BAB II LANDASAN TEORI PENDIDIKAN KELUARGA DAN KECERDASAN SPIRITUAL
A. Peran Pendidikan Keluarga 1.
Pengertian Pendidikan Keluarga Keluarga (bahasa Sanskerta: “kulawarga”; “ras” dan “warga” yang berarti “anggota”) adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah. Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat islam maupun non islam. Karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama, dimana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupannya dan masa pembentukan karakter. Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau sulit untuk merubahnya. Dari sini, keluarga mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi
17
18
bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.1 Keluarga merupakan lingkungan yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak. Didalam keluarga anak mendapat rangsangan, hambatan, dan pengaruh yang pertama dalam tumbuh-kembangnya, baik fisik maupun psikis. Anak mulai mengenal masyarakat sekitar, mempelajari aturan dan norma, dari lingkungan keluarganya, terutama kedua orang tuanya. Sigmund Freud dengan konsep Father Image menyatakan bahwa perkembangan jiwa keagamaan anak dipengaruhi oleh citra anak terhadap bapaknya. Jika seorang ayah menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik maka anak akan cenderung mengidentifikasikan sikap dan tingkah laku yang baik itu pada dirinya.2 Peran aktif orang tua terhadap perkembangan anak-anaknya sangat diperlukan sebagai faktor pendukung perkembangan anak. Peran aktif orang tua tersebut, merupakan usaha secara langsung terhadap anak dan peran lain yang penting dalam menciptakan lingkungan rumah sebagai lingkungan sosial yang pertama dijumpai anak. Melalui pengamatan oleh anak terhadap berbagai perilaku yang ditampilkan secara berulang-ulang dalam keluarga, interaksi antara ayah-ibu, kakak, dan orang dewasa lainnya anak akan
1
Sulistyowati khairu, Kesalahan Fatal Orang Tua dalam Mendidik Anak Muslim, (Jakarta selatan: Dan Idea,2014), hlm. 33. 2 Sulistyowati khairu,... hlm. 47
19
belajar dan mencoba menirunya dan kemudian menjadi ciri kebiasaan atau kepribadiannya. Agar hubungan antara anggota keluarga dapat terbina dan terpelihara dengan baik, peranan orang tua sangat penting dalam memerhatikan situasi dan kondisi yang memungkinkan, sikap dan perbuatan yang
dilakukannya
sebagai
teladan
atau
contoh
yang
harus
di
pertimbangkan dengan baik, selektif, dan rasional. Mengasuh, membina, dan mendidik anak dirumah merupakan kewajiban bagi setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak.3 Keharmonisan
keluarga
sangat
erat
kaitannya
dengan
perkembangan kecerdasan anak. Bila anak tumbuh dan berkembang dalam sebuah keluarga yang harmonis, kecerdasannya pun dapat berkembang dengan baik pula. Namun, bila anak dibesarkan dalam keluarga yang tidak harmonis, biasanya akan mengalami masalah dalam perkembangan kecerdasannya.4 Anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis akan lebih mudah untuk mengembangkan kecerdasannya karena mendapatkan asuhan dan bimbingan yang hangat dalam lingkungan keluarga yag kondusif untuk belajar. Asuhan dan bimbingan yang hangat dari keluarga merupakan hal yang wajib dilakukan agar kecerdasan anak-anak dapat berkembang dengan optimal. Asuhan dan bimbingan yang hangat ini juga membentuk
3
Diana mutiah, Psikologi Bermain Anak Usia Dini, (Jakarta: kencana, 2010), hlm. 86-88 Akhmad muhaimin azzet,Mengembangkan KecerdasanSpiritual bagi Anak, (jogjakarta: Katahati,2013), hlm.24 4
20
pribadi anak-anak agar mempunyai kepercayaan diri dan mendorongnya untuk menjadi pribadi yang mandiri. Di samping hal tersebut, anak-anak yang dibesarkan dalam keluarga yang harmonis akan lebih mudah mengembangkan berbagai kecerdasannya, baik itu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, maupun kecerdasan spiritual dengan lebih baik. Hal ini bisa terjadi karena masing-masing anggota dari keluarga yang harmonis, terutama dibimbing dan diberikan contoh oleh kedua orangtuanya, akan bisa saling memberikan dukungan dan bisa berbagi. Dukungan yang penuh dari keluarga adalah modal yang sangat penting dalam proses perkembangan kecerdasan sang anak. Demikian pula dengan kemauan bisa berbagi dari masing-masing anggota keluarga, sungguh ini adalah modal yang penting agar anak-anak dapat mengembangkan kecerdasannya.5 Anak merupakan amanat Allah swt bagi kedua orang tuanya. Ia mempunyai jiwa yang suci dan cemerlang, apabila sejak kecil di biasakan baik, di didik dan di latih dengan kontinu, maka ia akan tumbuh dan berkembang
menjadi
anak
yang
baik
pula
dan
berlaku
juga
sebaliknya.6Dalam keluarga perlu dibentuk lembaga pendidikan, walaupun dalam format yang paling sederhana sekalipun, karena pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama.
