BAB II AKHLAK DAN PERMASALAHANNYA A. Pengertian Akhlak Ada beberapa istilah untuk mengetahui perihal yang berkaitan dengan perbuatan, watak, tabiat, serta karakteristristik tingkah laku manusia. Hal ini tidak terlepas akan arti pentingnya suatu tatanan nilai-nilai tersebut, salah satunya menggunakan istilah “akhlak”. Istilah akhlak memiliki kesepadanan arti dengan beberapa istilah, sepert; etika, moral, budi pekerti dan kesusilaan. Secara singkat penulis jelaskan beberapa istilah tersebut adalah sebagai berikut; 1. Akhlak Perkataan “akhlak” berasal dari bahasa Arab, jamak dari “khuluqun” (
) yang menurut bahasa diaritkan : “budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat”.1 Sedangkan pengertian akhlak menurut istilah adalah sebagai berikut ; a. al-Imam al-Ghazali
Artinya : “Akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang dari sifat itu timbul perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.2 b. Ahmad Amin Akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik-buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang seharusnya
1
Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1993), hlm. 11
2
al-Imam al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, Juz. I, (Semarang : Toha Putra, t.t), hlm. 52
1
2
dituju oleh manusia dalam perbuatannya dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.3 Perumusan istilah akhlak sebagaimana yang telah dikemukan oleh beberapa ahli di atas, pada prinsipnya memiliki dan menunjukkan dua dimensi dasar tentang disiplin ilmu. Yang pertama, disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai baik dan buruk Sedangkan yang lain, pokok permasalahan dengan disiplin ilmu itu sendiri, yakni nilai dan norma tingkah laku manusia dalam kehidupannya. 2. Etika Etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat kebiasaan, yaitu pranata perilaku seseorang atau kelompok orang, yang tersusun dari suatu sistem norma atau nilai yang diambil dari gejala-gejala alamiah masyarakat kelompok tersebut.4 Sifat baik buruk yang terdapat dalam pranata ini merupakan persetujuan sementara dari kelompok yang mempergunakan pranata perilaku itu. Karena sumber dari etika, juga moral dan sopan santun atau budi pekerti adalah adat kebiasaan suatu kelompok masyarakat yang bersifat relatif dan berubah-ubah. Maka kebenaran dan ukuran baik buruk dalam nilai etika juga sewaktu-waktu dapat berubah.5 Etika sebagai salah satu cabang dari filsafat yang mempelajari tingkah laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan tersebut, baik atau buruk, maka ukuran untuk menentukan nilai itu adalah akal pikiran. Atau dengan kata lain, dengan akallah orang dapat menentukan baik atau buruk pebuatan manusia. Baik karena akal menentukannya baik atau buruk karena akal memutuskannya buruk.6
3
Ahmad Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta : Bulan Bintang, 1991), hlm. 3
4
Kaelany HD, Islam dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Edisi Kedua, (Jakarta : Bumi Aksara, t.t), hlm. 57.
7.
5
Ibid
6
Asraman As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1994), hlm.
3
Dalam hubungan ini, Hamzah Ya’qub menyimpulkan : “Etika adalah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal”.7 Dari pengertian di atas, dapat dirumuskan bahwa etika merupakan cabang filsafat yang memberi penjelasan mengenai baik buruk, serta menunjukkan nilai dan norma perbuatan manusia dalam kehidupannya. 3. Moral Perkataan moral berasal dari bahasa latin mores jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan.8 Dalam bahasa Indonesia, moral banyak diterjemahkan dengan arti susila. Perbuatan bermoral adalah perbuatan yang menunjukkan kesusilaan. Bartens mendefinisikan moral dengan “nilai-nilai atau normanorma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam tingkah lakunya”.9 Jadi moral merupakan ukuran penentuan baik buruk perilaku manusia, serta menjadi batasan terhadap tingkah lakunya. Istilah moral banyak juga digunakan sebagai tata ukuran perilaku manusia secara umum, yang dapat disebut sebagai norma-norma moral. Aturan
sebagai
manifestasi
manusia
yang
sebenarnya.
