BAB II LANDASAN TEORI
II.1
Rekondisi
II.1.1 Pengertian Rekondisi Beberapa definisi Rekondisi menurut para ahli: Menurut Patrick (2001, p407), Rekondisi adalah suatu kegiatan untuk memelihara dan menjaga fasilitas yang ada serta memperbaiki, melakukan penyesuaian atau penggantian yang diperlukan untuk mendapatkan suatu kondisi operasi produksi agar sesuai dengan perencanaan yang ada. Menurut Corder (1988, p1), Rekondisi adalah suatu kombinasi dari berbagai
tindakan
yang
dilakukan
untuk
menjaga
suatu
barang
atau
memperbaikinya, sampai pada suatu kondisi yang bisa diterima. Menurut Assauri (2008, p134), Rekondisi merupakan kegiatan untuk memelihara atau menjaga fasilitas atau peralatan pabrik dengan mengadakan perbaikan atau penyesuaian atau penggantian yang diperlukan supaya tercipta suatu keadaan operasional produksi yang memuaskan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Secara umum Rekondisi dapat didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang diperlukan untuk mempertahankan dan menjaga suatu produk atau sistem tetap berada dalam kondisi yang aman, ekonomis, efisien, dan pengoperasian yang optimal. Aktivitas rekondisi dalam perusahaan sangat diperlukan karena:
4
Setiap peralatan mempunyai umur penggantian (useful life) dimana suatu saat dapat mengalami kegagalan atau kerusakan. Kerusakan (failure) dari suatu peralatan atau mesin tidak dapat diketahui secara pasti. Manusia selalu berusaha untuk meningkatkan umur penggunaan dengan melakukan rekondisi. Rekondisi berperan penting dalam kegiatan produksi dari suatu perusahaan yang menyangkut kelancaran dan kemacetan produksi, volume produksi, serta agar produk dapat diproduksi dan diterima konsumen tepat pada waktunya (tidak terlambat) dan menjaga agar tidak terdapat sumber daya (mesin dan karyawan) yang menganggur karena kerusakan (breakdown) pada mesin sewaktu proses produksi sehingga dapat meminimalkan biaya kehilangan produksi atau bila mungkin biaya tersebut dapat dihilangkan. Selain itu rekondisi yang baik akan meningkatkan kinerja perusahaan, nilai investasi yang dialokasikan untuk perlatan dan mesin dapat diminimasi, dan rekondisi yang baik juga dapat meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan mengurangi waste. Manajemen rekondisi (Rekondisi management) menurut Supandi (1995, p15) adalah pengorganisasian perawatan untuk memberikan pandangan umum mengenai perawatan fasilitas produksi. Dalam usaha menjaga agar setiap peralatan dan mesin dapat digunakan secara kontinu untuk berproduksi, maka kegiatan rekondisi yang diperlukan adalah sebagai berikut:
5
1.
Secara kontinu melakukan pengecekan (inspection).
2.
Secara kontinu melakukan pelumasan (lubricating).
3.
Secara kontinu melakukan perbaikan (reparation).
4.
Melakukan penggantian spare part.
II.1.2 Tujuan Rekondisi Kegiatan rekondisi peralatan dan fasilitas mesin tentu memiliki beberapa tujuan. Tujuan utama dari fungsi perawatan antara lain (Corder, p3 dan Assauri, p89): 1.
Memperpanjang usia kegunaan aset.
2. Menjamin ketersediaan peralatan dan kesiapan operasional perlengkapan serta peralatan yang dipasang untuk kegiatan produksi. 3.
Membantu mengurangi pemakaian atau penyimpangan diluar batas serta menjaga modal yang ditanamkan selama waktu yang ditentukan.
4.
Menjaga kualitas pada tingkat yang tepat untuk memenuhi apa yang dibutuhkan oleh produk itu sendiri dan kegiatan produksi yang tidak terganggu.
5.
Menekan
tingkat
biaya
perawatan
serendah
mungkin
dengan
melaksanakan kegiatan perawatan secara efektif dan efisien. 6.
Memenuhi kebutuhan produk dan rencana produksi tepat waktu.
7.
Meningkatkan keterampilan para supervisor dan operator melalui kegiatan pelatihan yang diadakan.
8.
Menghindari kegiatan Rekondisi yang dapat membahayakan keselamatan para pekerja.
6
Sedangkan tujuan utama dilakukannya rekondisi menurut Patrick (2001, p407) antara lain: a.
Mempertahankan kemampuan alat atau fasilitas produksi guna memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan target serta rencana produksi.
b.
Mengurangi pemakaian dan penyimpangan diluar batas dan menjaga modal yang diinvestasikan dalam perusahaan selama jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan kebijaksanaan perusahaan.
c.
Menjaga agar kualitas produk berada pada tingkat yang diharapkan guna memenuhi apa yang dibutuhkan produk itu sendiri dan menjaga agar kegiatan produksi tidak mengalami gangguan.
d.
Memperhatikan dan menghindari kegiatan-kegiatan operasi mesin serta peralatan yang dapat membahayakan kegiatan kerja.
e.
Mencapai tingkat biaya serendah mungkin, dengan melaksanakan kegiatan Rekondisi secara efektif dan efisien untuk keseluruhannya.
f.
Mengadakan suatu kerjasama yang erat dengan fungsi-fungsi utama lainnya dari suatu perusahaan, dalam rangka untuk mencapai tujuan utama perusahaan yaitu tingkat keuntungan atau return of investment yang sebaik mungkin dan total biaya yang serendah mungkin.
7
II.2 Proses Pengerjaan Rekondisi Analisis yang dilakukan pada proses pengerjaan Rekondisi, seluruh sampel unit sepeda motor yang direkondisi berada pada kategori yang sama, II.2.1 Identifikasi Kerusakan Proses identifikasi kerusakan dilakukan sebelum pengerjaan Rekondisi, yang bertujuan untuk menentukan langkah pengerjaan Rekondisi. Dalam proses ini dilakukan oleh seorang mekanik yang bertugas menentukan kerusakankerusakan yang terjadi pada sepeda motor sebelum dilakukan Rekondisi. Pada lembar identifikasi kerusakan akan tercantum: 1.
Nomor seri polisi.
2.
Tipe/jenis.
3.
Warna.
4.
Nama mekanik yang mengidentifikasi.
5.
Tanggal identifikasi.
6.
Jenis suku cadang (spare part) yang akan diganti.
7.
Deskripsi untuk suku cadang yang diperbaiki atau tambahan lainnya.
8.
Tanda tangan mekanik dan pemeriksa.