5
Akhmad muhaimin azzet, mengembangkan kecerdasan spiritual bagi anak, (jogjakarta: Katahati,2013), hlm. 27-28 6 Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), hlm. 226
21
Sebagai pendidik anak-anaknya, ayah dan ibu mempunyai kewajiban yang berbeda karena keduanya berbeda kodrat. Ayah berkewajiban mencari nafkah untuk mencukupi kebutuhan keluarganya melalui pemanfaatan karunia Allah swt yang berada di muka bumi. Sedangkan kewajiban ibu adalah menjaga, memelihara dan mengelola keluarga di rumah suaminya, terlebih lagi mendidik dan merawat anaknya. Pada dasarnya, setiap orang tua juga menginginkan anaknya menjadi orang yang berkembang secara sempurna, mereka menginginkan anak di lahirkan kelak menjadi orang yang sehat, kuat, berketerampilan, cerdas, pandai dan beriman. 2.
Peran Orang Tua di Lingkungan Keluarga Orang tua disebut dengan ibu-bapak yang memiliki hubungan keluarga. Adapun biasanya orang membedakannya menjadi dua, yaitu orang tua kandung adalah orang dewasa yang mempunyai tanggung jawab terhadap anak-anaknya karena masih mempunyai hubungan darah ( ayah/ibu kandung ).7 Dan orang tua angkat atau bukan kandung adalah orang dewasa yang merawat anak dari kecil tetapi tidak mempunyai hubungan darah. Orang tua merupakan pembina pribadi utama dalam hidup anak, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung, yang dengan sendirinya akan masuk kedalam pribadi anak yang sedang tumbuh.8
7 8
Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm. 445 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm. 56
22
Seperti yang telah diketahui bahwa didalam hati kedua orang tua secara fitrah akan tumbuh perasaan cinta terhadap anak dan akan tumbuh pula perasaan psikologis lainnya, berupa perasaan kebapakan dan keibuan untuk memelihara, mengasihi, menyayangi dan memperhatikan anak. Andaikan perasaan-perasaan psikologis semacam itu tidak ada, niscaya manusia ini akan lenyap dari permmukaan bumi, dan kedua orang tua tidak akan sabar untuk memelihara anak-anak mereka, tidak akan mau mengasuh dan mendidik, tidak akan mau memperhatikan persoalan dan kepentingan-kepentingan anaknya.9 Secara kodrati suasana dan struktur dalam keluarga dapat memberi kemungkinan alami membangun situasi pendidikan.10 Situasi pendidikan dapat terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak. Pengaruh pertama yang diterima oleh seorang anak dalam hidupnya, ialah pengaruh sosok yang berada disekelilingnya. Di lingkungan rumah mereka, adalah bapak, ibu dan keluarganya.11 Orang tua merupakan kepala keluarga dan keluarga adalah sebagai persekutuan hidup terkecil dari masyarakat. Orang tua dalam keluarga mempunyai tanggung jawab terhadap perkembangan,
9
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam,Jilid 1, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), hlm.27 10 M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Di Lingkungan Sekolah Dan Keluarga, (Jakarta: Bumi Aksara, 1976), hlm. 79 11 M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak Dan Remaja Muslim, (Jakarta: Pustaka Al Kautsar, 2001), hlm. 6
23
kemajuan dan pendidikan anak. Oleh karena itu fungsi orang tua dalam keluarga ada dua macam:12 a) Orang Tua Sebagai Pendidik Keluarga Secara kodrati orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya. Orang tua merupakan pendidik sejati, mereka bertanggung jawab atas pendidikan, keselamatan dan kebahagiaan anak-anaknya, dikarenakan anak belum mampu mengurus dan mengembangkan dirinya sendiri.13 Sudah sewajarnya bahwa keluarga, terutama orang tua memelihara dan mendidik anak-anaknya dengan rasa kasih sayang. Tanggung jawab yang ada pada orang tua untuk mendidik anakanaknya akan timbul dengan sendirinya, secara alami, tanpa paksaan.14 Karena orang tua adalah pusat kehidupan rohani anak dan sebagai penyebab berkenalannya dengan alam luar, maka setiap reaaksi emosi anak dan pemikirannya di kemudian hari, terpengaruh oleh sikapnya terhadap orang tuanya di permulaan hidupnya dahulu. Secara tidak sadar tingkah laku orang tua akan di jadikan oleh anak sebagai bahan pembelajaran, maka sebagai orang tua harus bisa bersikap yang baik apabila berada di depan anak-anaknya. Para orang tua hendaknya menjadi pendidik yang baik bagi anak-anaknya, mereka diharapkan mampu mengembangkan bakat dan kemampuan yang ada pada anak. Anak bukanlah manusia dewasa yang 12
M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama Di Lingkungan Sekolah Dan Keluarga, hlm. 79 13 Abu Ahmadi Dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm. 47 14 Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoretis Dan Praktis, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993)
24
kecil dan perlu dibesarkan, akan tetapi anak adalah manusia yang harus didewasakan. Sebagai orang tua harus mampu membimbing anak, dan bimbingan yag diberikan disesuaikan dengan keadaan sianak.15 b) Orang Tua Sebagai Pemelihara dan Pelindung Keluarga Keluarga, dimulai dari dua sosok manusia, yakni seorang suami dan seorang istri, mereka berdua merupakan batu pertama bagi pembentukan sebuah keluarga.16 Mereka berdua adalah guru pertama dan yang paling penting dalam kehidupan anak. Keluarga merupakan lingkungan alami yang memberi perlindungan dan keamanan serta memenuhi kebutuhankebutuhan anak, karena seorang anak lahir dalam keadaan lemah dan belum bisa memenuhi kebutuhan pokoknya dan memberi keamanan serta perlindungan bagi dirinya sendiri. Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam meletakkan dasar-dasar perilaku bagi anakanaknya sikap, perilaku dan kebiasaan orang tua selalu di lihat, di nilai dan di tiru oleh anak-anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar di resapinya dan kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya.