Hal
ini
sebagaimana dikemukakan oleh Franz Magnis Suseno, bahwa; Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan terbatas.10
7
Hamzah Ya’qub, Op.cit., hlm. 12.
8
Ibid., hlm. 13.
9
K. Bartens, Etika, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama , 1993), hlm. 4.
10
Franz Magnis Suseno, Etika Dasar, (Yogyakarta : Kanisius, 1993), hlm. 19.
4
4. Budi pekerti Istilah budi pekerti sering digunakan dalam pembicaraan tentang perilaku manusia. Isilah tersebut merupakan kata majemuk dari kata budi dan pekerti. Kata “budi” berasal dari bahasa sansekerta, yang berarti “yang sadar” atau “yang menyadarkan” atau “alat kesadaran”.11 Sedang kata “pekerti” merupakan istilah asli bahasa Indonesia yang berarti “kelakuan”. Selanjutnya, pengertian budi pekerti menurut Rachmat Djatmika adalah sebagai berikut: Budi adalah apa yang ada pada manusia, yang berhubungan dnegan kesadaran yang di dorong oleh pemikiran, rasio yang disebut karakter, pekerti adalah apa yang terlihat pada manusia karena didorong oleh perasaan hati yang disebut behavior. Jadi, budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa bermain prestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.12 5. Kesusilan Kesusilaan berasal dari kata susila yang mendapat awalan ke- dan akhiran –an. Susila berasal dari bahasa sansekerta, yaitu su dan sila. Su berarti baik, bagus dan sila berarti dasar, prinsip, peraturan hidup atau norma.13 Dengan demikian makna susila menunjukkan kepada aturan-aturan dasar hidup (sila) yang lebih baik dan mulia (su). Kesusilaan bermaksud memberikan bimbingan tentang perilaku manusia yang baik. Uraian secra ringkas mengenai beberapa istilah; akhlak, etika, moral, budi pekerti dan kesusilaan di atas, masing-masing memiliki perbedaan dan persamaan.
11
Rachmat Djatmika, Sistem Ethika Islami, (Surabaya : Pustaka Panjimas, 1996), hlm.
12
Ibid
13
M. Said, Ethika Masyarakat Indonesia, (Jakarta: Pradya Paramita, 1976), hlm. 23.
26.
5
Perbedaan mendasar antara akhlak dengan etika adalah titik pangkal atau sumber tata aturannya. Jika akhlak bersumber dari ajaran alQur'an dan al-Hadist, maka nilai-nilai aturannya bertujuan untuk mengatur perilaku manusia baik dalam kehidupan duniawi maupun ukhrowi. Sedangkan etika merupakan bagian dari filsafat, sehingga etika bersumber pada akal pikiran murni. Antara etika dan moral juga terdapat perbedaan, jika etika lebih bersifat teoritis maka moral lebih bersifat praktik. Demikian pula dengan budi pekerti dan kesusialaan, keduanya menunjukkan makna yang bersifat praktis. Persamaan antara akhlak, moral, etika, budi pekerti serta kesusilaan, semua membahas masalah baik dan buruk perbuatan manusia yaitu membicarakan kebaikan yang semestinya dikerjakan serta perilaku yang harus ditinggalkan. B. Sumber Akhlak Yang dimaksud dengan sumber akhlak adalah yang menjadi ukuran baik-buruk atau mulia dan tercela. Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam. Sumber akhlak adala al-Qur'an dan al-Hadist, bukan akal pikiran atau pandangan masyarakat, sebagaimana pada konsep etika dan moral.14 Dalam konsep akhlak, segala sesuatu dinilai baik-buruk, terpuji-tercela, semata-mata karena syara’ (al-Qur'an dan Sunnah) menilainya demikian. Bagaimana dengan peran hati nurani, akal dan pandangan masyarakat dalam menentukan baik dan buruk karena manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui ke-Esaan-Nya sebagaiman dalam firman Allah :
14
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, (Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam/LPPI, 2004), hlm. 4.
