BAB II LANDASAN TEORI A. INVESTASI ASURANSI SYARIAH Dalam rangka untuk menghindari praktek riba, PT. Takaful Keluarga (R.O) Pekalongan
dalam
menginvestasikan
dananya
menggunakan
implementasi
mudharabah, al ini dapat dilihat misalnya pada perhitungan rate premi. Cara perhitungan dengan asumsi bunga tetap (bunga teknik) diganti dengan skim mudharabah (bagi hasil), demikian juga dalam skim-skim investasi dan perhitungan surplus underwriting. Penentuan hak atas dana hasil investasi (produk saving) dan hak atas dana dari surplus underwriting (produk non saving) semuanya bebas dari bunga, dan sebagai gantinya digunakan instrumen mudharabah. Dengan demikian, Takaful Keluarga dalam sistem dan operasionalnya benar-benar bersih dari praktik riba. Dalam penerapan akad mudharabah dalam bisnis asuransi syariah dapat dilihat dalam dua bidang usaha yaitu: 1. Asuransi Jiwa Syariah Terdapatbeberapa bagian dalam operasional dimana Takaful Keluarga (Asuransi Jiwa) menggunakan sistem mudharabah sebagai berikut :1 a. Bagi hasil dalam Deposito dan Sertifikat Deposito Bank-Bank
Syariah.
b. Bagi hasil dalam Direct Investment. c. Bagi hasil dalam penyertaan saham, obligasi, reksadana, leasing dan investment syariah lainnya. d. Bagi
hasil
antara
peserta
berdasarkan
skema
yang
dan
perusahaan
diperjanjikan
(dalam
atas
hasil
produk
mengandung saving).
1
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah, (Jakarta: Gema Insani, 2004), Hlm. 345
investasi
jiwa
yang
e. Bagi hasil atas surplus underwriting antara peserta dengan perusahaan (dalam produk asuransi jiwa non saving). f. Bagi hasil dalam penentuan rate premi pada produk-produk saving maupun nonsaving. 2. Asuransi Kerugian Syariah Pada asuransi umum (kerugian) dengan prinsip-prinsip syariah, implementasi sistem mudharabah dapat kita lihat misalnya pada operasional PT. Asuransi Takaful Umum sebagai berikut:2 a. Akad Mudharabah 1) Dengan akad mudharabah berarti surplus underwriting darihasiloperasi perusahaan dibagi di antara operator denganpeserta atau partisipan 2) Dasar perhitungan mudharabah dihitung dengan menggunakan rata-rata tertimbang surplus underwriting yang diperoleh
b. Ketentuan Mudharabah 1) Perhitungan
mudharabah
harus
didasarkan
kepada
kinerja
yang
sebenarnya dari Takaful fund (perusahaan asuransi tersebut) 2) Pembayaran mudharabah tidak di-offset langsung dengan premi renewel kecuali atas permintaan peserta 3) Mudharabah tidak dapat dibayarkan di muka c. Persyaratan Pembayaran Mudharabah 1) Polis telah jatuh tempo 2) Premi (takaful kontribusi) telah dibayar penuh 3) Tidak ada pembayaran klaim selama periode covered
2
Ibid, Hlm. 347
d. Formula Perhitungan Mudharabah 1) Periode takaful 2) Takaful kontribusi 3) Tanggal Pembayaran 4) Rate mudharabah a. Tata cara perhitungan mudharabah 1) Besarnya mudharabah yang dihitung diperoleh dengan cara ratarata tertimbang dari surplus underwriting. 2) Rasio mudharabah diperoleh dengan membagi rata-rata tertimbang mudharabah yang akan dibagikan dengan premi bruto rata-rata dan dibulatkan ke atas.
f. Tata Cara Pembayaran Mudharabah 1) Cadangan
mudharabah
dibagikan
kepada
peserta
yang
selesai
pertanggungannya dengan menggunakan rate atas premi yang disetor peserta. 2) Peserta yang menerima mudharabah adalah peserta yang tidak mendapatkan manfaat klaim. 3) Peserta yang melakukan keterlambatan pelunasan diberikan mudharabah secara proporsional. 4) Peserta yang telah jatuh tempo polisnya dikirimi surat konfirmasi untuk menentukan pembayaran mudharabahnya. 5) Pengiriman surat konfirmasi mudharabah bersama dengan pengiriman surat konfirmasi perpanjangan yang dilakukan costumer care
6) Konfirmasi mudharabah dari nasabah segera diserahkan ke divisi keuangan untuk segera dibayarkan a. Sistem Pembayaran Mudharabah 1) Transfer melalui bank 2) Cek atas nama tertanggung 3) Cash (tunai) 4) Transfer ke rekening koperasi peserta 5) Disumbangkan ke lembaga zakat
Bagi hasil investasi adalah bagi hasil yang diperoleh secara proporsional berdasarkan nisbah bagi hasil yang telah ditentukan, baik dari hasil investasi dan rekening tabungan peserta maupun dari dana rekening tabarru’. Setelah dana peserta dibayarkan, dan terkumpul dalam total dana peserta, kemudian diinvestasikan. Profit yang diperoleh dari investasi kemudian dilakukan bagi hasil antara peserta dan pengelola atau perusahaan asuransi.3 B. PENGUKURAN PERTANGGUNGAN DAN RISIKO (UNDERWRITING) 1. UNDERWRITING Istilah underwriter digunakan untuk mengartikan proses seleksi yang dengan itu underwriter menentukan penawaran risiko mana yang harus diterima, dan jika diaksepatas rate, syarat dan kondisi apa. Underwriting merupakan proses penyelesaian dan pengelompokkan risiko yang akan ditanggung. Tugas itu merupakan sebuah elemen yang esensial dalam operasi perusahaan asuransi. Sebab, maksud underwriting adalah memaksimalkan laba melalui penerimaan distribusi risiko yang diperkirakan akan mendatangkan 3
Ibid, Hlm. 180
laba. Tanpa underwriting yang efisien, perusahaan asuransi tidak akan mampu bersaing. Dalam melakukan proses penerimaan risiko (underwriting) terdapat tiga konsep penting yang menjadi dasar bagi perusahaan asuransi untuk menerima atau menolak suatu penutupan risiko. a.