Hal
demikian
di
sebabkan
karena
anak
mengidentifikasikan diri pada orang tuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain.17
15
J.I.G.M. Drost, S.J, Sekolah: Mengajar Atau Mendidik?, (Yogyakarta: Kanisius, 1998),
16
M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak Dan Remaja Muslim, hlm. 91 Ahmadi, Abu, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka cipta, 1991), cet.1, hlm. 76
hlm. 69 17
25
Betapa pentingnya peran orang tua dalam membentuk kepribadian seorang anak, tanpa bimbingan dan arahan orang tua tidak mungkin kepribadian anak dapat terbentuk dengan baik. Sehingga islam sangat menekankan kepada umat manusia untuk membina anakanaknya kearah yang baik sesuai dengan ajaran-ajarannya. Orang tua harus menjalankan peranannya sebagai pendidik, ini adalah mutlak dan merupakan kewajiban orang tua atas anaknya. Anak yang sedang berkembang harus di didik dan diperlakukan secara tepat oleh orang tuanya. Oleh karena itu dalam mendidik, orang tua harus memahami hakikat perkembangan anak-anaknya, yang setidaknya dapat di ketahui dari usia anak didalam perkembangan anak sebagai individu, sebagai mahluk sosial dan mahlukciptaan Allah yang memiliki keterbatasan. 1) Pembentukan Pembinaan Pada Anak Hendaknya setiap orang tua menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat diperlukan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan yang sesuai dengan perkembangan jiwanya, karena dengan pembiasaan-pembiasaan dan latihan-latihan akan membentuk sikap tertentu pada anak, yang lambat laun sikap itu akan bertambah jelas dan kuat, akhirnya tidak tergoyahkan lagi karena telah masuk menjadi bagian dari pribadinya.
26
2) Perkembangan Agama Pada Anak Perkembangan keagamaan seseorang di tentukan oleh pendidikan dan latihan-latihan yang di lakukan pada masa kecilnya, karena melalui pendidikan secara terpadu akan membantu pertumbuhan dan perkembangan keagamaan secara terpadu pula. Anak yang diwaktu kecilnya mempunyai pengalaman-pengalaman agama seperti ibu bapaknya adalah orang yang tau dan mengerti agama. Lingkungan sosial dan kawan-kawannya juga hidup menjalankan agama, ditambah pula dengan pendidikan agama secara sengaja di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Kualitas keagamaan anak akan sangat di pengaruhi oleh proses pembentukan atau pendidikan yang diterimanya. Berkaitan dengan hal tersebut, pendidikan agama di sekolah mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, pendidikan agama ( pengajaran, pembiasaan, dan penanaman nilai-nilai) di sekolah harus menjadi perhatian semua pihak yang terlibat dalam pendidikan. Jika semua pihak yang terlibat itu telah memberikan contoh ( suri tauladan ) dalam melaksanakan nilai-nilai agama yang baik, maka dalam diri peserta didik akan berkembang sikap positif terhadap agama dan pada gilirannya akan berkembang pula kesadaran beragama dan pengalaman beragama pada dirinya.18
18
Elfi yuliani rochmah, Psikologi Perkembangan, (yogyakarta: Teras, 2005), cet.1, hlm. 175
27
Tugas keluarga, orang tua bukan hanya mengembangkan kecerdasan pada anak, mengasah kreatifitas semata namun tidak kalah penting yakni mengembangkan kesadaran dan membimbing anak dalam pendidikan agama.19 Oleh karena itu, pertumbuhan agama pada anak tergantung kepada orang tuanya, karena sikap, tindakan, dan perbuatan orang tua sangat mempengaruhi perkembangan pada anak. 3.