6
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah ) ; (tetapkanlah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S. ar-Ruum : 30).15 Namun fitrah manusia tidak selalau terjamin dapat berfungsi dengan baik karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan lingkungan. Fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi melihat kebenaran.16 Demikian juga dengan juga dengan akal pikiran, ia hanyalah salah satu kekuatan yang dimiliki oleh manusia untuk mencari kebaikan-keburukan. Keputusannya bermula dari pengalaman empiris kemudian diolah menurut kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu keputusan yang diberikan akal hanya bersifat spekulatif dan subjektif.17 Bagaimana dengan pandangan masyarakat? Pandangan masyarakat juga dapat dijadikan sebagai salah satu ukuran baik-buruk. Tetapi sangat relatif, tergantung sejauh mana kesucian hati nurani masyarakat dan kebersihan pikiran mereka dapat terjaga. Masyarakat yang hati nuraninya telah tertutup oleh dan akal pikiran mereka sudah dikotori oleh sikap dan tingkah laku yang tidak terpuji tentu tidak bisa dijadikan sebagai ukuran. Hanya kebiasaan masyarakat yang baiklah yang dapat dijadikan sebagai ukuran.18 Al-Qur'an dan al-Hadist sebagai pedoman hidup umat Islam yang menjelaskan baik buruknya suatu perbuatan manusia. Sekaligus menjadi pola hidup dalam menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk. Al-Qur'an sebagai dasar akhlak menerangkan tentang Rasulullah SAW sebagai suri tauladan (uswatun khasanah) bagi seluruh umat manusia. Allah SWT
15
R.H.A. Soenarjo, al-Qur'an dan Terjemahannya, (Jakarta : Depag RI,1971), hlm. 583.
16
Yunahar Ilyas, Loc.cit.
17
Asmaran As, Op.cit., hlm. 40.
18
Yunahar Ilyas, Op.cit., hlm. 5.
7
berfirman dalam surat al-Ahzab: 21:
Artinya : “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia hanya menyebut Allah”. (Q.S. al-ahzab: 21).19 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sumber akhlak adalah alQur'an dan Sunnah. Untuk menentukan ukuran baik-buruknya atau muliatercela haruslah dikembalikan kepada penilaian syara’. Semua keputusan syara’ tidak dapat dipengaruhi oleh apapun dan tidak akan bertentangan dengan hati nurani manusia karena keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu Allah SWT. C. Ruang Lingkup Akhlak Akhlak dalam agama tidak dapat disamakan dengan etika. Etika dibatasi oleh sopan santun pada lingkungan sosial tertentu dan hal ini belum tentu terjadi pada lingkungan masyarakat yang lain. Etika juga hanya menyangkut perilaku hubungan lahiriah. Misalnya, etika berbicara antara orang pesisir, orang pegunungan dan orang keraton akan berbeda, dan sebagainya. Akhlak mempunyai makna yang lebih luas, karena akhlak tidak hanya bersangkutan dengan lahiriah akan tetapi juga berkaitan dengan dengan sikap batin maupun pikiran. Akhlak menyangkut berbagai aspek diantaranya adalah hubungan manusia terhadap Allah dan hubungan manusia dengan sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, benda-benda bernyawa dan tidak bernyawa). Berikut upaya pemaparan sekilas tentang ruang lingkup akhlak adalah:
19
R.H.A. Soenarjo, Op.cit., 670.
8
1. Akhlak terhadap Allah Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Adapun perilaku yang dikerjakan adalah: a. Bersyukur kepada Allah Manusia diperintahkan untuk memuji dan bersyukur kepada Allah karena orang yang bersyukur akan mendapat tambahan nikmat sedangkan orang yang ingkar akan mendapat siksa. b. Meyakini kesempurnaan Allah Meyakini bahwa Allah mempunyai sifat kesempurnaan. Setiap yang dilakukan adalah suatu yang baik dan terpuji. c. Taat terhadap perintah-Nya Tugas manusia ditugaskan di dunia ini adalah untuk beribadah karena itu taat terhadap aturanNya merupakan bagian dari perbuatan baik. 2. Akhlak terhadap sesama manusia Banyak sekali rincian tentang perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal itu tidak hanya berbentuk larangan melakukan halhal yang negatif seperti membunuh, menyakiti badan, atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib sesama. Di sisi lain, manusia juga didudukkan secara wajar. Karena nabi pun dinyatakan sebagai manusia seperti manusia lain, namun dinyatakan pula beliau adalah Rasul yang memperoleh wahyu Illahi. Atas dasar itu beliau memperoleh penghormatan melebihi manusia lainnya. 3. Akhlak terhadap lingkungan Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan maupun benda-benda tak bernyawa.
