BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan tentang Jaminan 1. Pengertian Jaminan Jaminan atau yang lebih dikenal dengan sebagai agunan adalah harta benda milik debitur atau pihak ketiga yang ikat sebagai alat pembayaran jika terjadi wanprestasi terhadap pihak ketiga.1 Jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Sedangkan menurut ketentuan Pasal 1 butir 23 yang dimaksud dengan agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.2 Jaminan dalam pembiayaan memiliki dua fungsi yakni :Pertama untuk pembayaran hutang seandainya terjadi wanprestasi atas pihak ketiga yaitu dengan jalan menguangkan atau menjual jaminan tersebut. Kedua sebagai akibat dari fungsi pertama, atau sebagai indikator penentu jumlah pembiayaan yang dapat diberikan kepada pihak debitur. Pemberian jumlah pembiayaan tidak boleh melebihi nilai harta yang dijaminkan.3
1
Rinda Asytuti, Isu-Isu Kontemporer Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Indonesia, (Pekalongan : CV Duta Media Utama, 2015), hlm.135. 2 Chatamarrasjid Ais, Edisi Revisi Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2005), hlm.73. 3 Rinda Asytuti, Op.cit.,hlm.135.
22
23
Menurut Prof. Soebekti, jaminan yang ideal (baik) dapat dilihat dari: a. Dapat membantu memperoleh kredit atau pinjaman bagi pihak yang memerlukannya. b. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit atau pembiayaan untuk melakukan (meneruskan) usahanya. c. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa apabila perlu maka mudah diuangkan untuk melunasi hutang si debitur.4 Adapun yang dijadikan jaminan kredit oleh calon debitur adalah sebagai berikut : a. Dengan jaminan 1) Jaminan benda berwujud seperti tanah, kendaraan bermotor dan lain-lainnya. 2) Jaminan benda tidak berwujud seperti sertifikat tanah, sertifikat deposit, sertifikat saham dan lain-lainnya. b. Tanpa jaminan, maksudnya bahwa kredit yang diberikan bukan dengan jaminan tertentu, melainkan bisa saja dengan penilaian terhadap prospek usahanya.5
4
Soebekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia, (Bandung : Alumni, 1978), hlm.29. 5 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, ( Jakarta : PT : Raja Grafindo Persada, 2008), hlm 107-108.
24
Landasan hukum Syariah yang memperbolehkan adanya jaminan dalam pembiayaan adalah sebagai berikut : a. Al-Qur’an QS. Al-Baqarah (2):283 283. jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. b. Hadits “Dari Aisyah r.a menjelaskan bahwa Rasulullah SAW pernah membeli makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi beliau” (HR. Bukhori). c. Ijtihad Kalangan ulama bersepakat, bahwa Rahn boleh dilakukan dalam perjalanan ataupun tidak, asalkan barang jaminan itu langsung dikuasai (Al-Qabdh) secara hukum oleh pemberi piutang. Misalnya barang jaminan berbentuk sebidang tanah, maka yang dikuasai adalah surat jaminan tanah tersebut (sertifikat).
25
Kegunaan jaminan pembiayaan adalah untuk : a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dari agunan apabila debitur cidera janji. b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya sehingga kemungkinan meninggalkan usaha atau proyeknya dapat dicegah. c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya agar debitur dan atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang dijaminkan kepada bank. 2. Penilaian atau Taksasi (Appraisal) Jaminan Penilaian atau appraisal didefinisikan sebagai proses menghitung atau mengestimasi nilai harta jaminan. Proses dalam memberikan suatu estimasi didasarkan pada nilai ekonomis suatu harta jaminan baik dalam bentuk properti berdasarkan hasil analisa fakta-fakta objektif dan relevan dengan menggunakan metode yang berlaku. Berdasarkan penilaian hukum dan penilaian ekonomi atas objek jaminan kredit sehingga akhirnya bank dapat mempertimbangkan sebagai jaminan yang berharga, maka perlu ditetapkan nilai taksasinya.Nilai taksasi perlu ditetapkan karena biasanya harga yang lebih dicapai pada saat objek jaminan kredit dieksekusi sering lebih rendah dari harga
26
pasarnya.“Taksasi adalah taksiran atau perkiraan (dengan membuat perhitungan atau kalkulasi)6. Adapun dasar penilaian sebuah jaminan didasarkan atas beberapa hal: a.