Dasar Pendidikan Dalam Keluarga Dasar adalah landasan untuk berdirinya sesuatu. Fungsi dasar ialah memberikan arah kepada tujuan yang akan dicapai dan sekaligus sebagai landasan berdirinya sesuatu.20 Secara sederhana, kewajiban orang tua hanyalah mengembangkan apa yang secara primordial sudah ada pada anak, yaitu, nature kebaikannya sendiri yang sesuai dengan fitrahnya. Tetapi disisi lain, orang tua juga mempunyai peranan menentukan dan memikul beban tanggung jawab utama jika sampai terjadi anak menyimpang dari nature dan potensi kebaikkannya itu sehingga menjadi manusia dengan ciri-ciri kualitas rendah. Inilah salah satu makna sebuah hadis terkenal yang menegaskan bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (nature, kesucian), kemudian ibu bapaknyalah yang mungkin membuatnya menyimpang dari fitrah itu. Ahmad Tafsir menyatakan bahwa kunci pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan kalbu ( rohani ) atau pendidikan agama. Ini disebabkan 19 20
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), cet.1, hlm. 405 Achmadi, Ideologi Pendidikan islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 82
28
karena pendidikan agama sangat berperan besar dalam membentuk pandangan hidup seseorang. Sementara Nurcholis Madjid menyatakan pentingnya pendidikan agama di laksanakan dalam lingkungan
keluarga. Pendidikan disini di
maksudkan bukan hanya dalam bentuk ritus dan formalitas, tapi harus dilihat dari tujuan dan makna haqiqinya, yaitu upaya mendekatkan diri ( taqarrub ) kepada Allah dan membangun budi pekerti yang baik sesama manusia ( akhlak al karimah ). Sebab itu perlu di tekankan pada pendidikan bukan pengajaran, pengajaran dapat dilimpahkan pada lembaga pendidikan tetapi pendidikan tetap menjadi tanggung jawab orang tua. Dasar pendidikan yang diberikan kepada anak didik dari orang tuanya, menurut Ali Saifullah adalah: a.
Dasar pendidikan sosial, melatih anak didik dalam tata cara bergaul yang baik terhadap lingkungan sekitarnya.
b.
Dasar pendidikan kewarganegaraan, memberikan norma nasionalisme dan patriotisme, cinta tanah air dan berperikemanusiaan yang tinggi.
c.
Dasar pendidikan budi pekerti, memberi norma pandangan hidup tertentu walaupun masih dalam bentuk yang sederhana kepada anak didik.
d.
Dasar pendidikan intelek, anak diajarkan kaidah pokok dalam percakapan, bertutur bahasa yang baik, kesenian dan disajikan dalam bentuk permainan.
29
e.
Dasar pembentukan kebiasasaan, pembinaan kepribadian yang baik dan wajar, yaitu membiasakan kepada anak untuk hidup yang teratur, bersih, tertib, disiplin, rajin dan dilakukan secara berangsur-angsur tanpa unsur paksaan.21
4.
Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Keluarga Orang tua mempunyai peran penting dalam pembentukan pribadi anak. Orang tua adalah orang dewasa pertama yang memikul tanggung jawab pendidikan, karena secara alami anak pada masa-masa awal kehidupannya berada ditengah-tengah ibu dan ayahnya. Dari merekalah anak mulai mengenal pendidikannya. Dasar-dasar pandangan hidup, sikap hidup, dan keterampilan hidup banyak tertanam sejak anak berada ditengahtengah orang tuanya.. Pengaruh keluarga dalam peranannya sebagai pendidik mempunyai arti bahwa keluarga memegang peranan yang cukup penting dalam mengembangkan kecerdasan anak. Karena seorang anak akan berada di dalam lingkungan keluarga selama beberapa tahun, untuk menghabiskan masa kanak-kanaknya yang pertama, sehingga perasaan-perasaannya akan semakin terbuka dan berbagai kemampuannya tumbuh dengan baik ditengah-tengah keluarga. Selain itu peran keluarga ini berlanjut dalam pembinaan kepribadian
21
anak
dan
pembekalannya
dengan
keterampilan
M. Zainudin, Nur Ali dan Mujahid (Editor), Pendidikan Islam dari Paradigma Klasik Hingga Kontemporer, (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hlm. 63-65
dan
30
pengalaman-pengalaman yang akan dimanfaatkannya dalam berbagai aspek kehidupan. a.
Peran Orang Tua Dalam Proses Ibadah Dalam pembentukan rohani tersebut, pendidikan agama memerlukan usaha dari guru (pengajar) untuk memudahkan dalam pelaksanaannya, dan usaha itu sendiri dilakukan dengan penuh kesabaran,
ketekunan,
dan
keikhlasan.
Dalam
pembinaan
itu
dilaksanakan secara terus menerus tidak langsung sekaligus melainkan melalui proses. Maka, dengan adanya ketekunan, keikhlasan, dan peran serta orang tua dengan guru disertai penuh perhatian dengan penuh tanggung jawab maka insya Allah kesempurnaan rohani tersebut akan tercapai sesuai dengan yang diharapkan. Adapun usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang di harapkan adalah sebagai berikut: a) Menanamkan kepercayaan diri 1) Menanamkan kepercayaan kepada Allah SWT agar merasakan bahwa
Allah
selalu
dekat
dan
supaya
takut
untuk
melaksanakan hal-hal buruk. 2) Menanamkan kepercayaan tentang adanya malaikat, dengan menanamkan kepercayaan tersebut dapat merasakan bahwa setiap gerak-gerik ataupun kegiatan yang dilakukan oleh setiap manusia selalu di awasi oleh malaikat.
