11
BAB II LANDASAN TEORI TENTANG AKHLAK DAN PENDIDIKAN AKHLAK
A. AKHLAK 1.
Pengertian Akhlak Akhlak merupakan buah Islam yang bermanfaat bagi manusia dan kemanusiaan serta membuat manusia hidup dan kehidupan menjadi baik. Akhlak merupakan alat kontrol phisis dan sosial bagi individu dan masyarakat.1)
Setengah
dari
mereka
mengartikan
akhlak
ialah
"kebiasaan kehendak". Berarti kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak.2) Akhlak atau moral merupakan pendidikan jiwa agar jiwa seseorang dapat bersih dari sifat-sifat yang tercela dan dihiasi dengan sifat-sifat terpuji, seperti rasa persaudaraan dan saling tolong-menolong antar sesama manusia, sabar, tabah, belas kasih, pemurah dan sifat-sifat terpuji lainnya.3 Diantara perhiasan yang paling mulia bagi manusia sesudah Iman, taat dan takut kepada Allah, adalah akhlak yang mulia."Sopan santun" (adab) adalah bagian dari agama dan para pengamat Barat sering menyebut tentang "sikap kaum Muslimin yang terlalu sering mengagungkan sopan-santun".4) Dengan demikian, maka kata akhlak merupakan sebuah kata yang digunakan untuk mengistilahkan perbuatan manusia yang kemudian diukur dengan baik dan buruk. Dan dalam Islam ukuran yang digunakan untuk menilai baik dan buruk tidak lain adalah ajaran Islam itu sendiri (Al-Qur’an dan Al-Hadits). Secara terminologis :
1
Hery Noer Aly, Munziers, Loc. Cit., hlm.89. Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hlm. 62. 3 Masyhur Amin, Dakwah Islam dan Pesan Moral, (Yogyakarta: Al Amin Press, 1997), Cet. I, hlm. 13. 2
4
Seyyed Hossein Nasr, ed., Ensiklopedi Tematis Spiritualitas Islam, (Bandung: Mizan Media Utama, 2002), Cet. II, hlm. 505.
12
Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
ﺍﳋﻠﻖ ﻋﺒﺎﺭﺓﻋﻦ ﻫﻴﺌﺔ ﰱ ﺍﻟﻨﻔﺲ ﺭﺍﺳﺤﺔ ﻋﻨﻬﺎ ﺗﺼﺪﺭﺍﻻﻓﻌﺎﻝ ﺑﺴﻬﻮﻟﺔ ﻭﻳﺴﺮ ﻣﻦ ﻏﲑ ﺣﺎﺟﺔ ﺍﱃ ﻓﻜﺮ ﻭﺭﻭﻳﺔ ﻓﺎﻥ ﻛﺎﻥ ﺍﳍﻴﺌﺔ ﲝﻴﺚ ﺗﺼﺪﺭ ﻋﻨﻬﺎ ﺍﻻﻓﻌﺎﻝ ﺍﳉﻤﻴﻠﺔ ﺍﶈﻤﻮﺩﺓ ﻋﻘﻼﻭﺷﺮﻋﺎ ﲰﻴﺖ ﺗﻠﻚ ﺍﳍﻴﺌﺔ ﺧﻠﻘﺎﺣﺴﻨﺎ ﻭﺍﻥ (5ﻛﺎﻥ ﺍﻟﺼﺎﺩﺭ ﻋﻨﻬﺎ ﺍﻻﻓﻌﺎﻝ ﺍﻟﻘﺒﻴﺤﺔ ﲰﻴﺖ ﺧﻠﻘﺎﺳﻴﺌﺎ Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa dan darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu lahir perbuatan yang baik maka ia disebut akhlak yang baik dan jika yang lahir perbuatan yang tercela maka sikap tersebut disebut dengan akhlak yang buruk. Tetapi perlu diingat bahwa akhlak tidak terbatas pada penyusunan hubungan antara manusia dengan manusia lain, tetapi melebihi itu, juga mengatur hubungan manusia dengan segala yang terdapat dalam wujud dan kehidupan ini, malah melampaui itu, juga mengatur hubungan antara hamba dengan Tuhannya.6) Jika demikian halnya, maka yang dinamakan akhlak adalah : “Gambaran batin, dimana manusia berwatak seperti gambaran batin itu”. Dari kata akhlak itu sendiri dapat dipahami bahwa akhlak itu sangat erat kaitannya dengan khaliq dan makhluk, memang tuntutan akhlak itu harus menjalin hubungan erat dengan tiga sasaran yaitu manusia terhadap Allah, manusia dengan sesama manusia, dan manusia dengan alam sekitarnya. Manusia yang tidak bisa menjalin hubungan baik dengan tiga sasaran tersebut maka belum dapat dikatakan manusia yang berakhlak.