Berdasarkan hasil identifikasi kerusakan selanjutnya akan dikeluarkan lembar kerja sebagai panduan kepada mekanik dalam mengerjakan unit Rekondisi. II.2.2 Pengerjaan Rekondisi Pengerjaan Rekondisi didasarkan pada lembar kerja yang diberikan kepada mekanik. Pada umumnya urutan pengerjaan Rekondisi adalah sebagai berikut:
8
II.2.2.1 Mesin Mesin adalah hal pokok yang harus diperhatikan dalam pengerjaan Rekondisi sepeda motor. Spesifikasi mesin harus diusahakan standar agar umur ekonomis seluruh komponen didalam mesin dapat berlangsung sesuai dengan yang diharapkan. Untuk menjaga kepercayaan konsumen, maka identifikasi kerusakan mesin harus dilakukan dengan teliti agar dalam pengerjaan Rekondisi kerusakan dapat diminimalkan sehingga kinerja mesin dapat optimal. Pengerjaan mesin yang dilakukan meliputi: 1.
Pemeriksaan kompresi.
2.
Kalibrasi sistem karburasi.
3.
Pemeriksaan sistem pembakaran.
4.
Pemeriksaan oilseal.
5.
Pemeriksaan sistem kopling.
6.
Pemeriksaan sistem transmisi.
7.
Pemeriksaan sistem sirkulasi pendinginan.
8.
Penggantian minyak pelumas.
II.2.2.2 Kelistrikan Kelistrikan pada sepeda motor harus diperiksa dengan teliti sehingga semua perangkat kelistrikan sepeda motor dapat bekerja dengan sempurna. Pada proses ini meliputi: 1.
Pemeriksaan dan penggantian perangkat kelistrikan seperti: CDI, Regulator, Qoil, Bateray, Fuse, Easy Stator (Spull), Fuel Meter, dan lainlain.
9
2.
Pemeriksaan sistem instalasi dan penerangan seperti: pemeriksaan kabelkabel, penerangan lampu depan, sistem pengecasan bateray.
3.
Pemeriksaan sistem kontrol dan sinyal seperti: lampu-lampu sein, lampu rem belakang, klakson, lampu-lampu indikator.
II.2.2.3 Perangkat Luar Pada perangkat luar dilakukan pemeriksaan, penggantian suku cadang, atau penyetelan, tergantung dari hasil identifikasi kerusakan. Pada umumnya meliputi: a. Sistem Pengereman. Penyetelan rem harus selalu dalam keadaan yang benar. Untuk rem depan jarak main bebas normal dari handel rem adalah 10 sampai 20 mm. Untuk rem belakang, penyetelan dapat dilakukan dengan meletakkan sepeda motor pada posisi standar tengah. Sedangkan jarak main bebas normal pedal rem belakang 2030 mm. b. Pemeriksaan Tekanan Ban. Tekanan udara ban yang sesuai akan menghasilkan stabilitas maksimum, kenyamanan berkendara dan umur ekonomis ban yang panjang. Pemeriksaan tekanan ban harus dilakukan secara teratur dan penambahan angin harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. c. Penyetelan Rantai Roda. Kekenduran rantai roda harus disetel sedemikian sehingga mendapatkan besar gerakan vertikal sebesar 35-45 mm (1,4-1,8 inch). Jika rantai hanya kendur pada bagian tertentu berarti telah terjadi kekakuan pada beberapa sambungan. Hal ini dapat dihilangkan dengan memberikan pelumasan.
10
II.2.2.4 Pengecatan Pengecatan dilakukan pada komponen sepeda motor yang masih layak pakai sehingga biaya Rekondisi dapat diminimalkan. Pada proses ini meliputi: a.
Pengecatan rangka dan mesin, meliputi: i.
Lengan ayun.
ii. Sokbreker depan. iii. Handel rem depan. iv. Standar samping. v. Standar dua. vi. Bak mesin kanan. vii. Bak mesin kiri. b.
Pengecatan kap bodi, meliputi: i.
Kap samping.
ii. Kap dalam. iii. Kap luar. iv. Spatbor depan. v. Kap lampu depan. c.
Pengecatan aksesoris, meliputi: i.
Tutup rantai belakang.
ii. Tutup rantai depan. iii. Bandul stang.
11
II.2.2.5 Perakitan a. Perangkat Luar. Dilakukan setelah proses pemeriksaan pada mesin dan kelistrikan telah selesai. Sehingga tidak terjadi benturan terhadap pengerjaan mesin. b. Kap Body. Dilaksanakan setelah dilakukan pengecatan dan pemasangan stiker atau les bodi selesai. c. Aksesoris, meliputi: i. Tutup rantai belakang. ii. Tutup rantai depan. iii. Bandul stang. iv. Kaca spion. v. Palang sadel (besi pegangan belakang). II.2.2.6 Finishing Proses ini adalah proses penyempurnaan dari semua proses diatas, yang dilakukan untuk mengantisipasi adanya kelalaian yang dilakukan pada saat pengerjaan Rekondisi. II.2.2.7 Supervisi Setelah pengerjaan Rekondisi selesai dilakukan, maka sebagai langkah untuk meminimalisasi kesalahan, supervisi unit harus dilakukan. Supervisi yang dilakukan oleh Yamaha Motor adalah sebagai langkah Quality Control pada seluruh unit yang diRekondisi di Bengkel Yamaha Motor. Mengingat supervisi
12
yang dilakukan sangat menentukan kualitas produk, maka supervisi dilakukan oleh mekanik yang benar-benar memiliki kompetensi. II.2.2.8 Storage Setelah semua tahapan selesai, maka proses Rekondisi dinyatakan selesai. Selanjutnya unit yang telah diRekondisi akan ditempatkan pada area tunggu. II.3 Peta Rakitan Peta rakitan adalah gambaran grafis dari urutan-urutan aliran komponen dan rakitan bagian kedalam rakitan suatu produk (Aplle, J.M, 1990). Peta rakitan akan menunjukkan cara yang mudah dipahami tentang: 1.
Komponen-komponen yang membentuk produk.
2.
Bagaimana komponen-komponen ini bergabung bersama.
3.
Komponen yang menjadi bagian suatu rakitan bagian.
4.
Aliran komponen ke dalam sebuah rakitan.
5.
Keterkaitan antar komponen dengan rakitan bagian.
6.
Gambaran menyeluruh dari proses rakitan.
7.
Urutan waktu komponen bergabung bersama.
8.
Gambaran awal dari pola aliran bahan.
Langkah-langkah pembuatan suatu peta rakitan adalah sebagai berikut: 1. Tentukan operasi terakhir dalam rakitan suatu produk. Gambarkan operasi terakhir ini dengan lingkaran berdiameter 12 mm pada sudut kanan bawah selembar kertas, dan tuliskan operasi tersebut dengan jelas disebelah kanan lingkaran tadi.