9
Dasar yang digunakan sebagai pedoman akhlak terhadap lingkungan adalah tugas kekhalifahannya di bumi yang mengandung arti pengayoman, pemeliharaan serta pembimbingan agar setiap makhluk mencapai tujuan pencitaannya.20 D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya akhlak atau moral pada prinsipnya dipengaruhi dan ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor intern dan faktor ekstern.21 1. Faktor Intern Faktor intern adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu fitrah yang suci yang merupakan bakat bawaan sejak manusia lahir dan mengandung pengertian tentang kesucian anak yang lahir dari pengaruhpengaruh luarnya. Setiap anak yang lahir ke dunia ini telah memiliki naluri keagamaan yang nantinya akan mempengaruhi dirinya seperti unsur-unsur yang ada dalam dirinya yang turut membentuk akhlak atau moral, diantaranya adalah ; a. Instink (naluri) Instink adalah kesanggupan melakukan hal-hal yang kompleks tanpa latihan sebelumnya, terarah pada tujuan yang berarti bagi si subyek, tidak disadari dan berlangsung secara mekanis.22 Ahli-ahli psikologi menerangkan berbagai naluri yang ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya, diantaranya
20
Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an, (Bandung : Mizan, 2000), hlm. 261-270.
21
Hamzah Ya’qub, Op.cit., hlm. 57
22
Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung : Mandar Maju, 1996), hlm. 100
10
naluri makan, naluri berjodoh, naluri keibu-bapakan, naluri berjuang, naluri bertuhan dan sebagainya.23 b. Kebiasaan Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlak adalah kebiasaan atau adat istiadat. Yang dimaksud kebiasaan adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi mudah dikerjakan.24 Kebiasaaan dipandang sebagai fitrah yang kedua setelah nurani. Karena 99% perbuatan manusia terjadi karena kebiasaan. Misalnya makan, minum, mandi, cara berpakaian itu merupakan kebiasaan yang sering diulang-ulang. c. Keturunan Ahmad Amin mengatakan bahwa perpindahan sifat-sifat tertentu dari orang tua kepada keturunannya, maka disebut alWaratsah atau warisan sifat-sifat.25 Warisan sifat orang tua terhadap keturunanya, ada yang sifatnya langsung dan tidak langsung. Artinya, langsung terhadap anaknya dan tidak langsung terhadap anaknya, misalnya terhadap cucunya. Sebagai contoh, ayahnya adalah seorang pahlawan, belum tentu anaknya seorang pemberani bagaikan pahlawan, bisa saja sifat itu turun kepada cucunya. d. Keinginan atau kemauan keras Salah satu kekuatan yang berlindung di balik tingkah laku manusia adalah kemauan keras atau kehendak. Kehendak ini adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu. Kehendak ini
hlm. 35.