Kemungkinan menderita kerugian (chance of loss). Sering disebut dengan probilita atau kemungkinan menderita kerugian dari sejumlah objek tertentu. Underwriter pada umumnya meramalkan kemungkinan menderita kerugian ini berdasarkan apa yang terjadi di masa lalu.
b.
Tingkat risiko (degree of risk). Yaitu, ketidakpastian atas kerugian pada masa datang yang biasanya sulit untuk diramalkan. Tingkat risiko ini seringkali dicampuradukkan dengan kemungkinan menderita kerugian, tetapi keduanya mempunyai perbedaan pokok. Misalnya, suatu hal yang tidak mempunyai kemungkinan menderita kerugian (probilitas nol), maka secara teoritis tingkat risikonya juga nol. Tetapi, hal tersebut tidak berlaku, tingkat risiko kemungkinan masih tetap ada sebagai akibat dari situasi yang berbeda.
c.
Hukum bilangan besar (law of large number). Makin banyak objek yang mempunyai risiko yang sama atau hampir sama, akan makin bertambah baik bagi perusahaan asuransi. Hal ini disebabkan penyebaran risiko-risiko akan lebih luas. Sehingga, secara sistematis kemungkinan menderita kerugian dapat diramalkan dengan lebih baik.
2. KEWAJIBAN UNDERWRITER
Tugas utama underwriter adalah mengatur dana seefektif mungkin dan menguntungkan. Pada asuransi syariah peran underwriter dapat disimpulkan sebagai berikut. a.
Mempertimbangkan risiko yang diajukan.
b.
Memutuskan untuk menerima atau tidak risiko-risiko tersebut.
c.
Menentukan syarat, ketentuan, dan lingkup ganti rugi.
d.
Mengenakan biaya upah pada dana kontribusi peserta.
e.
Mengamankan margin profit.4 Selain itu, beberapa hal yang patut menjadi perhatian para underwriter pada
asuransi umum, sebelum mengambil keputusan untuk mengaksep atau tidak suatu prospek adalah sebagai berikut: 1. Kompetisi (competition) Semangat kompetisi atau dalam istilah market “perang tarif ” adalah pekerjaan sehari-hari seorang underwriter. Di sini dituntut kematangan seseorang underwriter. Bisa jadi seorang underwriter sangat prudent dalam akseptasi sehingga sangat menyulitkan bagian marketing. Tapi, tidak jarang pula seorang underwriter terlampau loss dalam menentukan rate akseptasi. Sehingga, produkproduk yang high risk sekalipun tanpa memperhatikan kemampuan perusahaan, tetap diaksep demi untuk mengejar performance produksi. Underwriter yang baik adalah yang mampu memberikan keseimbangan antara keduanya. Sifat wasathan ‘tengah-tengah, adil dan seimbang’ adalah ajaran AlQuran surah al-Baqarah ayat 143 yang seharusnya menjadi karakter dan sifat underwriter yang bekerja di lembaga syariah. 2. Penyebaran risiko dan volume (spread of risk and volume) 4
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and General), (Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm. 256
Proses asuransi syariah yang didasarkan atas hukum rata-rata. Underwriter harus mengamankan keseluruhan volume bisnis yang cukup untuk memproduksi hasil yang cukup. Paling penting untuk menghindari menulis jumlah yang berlebihan pada satu macam risiko jika hasil rata-rata yang diharapkan akan diperoleh dan bahaya musibah dapat dihindari. 3. Survey (Survei) Risiko tidak hanya meliputi sifat-sifat gedung, tapi juga yang terdapat di dalamnya dan yang sudah dikerjakan di dalam gedung tersebut. Survei akan memungkinkan underwriter memperoleh setiap detail kemungkinan mengenai risiko kondisi fisik dan juga kesempatan mengamankan informasi mengenai keadaan moral pemohon. Laporan survei meliputi sejumlah ciri-ciri berikut: a.
Deskripsi utuh terhadap risiko.
b.
Penilaian tingkat risiko.
c.
Pengukuran kemungkinan kerugian maksimal.