31
3) Menanamkan kepercayaan akan kitab Allah SWT. 4) Menanamkan
kepercayaan
akan
rasul-rasul-Nya,
untuk
mengambil contoh tauladan mereka. 5) Menanamkan kepercayaan kepada Qodho dan Qodhar. 6) Menanamkan kepercayaan akan adanya hari kiamat, dengan menanamkan rasa ini akan merasa takut melakukan perbuatan tercela, karena saat di akhirat nanti ada balasannya. b) Mengadakan bimbingan agama dengan cara mengikat terus menerus antara manusia dengan Allah SWT, dengan cara: 1) Menciptakan suasana pada hati mereka untuk merasakan adanya Allah SWT dengan melihat segala keagungan yang telah di ciptakan-Nya, sehingga akan membuat mereka terpana dan terkesan ke dalam hati mereka. 2) Menanamkan pada hati mereka bahwa Allah SWT akan selalu hadir dalam sanubari mereka dimanapun mereka berada. 3) Menanamkan pada hati mereka perasaan cint kepada Allah SWT, secara terus menerus mencari keridhaan-Nya. 4) Menanamkan perasaan takwa dan tunduk kepada Allah SWT, dan mengorbankan perasaan damai bersama Allh SWT dalam keadaan apapun. c) Membimbing mereka dengan cara memberikan dorongan kepada hal-hal yang mengarah ketaatan kepada Allah SWT dan mendidik
32
mereka dengan berbagai macam ibadah agar dengan hal itu akan terbukalah hatinya. Peran keluarga dewasa ini tampak semakin bertambah dengan membantu anak dalam menyelesaikan tugas-tugas sekolah di rumah serta memberi pengalaman dan pengetahuan yang melengkapi fungsi pengajaran sekolah. Hal ini disebabkan kemampuan orang tua untuk andil dalam proses belajar semakin bertambah karena adanya peningkatan intelektualiitas keluarga, oleh karena itu latar belakang sosial anakpun akan menjadi salah satu faktor penyebab perbedaan besar dalam keberhasilan anak-anak di sekolah. Dengan demikian untuk menghadapi arus informasi dan pengetahuan yang mesti disikapi. Bekal yang diperoleh anak dari keluarga akan memberikan kemampuan untuk mengambil haluan di tengah-tengah lautan pengetahuan yang terus meluap. B. Kecerdasan Spiritual Manusia lahir di dunia di lengkapi dengan segala kelebihan dan kekurangan, begitu pula dengan anak. Anak adalah anugerah yang di berikan Tuhan, namun saat ini banyak di jumpai orang tua atau lingkungan sekitar yang kurang menghargai keberadaannya. Setiap anak normal pasti memiliki kecerdasan. Kecerdasan anak tidak akan berkembang ataupun mengalami kemajuan. Tanpa dukungan dan arahan dari orang tua, guru, bahkan lingkungan yang sehat. Lingkungan yang dikenal anak berawal dari lingkungan keluarga. Keluarga merupakan titk awal
33
pembentukan kepribadian anak yang selanjutnya mempengaruhi tahap perkembangan anak selanjutnya. Anak cerdas merupakan dambaan setiap orang tua. Orang tua mana pun akan sangat senang jika anaknya tumbuh sehat dan cerdas. Namun, sangat di sayangkan jika ada keluarga yang kurang mendukung anaknya. Orang tua yang baik bukan hanya menginginkan anaknya cerdas, namun orang tua yang baik pasti menginginkan anaknya menjadi manusia berakhlak dan beragama. 1.