Nilai Pasar (Market Value), yaitu perkiraan jumlah uang yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran suatu properti pada tanggal penilaian antara pembeli yang berminat menjual dalam suatu transaksi bebas ikatan yang penawarannya dilakukan secara layak dimana kedua belah pihak masing-masing mengetahui dan bertindak hati-hati tanpa paksaan.
b.
Nilai Baru (Reproduction) adalah nilai baru atau baya penggantian baru adalah perkiraan jumlah uang yang dikeluarkan untuk pengadaan pembangunan atau penggantian properti baru yang meliputi biaya, upah buruh dan biaya-biaya lain yang terkait.
c.
Nilai Wajar (Depreciated Replacement Cost) adalah perkiraan jumlah uang yang diperoleh dari perhitungan biaya reproduksi baru dikurangi biaya penyusutan yang terjadi karena kerusakan fisik, kemunduran ekonomis dan fungsional.
d.
Nilai Asuransi adalah nilai perkiraan jumlah uang yang diperoleh dari eral perhitungan biaya pengganti baru dari bagian-bagian propertiyang perlu diasuransikan dikurangi penyusutan karena kekurangan fisik.
6
Telly Sumbu dan Tim Penyusun, Kamus Umum Politik dan Hukum, (Jakarta : Jala Permata Aksara,2010), hlm.776.
27
e.
Nilai Likuiditas adalah perkiraan jumlah uang yang diperoleh dari transaksi jual beli properti di pasar dalam waktu terbatas dimana penjual terpaksa menjual.
f.
Nilai Buku adalah nilai aktiva yang dicatat dalam pembukuan yang dikurangi dengan akumulasi penyusutan atau pengembalian nilai-nilai aktiva. Kedudukan jaminan atau collateral bagi pembiayaan memiliki
karakteristik khusus. Tidak semua properti atau harta dapat dijadikan jaminan pembiayaan, melainkan harus memenuhi unsur MAST, yaitu : a.
Marketability, yakni adanya pasar yang cukup luas bagi jaminan sehingga tidak sampai melakukan banting harga.
b.
Ascertainably of Value, yakni jaminan harus memiliki standar harga tertentu.
c.
Stability of Value, yakni harta yang dijadikan jaminan stabil dalam harga atau tidak menurun nilainya.
d.
Transferability,
yaitu
harta
yang
dijaminkan
mudah
dipindahtangankan baik secara fisik maupun yuridis. e.
Secured, yakni barang yang dijaminkan dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku apabila terjadi wanprestasi.7 Nilai taksasi ditetapkan dalam rangka presentasi tertentu terhadap
harga pasar dari objek jaminan kredit yang bersangkutan. Angka
7
Rinda Asytuti, Op.cit.,hlm.137.
28
presentase tersebut ditetapkan 0% sampai dengan 100% tergantung kepada beberapa hal, yaitu jenis objek jaminan kredit dan harga yang dicapai dalam
mengeksekusikannya,
biaya-biaya
yang
dikeluarkan
untuk
pelaksanaan penjualan, pemeliharaan, dan pengamanan objek jaminan kredit yang bersangkutan. Penyesuaian presentase nilai taksasi perlu diadakan untuk jenis objek jaminan kredit karena dapat dipastikan akan selalu terjadi perubahan harga atau nilai suatu barang di masyarakat. Penyempurnaan penetapan presentase nilai taksasi tersebut dilakukan bank berdasarkan dan sesuai dengan perkembangan harga di masyarakat dan untuk melindungi kepentingan bank terhadap objek jaminan kredit. 3. Perjanjian Pembiayaan Perjanjian pembiayaan adalah perjanjian tidak bernama, perjanjian tidak bernama atau kontrak innominat merupakan kontrak yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat dan belum dikenal pada saat KUH Perdata diUndangkan sehingga bersifat khusus artinya berlaku peraturan yang bersifat khusus atas kontrak tersebut hal mana berlawanan dengan kontrak nominaat atau perjanjian bernama berlaku hukum perdata yang bersifat umum atau KUH Perdata. Pada hakikatnya perjanjian kredit adalah perjajian pinjam meminjam sebagimana diatur dalam pasal 1754-1769 KUH Perdata akan tetapi menurut pendapat pakar hukum seperti SutanRemi Sjahdeini mengatakan:
29
a. Sifat konsesual perjanjian kredit bank membedakannya dengan perjanjian peminjaman uang menurut hukum Indonesia yang bersifat riil (terjadinya perjajian karena adanya penyerahan uang) karena dimungkinkan setelah ditandatangani kredit belum menimbulkan kewajiban bagi pihak bank menyediakan kredit (bergantung pada telah atau belum terjadinya seluruh syarat dalam perjanjian kredit). b. Selain itu hal lainnya yang menbedakan perjanjian kredit dengan pinjam meminjam uang adalah kredit diberikan oleh bank kepada debitur tidak dapat digunakan secara leluasa untuk keperluan atau tujuan tertentu nasabah atau debitur sebagaimana pada perjanjian peminajman uang biasa, kredit harus diguanakan sesuai denga tujuan yang ditetapkan dalam perjanjian apabila ini tidak dipenuhi berarti menimbulkan hak bagi bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak. c. Dan hal lain yang membedakan adalah syarat cara penggunaannya atau perjanjian kredit bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu atau kredit tidak dapat diguanakan secara leluasa, misalnya dengan menggunakan cek denagn kemungkiann lain tidak diperbolehkan, hal ini membedakan dengan perjanjian peminjaman uang biasa yang tidak menentukan bagaimana cara debitur menggunakan uang pinjaman tersebut.8
8
Salim H.S.,Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata, (Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2006), hlm 78-80.