4. Bahaya fisik dan murni (moral and physical hazard) Ada dua hal yang harus diwaspadai dan senantiasa menjadi perhatian seorang underwriter. Pertama, karakteristik risiko fisik harus di-underwrite berdasarkan “pedoman dan prosedur akseptasi”. Informasi ini biasanya dan sudah ada di setiap perusahaan. Survei yang terus-menerus akan selalu mengungkap fakta fisik berkenaan dengan risiko. Kedua, moral hazard yaitu sifat manusia yang umumnya tidak stabil dan sulit untuk dideteksi. Bahaya moral sebagai aturan muncul dari kombinasi kelemahan moral dan kesulitan financial. Pencarian tanda bahaya dan penghindaran terhadap risiko yang melibatkan bahaya moral membutuhkan
penelitian yang saksama dan kewaspadaan bagi underwriter asuransi syariah.5 Strategi meminimalisir risiko klaim yang digunakan Hijrah Agency Takaful Keluarga RO Pekalongan yaitu dengan underwriting tidak semua permintaan kepesertaan dalam asuransi syariah langsung diterima begitu saja. Namun, diperlukan beberapa tahapan yang harus dilalui sebelum seseorang dapat diterima sebagai peserta. Perusahaan asuransi syariah harus yakin bahwa objek yang diasuransikan tidak ada unsur yang menyimpang dari prinsip syariah. Profil risikonya juga harus dinilai sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kapasitas risiko yang mampu dikelola oleh perusahaan. Proses penilaian risiko dari calon peserta ialah yang disebut proses underwriting. Proses ini dilakukan untuk mngupayakan terjadinya
keadilan dan
keseimbangan atas risiko yang dikelola dari seluruh peserta. Bagi peserta yang memiliki risiko atas rata-rata, ada kemungkinan dikenakan extra tabarru’. Adapun bagi seseorang yang memiliki risiko rata-rata akan dikenakan tarif tabarru’ standar. Penilaian ini tidak bisa diartikan sebagai proses diskriminasi dan mengklasifikasikan seseorang/objek asuransi dalam kelompok yang berbeda, Namun, lebih dipandang sebagai langkah untuk menuju terciptanya keadilan diantara para peserta. Untuk menemukan apakah risiko yang akan di-sharing oleh calon peserta dapat diterima atau tidak permintaan kepesertaannya dalam asuransi syariah, terlebih dahulu perusahaan menetapkan standardisasi risiko. Dalam asuransi jiwa syariah, standardisasi risiko ini pada awalnya disusun oleh aktuaris perusahaan berdasarkan pengalaman klaim masa lalu. Apabila belum memiliki pengalaman perusahaan juga
5
Ibid
bisa menggunakan standardisasi lain, seperti tabel mortalita, tabel morbita atau statistik dari pengalaman klaim masa lalu yang berasal dari perusahaan lain. Dalam asuransi umum syariah, standar risiko ini juga ditetapkan berdasarkan pengalaman klaim perusahaan yang terjadi pada masa lalu. Dari pengalaman ini maka data-data yang ada dengan menggunakan pendekatan model probabilitas dapat disusun menjadi suatu tabel yang nantinya dapat digunakan oleh perusahaan sebagai alat untuk menilai risiko dari calon peserta.6 C. PREMI ASURANSI SYARIAH Unsur premi pada asuransi syariah terdiri dari unsur tabarru’ dan tabungan (untuk asuransi jiwa) dan unsur tabarru’ saja (untuk asuransi kerugian dan term insurance pada life). Unsur tabarru’ pada jiwa perhitungannya dari tabel mortalitas (harapan hidup), yang besarnya tergantung usia dan masa perjanjian. Semakin tinggi usia dan semakin panjang masa perjanjian, maka semakin besar pula nilai tabarru’nya. Besarnya premi asuransi jiwa yang pada asuransi syariah disebut tabarru’ berada pada kisaran 0,75 sampai 12 persen. Sedangkan, besarnya tabarru’ pada asuransi kerugian merujuk ke rate standart yang dibuat oleh DAI (Dewan Asuransi Indonesia). Beberapa pakar asuransi syariah seperti M.M Billah menyebut premi ini dengan istilah kontribusi (contribution) atau dalam bahasa fiqih disebut Musahamah.
al-
Billah menghindari istilah tabarru’ karena dalam praktiknya, pada
produk term insurance di asuransi jiwa dan semua produk pada asuransi kerugian terdapat bagi hasil (mudharabah) apabila terjadi klam, sedangkan tabarru’ menurut sebagian pakar syariah tidak dibenarkan adanya harapan pengembalian. Syarikat Takaful Malaysia salah satu asuransi syariah di dunia yang mempraktikkan konsep akad al-Musahamah ‘kontribusi’ ini.
6
Wawancara dengan Bapak Akhmad Zaeni, Ibid
Billah mengatakan al-Musahamah ‘kontribusi’ dalam perjanjian takaful (asuransi syariah) adalah pertimbangan keuangan (al-‘iwad) dari bagian peserta yang merupakan kewajiban yang muncul dari perjanjian antara peserta dan pengelola. Perjanjian takaful (asuransi syariah) dalam kerja sama mutual, pertimbangan dibutuhkan tidak hanya dari satu pihak tapi kedua belah pihak. Sehingga, pengelola juga secara bersamaan terikat dengan perjanjian tadi, baik dalam hal ganti rugi maupun keuntungan. Konsep kerja sama mutual dengan akad musahamah ini sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Ma’idah ayat 2: ْ َﺎوﻧُﻮا َﻋﻠ ب ِ ﺎﻹﺛ ِﻤ َﻮ ْاﻟ ُﻌ ْﺪ َواﻧِ َﻮاﺗﱠﻘُﻮااﻟﻠﱠﮭَﺈِﻧﱠﺎﻟﻠﱠﮭَ َﺸ ِﺪﯾﺪ ُْاﻟ ِﻌﻘَﺎ َ ﺎوﻧُﻮا َﻋﻠَ ْﺎﻟﺒِﺮ َﱢواﻟﺘﱠ ْﻘ َﻮ َﻮﻻﺗَ َﻌ َ َوﺗَ َﻌ ”dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” Premi (kontribusi) pada asuransi syariah disebut juga net premium karena hanya terdiri dari mortalitas (harapan hidup), dan didalamnya tidak terdapat unsur loading (komisi agen, biaya administrasi lain-lain). Juga tidak mengandung unsur bunga sebagaimana pada asuransi konvensional.7 D. TINJAUAN
UMUM
TENTANG
MANAJEMEN
RISIKO
ASURANSI
SYARIAH 1. Manajemen Risiko Asuransi syariah Asuransi syariah beroprasi pada basis yang benar-benar berbeda, operator asuransi syariah bertindak hanya sebagaiagen (wakil) dari para pesertanya. Para peserta saling berbagi risiko-risikonya antar mereka sendiri. Peran operator asuransi syariah adalah untuk memastikan agar skema pembagian risiko bekerja dengan baik dalam upayanya memberikan benefit bagi para partisipan. Operator
7