5
Imam al-Ghazali, Ihya’Ulumuddin, (Dar al-Kutb al-Arabiyah, Isa al-Babi, tt), hlm. 52 Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Cet. I, hlm. 312. 6
13
2.
Dasar Akhlak Akhlak dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu akhlak agama dan akhlak sekuler. Akhlak agama adalah akhlak yang bersumber dari wahyu. Tujuannya untuk memberikan bimbingan kepada manusia agar dapat menjalin hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhannya dan manusia
dengan
manusia.
Motivasi
yang
sangat
kuat
untuk
melaksanakan akhlak adalah adanya kepercayaan akan pahala bagi orang yang berbuat baik dan siksa bagi orang yang berbuat jelek. Akhlak sekuler maksudnya adalah akhlak yang bersumber dari budi-daya manusia, tidak ada pengaruh yang bersifat abstrak/gaib. Sumber-sumber akhlak buatan manusia dapat digolongkan menjadi dua: Pertama, insting maksudnya adalah manusia telah mempunyai insting yang dapat membedakan mana baik dan mana buruk,dan insting itu diperoleh dari ilham/suara hati. Insting ini berasal dari perasaan yang terpadu dengan kekuatan akal pikiran untuk membentuk akhlak. Insting dapat tetap dan dapat berubah. Dapat tumbuh semakin kuat dan juga dapat semakin kuat dan juga dapat semakin melemah dan kemudian lenyap. Insting juga merupakan sifat jiwa yang pertama membentuk akhlak. Kedua, pengalaman manusia, artinya akhlak itu tumbuh dan berkembang dari pengalaman manusia karena itu akhlak sekuler selalu dipengaruhi oleh perkembangan zaman, kecerdasan pikiran dan beberapa eksperimen serta pengalaman manusia. Sebab itulah yang membedakan antara norma akhlak bangsa-bangsa yang sudah maju dengan bangsabangsa yang primitif. Sumber pertumbuhan akhlak menurut akhlak sekuler ini ada tiga yaitu adat istiadat, hidonisme dan evolusi. Adat istiadat setiap suku atau bangsa berbeda. Orang yang mengikuti adat akan dipandang baik dan orang yang melanggarnya dipandang jelek. Jika dianalisis secara teliti maka adat-istiadat itu tidak dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk menentukan baik dan
14
buruknya perbuatan manusia. Karena kadangkala ada adat-istiadat itu bertentangan dengan akal pikiran sehat.Misalnya adat pengikut agama Hindu yang biasa melakukan penceburan diri seorang istri ke dalam kobaran api di saat pembakaran mayat suaminya dipandang baik bagi adat Hindu. Oleh karena itu jika adat-istiadat itu banyak kesalahan dan menyengsarakan orang banyak, maka tidak perlu diikuti. Hidonisme yang artinya akhlak sekuler
itu tumbuh dan
berkembang berdasarkan pertimbangan kebahagiaan dan kelezatan. Oleh karena itu norma yang berlaku dalam ajaran hidonisme antara lain: perbuatan manusia dapat dikatakan baik apabila dapat mendatangkan kebahagiaan, kenikmatan atau kelezatan. Evolusi paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di alam ini mengalami evolusi, yaitu perkembangan dari apa adanya menuju ke arah kesempurnaan. Herbert Spencer (1820-1903) adalah salah seorang pelopor paham ini mengatakan, bahwa perbuatan akhlak itu tumbuh dari sederhana kemudian berangsur-angsur meningkat sedikit demi sedikit menuju ke arah tujuan yang dianggap baik. Akhlak
merupakan
alat
untuk
mempertahankan
manusia, sekaligus juga untuk membedakan
kehidupan
antara manusia dengan
hewan. Kejayaan dan kemulyaan hidup manusia pada dasarnya sangat ditentukan oleh akhlak manusia itu sendiri. Sebaliknya kerusakan atau kehancuran kehidupan manusia dan lingkungan sangat ditentukan oleh akhlak manusia pula. Itulah sebabnya pentingnya akhlak untuk dijaga dengan baik agar kehidupan ini tidak punah atau lenyap. Bahkan menurut satu riwayat menyatakan bahwa tujuan diutusnya rasulullah SAW. adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.7)
7
Ibid., hlm. 13-14.