13
2. Gambarkan garis mendatar dari lingkaran kearah kiri, tempatkan lingkaran berdiameter 6 mm pada ujungnya, dan tunjukkan setiap komponen yang dirakit pada operasi tersebut. 3. Jika yang dihadapi adalah rakitan bagian (bukan komponen), buat garis tadi sebagian
dan
akhiri
dengan
lingkaran
berdiameter
9
mm
untuk
menggambarkan operasi rakitan bagian tadi. Kemudian lanjutkan ke kiri rakitan bagian tersebut, uraikan kedalam komponen-komponennya. 4. Jika operasi rakitan terakhir dan komponen-komponennya selesai dicatat, gambarkan garis tegak pendek dari lingkaran 8 mm ke atas, masuki lingkaran 12 mm yang menunjukkan operasi rakitan sebelum operasi rakitan. Ulangi langkah 2 dan 3. 5. Teruskan sampai semua produk selesai diuraikan dan semua komponen telah dicatat disebelah kiri, dari bawah keatas. 6. Periksa kembali peta ini untuk meyakinkan bahwa selurauh komponen telah tercantum. Komponen yang terdaftar pada sebelah kiri diberi nomor urut dari atas ke bawah.
14
Gambar II.1. Pembentukan Peta Rakitan (Sumber: Aplle, J. M, 1990) Peta rakitan bertujuan untuk menunjukkan keterkaitan antara komponen. Teknik ini juga digunakan untuk mengajar pekerja yang tidak ahli untuk mengetahui urutan suatu rakitan yang rumit. II.4 Peta Proses Operasi Peta proses operasi adalah salah satu teknik yang digunakan dalam perencanaan produksi. Peta ini mencantumkan data kuantitatif pada usulan perencanaan aliran (Aplle,J.M, 1990).
15
Beberapa keuntungan menggunakan peta proses operasi adalah: 1.
Mengkombinasikan lintasan produksi dan peta rakitan sehingga memberikan informasi yang lebih lengkap.
2.
Menunjukkan operasi yang harus dilakukan untuk tiap komponen.
3.
Menunjukkan urutan operasi pada tiap komponen.
4.
Menunjukkan urutan pabrikasi dan rakitan dari tiap komponen.
5.
Menunjukkan kerumitan nisbi dari pabrikasi tiap komponen.
6.
Menunjukkan hubungan antar komponen.
7.
Menunjukkan panjang nisbi dari lintasan pabrikasi dan ruang yang dibutuhkannya.
8.
Menunjukkan titik tempat komponen memasuki proses.
9.
Menunjukkan tingkat kebutuhan sebuah rakitan bagian.
10. Membedakan antara komponen yang dibuat dan yang dibeli. 11. Membantu perencanaan tempat kerja mandiri. 12. Menunjukkan jumlah pekerja yang dibutuhkan. 13. Menunjukkan secara nisbi konsentrasi mesin, peralatan dan pekerja. 14. Menunjukkan sifat pola aliran bahan. 15. Menunjukkan sifat masalah penanganan bahan. 16. Menunjukkan kesulitan yang mungkin timbul dalam aliran produksi. 17. Mencatat proses pembuatan untuk diperlihatkan pada yang lain.
16
Langkah-langkah pembuatan peta proses operasi: 1. Pilih komponen pertama yang akan digambarkan, mulailah dari sudut kanan bawah kertas, catat operasi rakitan komponen-komponen yang dibeli dalam keadaan jadi digambarkan dengan garis pendek ke kiri, gambarkan nomor, nama, dan jumlah komponen tersebut. 2. Jika semua operasi rakitan dan pemeriksaan pada bagian utama telah masuk, lanjutkan ke operasi pabrikasi, dalam urutan terbalik. Setelah operasi pertama dicatat, sebuah garis mendatar digambarkan pada bagian kanan atas dari peta ke kanan, untuk menuliskan bahan baku. 3. Uraian tentang bahan dapat dicatat langsung pada garis ini. Untuk mengidentifikasi komponen itu sendiri, nama dan nomor dapat dicatat langsung diatas uraian bahan. 4. Kesebelah kanan dari tiap lambang operasi, catat uraian operasi ini. Cirikan komponen terakhir pada operasi tersebut, gambar garis mendatar jauh ke kiri, kemudian belokkan ke atas kertas. Pada bagian atas, tentukan tiap komponen dan masukkan nomor operasi tersebut dari lintasan produksi tadi. 5. Lanjutkan cara ini sampai seluruh komponen selesai dipetakan. Semua komponen yang dibuat, disimpan sepanjang bagian atas kertas, biasanya dengan komponen utama di sebelah kanan. Semua komponen yang dibeli dalam keadaan jadi harus terliput dalam peta. 6. Rakitan bagian ditangani dengan cara yang serupa pada peta rakitan. 7. Periksa peta dengan dokumen barang dan lintasan produksi untuk menjamin agar tidak ada bagian atau operasi yang luput.
17
BAHAN MEMASUKI
BHN YG SDG DIKERJAKAN BHN/BRGBELIAN
TERBANYAK
BHN YG SDG DIKERJAKAN
LANGKAH PROSES SESUAI URUTAN PERNGERJAAN
BHN YG SDG DIKERJAKAN
BELIAN
DENGAN
BELIAN
SUB KOMPONEN RAKITAN LAIN
BELIAN
BHN/BRG BHN/BRG
KOMPONEN
BHN/BRG
KOMPONEN LAIN
PROSE
SUB RAKITAN
BAHAN MEMASUKI
PENGERJAAN
PROSES PENCIRIAN PETA
Gambar II.2. Prinsip Penggambaran Peta Proses Operasi (Sumber: Aplle, J. M, 1990) Peta proses operasi yang telah selesai akan memperlihatkan bahwa pola aliran yang tetap akan mulai terbentuk. Jika informasi tambahan dipetakan pada tiap operasi, peta akan menunjukkan tempat terkumpulnya peralatan terbanyak. II.5 Peta Proses Operasi Sebelum penelitian dilakukan secara terperinci disetiap stasiun kerja, terlebih dahulu kita perlu mengetahui proses yang terjadi saat ini secara keseluruhan. Keadaan ini bisa diperoleh dengan menggunakan Peta Proses Operasi atau Operation Proces Chart (OPC).
18
Peta Proses Operasi ini merupakan suatu diagram yang menggambarkan langkah-langkah proses yang akan dialami material mengenai urutan-urutan operasi dan pemeriksaan sejak dari awal sampai menjadi produk jadi utuh maupun sebagai komponen. Peta Proses Operasi juga memuat informasi-informasi yang diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti: waktu yang dihabiskan, material yang digunakan, dan tempat serta alat atau mesin yang dipakai. Jadi dalam suatu Peta Proses Operasi, yang dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja, kadang-kadang pada akhir proses dicatat tentang penyimpanan (Sutalaksana, 1979). II.5.1 Kegunaan Peta Proses Operasi Dengan adanya informasi-informasi yang bisa dicatat melalui Peta Proses Operasi, maka akan diperoleh manfaaat sebagai berikut: 1.