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah, (Jakarta: Gema Insani, 2004), Hlm. 311,
asuransi harus dapat mengidentifikasi, menganalisis dan memperhitungkan nilai kontribusi yang layak untuk dibebankan kepada setiap peserta sehingga jumlah dana yang terkumpul seluruhnya bisa cukup untuk menutup semua klaim yang timbul. Selain itu, operator asuransi syariah harus dapat mengelola dana tersebut dengan mengikuti aturan-aturan syariah.8 Proses manajemen risiko dapat digolongkan menjadi tiga aktivitas besar, yaitu indentifikasi risiko, analisis risiko, dan control risiko. Tujuan dari identifikasi risiko itu adalah untuk mengenali semua aspek risiko yang dapat menberikan dampak pada aset-aset atau kapasitasnya dari suatu organisasi. Setelah diidentifikasi risiko dianalisis sejauh mana terjadinya (frequency) dan apabila benar-benar terjadi berapa besar kerugian yang bisa ditimbulkannya (severity). Tahap akhir dalam proses manajemen risiko setelah risiko telah diidentifikasi dan dianalisis ditetapkan bahwa risiko tersebut memiliki tingkat ancaman yang layak adalah pegendaliannya. Dalam pengendalian risiko ini terdapat dua elemen, yaitu pengendalian risiko fisik dan pengendalian risiko financial. Pengendalian risiko fisik berhubungan dengan upaya untuk mengurangi tingkat risiko sejauh mungkin, baik dalam frequency-nya maupun peluang kejadian dan besarnya kerugian apabila terjadi. Upaya ini harus dilakukan sebelum munculnya peristiwa (penurunan risiko pra kerugian) dan juga setelah risiko tersebut terjadi. Dari ke semua pekerjaan itu, operator asuransi syariah akan menerima remunerasi dalam bentuk fee(model wakalah) atau memperoleh porsi surplus
8
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syaria, dalam Praktik Upaya Menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba, (Jakarta: Gema Insani, 2005) Hlm. 158
(model mudharabah). Bagaimanapun modelnya, apa saja yang dikerjakan operator asuransi syariah sebagian besar keuntungan adalah untuk para pesertanya.9 Bekerja atas dasar fee atau pembagian keuntungan akan membuat operator asuransi syariah dari waktu ke waktu harus memberikan niai tambah kepada para pesertanya agar fee atau bagian keuntungan layak mereka terima. Selain itu, operator asuransi syariah harus sangat transparan dan bertaggung jawab kepada pesertanya pada setiap aspek dalam pekerjaan mereka dan hasil dari pekerjaan tersebut. Kedua faktor ini akan membawa operasi asuransi syariah lebih dekat dan lebih terintegrasi ke dalam praktik manajemen risiko yang menyeluruh. Dengan adanya kewajiban untuk memberikan nilai tambah akan membawa asuransi syariah terlibat praktis pada aspek manajemen risiko baik pada area pengidentifikasian risiko. Sebagai operator untuk skema pembagian risiko, para operator asuransi syariah juga akan didorong oleh permintaan-permintaan para peserta dalam upayanya agar perhitungan nilai kontribusi mereka lebih akurat dan adil, yang artinya memiliki analisis risiko yang lebih baik pula. Setiap peserta akan menerima dampak langsung dari para partisipan yang lain, oleh karenanya mereka juga memperhatikan kualitas risiko milik peserta lain. Bentuk perhatian ini akan diteruskan kepada para para operator asuransi syariah yang otomatis aan memaksa operator tersebut untuk membuat program manajemen risiko yang nyata atau pelayanan nilai tambah manajemen risiko untuk semua pesertanya. Dalam semua kondisi ini, operator asuransi syariah akan cenderung untuk lebih terlibat dalam manajemen risiko bagi para pesertanya. Secara konsep, perusahaan asuransi konvensional adalah ‘pihak lain’ dalam manajemen risiko disebut demikian karena setelah risiko di identifikasi, dianalisis
9
Ibid, Hlm. 159
dan dikendalikan/dikontrol maka bagian dari pengendalian ini risiko dipindahkan oleh pemiliknya ke ‘pihak lain’, pihak ain ini adalah perusahaan asuransi.10 Dalam hal ini asurnasi syariah berbeda sama sekali. Asuransi syariah merupakan bagian atau berada dalam manajemen risiko itu sendiri karena dalam asuransi syariah risiko ini dipindahkan ke ‘pihak lain’ melainkan dibagi antar para peserta secara luas. Dengan posisi ini, asuransi syariah akan tumbuh bersama perkembangan manajemen risiko, dan akan memberikan kontribusi langsung pada manajemen risiko. Dengan demikian masa depan manajemen risiko adalah masa depan asuransi syariah juga. Tekanan dalam transparansi dalam transparansi, pertangungjawaban dan aspek-aspek implementasi corporate governance yang baik akan sangat sejalan dengan operasi takaful. 2. Pengertian Risiko Pengertian risiko menurut Kamus Inggris, risiko ialah risk, dalam asuransi “insurance risk” ialah orang yang besar risikonya bagi perasuransian. Risiko menurut Kamus Bahasa Arab, a’aqiatu dan awaaqiba (aqoda-ya’qidu-aqdan) ialah balasan yang baik dan akibat yang baik. (kamus bahasa arab muhammad yunus).11 Dalam sehari-hari setiap orang memiliki berbagai risiko yang akan timbul, dalam hal ini tidak lepas dengan memperoleh rezeki yang halal untuk memenuhi kebutuhan hidup. Rezeki yang diberikan Allah kepada kita bukan harta atau benda yang dihasilkan oleh bumi saja. Rezeki dapat pula berupa kesehatan, kekuatan tubuh, keterampilan, gerak langkah dalam kehidupan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surah al-Baqarah/2:3 berikut:
10
Ibid, Hlm. 160 John M.Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, Hlm. 488
11