30
4. Penggolongan Jaminan Pembiayaan a. Menurut cara terjadinya meliputi jaminan karena Undang-Undang, contohnya jaminan umum (Pasal 1132 KUHPerdata) dan jaminan karena perjanjian contonya Gadai, Fidusia. b. Menurut sifatnya meliputi jaminan umum yang lahir karena UndangUndang sehingga tidak perlu ada perjanjian sebelumnya ( Pasal 1131, Pasal 1132 KUHPerdata) dan jaminan khusus sebagai jaminan pelunasan utang. c. Jaminan kebendaan, contohnya Fidusia atas benda bergerak, Hipotik atas benda tetap dan jaminan perorangan, contohnya borgtoch, corporate guarantee dan bank garansi. d. Jaminan pokok, berupa kepercayaan yang merupakan dasar pemberian kredit, jaminan utama berupa jaminan atas barang yang dibiayai dengan kredit dan jaminan tambahan berupa jaminan lain bersifat kontraktual seperti jaminan Fidusia, Hak Tanggungan. e. Menurut objek bendanya, meliputi jaminan atas benda bergerak contohnya Gadai, Fidusia, Cessie dan jaminan atas benda tidak bergerak, contonya Hak Tanggungan atas tanah dan Hipotik atas kapal laut. f. Jaminan regulatif, yaitu jaminan yang kelembagaannya sudah diatur secara eksplisit dan diakui dalam perundang-undangan, contonya Gadai, Fidusia, Hak Tanggungan dan jaminan non regulatif yang
31
berbentuk jaminan kebendaan seperti pengalihan tagihan dagang atau asuransi dan yang hanya bersifat kontraktual seperti kuasa menjual. g. Jaminan konvensional, yaitu jaminan yang pranata hukumnya dikenal dan
telah
diatur
dalam
perundang-undangan
contohnya
Hak
Tanggungan, Fidusia, Akta Pengakuan Hutang dan jaminan non konvensional yaitu jaminan yang prana hukumnya baru dan belum sempat diatur secara rapi, contohnya pengalihan hak tagihan debitur (assignment of receivable of security purpose), kuasa menjual, jaminan menutupi kekurangan biaya (cash deficiency). 5. Jenis-Jenis Jaminan Dalam praktik perbankan jenis jaminan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu a. Jaminan perorangan Adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya. Jaminan perorangan memberikan hak verbal kepada kreditur, terhadap benda keseluruhan dari debitur untuk memperoleh pemenuhan dari piutangnya. Yang termasuk jaminan perorangan adalah : - Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih. - Tanggung menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng - Perjanjian garansi
32
b. Jaminan kebendaan Jaminan berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti benda yang dapat dialihkan. Tujuan dari jaminan
yang bersifat kebendaan bermaksud
memberikan hak verbal (hak untuk meminta pemenuhan piutangnya) kepada si kreditur, terhadap hasil penjualan benda-benda tertentu dari debitur untuk pemenuhan pitangnya. B. Hukum Pengikatan Jaminan di Indonesia 1. Pengertian Pengikatan Jaminan Pengikatan jaminan, untuk kepentingan bank, dalam hal menjamin pengembalian kredit yang diberikan, maka terhadap jaminan atau agunan yang diserahkan oleh debitur haruslah dilakukan pengikatan jaminan atau pembebanan hak tanggungan. Mengenai pengikatan jaminan atau lembaga jaminan ini, oleh bank Indonesia dalam Surat Edarannya (SE-BI) No.4/248/UPPK/PK tanggal 16 Maret 1972, disebutkan bahwa untuk benda-benda bergerak memakai lembaga jaminanFiducia dan Gadai, dan untuk benda-benda tidak bergerak memakai lembaga jaminan Hipotik dan Creditverband.Dalam SE-BI No.23/6/UKU tanggal 28 Februari 1991 disebutkan bahwa pengikatan agunan dilakukan sesuai dengan Ketentuan Perundang-Undangan yang berlaku.