Pengertian Kecerdasan Spiritual Orang tua pada dasarnya mempunyai tugas dan tanggung jawab dalam mendidik anaknya, sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Kecerdasan manusia dapat digunakan untuk mempelajari sesuatu yang baru, menangkap pengertian yang abstrak, merencanakan masa depan, menghubungkan fakta satu dengan yang lainnya, menggunakan simbol-simbol, menggunakan bahasa tulis dan lisan untuk meningkatkan dan memperluas pengetahuannya, mengingat masa lalu, dan hanya pada manusia dapat mengordonasikan pikiran dan perasaannya.22 Kecerdasan berasal dari kata “cerdas” yang artinya sempurna perkembangan akal budinya (untuk berfikir dan mengerti). Kecerdasan merupakan suatu kemampuan tertinggi dari jiwa mahluk hidup yang hanya dimiliki oleh manusia.23
22
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), cet.1, hlm. 405 Abdul Rahman Saleh Muhib dan Abdul Wahab, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), hlm. 179 23
34
Kecerdasan mempunyai arti kesempurnaan perkembangan akal budi.24 Kecerdasan juga disebut dengan Intelegensi Menurut David Wechsler yang dikutip Saifuddin Azwar, mendefinisikan intelegensi sebagai kumpulan atau totalitas kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara rasional, serta menghadapi lingkungan secara efektif. Sedangkan Flynn mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan untuk berfikir secara abstrak dan kesiapan untuk belajar dari pengalaman.25 Sedangkan spiritual secara etimologi menurut Tony Buztan yang dikutip Agus Efendi, spiritual berasal dari bahasa latin “spiritus” yang berarti napas. Dalam dunia modern kata itu merujuk ke energi hidup dan sesuatu dalam diri kita yang bukan fisik, termasuk emosi dan karakter.26 Selanjutnya spiritual berarti batin, rohani atau keagamaan. Spiritual berarti pula segala sesuatu diluar tubuh fisik, termasuk pikiran, perasaan, dan karakter seseorang. Sebagaimana dikutip
Linda Campbell,
dkk. Garner tidak
memandang “kecerdasan” manusia berdasarkan skor tes standar semata, namun Garner menjelaskan kecerdasan sebagai berikut: kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam kehidupan manusia, kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan, dan
24
W.J.S.Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999),
25
Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Intelegensi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),
hlm. 201 hlm. 7 26
Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung: Alfa Betaa, 2005), hlm. 206
35
kemampuan untuk menciptakan sesuatu atau menawarkan jasa yang akan menimbulkan penghargaan dalam budaya seseorang.27 Sedangkan “spiritual” berasal dari bahasa inggris yaitu spirit yang berarti roh, jiwa, semangat, arwah, jin, hantu, mambang, atau makhluk halus, atau bahkan berarti juga suasana.28 Selanjutnya spiritual berarti pula segala sesuatu di luar tubuh fisik, termaasuk pikiran, perasaan, dan karater seseorang. Dalam kamus psikologi spirit adalah suatu zat atau makhluk immaterial, biasanya bersifat ketuhanan menurut aslinya, yang diberi sifat dari banyak ciri karakteristik manusia, kekuatan, tenaga, semangat, vitalitas energi disposisi, moral atau motivasi.29 Menurut Danah Zohar, dalam bukunya yang berjudul SQ: Spiritual Intelligence, The Ultimate Intelligence yang dikutip oleh Akhmad Muhaimin Azzet bahwa kecerdasan spiritual merupakan bentuk kecerdasan tertinggi yang memadukan kedua bentuk kecerdasan sebelumnya, yakni kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional. Kecerdasan spiritual dinilai sebagai kecerdasan yang tertinggi karena erat kaitannya dengan kesadaran seseorang untuk bisa memaknai segala sesuatu dan merupakan jalan untuk bisa merasakan sebuah kebahagiaan.30
27
Linda Campbell, dkk, Multiple Intelligences: Metode Terbaru Melesatkan Kecerdasan, (Depok: Inisiasi Press, 2002), hlm. 2 28 John M. Echols, Kamus Inggris-Indonesia, (jakarta: PT. Gramedia, 1989), hlm. 546 29 J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (jakarta: Rajawali Pers, 1989),cet. Ke-1, hlm. 480. 30 Akhmad muhaimin azzet, mengembangkan kecerdasan spiritual bagi anak, (jogjakarta: katahati, 2013), hlm.31
36
Selanjutnya, menurut pamugari,yang dikutip oleh Yudrik Jahja menyatakan bahwa: Spiritual Quotient adalah anak dengan paradigma menanamkan keimanan dan kesadaran rohani.31 Menurut Munandir kecerdasan spiritual tersusun dalam dua kata yaitu “kecerdasan” dan “spiritual”. Kecerdasan adalah kemampuan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, terutama masalah yang menuntut kemampuan fikiran. Berbagai batasan-batasan yang dikemukakan oleh para ahli didasarkan pada teorinya masing-masing.32 Sedangkan Ary Ginandjar Agustian dalam bukunya ESQ, mengatakan bahwa kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan melalui langkahlangkah dan pemikiran yang bersifat fitrah, menuju manusia seutuhnya (Kamil) dan memiliki pola pemikiran tauhid (integralistik) serta berpotensi hanya kepada Allah.33 2.
Urgensi Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual bersumber dari fitrah manusia itu sendiri, yang akan aktual jika manusia hidup berdasarkan visi dan misi utamanya yakni sebagai „abid (hamba) dan sekaligus kholifah Allah di Bumi.34 Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan
31 32
Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 406 Munandir, Ensiklopedia Pendidikan, (Malang: Universitas Negeri Malang Press, 2011),
hlm. 122 33
Ary Ginandjar Agustian, ESQ: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual, (Jakarta: Arga, 2001), hlm.57 34 Suharsono, Mencerdaskan Anak, (Depok: Inisiasi Press, 2002), hlm. 51
37
dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-kepentingan manusia dan sudah menjdi terkavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber-SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. Orang yang cerdas spiritual, dalam memecahkan persoalan hidupnya, tidak mengandalkan IQ dan EQ saja. Ia akan menghubungkannya dengan kesadaran nilai yang lebih mulia. Orang yang cerdas spiritual tidak pernah kehilangan pijakan kakinya di bumi realitas. Hal ini ditunjukkannya dengan menebarkan kasih sayang pada sesama. Kecerdasan spiritual merupakan bawaan lahiriah manusia, artinya kecerdasan itu akan tetap ada sekalipun kecerdasan linear atau asosiatif tidak berkembang dengan baik. Penghayatan terhadap Tuhan, sebagaimana dipraktikkan oleh suku-suku primitif merupakan bukti adanya kecerdasan jenis ini.35 3.
