagi para pemangku kepentingan untuk dapat menilai kinerja organisasi. Karakteristik yang menentukan keakuratan bervariasi sesuai dengan sifat informasi dan pengguna informasi tersebut. 4. Prinsip Ketepatan Waktu Organisasi harus membuat laporan dengan jadwal yang teratur sehingga informasi tersedia tepat waktu bagi para pemangku kepentingan untuk membuat keputusan yang tepat. Manfaat informasi
terkait erat dengan
kapan informasi tersebut disajikan kepada para pemangku kepentingan sehingga
mereka dapat
mengintegrasikannya
secara efektif dalam
pengambilan keputusan. Waktu penerbitan mengacu pada keteraturan pelaporan serta kedekatannya dengan peristiwa aktual yang dijelaskan dalam laporan. 5. Prinsip Kejelasan Organisasi harus membuat informasi tersedia dengan cara yang dapat dimengerti dan dapat
diakses
oleh pemangku
kepentingan
yang
menggunakan laporan. Informasi harus disajikan dengan cara yang dapat
51
dipahami oleh para pemangku kepentingan yang memiliki pemahaman yang wajar mengenai organisasi dan aktivitasnya. 6. Prinsip Keandalan Organisasi harus mengumpulkan, mencatat, menyusun, menganalisis, dan mengungkapkan informasi serta proses yang digunakan untuk menyiapkan laporan agar dapat diuji, dan hal itu akan menentukan kualitas serta materialitas informasi. Para pemangku kepentingan harus memiliki keyakinan bahwa laporan dapat diuji untuk dapat menetapkan kebenaran isinya dan sejauh mana Prinsip-prinsip Pelaporan telah diterapkan dengan benar. Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility Disclosure merupakan salah satu aspek penting dari akuntabilitas perusahaan terhadap sosial dan lingkungan. Dewasa ini, pemahaman mengenai pengungkapan Corporate Social Responsibility sudah lebih luas. Hal ini selaras dengan semakin berkembangnya akuntansi sosial sejak tahun 1970-an. Grey et al. mendefinisikan pengungkapan CSR sebagai peroses mengkomunikasikan dampak sosial dan lingkungan akibat tindakan ekonomi suatu organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan masyarakat secara keseluruhan. Pengungkapan CSR mencakup perluasan akuntabilitas suatu organisasi, tidak lagi hanya sekedar menyajikan laporan keuangan kepada pemegang saham. Perluasan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa perusahaan memiliki tanggung jawab yang lebih luas daripada hanya sekedar mencari laba untuk pemegang saham. Menurut Gond dan Herrbach,
52
pengungkapan CSR merupakan wujud proses monitor, ekplorasi dan interpretasi dari bentuk-bentuk akuntansi yang lebih luas seperti laporan sosial dan lingkungan. Pengungkapan CSR memiliki akar fundamental yang sama dengan CSR dan dapat dihubungkan secara historis dengan praktik audit sosial. 54 Mattews
memaparkan
bahwa
analisis
konten
dalam
bentuk
pengungkapan CSR yang lengkap dan komprehensif memberikan indikasi yang lebih jelas mengenai sejauh mana perusahaan bertanggung jawab kepada para pemangku kepentingannya. Pengungkapan CSR seharusnya tidak hanya berisi komitmen, tetapi juga berisi elaborasi antara komitmen tersebut dengan hasil yang dicapai. Business in the Community (BITC) mengemukakan bahwa pengungkapan CSR dapat memperluas praktik bisnis karena perusahaan mengakui manfaat pengungkapan tersebut lebih dari sekedar reputasi yang akan diperoleh apabila dialog dengan para pemangku kepentingan dilakukan secara lebih terbuka dan seimbang. Dengan kata lain, pengungkapan CSR memiliki peran penting dalam menentukan kesuksesan suatu perusahaan. 55 Kewajiban pengungkapan CSR di Indonesia telah di atur dalam beberapa regulasi. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengimplementasikan pengungkapan sosial perusahaan dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 tahun 2009, paragraf kesembilan, “Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup
54
Amilia Nurul Raditya, Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR) Pada Perusahaan Yang Masuk Daftar Efek Syariah (DES), (Depok : Universitas Indonesia, 2012), Skripsi diterbitkan. 55 Ibid.