15
3.
Macam-Macam Akhlak Mengenai macam-macam akhlak sesuai dengan ajaran agama tentang adanya perbedaan manusia dalam segala seginya, maka dalam hal ini menurut Moh.Ibnu Qoyyim ada dua jenis akhlak, yaitu : a. Akhlak Dharury b. Akhlak Muhtasaby Adapun akhlak dharury adalah akhlak yang asli, dalam arti akhlak tersebut sudah secara otomatis merupakan pemberian dari Tuhan secara langsung, tanpa memerlukan latihan, kebiasaan dan pendidikan. Akhlak ini hanya dimiliki oleh manusia-manusia pilihan Allah. Keadaannya terpelihara dari perbuatan-perbuatan maksiat dan selalu terjaga dari larangan Allah yaitu para Nabi dan Rasul-Nya. Dan tertutup kemungkinana bagi orang mukmin yang saleh. Mereka yang sejak lahir sudah berakhlak mulia dan berbudi luhur. Sedangkan akhlak muhatasaby adalah merupakan akhlak atau budi pekerti yang harus diusahakan dengan jalan melatih, mendidik dan membiasakan kebiasaan yang baik serta cara berfikir yang tepat. Tanpa dilatih, dididik dan dibiasakan, akhlak ini tidak akan terwujud. Akhlak ini yang dimiliki oleh sebagian besar manusia.8) Jadi bagi yang menginginkan mempunyai akhlak tersebut di atas haruslah melatih diri untuk membiasakan berakhlak baik. Karena usaha mendidik dan membiasakan kebajikan sangat dianjurkan, bahkan diperintahkan oleh agama, walaupun mungkin tadinya kurang rasa tertarik tetapi apabila terus menerus dibiasakan maka kebiasaan ini akan mempengaruhi sikap batinnya juga.9) Dengan demikian seharusnya kebiasaan berbuat baik
dibiasakan
sejak kecil, agar nantinya menjadi manusia yang berbudi luhur, berbakti kepada orang tua dan yang terutama berbakti kepada perintah Allah serta menjauhi larangan-Nya. Apabila sejak kecil sudah dibiasakan berakhlak 8
Muhammad Zain Yusuf, Op. Cit. hlm. 48 Chabib Thoha et al, Metodologi Pengajaran Agama, dalam Pengajaran Akhlak oleh: Drs.Djasuri, (Semarang: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisngo, 1999), hlm. 112-113 9
16
yang baik maka ketika menjadi manusia dewasa perbuatan yang muncul adalah kebiasaan kehendak dari masa kecilnya yang sudah terbiasa dilakukan. Jadi itulah akhlak yang lahirnya perbuatan tidak dibuat-buat melainkan lahir secara reflek tanpa sengaja dan tidak ada unsur mensengaja. Begitupun berbuat baik baik terhadap orang tua haruslah dilatih sejak dini, agar perbuatan tersebut bisa melekat dalam hati sampai kapanpun dan perilaku untuk berbuat durkaha terhadap orang tua bisa diminimalisir. Adapun pembagian akhlak berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua bagian yaitu : a. Akhlak mahmudah (akhlak terpuji) atau akhlak al-karimah (akhlak yang mulia). b. Akhlak madzmumah (akhlak tercela) atau akhlak sayyi’ah (akhlak yang jelek). Yang temasuk akhlak al-karimah ialah ridla kepada Allah, cinta dan beriman kepada-Nya, beriman kepada malaikat, kitab Allah, Rasul Allah, hari kiamat, takdir Allah, taat beribadah, selalu menepati janji, melaksanakn amanah, berlaku sopan dalam ucapan dan