Artinya: (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, melaksanakan shalat, dan menginfaqkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. (al-Baqarah ayat 3).12 Arti rezeki dari ayat tersebut di atas yaitu: “Segala apa yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat. Contohnya; kita bisa lihat, betapa banyak buruh dan karyawan yang berusaha untuk mendapat gaji besar tapi hasilnya tetap saja kecil. Adakalanya seseorang banting tulang di masa mudanya untuk mencari harta, justru baru berhasil ketika tua. Dalam hal ini, risiko dan rezeki memiliki hubungan dalam proses aktivitas kehidupan sehari-hari, sebab rezeki diperoleh ketika seseorang akan mengalami berbagai risiko yang akan timbul, tanpa adanya risiko seseorang tidak akan mampu mencapai hasil yang maksimal dan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi dengan ini seseorang dapat tolong-menolong dengan sesama untuk memperkecil risiko yang akan timbul.13 Risiko
adalah
ketidakpastian
(Uncertainity)
mengenai
kerugian,
ketidakpastian yang menyebabka kerugian. Definisi lainnya adalah karena tidak pasti terhadap kemungkinan yang dapat terjadi dalam bentuk atau peristiwa yang belum tentu dan menimbulkan rasa tidak aman. Risiko merupakan bahaya, risiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Jadi risiko membahas mengenai ketidakpastian tentang masa depan, baik secara individu atau peserta dan Perusahaan (corporate) maka perlu adanya suatu
12
Departemen Agama RI, al- Qur’an Tajwid dan Terjemahannya, Hlm. 2 Muhammad Mutawalli Sya’rawi, Anda bertanya Islam menjawab (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), Cetakan 15, Hlm. 25-26. 13
pengelolaan risiko untuk mengidentifikasi, menganalisis dan mengendalikan tentang ketidakpastian yang akan timbul pada Peserta dan Perusahaan.14 Berbicara mengenai Perusahaan Asuransi Syariah tidak lepas dari pengelolaan risiko yang benar untuk menyeleksi setiap risiko berdasarkan klausula. Proses hubungan dalam mekanisme pertanggungan pada Asuransi Syariah adalah sharing of risk (saling menanggung risiko). Apabila terjadi musibah, maka semua peserta Asuransi Syariah saling menanggung. Dengan demikian, tidak terjadi transfer risiko dari peserta ke perusahaan, karena dalam praktiknya kontribusi (premi) yang dibayarkan oleh peserta tidak terjadi yang disebut transfer of fund, status kepemilikan dana tersebut tetap melekat pada peserta sebagai shahibul mal.15 Dalam hal ini untuk membedakan sesuatu yang terjadi pada asuransi konvensional, karena yang telah dipraktiakan pada asuransi konvensional berupa transfer of fund yaitu transfer risiko dari peserta ke perusahaan. Sehingga tidak menggunakan skema berbagai risiko pada peserta, sebagaimana yang dijelaskan dalam surah alMaidah/5:2 berikut:
Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan.”16 Implementasi sharing of risk (saling menanggung risiko), peserta asuransi diikat oleh akad (perjanjian) untuk saling membantu, melalui instrumen syariah yang disebut dana tabarru’ (dana kebajikan). Masing-masing mengeluarkan
14
Ferry N. Idroes, Manajemen Risiko Perbankan: Pemahaman Pendekatan 3 Pilar Kesepakatan Basel ll Terkait Aplikasi Regulasi dan Pelaksanaannya di Indonesia. (Jakarta: Rajawali Pers, 2008) Hlm. 4 15 Muhammad Syakir Sula, Op. Cit. Hlm. 303 16 Departemen Agama RI, al-Qur’an Tajwid dan Terjemahannya, Hlm. 106
kontribusi, yang besarnya meminjam tabel kematian (mortality table) untuk asuransi jiwa, dan untuk asuransi kerugian menghitung dengan mendasarkan pada statistik kerugian (loss statistics), misalnya menggunakan teori probabilitas (probability) teori kecenderungan (measure of control tendency) dan sebagainya. Akad yang digunakan oleh asuransi syariah bergantung pada klausula yang ditentukan, akad tabarru’ dan akad wakalah bil ujrah yang pada umumnya telah dipraktikan. Sebab akad tabarru’ untuk memberikan suatu gambaran umum mengenai perhitungan kontribusi (premi) yang harus dikeluarkan pada setiap peserta asuransi dan menggunakan tabel kematian.17 Uraian diatas menunjukkan bahwa sharing of risk telah diimplementasikan dari hadist riwayat Muslim bahwa Nabi saw bersabda: Artinya: “Mukmin terhadap mukmin yang lain seperti suatu bangunan memperkuat satu sama lain” dan “orang-orang mukmin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka seperti satu badan. Apabila salah satu anggota badan menderita sakit, maka seluruh badan merasakannya.”18 3. Sebab- sebab kerugian (Risiko) Telah dipaparkan sebelumnya bahwa risiko ketidakpastian mengenai masa depan. Ketidakpastian tersebut dapat dipahami dengan mengetahui sebab-sebab kerugian (risiko) itu timbul pada lembaga keuangan syariah, sebab asuransi syariah memberikan suatu konsep sharing of risk untuk mengelola risiko. Sumber penyebab kerugian (risiko) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:19
17
Muhammad Syakir Sula, Op.Cit., Hlm. 303 Abu al-Husain Muslim Ibnu Hajjaj Ibnu Muslim Ibnu Warod al-Qusyairi al- Nasburi, Shahih Muslim dalam Bab Tarohumul Mukminin Wa ta’ aafuhum wata’aadhuduhum, juz 12 Hlm. 467 19 Kuat Ismanto, Asuransi Syariah Tinjauan Asas-asas Hukum Islam (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), Cetakan Pertama, Hlm. 32 18
a. Risiko
sosial
menciptakan
adalah kejadian
masyarakat, yang
artinya
menyebabkan
tindakan
orang-orang
penyimpangan
yang
diharapakan. b. Risiko fisik disebabkan oleh fenomena alam dan sebagian lagi oleh manusia itu sendiri. Banyak risiko yang kompleks sumbernya termasuk, terutama, kedalam kategori fisik, sebagai
contoh
diciptakan tetapi kebakaran,
cuaca/iklim, petir, dan lain-lain. c. Risiko ekonomi adalah inflasi, fluktuasi lokal, dan ketidakstabilan perusahaan individual. Pada sebab-sebab kerugian (risiko) tersebut terjadi pada Asuransi Syariah dalam proses menuju risiko seperti peserta dan perusahaan. Karena perusahaan asuransi syariah tidak hanya mengelola risiko pada perusahaan, namum mengelola risiko peserta pun demikian. Jadi sebab-sebab kerugian timbul karena dipengaruhi oleh risiko sosial, risiko fisik, dan risikoekonomi. Hal tersebut dapat teridentifikasi dari daftar riwayat dan karakteristik peserta sehingga dapat menimbulkan risiko yang besar ke dalam tiga sebab-sebab kerugian tersebut.