53
dan laporan nilai tambah (value added statement) khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.” Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor KEP-134/BL/2006 juga mewajibkan perusahaan untuk mengungkapan informasi terkait tata kelola perusahaan dimana di dalamnya juga termasuk uraian mengenai aktivitas dan biaya yang dikeluarkan berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan pada laporan tahunan perusahaan. Pemerintah juga mewajibkan praktik pengungkapan tanggung jawab sosial melalui Undang-Undang No. 40 tahun 2007 Pasal 74 tentang Perseroan Terbatas, dengan didukung Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 Pasal 6, yang menyatakan bahwa pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan dimuat dalam laporan tahunan Perseroan dan dipertanggung jawabkan kepada RUPS. Sementara itu, standar pengungkapan CSR yang berkembang di Indonesia merujuk pada standar yang dikembangkan oleh GRI (Global Reporting Intiative). GRI merupakan organisasi nirlaba berbasis jaringan dimana kegiatannya melibatkan ribuan tenaga profesional dan organisasi dari beragam sektor, konstituen dan wilayah. Keseluruhan dokumen-dokumen kerangka pelaporan GRI dikembangkan menggunakan proses konsensus melalui dialog antara pemangku kepentingan bisnis, komunitas investor, tenaga kerja, masyarakat sipil (pemerintah), akuntan, akademisi, dan lain-lain.
54
Penelitian ini menggunakan standar pengungkapan GRI G3.1 Performance Indicators yang terdiri dari 6 (enam) tema dengan 84 items pengungkapan. Enam tema tersebut yaitu : ekonomi, lingkungan, ketenagakerjaan, hak azasi manusia, sosial dan kemasyarakatan serta tanggung jawab produk. Setiap items pengungkapan CSR dalam instrumen penelitian diberi skor 1 jika kategori informasi tersebut diungkapkan dalam laporan
tahunan dan nilai 0 jika
kategori informasi tidak diungkapkan dalam laporan tahunan. Selanjutnya, skor pengungkapan CSR dijumlahkan agar memperoleh skor keseluruhan untuk setiap perusahaan. Rumus untuk menghitung diclosure level tanggung jawab sosial perusahaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
CSRI𝑦 =
∑𝑋𝑦 𝑛
Keterangan : CSRIy
: Indeks pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan y
∑ Xy
: Jumlah item pengungkapan perusahaan y
n
: Jumlah item pengungkapan menurut GRI, n = 84
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Corporate Social Responsibility Disclosure (CSRD) 1. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan skala yang menentukan besar atau kecilnya perusahaan. Tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan antara lain, total penjualan, rata-rata tingkat penjualan, dan total aktiva. Pada dasarnya ukuran perusahaan hanya terbagi pada tiga kategori,
55
yaitu perusahaan besar, perusahaan menengah, dan perusahaan kecil. 56 Penelitian ini menggunakan proksi total aset yang ditransformasikan dalam logaritma natural untuk mengontrol ketidaklinieran data yang sangat tinggi karena nilai aset masing-masing perusahaan sangat bervariasi nilainya. 57 Rumus untuk menghitung total aset adalah sebagai berikut : 𝑆𝑧𝑖𝑡 = logn
𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑗𝑖𝑡
Keterangan : 𝑆𝑧𝑖𝑡
: Size perusahaan i pada periode t
Logn ∑ Asset jit
: Nilai logaritma natural total aset perusahaan i pada periode t
Menurut Siregar dan Utama, semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan sehubungan dengan investasi dalam perusahaan tersebut semakin banyak. Pernyataan tersebut didukung dengan penelitian-penelitian yang banyak dilakukan. Susmantoro juga mengemukakan bahwa semakin besar aset yang dimiliki perusahaan, maka semakin tinggi tingkat disclosure perusahaan. Perusahaan dengan nilai aset yang besar memiliki kepentingan yang tinggi untuk mengawasi aset perusahaan terkait dengan tingginya potensi kerugian (penurunan atau hilangnya nilai aset yang dimiliki secara semestinya) yang terjadi dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki aset rendah. Perusahaan dengan aset besar akan melakukan disclosure yang tinggi karena menyadari adanya keuntungan yang akan didapatkan berupa 56 57
Dyah Hayu Pradipta dan Anna Purwaningsih, Opcit, hlm. 12. Lindrianasari, Pergantian CEO Dunia, (Yogyakarta: Kanisius, 2010), hlm. 200.