perbuatan, qana’ah (rela terhadap pemberian Allah), tawakkal (berserah diri), sabar, syukur, tawadhu’ (merendahkan diri) dan segala perbuatan yang baik menurut pandangan atau ukuran Islam. Adapun perbuatan yang termasuk akhlak al-madzmumah ialah, kufur, syirik, murtad, fasiq, riya’, takabur, mengadu domba, dengki/iri, kikir, dendam, khianat, memutus silaturrahmi, putus asa dan segala perbuatan tercela menurut pandangan Islam. Dalam hal ini berlaku durhaka terhadap orang tua merupakan perbuatan syirik, karena telah menyia-nyiakan fitrah Allah untuk membalas jasa-jasanya,
berlaku sopan kepada mereka dan sudah
sepantasnya manusia menghormati dan menyayangi orang tuanya. Sedangkan pembagian akhlak berdasarkan obyeknya dibedakan menjadi dua yaitu :
17
a. Ahlak kepada sang Khalik b. Akhlak kepada makhluk yang terbagi menjadi : - Akhlak terhadap Rasulullah - Akhlak terhadap keluarga - Akhlak terhadap sesama atau orang lain10)
B.
PENDIDIKAN AKHLAK 1. Metode Pendidikan Akhlak. a. Keteladanan Tanggung jawab orang tua tidaklah terbatas dalam memberikan makan, pakaian dan perlindungan saja, akan tetapi ia juga terikat dalam tugas mengembangkan pikiran dan upayaupaya untuk melatih anaknya secara fisik, spiritual, moral dan sosial. Dalam segala hal orang tua harus selalu bertindak sebagai pelindung anak. Orang tua adalah contoh pertama terhadap anaknya. Melalui mereka anak menjadi tahu arti kehidupan dan reaksi serta
perilaku apa yang sebaiknya diambil selagi ia
11
tumbuh. ) Oleh karena itu, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani, dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak yang mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatanperbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya
jika
pendidik
adalah
seorang
pembohong,
pengkhianat, orang yang kikir, penakut, dan hina, maka si anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina. 10
Zainuddin, Al-Isam 2 (Muamalah dan Akhlak), (Bandung: Pustaka Setia, 1999), Cet. I, hlm. 77-78. 11 Keluarga Sakinah, (Semarang: Pembina Pengamalan Agama (P2A), 2002), hlm. 15.
18
Seorang
anak,
bagaimanapun
besarnya
usaha
yang
dipersiapkan untuk kebaikannya, bagaimanapun sucinya fitrah, ia tidak akan mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan pokok-pokok pendidikan utama, selama ia tidak melihat sang pendidik sebagai teladan dari nilai-nilai moral yang tinggi. Adalah sesuatu yang sangat mudah bagi pendidik, yaitu mengajari anak dengan berbagai materi pendidikan, akan tetapi adalah
sesuatu
yang
teramat
sulit
bagi
anak
untuk
melaksanakannya ketika ia melihat orang yang memberikan pengarahan dan bimbingan.12) Al-Qur'an juga meminta kaum Muslimin untuk meneladani Ibrahim
as
dan
orang-orang
yang
menyertainya
dalam
melepaskan diri dari kaum mereka yang musyrik. Al-Qur'anpum juga meminta Nabi Muhammad saw untuk mengikuti aqidah tauhid dan tindakan-tindakan luhur para nabi dan rasul sebelum beliau, yang telah diberi petunjuk oleh Allah.