4. Pengertian Manajemen Risiko Manajemen risiko didefinisikan sebagai suatu metode logis dan sistematik dalam identifikasi, kuantifikasi, menentukan sikap, menetapkan solusi, serta melakukan monitor dan pelaporan risiko yang berlangsung pada setiap aktivita atau proses.20 Dalam hal ini manajemen risiko dipraktikan pada perusahaan asuransi syariah karena untuk mengantisipasi risiko-risiko yang akan timbul pada masa depan.
20
Ferry N. Idroes, Op. Cit.
Manajemen risiko (Risk Management) ialah peninjauan risiko dari sudut pandang seorang manajer asuransi (risk manager). Risiko yang ada dalam masyarakat bisa kita lihat dari dua segi, yaitu: pembeli asuransi (pemegang polis) dan penjual asuransi (perusahaan asuransi). Bagi seorang risk manager yang penting untuknya ialah, melihat risiko dari segi “pembeli asuransi”. Usaha yang harus di jalankannya ialah terutama harus menitikberatkan pada prevention of loss, oleh karena demikian banyaknya risiko bisnis asuransi didalam masyaratkan yang harus dihadapi. Fungsi pimpinan bagian asurasi ialah untuk memikirkan bagaimana caranya agar risiko dapat ditangani, apakah dengan jalan mempertanggungkan atau dengan menggunakan self insurance (asuransi sendiri).21 Dalam hal ini, manajemen risiko akan digunakan apabila risiko timbul pada perusahaan dan peserta asuransi serta
dapat
mengetahui
dengan
metode
mengidentifikasi,
mengukur,
mengendalikan, melaporkan dan meminimalisir risiko pada pembeli asuransi dan penjual asuransi. Dalam islam, konsep manajemen risiko sudah dituliskan dalam al- Quran sekitar abad 14yang lalu. Salah satu yang sangat indah dalam al- Quran adalah mengenai Yusuf a.s, yang dalam satu bagiannya diperkenalkan bagaimana caranya mengelola risiko. Sebagaimana yang dijelaskan dalam surah Yusuf ayat 46-48: َﯾُﻮ ُﺳﻔُﺄ َ ﱡﯾﮭَﺎاﻟﺼﱢ ﺪﱢﯾﻘُﺄ َ ْﻓﺘِﻨَﺎﻓِﯿ َﺴ ْﺒ ِﻌﺒَﻘَ َﺮا ٍﺗ ِﺴ َﻤﺎﻧٍﯿَﺄْ ُﻛﻠُﮭُﻨﱠ َﺴ ْﺒ ٌﻌ ِﻌ َﺠﺎﻓٌ َﻮ َﺳ ْﺒ ِﻌ ُﺴ ْﻨﺒُﻼﺗٍ ُﺨﻀْ ٍﺮ َوأُ َﺧ َﺮﯾَﺎﺑِ َﺴﺎﺗٍﻠَ َﻌﻠﱢﯿﺄَرْ ِﺟ ُﻌﺈِﻟَ ﺎﻟﻨﱠﺎ ِﺳﻠَ َﻌﻠﱠﮭُ ْﻤ َﯿ ْﻌﻠَ ُﻤﻮن َﺼ ْﺪﺗُ ْﻤﻔَ َﺬرُوھُﻔِﯿ ُﺴ ْﻨﺒُﻠِ ِﮭﺈِﻻﻗَﻠِﯿﻼ ِﻣ ﱠﻤﺎﺗَﺄْ ُﻛﻠُﻮن َ ﺎﺣ َ (ﻗَﺎﻟَﺘ َْﺰ َرﻋُﻮﻧَ َﺴ ْﺒ َﻌ ِﺴﻨِﯿﻨَﺪَأَﺑًﺎﻓَ َﻤ٤٦) (٤٨) َﺼﻨُﻮن ِ ْ(ﺛُ ﱠﻤﯿَﺄْ ِﺗﯿ ِﻤ ْﻨﺒَ ْﻌ ِﺪ َذﻟِ َﻜ َﺴ ْﺒ ٌﻌ ِﺸﺪَا ٌدﯾَﺄْ ُﻛ ْﻠﻨَ َﻤﺎﻗَ ﱠﺪ ْﻣﺘُ ْﻤﻠَﮭُﻨﱠﺈِﻻﻗَﻠِﯿﻼ ِﻣ ﱠﻤﺎﺗُﺤ٤٧) Artinya: "Yusuf, Hai orang yang Amat dipercaya, Terangkanlah kepada Kami tentang tujuh ekor sapi betina yang gemuk-gemuk yang dimakan oleh tujuh ekor sapi betina yang kurus-kurus dan tujuh bulir (gandum) yang hijau dan (tujuh)
21
A. Abbas Salim, Manajemen Risiko. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Cetakan ketujuh 2003,
lainnya yang kering agar aku kembali kepada orang-orang itu, agar mereka mengetahuinya." “Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; Maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.” “Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun yang Amat sulit, yang menghabiskan apa yang kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit), kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu simpan." Sangat jelas bahwa dalam sudut pandang manajemen risiko, Islam mendukung semua upaya mengeliminasi atau memperkecil risiko, sekaligus mempunyai bahwa hanya keputusan Allah-lah yang akan menentukan hasilnya.22 Uraian di atas menunjukkan bahwa risiko itu tidak dapat dihindarkan, namun diminimalisir agar tidak terjadi risiko-risiko yang signifikan. Dan setiap aktivitas Kehidupan
manusia
harus
menggunakan
manajemen.