56
kemudahan
mendapatkan
pembiayaan
melalui
penjualan
sekuritas
perusahaan. Aset besar merupakan informasi yang menguntungkan bagi perusahaan. Informasi mengenai aset perusahaan yang besar menunjukkan bonafitas perusahaan sehingga perusahaan dengan aset besar akan cenderung
untuk
melakukan
disclosure
yang
tinggi
untuk
menginformasikan hal tersebut kepada pihak luas khususnya kepada pihak kreditor.58 2. Profitabilitas Rasio
profitabilitas
digunakan
untuk
mengukur
efektivitas
manajemen secara keseluruhan yang ditujukan oleh besar tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi.
Semakin
baik
rasio
profitabilitas
maka
semakin
baik
menggambarkan kemampuan tingginya perolehan keuntungan perusahaan. Rasio profitabilitas ini secara umum ada 4 (empat) yaitu gross profit margin, net profit margin, return on invesment (ROI) atau dalam referensi lainnya disebut dengan ROA (return on asset) dan return on net work.59 Analisis
profitabilitas
menggambarkan
kinerja
fundamental
perusahaan ditinjau dari tingkat efisiensi dan efektivitas operasi perusahaan dalam memperoleh laba. Dimensi-dimensi konsep profitabiliatas dapat
58
Indah Fitri Karunia Dewi, Analisis Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Likuiditas, Ukuran Perusahaan dan Porsi Kepemilikan Publik Atas Saham Terhadap Pengungkapan Islamic Social Reporting Pada Perusahaan Jakarta Islamic Index, (Depok : Universitas Indonesia, 2012), Skripsi diterbitkan. 59 Irham Fahmi, Pengantar Manajemen Keuangan, (Bandung : Alfabeta, 2014), hlm. 80.
57
menjelaskan
kinerja
manajemen
perusahaan.
60
Profitabilitas
juga
mempunyai arti penting dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidup suatu badan usaha dalam jangka panjang, karena profitabilitas menunjukkan apakah badan usaha tersebut mempunyai prospek yang baik di masa yang akan datang. Dengan demikian setiap badan usaha akan selalu berusaha meningkatkan profitabilitasnya, karena semakin tinggi tingkat profitabilitas suatu badan usaha, maka kelangsungan hidup badan usaha tersebut akan lebih terjamin. 61 Penelitian ini menggunakan Return on Asset (ROA) perusahaan sebagai proxy dari profitabilitas perusahaan. ROA menentukan jumlah pendapatan bersih yang dihasilkan dari aset-aset perusahaan dengan menghubungkan pendapatan bersih ke total aset. Adapun rumus dalam menghitung Return on Asset (ROA) adalah sebagai berikut :62
Return on Asset =
Laba Bersih Total Aset
Menurut Sembiring, semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosialnya. Perusahaan dengan profitabilitas tinggi lebih memiliki kesempatan untuk melakukan tanggung
60
Harmono, Manajemen Keuangan Berbasis Balance Scorecard Pendekatan Teori, Kasus dan Riset Bisnis, (Jakarta : Bumi Aksara, 2011), hlm. 109. 61 Lukman Syamsuddin, Manajemen Keuangan Perusahaan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 63 62 Arthur J. Keown, Manajemen Keuangan : Prinsip dan Penerapannya, (Jakarta : PT. Indeks, 2011), hlm. 80.