Dapat mengetahui kebutuhan akan mesin dan anggarannya.
2.
Dapat
memperkirakan
kebutuhan
akan
bahan
baku
(dengan
memperhitungkan efisiensi ditiap operasi atau pemeriksaan). 3.
Sebagai alat untuk menentukan tata letak pabrik.
4.
Sebagai alat untuk melakukan perbaikan cara kerja yang sedang dipakai.
5.
Sebagai alat untuk latihan kerja.
II.5.2 Prinsip-Prinsip Pembuatan Peta Proses Operasi Untuk bisa menggambarkan Peta Proses Operasi dengan baik, ada beberapa prinsip yang perlu diikuti:
19
1.
Pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses Operasi” yang diikuti oleh identifikasi lain seperti: nama objek, nama pembuat peta, tanggal dipetakan, nomor peta dan nomor gambar.
2.
Material yang akan diproses diletakkan diatas garis horizontal, yang menunjukkan bahwa material tersebut masuk kedalam proses.
3.
Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan terjadinya perubahan proses.
4.
Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi.
5.
Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.
Agar diperoleh gambar peta operasi yang baik, produk yang biasanya paling banyak memerlukan operasi harus dipetakan terlebih dahulu, berarti dipetakan dengan garis vertikal disebelah kanan halaman kertas. Secara sketsa, prinsipprinsip pembuatan peta proses operasi ini bisa digunakan sebagai berikut:
20
Arah material yang masuk proses Material
Bagian dari bagian yang dirakit
Material
Bagian yang dirakit
Material yang dibeli Produk utama
O-N
W
I-N
Urutan perubahan dalam proses
Material
M
RINGKASAN AKT
JLH
WK T
GambarII.3. Prinsip pembuatan peta proses operasi (Sumber: Sutalaksana, 1979) Keterangan: W
= Waktu yang dibutuhkan untuk suatu operasi atau pemeriksaan (jam).
O-N
= Nomor urut untuk kegiatan operasi tersebut.
I-N
= Nomor urut untuk kegiatan pemeriksaan tersebut.
M
= Menunjukkan
mesin
atau
tempat
dimana
kegiatan
tersebut
dilaksanakan.
21
Setelah semua proses digambarkan dengan lengkap, pada akhir halaman dicatat tentang ringkasannya yang memuat informasi-informasi seperti: jumlah operasi, jumlah pemeriksaan dan jumah waktu yang dibutuhkan. II.5.3 Analisis Suatu Peta Proses Operasi Ada empat hal yang perlu diperhatikan agar diperoleh suatu proses kerja yang baik melalui analisis Peta Proses Operasi, yaitu: II.5.3.1 Bahan-Bahan Semua
alternatif
dari
bahan
yang
digunakan
harus
dipertimbangkan, termasuk proses penyelesaian dan toleransi sedemikian rupa sehingga sesuai dengan fungsi, reabilitas, pelayanan dan waktunya. II.5.3.2 Operasi Hal lain yang juga harus dipertimbangkan adalah mengenai semua alternatif yang mungkin untuk proses pengolahan, pembuatan, pengerjaan dengan mesin atau metode perakitannya, serta alat-alat dan perlengkapan yang digunakan. II.5.3.3 Pemeriksaan Dalam hal ini, pemeriksaan harus memiliki standar kualitas. Suatu objek dikatakan memenuhi syarat kualitasnya jika setelah dibandingkan dengan standar ternyata lebih baik atau minimal sama. Proses pemeriksaan bisa dilakukan dengan teknik sampling
22
atau satu persatu dari semua objek yang dibuat apabila jumlah produksinya sedikit. II.5.3.4 Waktu Untuk mempersingkat waktu penyelesaian, maka semua alternatif mengenai metoda, peralatan, dan penggunaan perlengkapanperlengkapan khusus harus dipertimbangkan. II.6 Pengukuran Waktu Jam Henti II.6.1 Langkah-Langkah Sebelum Melakukan Pengukuran Untuk
mendapatkan
hasil
yang
baik,
yaitu
yang
dapat
dipertanggungjawabkan maka tidaklah cukup sekedar melakukan beberapa kali pengukuran dengan menggunakan jam henti. Banyak faktor yang harus diperhatikan agar dapat diperoleh waktu yang pantas untuk pekerjaan yang bersangkutan seperti yang berhubungan dengan dengan kondisi kerja, cara pengukuran, jumlah pengukuran dan lain-lain. II.6.1.1 Penetapan Tujuan Pengukuran Sebagaimana halnya dengan kegiatan lain, tujuan melakukan kegiatan harus ditetapkan terlebih dahulu. Dalam pengukuran waktu, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah untuk apa hasil pengukuran digunakan, berapa tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan yang diinginkan dari hasil pengukuran tersebut.
23
II.6.1.2 Melakukan Penelitian Pendahuluan Tujuan dari dilakukannya pengukuran waktu adalah untuk mencari waktu yang pantas diberikan kepada pekerja untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Pengukuran waktu sebaiknya dilakukan bila kondisi kerja dari pekerjaan yang diukur sudah baik. Dalam penelitian pendahuluan yang dilakukan adalah mempelajari kondisi dan cara kerja kemudian memperbaikinya. Hal ini berlaku jika pengukuran dilakukan atas pekerjaan yang telah ada dan bukan pekerjaan baru. Hal lain yang harus dilakukan dalam pengukuran pendahuluan ini yaitu membakukan secara tertulis sistem kerja yang dianggap baik. Semua kondisi dan cara kerja dicatat dan dicantumkan dengan jelas. Pembakuan sistem kerja yang dipilih adalah suatu hal yang penting baik dilihat untuk keperluan sebelum, pada saat-saat, maupun sesudah pengukuran dan waktu baku didapatkan. Waktu
yang
diperoleh
setelah
pengukuran
selesai
adalah
waktu
penyelesaian pekerjaan untuk sistem kerja yang dijalankan ketika pengukuran berlangsung. Jadi, waktu penyesuaiannya pun berlaku hanya untuk sistem tersebut. Penyimpangan dapat memberikan waktu penyelesaian yang jauh berbeda dari yang telah ditetapkan berdasarkan pengukuran. Karenanya catatan yang baku tentang sistem kerja yang telah dipilih perlu ada dan dipelihara walaupun pengukuran telah selesai.