33
Ketentuan perundang-undangan di sini berarti hukum positif Indonesia, termasuk peraturan perundang-undangan yang merupakan peninggalan kolonial. Dasar hukumnya adalah Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.9 2. Tujuan Pengikatan Jaminan a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang jaminan tersebut bila nasabah cidera janji, yaitu tidak bisa membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. b. Menjamin agar nasabah berperan dan atau turut serta dalam transaksi yang dibiayai sehingga kemungkinan nasabah untuk meninggalkan usahanya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah, atau minimum kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil. c. Memberi dorongan kepada nasabah untuk memenuhi perjanjian kredit khususnya mengenai pembayaran kembali (pelunasan) sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar nasabah tidak kehilangan kekayaan yang tealh dijaminkan kepada bank.10 d. Bank mempunyai hak didahulukan dari kreditur lain untuk memperoleh pelunasan kredit dari hasil penjualan (pencairan) objek jaminan kredit bila debitur ingkar janji.
9
BudiHarsono, Kredit Perbankan di Indonesia, (Yogyakarta : ANDI, 2000), hlm.63. Https://kelastambahan.wordpress.com/2012/04/20/tujuan-pengikatan-jaminankredit/diaksespada tanggal 8 September 2015, pukul 20.00 WIB. 10
34
e. Bank akan mempunyai kepastian hukum
terhadap pengikatan
objek jaminan kredit. f. Bank mempunyai kemudahan untuk mencairkan objek jaminan.11 3. Hukum Pengikatan Jaminan di Indonesia a. Hak Tanggungan 1) Pengertian dan Asas Hak Taanggungan Dalam pasal 1 ayat (1) UU No.4 tahun 1996 disebutkan Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam UUPA tentang peraturan Dasar-Dasar Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya. Hak Tanggungan merupakan perjanjian yang accesoir, artinya disamping adanya perjanjian pokok yang berwujud perjanjian
pinjam-meminjam
utang.
Karena
merupakan
perjanjan yang accesoir, maka adanya tergantung pada perjanjian pokok, dan akan hapus dengan hapusnya perjanjian pokok, dengan ciri-ciri dan sifat antara lain : a) memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya. 11
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), hlm.135-138.
35
b) Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun benda itu berada. c) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas. d) Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusi.12 2) Objek dan Subjek Hak Tanggungan a) Objek Hak Milik, Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan. Hak Pakai atas Tanah Negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftarkan dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan. Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan, asalkan hal itu dinyatakan secara jelas dalam akta pemberiannya. b) Subjek Pemberi Hak Tanggungan Penerima Hak Tanggungan 3) Pemberian Hak Tanggungan Menurut pasal 10 UUHT prosedur pemberian hak tanggungan secara langsung antara lain :
12
Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta : Sinar Grafika, 2001),
hlm.116.
36
a) Didahului janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu. b) Dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai perundang-undangan yang berlaku. c) Objek hak tanggungan berupa hak atas tanah yang bersal dari konvensi hal lama yang telah memenuhi syrata didaftarkan, akan tetapi belum dilakukan pemberian hak tanggungan. Dalam setiap akta pemberian hak tanggungan wajib dicantumkan : a) Nama
dan
identitas
pemegang
dan
pemberi
hak
tanggungan. b) Domisili para pihak. c) Nilai tanggungan. d) Uraian dengan jelas mengenai objek hak tanggungan Di samping itu, di dalam akta pemberian hak tanggungan dicantumkan janji-janji sesuai dengan jenis dan sifat dari jaminannya.Adapun
janji
yang
tidak
diperkenankan
dicantumkan dalam akta pemberian hak tanggungan adalah janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak tanggungan untuk memiliki objek hak tanggungan apabila
37
debitur cedera janji.Janji semacam ini batal demi hukum, artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidaka ada. 4) Pendaftaran Hak Tanggungan a) Pendaftaran dilakukan di Kantor Pertanahan. b) PPAT dalam jangka waktu 7 hari setelah ditandatangani pemberian hak tanggungan wajib mengirimkan akta PHT dan warkah lainnya kepada kantor BPN. c) Kantor
Pertanahan
membuatkan
buku
tanah
hak
tanggungan dan mencatatnya dalam buku hak atas tanah dan menyalinnya dalam sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. d) Tanggal buku tanah adalah tanggal baru ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran. e) Hak tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah hak tanggungan dibuat. f) Kantor
Pertanahan
menerbitkan
Sertifikat
Hak
Tanggungan. 5) Hapusnya Hak Tanggungan a) Hapusnya
piutang
yang
dijaminkan
dengan
hak
tanggungan, sebagai konsekuensi sifat accesoir hak tanggungan.