Manajemen
untuk
memperkecil risiko-risiko yang akan timbul. Maka mengelola risiko sudah ada pada zaman Nabi Yusuf a.s. 5. Proses Manajemen Risiko Tahap-tahap dalam melaksanakan manajemen risiko secara komprehensif ada beberapa tahap yang harus dilaksanakan oleh suatu perusahaan yaitu:23 a.
Identifikasi Risiko Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan melakukan tindakan berupa mengidentifikasi setiap bentuk risiko yang dialami perusahaan, termasuk bentuk-bentuk risiko yang dialami oleh perusahaan. Indentifikasi ini
22
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik Upaya Menghilangkan Gharar, Maisir, dan Riba (Jakarta: Gema Insani Pers,2005). Cetakan Pertama, h.18 23 Irham Fahmi, “Manajemen Risiko”, (Bandung: Alfabeta, 2011), Hlm. 3-5
dilakukan dengan cara melihat potensi-potensi risiko yang sudah terlihat dan yang akan terlihat. b.
Mengidentifikasi Bentuk-bentuk Risiko Pada tahap ini diharapkan pihak manajemen perusahaan telah mampu menemukan bentuk dan format risiko yang dikmaksud. Bentuk-bentuk risiko yang diidentifikasi disini telah mampu dijelaskan secara detail, seperti ciri-ciri risiko dan faktor-faktor timbulnya risiko tersebut. Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan juga sudah mulai mengumpulkan dan menerima berbagai data-data baik bersifat kualitatif dan kuantitatif.
c.
Menempatkan Ukuran-ukuran Risiko Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan sudah menempatkan ukuran atau skala yang dipakai, termasuk rancangan model metodologi penelitian yang akan digunakan. Data-data yang masuk juga sudah dapat diterima, baik yang berbentuk kualitatif dan kuantitatif serta pemilahan data dilakukan berdasarkan pendekatan metodologi yang digunakan. Dengan kepemilikan rancangan metodologi penelitian yang ada diharapkan pihak manajemen perusahaan telah memiliki fondasi kuat guna melakukan pengolahan data.
d.
Menempatkan Alternatif-alternatif Pada tahap ini pihak manajemen perusahaan telah melakukan pengolahan data. Hasil pengolahan kemudian dijabarkan dalam bentuk kualitatif dan kualitatif beserta akibat-akibat atau pengaruh pengaruh yang akan timbul jika keputusan-keputusan tersebut diambil. Berbagai bentuk penjabaran yang dikemukakan tersebut dipilih dan ditempatkan sebagai alternatif-alternatif keputusan.
e.
Menganalisis Setiap Alternatif Pada tahap ini dimana setiap alternatif yang ada selanjutnya dianalisis dan dikemukakan berbagai sudut pandang serta efek-efek yang mungkin timbul.
f.
Memutuskan Satu Alternatif Pada tahap ini setelah berbagai alternatif dipaparkan dan dijelaskan baik dalam bentuk lisan maupun tulisan oleh para manajemen perusahaan maka diharapkan pihak manajer perusahaan sudah memiliki pemahaman secara khusus dan mendalam. Pemilihan satu alternatif dari berbagai alternatif yang ditawarkan artinya mengambil alternatif yang terbaik dari berbagai alternatif yang ditawarkan termasuk dengan menolak berbaga alternatif lainnya.
g.
Melaksanakan Alternatif Yang Dipilih Pada tahap ini setelah alternatif dipilih dan ditegaskan serta dibentuk tim untuk melaksanakan ini, maka artinya manajer perusahaan sudah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang dilengkapi dengan rincian biaya.
h.
Mengontrol Alternatif Yang Dipilih Tersebut Pada tahap ini alternatif yang dipilih telah dilaksanakan dari pihak tim manajemen beserta para manajer perusahaan. Tugas utama manajer perusahaan adalah melakukan kontrol yang maksimal guna menghindari timbulnya berbagai risiko yang tidak diinginkan.
i.
Mengevaluasi Jalannya Alternatif Yang Dipilih Pada tahap ini setelah alternatif dan kontrol dilakukan maka selanjutnya pihak tim manajemen secara sistematis melaporkan kepada pihak manajer perusahaan.
Selain itu dalam buku lain, dikemukakan oleh Ferry N. Idroesproses manajemen risiko mempunyai berbagai proses untuk mengelola risiko yang akan ditimbulkan dari berbagai aspek-aspek, pada umumnya yang digunakan sebagai berikut:24 a.
Identifikasi dan pemetaan risiko Pada proses ini menetapkan kerangka kerja untuk implementasi srategi risiko secara keseluruhan menentukan definisi kerugian, menyusun dan melakukan kedalam kategori risiko yang dapat diterima dan tidak diterima. Konsep ini menjelaskan bahwa risiko diidentifikasi sejak dini, walaupun risiko yang akan ditimbulkan keci namun perlu diantisipasi untuk pengelolaan risiko.
b.