Firman Allah:
12
Abdullah Nasih Ulwan, Loc. Cit. II, hlm. 142.
19
Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain. (QS. AlAn'am: 6)13) Lewat suri teladan yang baik, manusia belajar kebiasaan yang baik dan akhlak yang mulia. Sebaliknya, lewat suri teladan yang buruk, manusia juga belajar kebiasaan yang buruk dan akhlak yang tercela.14) b. Nasehat Termasuk metode pendidikan yang cukup berhasil dalam pembentukan akidah anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial, adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasehat-nasehat. Karena nasehat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak-anak kesadaran akan hakikat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat yang luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Karenanya, tidak heran kalau kita tahu bahwa Al-Qur'an menggunakan metode ini, menyerukan kepada manusia untuk melakukannya, dan mengulang-ulangnya dalam beberapa ayat-Nya, dan dalam sejumlah tempat di mana dia memberikan arahan dan nasehat-Nya. Tidak ada seorangpun yang menyangkal, bahwa petuah yang tulus dan nasehat yang berpengaruh, jika memasuki jiwa yang bening, hati terbuka, akal yang jernih dan berpikir, maka dengan cepat mendapat respon yang baik dan meninggalkan 13 14
176-177.
Program Kitab Suci Al Qur’an 6.50, (Riyadh: Al Amin, 1997) 'Utsman Najati, Al-Qur'an Dan Ilmu Jiwa, (Bandung: Pustaka, 1997), Cet. II, hlm.
20
bekas
yang
sangat dalam.
Al-Qur'an
telah
menegaskan
pengertian ini dalam banyak ayatnya, dan berulang-kali menyebutkan manfaat dari peringatan dengan kata-kata yang mengandung petunjuk dan nasehat yang tulus.15) Strategi atau pendekatan yang dipakai dalam pengajaran agama Islam lebih banyak ditekankan pada suatu model pengajaran
"seruan"
atau
"ajakan"
yang
bijaksana
dan
pembentukan sikap manusia (afektif).16). Firman Allah:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-Nahl: 125)17) c. Pengawasan Para orang tua hendaknya memperhatikan apa yang dibaca anak, buku, majalah, dan brosur-brosur. Jika di dalamnya terdapat pikiran-pikiran menyeleweng, prinsisp-prinsip atheis dan kristenisasi, maka hendaknya segera merampasnya. Di samping itu, memberi pengertian kepada anaknya bahwa di dalamnya terdapat sesuatu yang membahayakan kemurnian iman. Juga memperhatikan teman-teman sepergaulannya. Gunakanlah 15
Abdullah Nasih Ulwan, Loc. Cit. II, hlm.209,213. Usman, Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. I, hlm. 5. 17 Program Kitab Suci Al Qur’an 6.50, (Riyadh: Al Amin, 1997) 16
21
kesempatan untuk memberikan pengertian dan pengarahan kepada si anak. Sehingga ia kembali kepada yang hak, kepada petunjuk, berjalan pada jalan yang lurus. Tingkat SLTP adalah merupakan masa yang sangat rawan. Masa transisi seorang anak terjadi pada tingkat SLTP. Di tingkat inilah ada istilah baru yang menggantikan secara drastis istilah remaja, yaitu ABG (Anak Baru Gede).18) Tidak hanya keyakinan-keyakinan kita yang terpengaruh
oleh
faktor-faktor
sosial,
pola-pola
ekspresi
emosional kita pun, sampai batas akhir, bisa dibentuk oleh lingkungan sosial kita.19) Demikianlah metode Islam dalam pendidikan dengan pengawasan. Metode tersebut, seperti yang kita lihat, adalah metode yang lurus. Jika diterapkan, maka anak kita akan menjadi penyejuk hati, menjadi anggota masyarakat yang shaleh, bermanfaat bagi umat Islam. Karenanya, hendaklah kita senantiasa memperhatikan dan mengawasi anak-anak dengan sepenuh hati, pikiran, dan perhatian. Perhatian segi keimanan, rohani, akhlak, ilmu pengetahuan, pergaulan dengan orang lain, sikap emosi, dan segala sesuatunya. Dengan begitu anak kita akan menjadi seorang yang bertakwa, disegani, dihormati, dan terpuji. Ini semua tidak mustahil jika ia diberi pendidikan yang baik, dan kita berikan sepenuhnya hak serta tangung jawab kita kepadanya.20) Di samping itu, diharapkan orang tua memperhatikan (mengawasi) agar anak jangan sampai melihat dan menyaksikan pornografis, baik dalam film, televisi atau gambar-gambar cabul (telanjang), karena bisa mengakibatkan terhentinya fungsi akal.