38
b) Dilepaskannya hak tanggungan oleh kreditur pemegang hak tanggungan. c) Pembersihan hak tanggungan berdasarkan
penetapan
perikatan oleh Ketua Pengadilan Negeri. d) Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan 6) Eksekusi Ada dua macam cara eksekusi objek hak tanggungan, yaitu : a) Melalui pelelangan umum, dan b) Eksekusi di bawah tangan. 7) Roya Menurut pasal 22 UU No. 4 Tahun 1996, dinyatakan bahwa, apabila Hak Tanggungan dihapus, maka kantor pertanahan melakukan roya (pencoretan) catatan hak tanggungan pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Permohonan
pencoretan
dilakukan
oleh
pihak
yang
berkepentingan dengan melampirkan persyaratan-persyaratn, antara lain : a) Sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditur bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutangnya telah lunas. b) Pernyataan tertulis dari kreditur bahwa hak tanggungan telah hapus karena piutang yang dijaminkan dengan Hak
39
Tanggungan telah lunas atau kreditur melepaskan Hak tanggungan yang bersangkutan. b. Jaminan Fidusia 1) Pengertian UU No. 42 Tahun 1999 menyatakan bahwa Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda tersebut. Adapun yang dimaksud dengan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. 2) Objek dan Subjek Jaminan Fidusia a) Objek Benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan, berkaitan dengan pembebanan jaminan rumah susun. b) Subjek Pemberi fidusia Penerima fidusia
40
3) Pembebanan Fidusia a) Dibuat dengan Akta Notaris dalam bahasa Indonesia. Adapun syarat materiil yang ditetapkan dalam pasal 6 UU No.42 Tahun 1999, yaitu dalam Akta Jaminan Fidusia minimal harus memuat hal-hal sebagai berikut : Identitas para pihak pemberi fidusia. Data perjanjian pokok yang dijaminkan Fidusia. Objek Jaminan Fidusia Nilai penjaminan Nilai benda yang menjadi Jaminan Fidusia.13 b) Utang yang pelunasannya dijaminkan dengan Jaminan Fidusia adalah : Utang yang telah ada Utang yang akan timbul dikemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu. Utang yang pada utang eksekusi dapat ditentukan jumlahnya
berdasarkan
perjanjian
pokok
yang
menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi. Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari satu orang penerima fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari penerima fidusia.
13
Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang Edisi Pertama, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group,2013), hlm.87
41
Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebihsatuan atau jenis benda termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupu yang diperoleh kemudian. 4) Pendaftaran Jaminan Fidusia a) Penerima fidusia, kuasa atau wakilnya mengajukan permohonan pendaftaran fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. b) Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. c) Membayar biaya pendaftaran fidusia. d) Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada penerima fidusia pada tanggal yang dama dengan penerimaan permohonan pendaftaran. e) Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia. Apabila Sertifikat Jaminan Fidusia terjadi perubahan terhadap substansinya, maka : a) Permohonan pendaftaran atas perubahan diajukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia.