23
Hamzah Ya’qub, Op.cit., hlm. 30
24
Ibid., hlm. 31
25
Ahmad Amin, Ethika (Ilmu Akhlak) terj. Farid Ma’ruf, (Jakarta : Bulan Bintang,1975),
11
merupakan kekuatan dari dalam.26 Itulah yang menggerakkan manusia berbuat dengan sungguh-sungguh. Seseorang dapat bekerja sampai larut malam dan pergi menuntut ilmu di negeri yang jauh berkat kekuatan ‘azam (kemauan keras). Demikianlah seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang berat dan hebat memuat pandangan orang lain karena digerakkan oleh kehendak. Dari kehendak itulah menjelma niat yang baik dan yang buruk, sehingga perbuatan atau tingkah laku menjadi baik dan buruk karenanya. e. Hati nurani Pada diri masnusia terdapat suatu kuatan yang sewaktu-waktu memberikan peringatan (isyarat) apabila tingkah laku manusia berada di ambang bahaya dan keburukan. Kekuatan tersebut adalah “suara batin” atau “suara hati” yang dalam bahasa arab disebut dengan “dhamir”.27 Dalam bahasa Inggris disebut “consience”.28 Sedangkan “consience” adalah sistem nilai moral seseorang, kesadaran akan benar dan salah dalam tingkah laku.29 Fungsi hati nurani adalah memperingati bahayanya perbuatan buruk dan berusaha mencegahnya. Jika seseorang terjerumus melakukan keburukan, maka batin merasa tidak senang (menyesal), dan selain memberikan isyarat untuk mencegah dari keburukan, juga memberikan kekuatan yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan yang baik. Oleh karena itu, hati nurani termasuk salah satu faktor yang ikut membentuk akhlak manusia.
26
Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta, : Aksara Baru, 1985), hlm. 93.
27
Basuni Imamuddin, et.al., Kamus Konteksual Arab-Indonesia, (Depok : Ulinuha Press, 2001), hlm. 314. 28
John. M. Echol, et.al., Kamus Bahasa Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia, 1987),
hlm. 139. 29
C.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta : Rajawali Press, 1989), hlm. 106.
12
2. Faktor ekstern Adapun faktor ekstern adalah faktor yang diambil dari luar yang mempengaruhi kelakuan atau perbuatan manusia, yaitu meliputi ; a. Lingkungan Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang atau suatu masyarakat adalah lingkungan (milleu). Milleu adalah suatu yang melingkupi suatu tubuh yang hidup.30 Misalnya lingkungan alam mampu mematahkan/mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang ; lingkungan pergaulan mampu mempengaruhi pikiran, sifat, dan tingkah laku. b. Pengaruh keluarga Setelah manusia lahir maka akan terlihat dengan jelas fungsi keluarga dalam pendidikan yaitu memberikan pengalaman kepada anak baik melalui penglihatan atau pembinaan menuju terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang tua. Dengan demikian orang tua (keluarga) merupakan pusat kehidupan rohani sebagai penyebab perkenalan dengan alam luar tentang sikap, cara berbuat, serta pemikirannya di hari kemudian. Dengan kata lain, keluarga yang melaksanakan pendidikan akan memberikan pengaruh yang besar dalam pembentukan akhlak. c. Pengaruh sekolah Sekolah
adalah
lingkungan
pendidikan
kedua
setelah
pendidikan keluarga dimana dapat mempengaruhi akhlak anak. Sebagaimana dikatakan oleh Mahmud Yunus sebagai berikut ; “Kewajiban sekolah adalah melaksanakan pendidikan yang tidak dapat dilaksanakan di rumah tangga, pengalaman anakanak dijadikan dasar pelajaran sekolah, kelakuan anak-anak yang kurang baik diperbaiki, tabiat-tabiatnya yang salah 30
Hamzah Ya’qub, Op.cit., hlm. 71-72.
13
dibetulkan, perangai yang kasar diperhalus, tingkah laku yang tidak senonoh diperbaiki dan begitulah seterunya.31 Di dalam sekolah berlangsung beberapa bentuk dasar dari kelangsungan pendidikan. Pada umumnya yaitu pembentukan sikapsikap dan kebiasaan, dari kecakapan-kecakapan pada umumnya, belajar bekerja sama dengan kawan sekelompok melaksanakan tuntunan-tuntunan dan contoh yang baik, dan belajar menahan diri dari kepentingan orang lain.32 d. Pendidikan masyarakat Masyarakat dalam pengertian yang sederhana adalah kumpulan individu dalam kelompok yang diikat oleh ketentuan negara, kebudayaan, dan agama. Ahmad D. Marimba mengatakan; “Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam masyakarakat banyak sekali. Hal ini meliputi segala bidang baik pembentukan kebiasaan. Kebiasaan pengertian (pengetahuan), sikap dan minat maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan”.33 E. Manfaat Mempelajari Akhlak Akhlak dalam Islam menempati kedudukan yang sangat penting, bahkan merupakan bagian yang tidak dipisahkan dalam kehidupan manusia. Kepentingan akhlak ini tidak saja hanya diraakan oleh manusia itu sendiri dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarkat bahkan dalam kehidupan bernegara. Akhlak berfungsi memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai dan menentukan suatu perbuatan untuk selanjutnya menetapkan bahwa perbuatan tersebut termasuk perbuatan yang baik atau yang buruk.34 31
Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidina dan Pengajaran, (Jakarta : Agung, 1978),
32
Abu Ahmadi, et.al., Psikologi Sosial, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991), hlm. 269.