24
II.6.1.3 Memilih Operator Operator yang dipilih harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu agar pengukuran dapat berjalan baik dan dapat diandalkan hasilnya. Salah satu syarat seorang operator dalam melakukan pengukuran adalah berkemampuan normal dan dapat diajak bekerja sama. Berdasarkan
penyelidikan
distribusi
kemampuan,
pekerja
yang
berkemampuan rendah dan berkemampuan tinggi jumlahnya sedikit. Sedangkan pekerja yang berkemampuan rata-rata jumlahnya banyak (Sutalaksana, 1979). Secara statistik distribusi demikian dapat didekati oleh distribusi normal.
Jumlah Pekerja
Rendah
Rata-Rata
Tinggi
Kemampuan Pekerja
Gambar II.4. Distribusi Kemampuan Pekerja (Sumber: Sutalaksana, 1979)
25
II.6.1.4 Melatih Operator Hal ini terjadi pada saat penelitian pendahuluan kondisi kerja atau cara kerja sesudah mengalami perubahan. Dalam keadaan ini operator harus dilatih terlebih dahulu karena sebelum diukur operator harus terbiasa dengan kondisi dan cara kerja yang telah ditetapkan dan telah dibakukan itu, karena yang dicari adalah waktu penyelesaian pekerjaan yang didapat dari suatu penyelesaian wajar dan bukan penyelesaian dari orang yang bekerja kaku dengan berbagai kesalahan. Tingkat Penguasaan
waktu Gambar II.5. Kurva Belajar (Sumber: Sutalaksana, 1979) Garis yang menanjak dikenal sebagai garis belajar (learning kurve). Operator baru dapat diukur bila sudah berada pada tingkat penguasaan maksimum yang ditunjukkan pada garis stabil mendatar, dimana pada garis ini operator telah memiliki penguasaan paling tinggi yang dapat dicapai. Penguasaan yang telah baik akan tercermin pada gerakan-gerakan yang halus, berirama, dan tanpa banyak melakukan perencanaan-perencanaan gerakan.
26
II.6.1.5 Mengurai Pekerjaan Atas Elemen Pekerjaan Alasan yang menyebabkan pentingnya melakukan penguraian pekerjaan atas elemen-elemennya yaitu (Sutalaksana, 1979): a.
Untuk menjelaskan catatan tentang tata cara kerja yang dibakukan.
b.
Untuk memungkinkan melakukan penyesuaian bagi setiap elemen karena ketrampilan bekerja operator belum tentu sama untuk semua bagian dari gerakan-gerakan kerjanya.
c.
Untuk memudahkan mengamati terjadinya elemen yang tidak baku yang mungkin dilakukan pekerja.
d.
Untuk memungkinkan dikembangkannya data waktu standar atau tempat kerja yang bersangkutan.
Ada beberapa pedoman penguraian pekerjaan atas elemen-elemennya, antara lain adalah: a.
Uraian disesuaikan dengan ketelitian yang diinginkan.
b.
Elemen-elemen pekerjaan hendaknya berupa satu atau beberapa elemen gerakan.
c.
Jumlah dari semua elemen harus tepat sama dengan satu pekerjaan yang bersangkutan.
d.
Elemen yang satu harus dipisahkan dari elemen yang lain secara jelas.
27
II.6.1.6 Menyiapkan Alat-Alat Pengukuran Alat-alat yang digunakan dalam melakukan pengukuran waktu adalah sebagai berikut: a.
Jam henti atau stopwatch.
b.
Lembaran-lembaran pengamatan.
c.
Pena atau pensil.
d.
Papan pengamatan.
II.6.2 Pengukuran Waktu Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan (Sutalaksana, 1979). Hal pertama yang harus dilakukan adalah pengukuran pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan yang ditetapkan pada saat menjalankan langkah penetapan tujuan pengukuran. Banyaknya jumlah pengukuran pendahuluan ditentukan oleh si pengukur. Setelah pengukuran pendahuluan selesai, maka hal yang harus dilaksanakan adalah sebagai berikut: 1.
Menguji keseragaman data.
2.
Menghitung jumlah pengukuran yang dilakukan.
3.
Melakukan pengukuran pendahuluan kedua bila jumlah pengukuran pendahuluan pertama belum mencukupi.
28
Pemrosesan hasil pengukuran pendahuluan dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut (Sutalaksana, 1979): 1.
Menghitung Rata-Rata Dari Harga Rata-Rata Sub Grup x=
∑
Dimana: x = Rata-rata sub grup ke-j. k = Banyaknya sub grup yang terbentuk.
2.
Menghitung Standar Deviasi Dari Waktu Penyelesaian σ=
∑(
)
Dimana: N = Jumlah pengamatan pendahuluan yang dilakukan. x = Waktu penyelesaian yang diamati selama pengukuran.
3.
Menghitung Standar Deviasi Dari Distribusi Harga Rata-Rata Sub Grup σ =
σ √
Dimana: N = Besarnya sub grup.
4.
Menentukan Batas Kontrol Atas Dan Batas Kontrol Bawah BKA = x + 3 σ
5.
BKA = x-3 σ Menghitung
Banyaknya
Pengukuran
Yang
Diperlukan
(Tingkat
Ketelitian 5% Dan Tingkat Keyakinan 95%) 29
∑
N’ =
∑
(∑ )
Dimana: N’ = Jumlah pengamatan yang dibutuhkan. jika: N’ < N
=
Jumlah pengamatan pendahuluan telah cukup.
N’ > N
=
Jumlah pengamatan pendahuluan masih kurang.
6.
Menghitung Waktu Siklus
7.
Ws = x =
∑
Menghitung Waktu Normal Wn = Ws x (1 + Rf) Dimana: Rf = Rating Factor (penyesuaian).
8.
Menghitung Waktu Baku Wb = Wn +(Wn X All) Dimana: All
=
Allowance (Kelonggaran)
II.6.3 Waktu Standar Untuk mendapatkan waktu standar, maka prosedur yang perlu diperhatikan dalam pengukuran adalah sebagai berikut (J. Sadiman, 1975): 1.
Melakukan standarisasi metode kerja.
30
2.
Pemilihan pekerja yang relatif cakap, sehingga pengukuran dapat berjalan lancar.
3.
Menggunakan alat pengukuran yang telah memenuhi persyaratan.
4.
Memberitahukan kepada pekerja yang akan diukur tentang tujuan pengukuran.
5.
Memulai pengukuran dengan mencatat waktu gerakan standar pekerja.
Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerja baik setiap elemen ataupun siklus dari pengerjaan Rekondisi dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan.