58
jawab sosial dengan tetap memiliki kepercayaan investor. Perusahaan akan memberikan pengungkapan secara lebih rinci mengenai tanggung jawab sosial yang mereka lakukan supaya masyarakat, investor, kreditur dan pihak yang berkepentingan lainnya mengetahui secara pasti tanggung jawab sosial yang perusahaan lakukan. Dalam hal ini, manajemen memiliki kebebasan dan kemudahan untuk melakukan dan menyatakan program tanggung jawab sosial yang lebih luas kepada para pemegang saham. Dengan keuntungan yang perusahaan dapatkan, biaya yang harus dikeluarkan untuk melakukan dan menyatakan program tanggung jawab sosial dapat ditanggung oleh perusahaan.63 3. Likuiditas Konsep likuiditas dapat diartikan sebagai kemampuan perusahaan dalam melunasi sejumlah utang jangka pendek, umumnya kurang dari satu tahun. Dimensi konsep likuiditas mencakup current ratio, quick ratio, cash ratio dan net working to total assets ratio. Dimensi konsep likuiditas tersebut mencerminkan ukuran-ukuran kinerja manajemen ditinjau dari sejauh mana manajemen mampu mengelola modal kerja yang didanai dari utang lancar dan saldo kas perusahaan.64 Rasio likuiditas menunjukkan tingkat kemudahan relatif suatu aktiva untuk segera dikonversikan ke dalam kas dengan sedikit atau tanpa
63
Eddy Rismanda Sembiring, “Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Study Empiris pada Perusahaan Yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta,” dalam Jurnal Magister Akuntansi, Vol. 6 Januari 2006. 64 Harmono, Opcit., hlm. 106.
59
penurunan nilai, serta tingkat kepastian tentang jumlah kas yang dapat diperoleh.65 Rasio yang rendah menunjukkan likuiditas jangka pendek yang rendah. Rasio lancar yang tinggi menunjukkan kelebihan aktiva lancar (likuiditas tinggi dan risiko rendah), tetapi mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap profitabilitas perusahaan. Aktiva lancar secara umum menghasilkan return atau tingkat pengembalian yang lebih rendah dibandingkan aktiva tetap. Ada trade-off antara risiko dengan return dalam hal ini. 66 Penelitian ini menggunakan Current Ratio (rasio lancar) sebagai proxy dari likuiditas perusahaan. Rasio lancar adalah ukuran yang umum digunakan atas solvensi jangka pendek, kemampuan suatu perusahaan mematuhi kebutuhan utang ketika jatuh tempo. Menurut Subramanyam dan dan John J. Wild, alasan digunakannya rasio lancar secara luas sebagai ukuran likuiditas mencakup kemampuannya untuk mengatur : a. Kemampuan memenuhi kewajiban lancar. Makin tinggi jumlah (kelipatan) aset lancar terhadap kewajiban lancar, makin besar keyakinan bahwa kewajiban lancar tersebut akan dibayar. b. Penyangga kerugian. Makin besar penyangga, makin kecil risikonya. Rasio lancar menunjukkan tingkat keamanan yang tersedia untuk
65 66
hlm. 37.