42
b) Kantor Pendaftaran Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan perubahan, melakukan pencatatan perubahan tersebut dalam buku daftar fidusia dan menerbitkan penyataan perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Sertifikat Jaminan Fidusia. 5) Hapusnya Fidusia a) Hapusnya hutang yang dijaminkan dengan Fidusia, yaitu karena pelunasan dan bukti hapusnya hutang berupa keterangan yang dibuat oleh kreditur. b) Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh penerima fidusia. c) Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia. 6) Eksekusi Ada empat cara eksekusi benda jaminan fidusia, antara lain : a) Pelaksanaan title eksekutorial oleh penerima fidusia, yaitu kekuatan eksekusi yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatab hokum tetap. b) Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum. c) Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia. Ada tiga kemungkinan dari hasil pelelangan atau penjualan barang jaminan fidusia, yaitu :
43
a) Hasil eksekusi sama dengan nilai jaminan, maka utangnya dianggap lunas. b) Hasil eksekusi melebihi pinjaman, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia. c) Hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, pemberi fidusia tetap bertanggung jawab atas kekurangan pembayaran.14 4. Hukum Jaminan Menurut Hukum Islam Secara umum jaminan dalam hukum islam (fiqh) di bagi menjadi dua, yaitu : a. Kafalah Al-Kafalah
merupakan
jaminan
yang
diberikan
oleh
penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Terkait
dengan
legalitas
akad
kafalah,
ulama
fiqh
menggunakan dalil dari QS. Yusuf ayat 72 : “Penyeru-penyeru itu berseru, Kami kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya” Ibnu Abbas menafsirkan, kata ‘zaim’ dalam ayat tersebut bermakna kafil atau penjamin. Dengan demikian akad kafalah diperbolehkan secara syara’
14
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta : Kencana, 2008), hlm.187.
44
Kafalah dinilai sah menurut hukum islam kalau memenuhi rukun dan syarat, yaitu : 1) Sighat. Sighat kafalah bisa diekspresikan denagn ungkapan yang menyatakan adanya kesanggupan untuk menanggung sesuatu, sebuah kesanggupan untuk menunaikan kewajiban. 2) Makful Bihi. Objek pertanggungan harus bersifat mengikat terhadap diri tertanggung, dan tidak bisa dibatalkan tanpa ada sebab syar’i. Selain itu, objek tersebut harus merupakan tanggung jawab penuh pihak tertanggung. 3) Kafil. Ulama fiqih mensyaratkan, seorang kafil haruslah orang yang berjiwa filantropi, orang yang terbiasa berbuat baik demi kemaslahatan orang lain. Selain itu, ia juga orang yang telah baligh dan berakal. 4) Makful ‘Anhu. Syarat utama yang harus melekat pada diri tertanggung (makful ‘anhu) adalah kemampuannya untuk menerima
objek
pertanggungan,
baik
dilakukan
oleh
pribadinya atau orang lain yang mewakilinya. Selain itu, makful ‘anhu harus dikenal baik oleh pihak kafil. 5) Makful Lahu. Ulama mensyaratkan, makful lahu harus dikenali oleh kafil, guna meyakinkan pertanggungan yang menjadi bebannya dan mudah untuk memenuhinya. Selain itu, juga
45
disyaratkan untuk menghadiri majilis akad. Ia adalah orang yang baligh dan berakal.15 b. Rahn Secara linguistik, rahn bermakna menetap atau menahan. Secara istilah, rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Akad rahn diperbolehkan oleh syara’ dengan berbagai dalil dari Al-Qur’an ataupun hadis Nabi Saw, begitu juga dengan ijma’ ulama.Di antara firman Allah SWT.dalam QS. Al-Baqarah:283. Hadist diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah ra.berkata ; “Sesungguhnya Rasulullah Saw pernah membeli makanan dengan berhutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya”. Rukun dan syarat akad rahn terdiri dari : 1) Rahin(yang menyerahkan barang), syarat utama yang harus terdapat dalam diri rahin adalah harus berakal dan sudah tamyiz. 2) Murtahin (penerima barang), syarat murtahin yakni berakal dan sudah tamyiz. 3) Marhun atau rahn (barang yang digadaikan), syarat untuk marhun adalah harus ditransaksikan, dalam
15
artian ia ada
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hlm.247.
46
ketika akad sedang dilangsungka, dan bisa diserahterimakan. Selain itu, ia harus berupa harta (mal). 4) Marhun bih (hutang), yakni harus berupa hutang yang tetap dan wajib untuk ditunaikan, seperti hutang atau nilai barang yang dirusakkan. Hutang itu harus bersifat mengikat, seperti harga atas barang yang dibeli dalam transaksi jual beli dan terakhir, nominal hutang itu diketahui secara jelas dan pasti. 5)
Ijab dan Qabul, syarat dari jab dan qabul adalah tidak boleh digantungkan (mu’allaq) dengan syarat tertentu yang bertentangan dengan substansi akad rahn, dan ia juga tidak boleh disandarkan dengan waktu di masa mendatang.16
16
Ibid, hlm.262.