Dengan adanya pengukuran waktu, maka hasil pengukuran pendahuluan diproses dengan langkah-langkah sebagai berikut: Menghitung rata-rata dari harga rata-rata sub grup x =
∑
Dimana: x = Rata-rata sub grup ke-j
k = Banyaknya sub grup yang terbentuk Menghitung standar deviasi dari waktu penyelesaian σ=
∑(
)
Dimana: N = Jumlah pengamatan pendahuluan yang dilakukan x = Waktu penyelesaian yang diamati selama pengukuran. Menghitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata sub grup σ =
σ √
Dimana: n = Besarnya sub grup Menentukan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah
31
BKA = x + 3 σ BKA = x-3 σ
Menghitung banyaknya pengukuran yang diperlukan (tingkat ketelitian 5% dan tingkat keyakinan 95%)
N’ =
∑
∑
(∑ )
Dimana: N’ = Jumlah pengamatan yang dibutuhkan jika: N’ < N = Jumlah pengamatan pendahuluan telah cukup N’ > N = Jumlah pengamatan pendahuluan masih kurang Menghitung Waktu siklus Ws = x =
∑
Menghitung Waktu normal Wn = Ws x (1 + Rf) Dimana: Rf = Rating Factor (penyesuaian). Menghitung Waktu baku Wb = Wn +(Wn X All) Dimana; All = Allowance (Kelonggaran) II.6.4 Peningkatan Efisiensi Kerja Setiap organisasi baik itu berupa pabrik perusahaan jasa maupun departemen pemerintah, harus selalu berusaha untuk memperbaiki efisiensi keja, sesuai dengan tujuan baik tujuan jangka panjang maupun tujuan jangka pendek. Efisiensi kerja merupakan penggunaan efisiensi manusia, material, alat-alat atau mesin dan dana. Ratio antara hasil (output) dengan faktor-faktor produksi
32
(input) merupakan suatu ukuran efisiensi. Kenaikan ratio ini merupakan perbaikan produktivitas. Usaha-usaha perbaikan itu dapat dicapai dengan teknik analisa antara lain penelitian kerja (J.sadiman, 1975). II.6.5 Penelitian Kerja Penelitian kerja merupakan suatu usaha untuk mempelajari cara-cara kerja secara ilmiah ditinjau dari segi efisiensi dan ekonomi untuk mencapai perbaikan cara kerja. Penelitian kerja ini biasanya dilakukan didalam melaksanakan pekerjaan, sehingga diperoleh waktu standar. Waktu standar ini sangat berguna dalam pengawasan terhadap efisiensi kerja atau produktivitas kerja (J.Sadiman, 1975). Secara keseluruhan, maka penelitian kerja dan proses perhitungan waktu standar melalui langkah-langkah sebagai berikut: II.6.5.1 Menyusun Metode Kerja Dalam hal ini yang perlu ditekankan adalah mencari dan menetapkan suatu metode kerja yaitu suatu metode kerja yang paling ekonomis dan harus selalu dicari metode baru yang lebih baik. Usaha ini sering disebut analisis proses. Cara yang baik untuk mengadakan analisis proses adalah dengan “process chart” yaitu menggambarkan didalam diagram tentang proses pengerjaan yang dilaksanakan. Dari proses chart itu dapat dianalisis pekerjaan-pekerjaan yang tidak perlu dan dapat diadakan perbaikan-perbaikan terhadapnya. Dalam proses chart biasanya digunakan lambang-lambang sebagai berikut:
33
OPERASI INSPEKSI TRANSPORTASI DELAY STORAGE Gambar II.6. Lambang-lambang Dalam Proses Chart (Sumber: J.Sadiman, 1975) II.6.5.2 Standarisasi Proses Setelah ditemukan metode yang paling baik, sebagai hasil dari analisis proses, dibuatlah standarisasi proses pengerjaan tersebut. Dapat dikatakan bahwa segala kegiatan yang berdasarkan pada standar tertentu akan lebih aman pelaksanaanya dan pengawasannya pun mudah sehingga akan mempermudah penjualan, pelayanan dan lain-lain. II.6.5.3 Perhitungan Waktu Baku Dari dua hal diatas kemudian dilakukan perhitungan waktu yang digunakan di dalam mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tersebut. Waktu baku sangat berguna untuk: a.
Man power planning.
b.
Estimasi biaya untuk upah karyawan.
c.
Penjadwalan produksi dan penganggarannya.
d.
Perancangan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan yang berprestasi.
e.
Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan seorang pekerja. 34
II.6.6 Tingkat Ketelitian, Keyakinan Dan Keseragaman Data Tingkat ketelitian dan keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak (Sutalaksana, 1979). Tingkat
ketelitian
menunjukkan
penyimpangan
maksimum
hasil
pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya yang dinyatakan dalam persen. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi yang dinyatakan dalam persen. Pengaruh tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan terhadap jumlah pengukuran yang diperlukan dapat dipelajari secara statistik. Tetapi secara intuitif hal ini dapat diduga bahwa semakin tinggi tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan, semakin banyak pengukuran yang diperlukan. Ketidakseragaman data dapat muncul tanpa disadari. Batas-batas kontrol yang dibentuk dari data merupakan batas seragam atau tidaknya data. Data yang dikatakan seragam adalah data yang berasal dari sistem sebab yang sama, bila berada diantara kedua batas kontrol. Sedangkan data yang tidak seragam, berasal dari sistem sebab yang berbeda dan berada diluar batas kontrol. II.6.7 Penyesuaian Penyesuaian adalah perbandingan antara prestasi kerja (performance) seorang pekerja dengan konsep normalnya (Sutalaksana, 1979). Pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan oleh operator. Andai kata ketidakwajaran ada maka pengukur harus mengetahuinya dan menilai
35
seberapa jauh hal itu terjadi. Penilaian perlu diadakan karena berdasarkan inilah penyesuaian dilakukan untuk menormalkan harga rata-rata dari ketidakwajaran itu. Penyesuaian dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata dengan suatu harga p yang disebut faktor penyesuaian. Bila pengukur berpendapat bahwa operator bekerja diatas normal (terlalu cepat) maka harga p nya akan lebih besar dari satu (p>1), sebaliknya jika operator dipandang bekerja dibawah normal maka harga p akan lebih kecil dari satu (p<1). Seandainya pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan wajar maka harga p nya sama dengan satu (p=1). Ada beberapa cara yang digunakan dalam menentukan faktor penyesuaian, salah satunya adalah dengan cara westinghouse. Penyesuaian yang dilakukan pada cara westinghouse meliputi ketrampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan ketrampilan, tetapi hanya sampai ketingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Ketrampilan dapat juga menurun bila telah terlampau lama tidak menangani pekerjaan tersebut, atau karena sebabsebab lain seperti kesehatan terganggu, fatique yang berlebihan, pengaruh lingkungan dan sebagainya. Penyesuaian ketrampilan dibagi menjadi enam kelas dengan ciri-ciri sebagai berikut:
36
II.6.7.1 Super Skill: a. Secara bawaan cocok sekali dengan pekerjaannya. b. Bekerja dengan sempurna. c. Tampak seperti telah terlatih dengan sangat baik. d. Gerakan-gerakannya halus tetapi sangat cepat sehingga sulit untuk diikuti. e. Terkesan tidak berbeda dengan gerakan mesin. f. Perpindahan dari satu elemen pekerjaan ke elemen lainnya tidak terlampau terlihat karena lancarnya. g. Tidak terkesan adanya gerakan-gerakan berfikir dan merencana tentang apa yang dikerjakan. h. Secara umum dapat dikatakan bahwa pekerja yang bersangkutan adalah pekerja yang baik. II.6.7.2 Exellent Skill: a. Percaya pada diri sendiri. b. Tampak cocok dengan pekerjaannya. c. Terlihat telah terlatih baik. d. Bekerja teliti dengan tidak banyak melakukan pengukuran-pengukuran atau pemeriksaan-pemeriksaan. e. Gerakan-gerakan kerja serta urutannya dijalankan tanpa kesalahan. f. Menggunakan peralatan dengan baik. g. Bekerja cepat tanpa mengorbankan mutu. h. Bekerja cepat tetapi halus. i. Bekerja berirama dan terkoordinasi
37
II.6.7.3 Good Skill: a. Kualitas hasil baik. b. Bekerjanya tampak lebih baik daripada kebanyakan pekerjaan pada umumnya. c. Dapat memberi petunjuk-petunjuk pada pekerja lain yang ketrampilannya lebih rendah. d. Tampak jelas seperti pekerja yang cakap. e. Tidak memerlukan banyak pengawasan. f. Tiada keragu-raguan. g. Bekerjanya “stabil”. h. Gerakan-gerakannya terkoordinasi dengan baik. i. Gerakan-gerakannya cepat. II.6.7.4 Average Skill: a. Tampak adanya kepercayaan pada diri sendiri. b. Gerakannya cepat tapi tidak lambat. c. Terlihat adanya pekerjaan-pekerjaan yang terencana. d. Tampak sebagai pekerja yang cakap. e. Gerakan-gerakannya cukup menunjukkan tiadanya keragu-raguan. f. Mengkoordinasi tangan dan pikiran dengan cukup baik. g. Tampak cukup terlatih dan karenanya mengetahui seluk beluk pekerjaannya. h. Bekerja cukup teliti. i. Secara keseluruhan cukup memuaskan.
38
II.6.7.5 Fair Skill: a. Tampak terlatih tetapi belum cukup baik. b. Mengenal peralatan dan lingkungan secukupnya. c. Terlihat adanya perencanaan-perencanaan sebelum melakukan gerakan. d. Tidak mempunyai kepercayaan diri yang cukup. e. Tampaknya seperti tidak cocok dengan pekerjaannya tetapi telah ditempatkan dipekerjaan itu sejak lama. f. Mengetahui apa yang dilakukan dan harus dilakukan tetapi tampak tidak selalu yakin. g. Sebagian waktu terbuang karena kesalahan-kesalahan sendiri. h. Jika tidak bekerja dengan sungguh-sungguh outputnya akan sangat rendah. i. Biasanya tidak ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakannya. II.6.7.6 Poor Skill: a. Tidak bisa mengkoordinasikan tangan dan pikiran. b. Gerakan-gerakannya kaku. c. Kelihatan ketidakyakinannya pada urutan-urutan gerakan. d. Sepertinya tidak terlatih untuk pekerjaan yang bersangkutan. e. Tidak terlihat adanya kecocokan dengan pekerjaannya. f. Ragu-ragu dalam menjalankan gerakan-gerakan kerja. g. Sering melakukan kesalahan-kesalahan. h. Tidak adanya kepercayaan pada diri sendiri. i. Tidak bisa mengambil inisiatif sendiri.
39
Secara
keseluruhan
tampak
pada
kelas-kelas
diatas
bahwa
yang
membedakan kelas ketrampilan seseorang adalah keragu-raguan, ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, dan hal-hal lain yang serupa. Dengan pembagian ini pengukur akan lebih terarah dalam menilai kewajaran pekerja dilihat dari segi ketrampilannya. Karenanya faktor penyesuaian nantinya diperoleh dapat lebih objektif. Untuk usaha atau effort cara westinghouse membagi juga atas kelas-kelas dengan ciri masing-masing. Usaha disini adalah kesungguhan yang ditunjukkan operator ketika melakukan pekerjaannya. Berikut ini ada enam kelas dengan ciricirinya: II.6.7.7 Excessive Effort: a.
Kecepatan sangat berlebihan.
b.
Usahanya
sangat
bersungguh-sungguh
tetapi
dapat
membahayakan
kesehatannya. c.
Kecepatan yang ditimbulkannya tidak dapat dipertahankan sepanjang hari kerja.
II.6.7.8 Exelent Effort: a.
Jelas terlihat kecepatan kerjanya yang tinggi.
b.
Gerakan-gerakan lebih “ekonomis” daripada operator-operator biasa.
c.
Penuh perhatian pada pekerjaannya.
d.
Banyak memberi saran-saran.
40
e.
Menerima saran-saran dan petunjuk dengan senang.
f.
Percaya pada kebaikan maksud pengkuran waktu.
g.
Tidak dapat bertahan lebih dari beberapa hari.
h.
Bangga atas kelebihannya.
i.
Gerakan-gerakan yang salah terjadi sangat jarang sekali.
j.
Bekerjanya sistematis.
k.
Karena lancarnya, perpindahan dari suatu elemen ke elemen lainnya tidak terlihat.
II.6.7.9 Good Effort: a.
Bekerja berirama.
b.
Saat-saat menganggur sangat sedikit, bahkan kadang-kadang tidak ada.
c.
Penuh perhatian pada pekerjaannya.
d.
Senang pada pekerjaannya.
e.
Kecepatannya baik dan dapat dipertahankan sepanjang hari.
f.
Percaya pada kebaikan pengukuran waktu.
g.
Menerima saran-saran dan petunjuk-petunjuk dengan senang.
h.
Dapat memberi saran-saran untuk perbaikan kerja.
i.
Tempat kerjanya diatur baik dan rapi.
j.
Menggunakan alat-alat dengan baik dan rapi.
k.
Memelihara dengan baik kondisi peralatan.
II.6.7.10 Average Effort: a.
Tidak sebaik good, tetapi lebih baik dari poor.
b.
Bekerja dengan stabil. 41
c.
Menerima saran-saran tetapi tidak melaksanakannya.
d.
Set up dilaksanakan dengan baik.
e.
Melakukan kegiatan-kegiatan perancanaan.