18
Ahmad Zayadi, Abdul Majid, Tadzkirah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005),
hlm. 70. 19
Thouless Robert, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), Cet. III, hlm. 37. 20 Abdullah Nasih Ulwan, Loc. Cit. II, hlm. 303.
22
Secara bertahap, kebiasaan itu akan membinasakan kemampuan mengingat (belajar) dan berfikir jernih. d. Ganjaran Sementara itu dalam bahasa Arab "ganjaran" di istilahkan dengan "tsawab" bisa juga berarti: "Pahala, upah dan balasan." Kata "tsawab" banyak ditemukan dalam Al-Qur'an, khususnya ketika kitab suci ini berbicara tentang apa yang akan diterima oleh seseorang baik di dunia dan maupun di akhirat dari amal perbuatannya. Dalam pembahasan yang lebih luas, pengertian istilah "ganjaran" dapat dilihat sebagai berikut: 1).
Ganjaran adalah alat pendidikan preventif dan represif yang menyenangkan dan bisa mendorong atau motivator belajar murid.
2).
Ganjaran adalah hadiah terhadap prilaku baik dari anak didik dalam proses pendidikan. Oleh Muhahammad bin Jamil Zaim menyatakan bahwa
ganjaran merupakan asal dan selamanya harus didahulukan, karena terkadang ganjaran tersebut lebih baik pengaruhnya dalam usaha perbaikan daripada celaan atau sesuatu yang menyakitkan hati. Sedikit berbeda dengan metode targhib, "tsawab" lebih bersifat materi, sementara targhib adalah "Harapan serta janji yang menyenagkan yang diberikan terhadap anak didik dan merupakan kenikmatan karena mendapat penghargaan.21) e. Hukuman Syariat Islam yang lurus dan adal serta prinsip-prinsipnya yang universal, sungguh memiliki peran dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan primer yang tidak bisa dilepaskan dari 21
Armai Arief, Pengantar Ilmu Dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), Cet. I, hlm. 125, 127.
23
kehidupan umat manusia. Dalam hal ini para imam mujtahid dan ulama ushul fiqh menggaris bawahinya pada lima perkara. Mereka menamakannya sebagai adh-dharuriyyat al-khams (lima keharusan) atau khulliyat al-khams. Yakni, menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga kehormatan, menjaga akal dan menjaga harta benda. Mereka berkata, "Sesungguhnya semua yang disampaikan dalam undang-undang Islam, berupa hukum, prinsip-prinsip dan syariat, semuanya bertujuan untuk menjaga dan memelihara lima keharusan tersebut."22) Prinsip pokok dalam mengaplikasikan pemberian hukuman yaitu, bahwa hukuman adalah jalan yang terakhir dan harus dilakukan secara terbatas dan tidak menyakiti anak didik. Tujuan utama dari pendekatan ini adalah untuk menyadarkan peserta didik dari kesalahan-kesalahan yang ia lakukan. Pemberian hukuman juga memiliki beberapa teori, di antaranya hukuman alam, ganti rugi, menakut-nakuti, dan balas dendam. Oleh karena itu agar pendekatan ini tidak terjalankan dengan leluasa, maka setiap pendidik hendaknya memperhatikan syarat-syarat dalam pemberian hukuman, yaitu: 1).
Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta, kasih, dan sayang.
2).
Harus didasarkan kepada alasan "keharusan".
3).
Harus menimbulkan kesan di hati anak.
4).
Harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan kepada anak didik.
5).
Diikuti dengan pemberian maaf dan harapan serta kepercayaan.23)
22 23
Abdullah Nasih Ulwan, Loc. Cit. ,hlm. 303. Armai Arief, Op. Cit, hlm. 131.
24
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pendidikan Akhlak Kesadaran akhlak/moral pasti ada pada setiap manusia, meskipun kesadaran ini sangat ditentukan oleh beberapa faktor, seperti: umur, pendidikan, kesadaran beragama, pengalaman, peradaban, dan lingkungan. Kesadaran akhlak/moral itu bersumber dari hari nurani.24) Proses
perkembangan
manusia
sebagai
makhluk
sosial
kepribadian itu dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut F.G Robbins ada lima faktor yang menjadi dasar perkembangan kepribadian itu. Kelima faktor tersebut' yaitu (1) sifat dasar, (2) lingkungan prenatal, (3) perbedaan individual, (4) lingkungan, dan (5) motivasi.25) Setelah menganalisa pendapat dari F.G Robbin, penulis merumuskan faktor tersebut menjadi dua yaitu: Faktor intern (dari diri sendiri) yang dipengaruhi oleh: -
Sifat dasar.
-
Lingkungan prenatal.
Faktor ekstern (dari luar) yang dipengaruhi oleh: -
Lingkungan.
-
Perbedaan individual.
-
Motivasi.
Pribadi atau makhluk sosial ini merupakan kesatuan integral yang berkembang melalui proses sosialisasi dan yang mempengaruhi hubungannya dengan orang lain dalam masyarakat. a. Faktor Intern 1). Sifat Dasar. Merupakan keseluruhan potensi-potensi yang diwarisi oleh seseorang dari ayah dan ibunya. Sifat dasar ini terbentuk pada saat konsepsi, yaitu momen bertemunya sel jantan dan sel 24 25
Amin Syukur, Studi Islam, (Semarang: CV. Bima Sakti, 2003), Cet. VI, hlm. 119. Vembriarto, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Grasindo, 1993), hlm. 20.
25
betina pada saat pembuahan. Sifat dasar yang masih merupakan
potensi-potensi
itu
berkembang
menjadi
aktualisasi karena faktor-faktor lainnya. 2). Lingkungan Prenatal. Dalam periode ini individu mendapatkan pengaruh-pengaruh tidak langsung dari ibu. Pengaruh-pengaruh itu tidak dapat digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu: a. beberapa jenis penyakit, seperti diabetis, kanker, siphilis; penyakit
tersebut
mempunyai
pengaruh
terhadap
pertumbuhan mental penglihatan, pendengaran bayi dalam kandungan; b. gangguan endokrin dapat mengakibatkan keterbelakangan mental dan emosional; c. struktur tubuh ibu (daerah panggul) merupakan kondisi yang mempengaruhi pertumbuhan bayi dalam kandungan; beberapa ahli berpendapat bahwa cacat pada kaki, kidal berhubungan dengan posisi anak dalam kandungan; d. shock pada saat kelahiran, luka pada saat kelahiran dapat merupakan kondisi yang dapat menyebabkan berbagai kelainan, seperti cerebral palsy, lemah pikiran.26) b. Faktor Ekstern 1). Perbedaan Individual. Perbedaan perorangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses sosialisasi. Sejak saat dilahirkan, anak tumbuh dan berkembang sebagai individu yang unik, berbeda dari individu-individu yang lain. Dia bersikap selektif terhadap pengaruh-pengaruh dari lingkungan. Menurut faham ini
kepribadian
manusia
dibentuk
oelh
kebudayaan
masyarakatnya. Kenyataan menunukkan, bahwa meskipun individu itu hidup dalam masyarakat dan dipengaruhi oleh 26
Vembriarto, Op. Cit., hlm. 20-21.