Ciri-Ciri Kecerdasan Spiritual Ciri-ciri kecerdasan spiritual secara umum menurut Zohar dan Marshall.36
35
Taufik Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ : Antara Neurosains dan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 2003), hlm. 275 36 Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ, Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dan Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, (Bandung: Mizan Media Utama 2000), hlm. 37
38
a.
Kesadaran Diri. Kesadaran bahwa saya, atau organisasi tempat saya bergabung, pertama-tama mempunyai pusat internal, memberi makna dan autentisitas paada proyek dan kegiatan saya.
b.
Kepedulian. Kepedulian merupakan sebuah kualitas dari empati yang mendalam, bukan hanya mengetahui perasaan orang lain, tetapi juga ikut merasakan apa yang mereka rasakan.
c.
Spontanitas. Istilah spontaneity berasal dari kata bahasa latin yang sama dengan istilah response dan responsibility. Menjadi sangat spontan berarti sangat responsive terhadap momen, dan kemudian rela dan sanggup untuk bertanggung jawab terhadapnya.
d.
Holistik. Holistik adalah satu kemampuan untuk melihat satu permasalahan dari setiap sisi dan melihat bahwa setiap persoalan punya setidaknya dua sisi, dan biasanya lebih.
e.
Merayakan keberagaman. Menghargai orang lain dan pendapatpendapat
yang
bertentangan
atas
dasar
perbedaan
bukannya
meremehkan perbedaan-perbedaan itu. f.
Terbimbing oleh visi dan nilai. Terbimbing oleh visi dan nilai berarti bersikap idealistis, tidak egoistis, dan berdedikasi.
g.
Rendah hati. Orang yang rendah hati tidak mementingkan ego, mereka menyadari keberhasilan yang dicapai banyak bersandar pada prestasi orang lain dan pada anugerah dan keberuntungan yang telah dicurahkan.
39
h.
Bertanya “Mengapa” Keingintahuan yang katif dan kecenderungan untuk mengajukan pertanyaan “mengapa” yang fundamental sangat penting bagi segala macam kegiatan ilmiah, yang merupakan semangat dan motivasi untuk meneliti secara terus menerus.
i.
Independensi Terhadap Lingkungan. Independensi terhadap lingkungan berarti teguh, terfokus, tabah, berpikiran independent, kritis terhadap diri sendiri, berdedikasi, dan berkomitmen.
j.
Membingkai Ulang. Orang atau organisasi yang bisa membingkai ulang akan lebih visioner, sanggup merealisasikan masa depan yang belum ada. Mereka terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan.
k.
Rasa Keterpanggilan. Rasa keterpanggilan adalah pasangan aktif dari memiliki visi dan mewujudkan visi tersebut.
l.
Pemanfaatan positif atas kemalangan. Orang yang mengambil manfaat atas kemalangan, mereka setia pada proyek atau sebuah ide dan memperjuangkannya, tidak peduli betapa sulit dan menderitanya perjuangan itu. Pembentukan kecerdasan spiritual sangatlah penting bagi setiap
manusia pada masa sekarang ini. Dengan pendidikan spiritual manusia akan bisa mengobati penyakit dirinya sendiri, akibat krisis multidimensi yang sudah melanda manusia saat ini dan kecerdasan spiritual itu adalah salah satu jenis kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna
40
dan nilai serta menjadi pondasi utama untuk mengefektifkan kecerdasan intelektual dan emosional.37 4.
Cara Menumbuhkan Kecerdasan Spiritual Selain kecerdasan akal dan emosi, kecerdasan spiritual lebih dibutuhkan. Caranya, dengan memperkenalkan sang pencipta kepada anak sejak
dini.