II.6.7.11 Fair Effort: a.
Saran-saran perbaikan diterima dengan kesal.
b.
Kadang-kadang perhatian tidak ditujukan pada pekerjaannya.
c.
Kurang sungguh-sungguh.
d.
Tidak mengeluarkan tenaga dengan secukupnya.
e.
Terjadi sedikit penyimpangan dari cara kerja baku.
f.
Alat-alat yang dipakainya tidak selalu yang terbaik.
g.
Terlihat adanya kecenderungan kurang perhatian pada pekerjaannya.
h.
Terlampau hati-hati.
i.
Sistematika kerjanya sedang-sedang saja.
j.
Gerakan-gerakannya tidak terencana.
II.6.7.12 Poor Effort: a.
Banyak membuang-buang waktu.
b.
Tidak memperhatikan adanya minat bekerja.
c.
Tidak mau menerima saran-saran.
d.
Tampak malas dan lambat bekerja.
e.
Melakukan gerakan-gerakan yang tidak perlu untuk mengambil alat-alat dan bahan.
f.
Tempat kerjanya tidak diatur rapi.
42
g.
Tidak perduli pada cocok atau tidaknya peralatan yang dipakai.
h.
Mengubah-ubah tata letak tempat kerja yang telah diatur.
i. Set up kerjanya terlihat tidak baik. Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau condition pada cara westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, temperatur dan kebisingan ruangan. Kondisi kerja merupakan suatu faktor diluar operator yang diterima apa adanya oleh operator tanpa banyak kemampuan merubahnya. Kondisi yang ideal tidak selalu sama bagi setiap pekerjaan karena berdasarkan karakteristiknya masing-masing pekerja membutuhkan kondisi ideal sendiri-sendiri. Pada dasarnya kondisi ideal adalah kondisi yang paling cocok untuk pekerjaan yang bersangkutan, yaitu yang memungkinkan performance maksimal dari pekerja. Sebaliknya kondisi poor adalah kondisi lingkungan yang tidak membantu jalannya pekerjaan bahkan sangat menghambat pencapaian performance yang baik Konsistensi adalah faktor yang harus diperhatikan karena pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama. Seseorang yang bekerja secara perfect adalah yang dapat bekerja dengan waktu penyelesaian yang tetap dari saat ke saat. Sebaliknya konsistensi yang poor terjadi bila waktu-waktu penyelesaiannya berselisih jauh dari rata-rata secara acak. Konsistensi rata-rata atau average adalah bila selisih antara waktu penyelesaian dengan rata-ratanya tidak besar walaupun ada satu dua ruang yang berjauhan.
43
Tabel II.3. Penyesuaian Menurut Westinghouse FAKTOR
KELAS
KETRAMPILAN
Superskil Excelent Good Average Fair Poor
USAHA
Excessive Excellent Good Average Fair Poor
LAMBANG PENYESUAIAN A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 F1 F2
+0,15 +0,13 +0,11 +0,08 +0,06 +0,03 0,00 -0,05 -0,10 -0,16 -0,22
A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 F1 F2
+0,13 +0,12 +0,10 +0,08 +0,05 +0,02 0,00 -0,04 -0,08 -0,12 -0,17
KONDISI KERJA
Ideal Excellently Good Average Fair Poor
A B C D E F
+0,06 +0,04 +0,02 0,00 -0,03 -0,07
KONSISTENSI
Perfect Excellent Good Average Fair Poor
A B C D E F
+0,04 +0,03 +0,01 0,00 -0,02 -0,04
(Sumber: Sutalaksana, 1979)
44
II.6.8 Kelonggaran Kelonggaran adalah bagian jam kerja yang tidak diamati, dicatat dan diukur serta tidak dipergunakan untuk operasi produksi. Faktor kelonggaran harus ditambahkan dengan waktu normal yang telah didapatkan untuk memperoleh waktu standar (Sutalaksana, 1979). Kelonggaran diberikan untuk tiga hal yaitu: 1. Kebutuhan pribadi. 2. Menghilangkan rasa fatique. 3. Hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. II.7 Peta Kendali Peta kendali pertama-tama usulkan pada tahun 1924 oleh W.A. Sewhart dengan pandangan
untuk menghilangkan variasi
tidak normal
dengan
membedakan variasi terhadap penyebab mampu terka dan penyebab kebetulan. Tujuan menggambarkan peta kendali adalah untuk menetapkan apakah setiap titik pada grafik normal atau tidak normal, dan mengetahui perubahan dalam proses dari data yang dikumpulkan, sehingga setiap titik pada grafik harus mengindikasikan dengan tepat dari proses mana data diambil. Sebuah peta kendali terdiri dari garis pusat sepanjang batas kendali tanpa terjadi kecenderungan khusus, maka proses dipandang sebagai keadaan terkendali. Bila mereka jatuh diluar batas kendali atau menunjukkan bentuk lain, maka proses ditetapkan diluar kendali. Mutu produk yang dibuat dalam proses tidak dapat dicegah bergabung dengan variasi.
45
Terdapat bermacam-macam penyebab variasi yang dapat diklasifikasikan dalam dua tipe (Ishikawa, K, 1989): II.7.1 Penyebab Kebetulan (Chance Causes) Variasi oleh sebab kebetulan tidak dapat dicegah dan dihindari untuk terjadi dalam proses, walaupun bila operasi telah dijalankan dengan menggunakan bahan baku dan metode yang distandarkan. Adalah tidak praktis untuk menghilangkan penyebab kebetulan secara teknis dan ekonomis pada saat ini. II.7.2 Penyebab Mampu Terka (Assignable Causes) Variasi oleh penyebab mampu terka menunjukkan bahwa terdapat faktor yang berarti untuk diselidiki. Hal tersebut tidak mampu dicegah dan diawasi yaitu kasus yang disebabkan oleh pengabaian standar tertentu atau menerapkan standar yang tidak tepat. II.8 Peta Kontrol Untuk Variabel-Variabel Peta kontrol X dan R digunakan bersama dalam menganalisis karakteristik tunggal yang terukur. Dipilih antara 20 sampai 30 kelompok kecil yang masingmasing memiliki jumlah pengambilan berukuran n. Biasanya ukuran kelompok kecil tersebut adalah n = 4 atau 5. Dipilih secara berurutan dari proses atau dihasilkan dengan kondisi yang semirip mungkin. Waktu pengambilan diantara kelompok kecil tersebut tergantung pada penilaian yang digunakan, yang mungkin dapat dilakukan setiap satu kali per jamnya, dua kali sehari dan seterusnya. Maksudnya adalah untuk memiliki variasi antar kelompok yang sekecil mungkin, dan hanya mewakili variasi sebab umum saja (Wayne C. Turner, 2000).
46