26
kebudayaannya namun dia tetap merupakan pribadi yang bersifat unik.27) 2). Lingkungan. Lingkungan ialah kondisi-kondisi di sekitar yang mempengaruhi proses sosialisasinya. Lingkungan ini dapat dikategorikan menjadi: a. Lingkungan alam, yaitu keadaan tanah, iklim, flora, dan fauna di sekitar individu; b. kebudayaan, yaitu cara hidup masyarakat tempat individu itu hidup; kebudayaan ini mempunyai aspek material (rumah,
perelngkapan
hidup,
hasil-hasil
teknologi
lainnya) dan aspek non material (nilai-nilai, pandangan hidup, adat istiadat); c. manusia lain dan masyarakat di sekitar individu; pengaruh manusia lain dan masyarakat dapat memberi stimulasi atau membatasi proses sosialisasi. Peranan menentukan,
kondisi-kondisi malainkan
lingkungan sekedar
itu
tidak
membatasi
dan
28
mempengaruhi proses sosialisasi manusia. ) 3). Motivasi. Motivasi adalah kekuatan-kekuatan dari dalam diri individu yang menggerakkan individu untuk berbuat. Motivasi ini dibedakan menjadi; dorongan dan kebutuhan. a. Dorongan. Dorongan
ialah
kekuatan
penggerak
yang
membangkitkan kegiatan dalam diri makhluk hidup dan memotori tingkahlaku serta mengarahkannya pada suatu tujuan atau berbagai tujuan. Dorongan-dorongan itulah yang mendorong makhluk untuk memenuhi kebutuhan27 28
Ibid. hlm. 21. Ibid., hlm. 22.
27
kebutuhan
utama
dan
primer
bagi
kelangsungan
hidupnya. Dorongan-dorongan juga mendorong makhluk untuk
melakukan
banyak
tindakan
penting
yang
bermanfaat lainnya dalam usahanya unrtuk menyerasikan diri dengan lingkungan hidupnya. Para ahli ilmu jiwa modern membagi dorongandorongan menjadi dua bagian pokok: Pertama:
Dorongan-dorongan
fisiologis.
Dorongan-
dorongan ini mengarahkan pada tingkahlaku individu memenuhi
pada
tujuan-tujuan
yang
kebutuhan-kebutuhan
bisa
fisiologis
tubuh atau menutup kekurangan yang terjadi pada
jaringan-jaringan
tubuh
dan
mengembalikannya pada keseimbangan yang ada sebelumnya. Kedua: Dorongan-dorongan psikis. Dorongan-dorongan ini diperoleh lewat belajar selama proses sosialisasi yang dilalui seseorang.29) b. Kebutuhan. Kebutuhan adalah dorongan yang telah ditentukan secara personal, sosial, dan kultural. Menurut Louis Raths, kebutuhan-kebutuhan manusia yang penting, ialah (a)skebutuhan untuk bersama dengan orang lain, (b) kebutuhan untuk berprestasi, (c) kebutuhan akan, afeksi, (d) kebutuhan kebes dari rasa takut, (e) Kebutuhan bebas dari rasa bersala,. (f) kebutuhan untuk turut serta mengambil keputusan
mengenai persoalan-persoalan
yang menyangkut dirinya, (g)
Kebutuhan akan baik
secara biologik maupun sosial .Tanpa pertolongan dan
29
'Utsman Najati, Op. Cit., hlm. 10.
28
perkepastian
ekonomik
dan,
(h)
kebutuhan
akan 30
terintegrasikannya sikap, keyakinan, dan nilai-nilai. )
30
Vembriarto, Loc. Cit., hlm. 22.