Hal-hal
yang
mengundang
kekaguman
anak,
seperti
pemandangan, beragam jenis hewan atau makhluk ciptaan-Nya, harus diperkenalkan anak. Sehingga, mereka bisa menghayati dan mengagumi kebesaran Allah. Seperti Perayaan hari raya Idul Fitri sebenarnya sebagai salah satu waktu yang tepat dalam mengasah kecerdasan spiritual. Ketika hari raya Idul Fitri, manusia mengalami pencerahan. Idul Fitri menyentak dan menyadarkan manusia dari lingkungan nafsu duniawi. Kesadaran ini pada gilirannya akan mengantarkan manusia pada kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaannya. Ia berusaha mengangkat kembali nilai-nilai Insaniyahnya yang selama ini terabaikan. Ia pun kembali kepada asal penciptaan (fitrah) sebagaimana bayi yang baru lahir. Idul fitri adalah buah dari proses pencerahan manusia selama puasa. Dengan pencerahan ini, manusia akan mengisi hari-hari berikutnya lebih berkualitas dari sebelumnya.38 Pendidikan
agama
dan
spiritual,
termasuk
bidang-bidang
pendidikan yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga. Pendidikan
37
H.M. Afif Hasan, Filsafat Pendidikan Islam, Membangun Basis Filosofi Pendidikan Profeti (Malang: UM Press, 2011), hlm. 142-145 38 Muhammad Iqbal, Ramadhan dan Pencerahan Spiritual, (medan: Erlangga, 2005), hlm. 87-88
41
agama dan spiritual ini berarti membangkitkan kekuatan dan kesedihan spiritual yang bersifat naluri yang ada pada anak-anak melalui bimbingan agama yang sehat dan mengamalkan ajaran-ajaran agama dan upacaraupacaranya. Begitu juga membekalkan anak-anak dengan pengetahuanpengetahuan agama dan kebudayaan islam yang sesuai dengan umurnya dalam bidang-bidang aqidah, ibadah, muamalat, dan sejarah yang termasuk mula-mula sekali adalah iman yang kuat kepada Allah, malaikat-Nya, kitabkitab-Nya, rosul-rosul-Nya, hari akhirat, kepercayaan agama yang kuat, takut kepada Allah, dan selalu mendapat pengawasan diri padanya dalam segala perbuatan dan perkataan.39Berikut ini beberapa kiat yang bisa kita terapkan untuk mengembangkan SQ, diantaranya adalah:40 5.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembinaan Kecerdasan Spiritual Ada beberapa faktor yang menentukan kecerdasan spiritual seseorang. Di antaranya sumber kecerdasan itu sendiri (God-Spot), potensi qalbu (hati nurani) dan faktor lingkungan. Ketiga hal ini perlu dikaji lebih jauh karena manusia dimanapun di dunia ini selalu merindukan puncak keagungan yang ditandai dengan segala dimensi eksistensinya: yaitu hubungan yang harmonis antara Tuhan, manusia dan alam sekitar. Spiritual adalah jalan yang paling ideal yang memberikan makna hidup bagi manusia diantara makhluk Allah yang lain.adapun faktor-faktornya sebagai berikut: a.
39
God-Spot (Fitrah)
Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta: PT Al Husna Zikra, 1995), hlm. 371-372 40 Jalaludin Rakhmat, SQ For Kids: Mengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2007), hlm. 68-69
42
God-Spot adalah pusat spiritual, maka ia di pandang sebagai faktor penentu. God-Spot di samping sebagai penentu spiritual, maka ia dipandang sebagai sumber suara hati manusia. Suara hati tersebut selalu menganjurkan agar selalu berbuat sesuai aturan yang telah ditetapkan Allah dan meninggalkan segala kemungkaran dan kejahatan. Nasihat yang dikeluarkan oleh suara hati membuat manusia selalu dalam keadaan benar. Ini adalah merupakan realisasi dari kecerdasan spiritual. Kekuatan yang dibangun dalam jiwa merupakan manifestasi dari god-spot sebagai tanda bahwa manusia adalah “bagian” dari Tuhan itu sendiri, artinya tidak mungkin ada pemisah antara Tuhan dan manusia. God-Spot adalah kendali kehidupan manusia secara spiritual, untuk itu god-spot dan suara hati adalah bagian penting manusia yang mesti dipertahankan. b.
Potensi Qalbu Menggali potensi qalbu, secara klasik sering dihubungkan dengan emosi, amarah, cinta logos pengetahuan.41 Padahal dimensi qalbu tidak hanya mencakup atau dicakup dengan pembatasan kategori pasti. Menangkap dan memahami pengertian qalbu secara utuh adalah kemustahilan. Itu hanyalah sebagai asumsi dari proses perenungan yang sangat personal karena didalam qalbu terdapat potensi yang sangat multi dimensional.
41
Toto Tasmara, Kecerdasan Ruhaniah, (Jakarta: Gema Insani, 2001), cet. Ke-1, hlm. 93
43
c.
Faktor Lingkungan Ada tiga faktor lingkungan yang dapat mengasah potensi anak yaitu: 1.
Lingkungan Rumah Lingkungan
keluarga
merupakan
faktor
pendukung
terpenting bagi kecerdasan anak. Dalam lingkungan keluarga anak menghabiskan waktu dalam masa perkembangannya. Pengaruh Lingkungan rumah ini berkaitan pula dengan masalah: a) Stimulus b) Pola Asuh c) Memberi Pengajaran 2.
Kecukupan nutrisi Peran nutrisi bagi kecerdasan anak tak bisa diabaikan begitu saja. Untuk menjadikan anak sehat secara fisik dan mental, sebetulnya perlu persiapan jauh-jauh hari sebelumnya proses kehamilan terjadi. Tepatnya mesti dimulai ketika masa perencanaan kehamilan, sepanjang masa kehamilan dan akan terus berlanjut selama masa pertumbuhan anak.
3.
Interfensi Dini Dampak interfensi dini terhadap anak akan baik jika itu dilakukan berdasarkan pertimbangan tingkat kematangannya. Menyediakan berbagai fasilitas bagi kepentingan anak merupakan salah satu bentuk interfensi orang tua. Agar efeknya selalu positif, ingatlah selalu untuk menginterfensi anak dengan hal-hal kreatif.