Kamaludin dan Rini Indriani, Opcit. hlm. 41. Mahmud M. Hanafi, Manajemen Keuangan, (Yogyakarta : BPFE Yogyakarta, 2014),
60
menutup penurunan nilai aset lancar non-kas pada saat aset tersebut dilepas atau dilikuidasi. c. Cadangan dana lancar. Rasio lancar merupakan ukuran tingkat keamanan terhadap ketidakpastian dan kejutan, seperti pemogokan dan kerugian luar biasa, dapat membahayakan arus kas secara sementara dan tidak terduga.67 Adapun rumus untuk menghitung Current Ratio adalah sebagai berikut :68 Current Ratio =
Aset Lancar Utang Lancar
Rahajeng berpendapat bahwa sesuai dengan teori legitimasi yang berkeyakinan bahwa kekuatan perusahaan yang ditunjukkan rasio likuiditas berhubungan dengan tingkat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang tinggi. Bagi perusahaan yang memiliki likuiditas baik, menunjukkan memiliki struktur finansial yang baik pula. Sehingga, jika kondisi ini diketahui oleh publik, maka perusahaan tidak terancam kinerjanya.69 4. Umur Perusahaan Umur perusahaan dapat menunjukkan bahwa perusahaan tetap eksis dan mampu bersaing dengan perusahaan lain. Dengan demikian, umur
67
Irham Fahmi, Opcit., hlm. 66. Arthur J. Keown, Opcit., hlm. 76. 69 Rahmi Galuh Rahajeng, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Sosial (Social Disclosure) dalam Laporan Tahunan Perusahaan, (Semarang : Universitas Diponegoro, 2010), Skripsi diterbitkan. 68
61
perusahaan dapat dikaitkan dengan kinerja keuangan suatu perusahaan. Perusahaan yang berumur lebih tua memiliki pengalaman yang lebih banyak dan mengetahui kebutuhan constituent atas informasi tentang perusahaan.70 Umur perusahaan dalam penelitian ini dihitung dari tahun penelitian dikurangi tahun berdirinya perusahaan. 71 Menurut Akhtaruddin, perusahaan dengan umur yang lebih tua akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak dalam laporan tahunannya dengan tujuan untuk meningkatkan reputasi dan citra perusahaan di pasar. Terdapat tiga alasan mengapa perusahaan dengan umur yang lebih tua akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan dengan umur yang lebih muda. Pertama, perusahaan dengan umur yang lebih muda akan mengalami kerugian kompetitif apabila ia mengungkapkan mengenai pengeluaran riset, pengeluaran modal dan pengembangan produk. Kerugian kompetitif akan muncul ketika informasi yang diungkapkan oleh perusahaan yang baru terbentuk itu digunakan oleh kompetitor lain. Di sisi lain, perusahaan dengan umur tua justru termotivasi untuk mengungkapkan informasi-informasi itu karena penyajian tersebut tidak akan membahayakan posisi kompetitif mereka. Kedua, biaya dan kemudahan dalam mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan informasi yang diperlukan juga dianggap sebagai kendala. Biaya-biaya tersebut 70
Rahmawati, Indah dan Dewi Utami, “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Ukuran Dewan Komisaris, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Asing dan Umur Perusahaan Terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia,” dalam Seminar Nasional Akuntansi VIII, 2005). 71 Yosy Marina, “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Study Empiris pada Perusahaan Pertambangan,” dalam Jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Andalas Vol. 1 No. 1 tahun 2013.
62
merupakan biaya yang sangat besar bagi perusahaan dengan umur yang lebih muda. Ketiga, perusahaan dengan umur yang lebih muda tidak memiliki track
record
yang
dapat
diandalkan dalam
melakukan
pengungkapan publik. Beberapa perusahaan dibentuk melalui proses akuisisi atau merger, akan tetapi ada juga perusahaan yang dibentuk dari awal. Perusahaan yang dibentuk dari awal sudah pasti tidak akan memiliki historis kegiatan operasi sebelumnya sehingga perusahaan yang baru terbentuk
cenderung
kurang
pengungkapan yang lebih luas.72
72
Amilia Nurul Raditya, Opcit.
memiliki
insentif
untuk
melakukan