Melakukan peringkat risiko Proses yang akan menjelaskan kedalam prose mengukur risiko dan perluasan dengan memanfaatkan tolok ukur (benchmarking), permodelan (modeling), dan peramalan (forecasting) yang berasal dari eksternal. Maka melakukan peringkat risiko dapat digunakan dari berbagai cara untuk mengelola risiko yang benar, agar di dalam suatu perusahaan asuransi dapat menilai risiko sejak dini untuk menuju tata kelola perusahaan yang baik.
c.
Menegaskan profil risiko dan rencana manajemen risiko Menegaskan profil risiko merupakan salah satu bagian dari manajemen risiko yang penting, karena untuk melihat identifikasi selera risiko perusahaan dan identifikasi visi strategi. Dalam hal ini memberikan suatu pemahaman mengenai profil risiko yang akan timbul, seperti pada perbankan syariah menegaskan profil risiko daro risiko likuiditas, risiko reputasi, risiko operasional, risiko pasar, risiko legal (hukum), risiko financial dan sebagainya.
24
Ferry N. Idroes, Op.Cit.,Hlm. 6
Maka pada asuransi syariah pun akan menimbulkan risiko yang tidak jauh berbeda pada perbankan syariah. d.
Solusi risiko atau implementasi tindakan terhadap risiko Hal yang perlu diperhatikan pula solusi risiko, sebab setelah mengetahui risiko yang timbul. Maka perlu memberikan sebuah solusi untuk mengatasi terjadinya risikoyang timbul perlu dihindari (avoidance), alihkan (transfer), dan mitigasi risiko (mitigate risk).
e.
Pemantauan dan pengkinian atau kaji ulang risiko dan kontrol Pemantauan ini akan melakukan kontrol risiko dari seluruh bagian yang ikut serta untuk mengendaliakn berbagai risiko dilakukan oleh seluruh entitas perusahaan dan pengkinian. Dengan maksud bahwa strategi manajemen risiko telah diimplementasikan dan berjalan dengan baik, mengevaluasi dan menindaklanjuti hasil evaluasi terhadap implementasi kerangka manajemen risiko yang terintegrasi kedalam strategi risiko keseluruhan. Oleh karena itu, perusahaan telah berhasil menggunakan manajemen risiko.
6. Tujuan manajemen risiko Terdapat bermacam-macam tujuan manajemen risiko. Tujuan yang ingin dicapai untuk tata kelola perusahaan dan tujuan untuk menyeleksi risiko pada setiap peserta. Secara umum tujuan manajemen risiko meliputi: a.
Mendukung pencapaian tujuan Tujuan yang telah ditentukan perusahaan akn memberikan suatu pengaruh yang besar pada perusahaan. Karena memiliki tujuan perusahaan, maka akan menjelaskan apa maksud perusahaan tersebut berdiri dan bagaimana menjalankan perusahaan yang sehat. Tujuan inilah akan
menjalankan visi, misi, maksud dan tujuan serta rekam jejak perusahaan (track record) perusahaan. b.
Memungkinkan untuk melakukan aktivitas yang memberikan peluang yang jauh lebih tinggi dengan mengambil risiko yang lebih tinggi, risiko yang lebih tinggi diambil dengan dukungan sikap ada solusi yang sesuai dengan risiko.
c.
Mengurangi kemungkinan kesalahan fatal untuk menegaskan bahwarisiko yang timbul dapat terdeteksi lebih dini dan dapat memperkecil risiko.
d.
Menyadari bahwa risiko dapat terjadi pada setiap aktivis dan tingkatan dalam perusahaan jadi setiap individu harus mengambil dan mengelola risiko masingmasing sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, tujuan manajemen risiko itu
adalah ingin memperkecil risiko dan mencapai tujuan untuk menjalankan Good Corporate Governance atau tata kelola perusahaan yang baik dalam mengelola risiko yang akan ditimbulkan dari individu atau peserta dan perusahaan, maka hasil manajemen
risiko
itu
meliputi
identifikasi,
menganalisis,
mengukur,
dan
mengendalikan serta meminimalisir (mitigasi) risiko. Sehingga risiko dapat terdeteksi sejak dini oleh perusahaan asuransi syariah.25 Manajemen risiko yang efektif membantu organisasi untuk dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:26 1. Strategi risiko dan kontrol secara komprehensif berdasarkan pertimbangan yang terkait pada toleransi terhadap risiko, filosofi terhadap risiko dan akuntabilitas risiko. 2. Disiplin manajemen risiko pada seluruh entitas organisasi.
25
Ibid, Hlm 6 Ibid, Hlm.7
26
3. Integrasi manajemen risiko di dalam kerangka kerja tata kelola perusahaan (corporate governance). 4. Strategi penyesuaian risiko (risk-adjudted) pada saat pengambilan keputusan. 5. Kemampuan manajemen senior untuk memahami dampak risiko terhadap keuntungan dan nilai saham. 6. Peningkatan identifikasi portofolio dan rencana aksi (action plan). 7. Memahami proses bisnis kunci. 8. Sistem peringatan dini dan respon bencana yang efektif. 9. Peningkatan keamanan informasi. Uraian diatas menunjukkan bahwa manajemen risiko dapat memberikan manfaat bagi setiap oraganisasi, pelaku bisnis dan perusahaan asuransi untuk dapat menentukan sikap dan menetapkan solusi dari berbagai profil risiko. Karena untuk menghindari bahaya moral yang mengerikan bagi perusahaan asuransi. Apalagi perusahaan asuaransi syariah hadir untuk menjawab kebutuhan dan keinginan umat muslim dalam memproteksi atau melindungi pada asuransi jiwa dan kerugian.