hlm. 31. 33
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Al-Ma’arif, 1987), hlm. 63. 34
hlm. 14.
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, cet, 3, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2000),
14
Selanjutnya karena akhlak menentukan kriteria perbuatan baik atau buruk, serta perbuatan apa saja yang termasuk perbuatan baik atau buruk itu. Maka seorang yang mempelajari akhlak ini akan memiliki pengetahuan tentang kriteria perbuatan yang baik dan yang buruk tersebut, dan selanjutnya ia akan banyak mengetahui perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk.35 Seseorang yang mengerti perbuatan itu baik, akan terdorong untuk melakukannya dan mendapatkan manfaat dan keuntungan darinya, sedangkan dengan mengetahui yang buruk ia akan terdorong untuk meninggalkan dan terhindar dari bahaya yang menyesatkan. Akhlak berguna secara efektif dalam upaya membersihkan diri manusia dari perbuatan dosa dan maksiat. Seperti diketahui bahwa manusia memiliki jasmani dan rohani.36 Apabila tujuan tersebut dapat tercapai, maka manusia akan memiliki kebersihan batin yang pada gilirannya melahirkan perbuatan terpuji. Dari perbuatan tersebut akan lahir keadaan masyarakat yang damai, harmonis, rukun, sejahtera lahir dan batin, yang memungkinkan ia beraktifitas demi mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Hamzah Ya’qub menyatakan bahwa manfaat mempelajari akhlak adalah sebagai berikut:37 a. Memperoleh kemajuan rohani Tujuan ilmu pengetahuan ialah meningkatkan kemajuan manusia di bidang rohaniah atau bidang mental spiritual. Orang yang berilmu pengetahuan tidaklah sama derajatnya dengan orang yang tidak berilmu pengetahuan. Seseorang yang memiliki ilmu akhlak akan selalu berusaha memelihara diri supaya senantiasa berusaha berada pada garis akhlak yang mulia dan menjauhi segala bentuk akhlak yang tercela.
35
Ibid
36
Ibid., hlm. 15.
37
Hamzah Ya’qub, Op.cit., hlm. 23-27.
15
b. Sebagai penuntun kebaikan Rasulullah
SAW
sebagai
tauladan
utama,
karena
beliau
mengetahui akhlak mulia yang menjadi penuntun kebaikan manusia. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur'an :
Artinya : “Sesungguhnya engkau (Muhammad) berbudi pekerti yang luhur.” (Q.S. al-Qalam : 4) 38 c. Memperoleh kesempurnaan iman Iman yang sempurna akan melahirkan kesempurnan akhlak. Untuk menyempurnakan iman, seorang haruslah menyempurnakan akhlak dengan mempelajari ilmu sebagai suluh. d. Memperoleh keutamaan di hari akhir Seseorang yang berakhlak luhur, akan menempuh kedudukan yang terhormat di hari kiamat. e. Memperoleh keharmonisan rumah tangga Akhlak merupakan faktor mutlak dalam menegakkan keluarga sejahtera. Keluarga yang tidak dibina dengan tonggak akhlak yang baik, tidak akan bahagia, sekalipun kekayaan materinya melimpah ruah. Segala tantangan dan badai rumah tangga yang sewaktu-waktu datang melanda, dapat dihadapi dengan rumus-rumus akhlak. Berbahagialah rumah tangga yang dirangkum dengan keindahan akhlak.
38
R.H.A. Soenarjo, Op.cit. hlm. 960.