BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Belajar dan Pembelajaran a.
Teori Belajar Dalam kehidupan sehari-hari antara pendidik, peserta didik dan
lingkungan sekolah terjadi interaksi yang saling mempengaruhi. Pendidik memberikan informasi kepada peserta didik dan peserta didik mengaitkan informasi tersebut dengan apa yang ada di otaknya. Menurut (Dahar Ratna Willis 1989:21) belajar yaitu bahwa“ Belajar adalah perubahan prilaku yang diakibatkan oleh pengalaman”. Teori belajar ini sejalan dengan model belajar generatif dengan mengandaikan langkah-langkah pengolahan data indra sebagai berikut: (1) Otak menyetir atau mengarahkan indra, (2) Ide-ide dalam kepala peserta didik menentukan pemasukan indra manakah yang diperhatikan dan mana yang tidak, (3) Permasalahan indra yang dimasukkan oleh peserta didik belum mempunyai arti, (4) Pelajar menimbulkan hubungan-hubungan antara pemasukan indra yang diperhatikan olehnya dan ingatan yang di simpan di dalam kepala (memory story), (5) Pelajar menggunakan hubungan-hubungan tersebut dan pemasukan indra itu untuk membangun arti pada pemasukan itu, (6) Kadang-kadang pelajar menguji arti yang dibangun pada langkah kelima tersebut dengan keterangan lain yang tersimpan dalam otak, apakah cocok, (7) Mungkin pelajar menyimpan arti yang dibangun (keterangan yang baru) didalam ingatan, (8) Karena otak pelajar begitu berperan dalam menyerap dan mengartikan informasi, maka pelajar sendiri adalah penanggungjawab utama untuk belajar. b. Teori Pembelajaran Menurut aliran behavioristik pembelajaran adalah usaha guru membentuk
tingkah
laku
yang
diinginkan
dengan
menyediakan
lingkungan atau stimulus. Aliran kognitif mendefinisikan pembelajaran
26
27
sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir agar mengenal dan memahami sesuatu yang sedang dipelajari (Oemar
Malik
2008:39).
Adapun
humanistik
mendeskripsikan
pembelajaran sebagai memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya (Mukminan, 1998:7). Sasaran pembelajaran adalah membangun gagasan sainstifik setelah peserta didik berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari sekitarnya. Pada dasarnya semua peserta didik memiliki gagasan atau pengetahuan awal yang sudah terbangun dalam wujud skemata. Dari pengetahuan awal dan pengalaman yang ada, peserta didik menggunakan informasi yang berasal dari lingkungannya dalam rangka mengkonstruksi interpretasi pribadi serta makna-maknanya. Makna dibangun ketika guru memberikan permasalahan yang relevan dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah ada sebelumnya, memberi kesempatan kepada peserta didik menemukan dan menerapkan idenya sendiri. Untuk membangun makna tersebut, proses belajar mengajar berpusat pada peserta didik (Baharudin & Esa Nur W, 2008). c.
Teori TPACK Technological Pedagogical Content Knowledge (TPACK) adalah
pengetahuan tentang bagaimana memfasilitasi pembelajaran peserta didik dari konten tertentu melalui pendekatan pedagogik dan teknologi (Mishra, P., & Koehler, M. J. 2006). Guru yang biasa saja hanya berbicara, guru yang baik menjelaskan, guru yang superior mendemostrasikan, dan guru terbesar dapat memberikan inspirasi. Jika guru-guru dapat menginspirasi anak didiknya, maka bangsa
28
ini akan memiliki calon pemuda pemudi yang dapat memajukan peradaban bangsa Indonesia (Judith Bharis dkk, 2011). Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi seseorang dan juga sebagai sarana pokok bagi pembangunan kebudayaan dan peradaban umat manusia. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia guna menyiapkan sumber daya manusia yang handal terus dilakukan oleh pemerintah. Guru memiliki empat kompetensi yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya sesuai dalam UU No.14 Tahun 2005. Salah satunya adalah kompetensi pedagogik dimana seorang guru mempunyai kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik sesuai dalam Peraturan Pemerintah RI nomor 74 tahun 2008 pasal 3 ayat (4) yang sekurang-kurangnya meliputi : (1) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, (2) Pemahaman terhadap peserta didik, (3) Pengembangan kurikulum/ silabus, (4) Perancangan pembelajaran, (5) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (6) Evaluasi hasil belajar, (7) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Implikasinya sederhana, kalau ada guru yang tidak memahami karakter peserta didik, tidak dapat menjelaskan materi pelajaran dengan baik, tidak mampu memberi evaluasi terhadap apa yang sudah diajarkan, juga tidak dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik, maka guru yang bersangkutan belum memiliki kompetensi pedagogik secara memadai (Wahyudi dkk, 2015).
29
Pada saat ini personal computer banyak digunakan pada ruang kelas di berbagai negara, tetapi guru yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) perlu dikaji lagi kelanjutannya; banyak sumber mengatakan bahwa guru yang menggunakan TIK seringkali untuk transmisi informasi dirinya sendiri daripada digunakan untuk media pembelajaran terhadap peserta didik (Mishra, P., & Koehler, M. J. 2008). Pengamatan tersebut menyebabkan adanya penekanan terhadap cara mengajar guru yang mengintegrasikan TIK dalam mengajar ((Mishra, P., & Koehler, M. J. 2009). TPACK dianggap sebagai kerangka kerja berpotensi yang dapat memberikan arah baru bagi guru dalam memecahkan masalah terkait dengan mengintegrasikan TIK ke dalam kegiatan belajar mengajar di ruang kelas. Ada tujuh variabel yang mempengaruhi TPACK (Evrim Baran dkk, 2011), yaitu : 1) Technological Knowledge (TK) adalah pengetahuan tentang bagaimana mengoperasikan komputer dan perangkat lunak yang relevan; 2) Pedagogical Knowledge (PK) adalah kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik; 3) Content Knowledge (CK) adalah materi subjek pengetahuan seperti pengetahuan tentang bahasa, Matematika, Ilmu Alam dll; 4) Technological Content Knowledge (TCK) adalah pengetahuan tentang bagaimana konten dapat diteliti atau diwakili oleh teknologi seperti menggunakan simulasi yang mendidik dan dialogis, (6) Evaluasi
hasil
belajar,
(7)
Pengembangan
peserta
didik
untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (Cox & Graham,
30
2009). Implikasinya sederhana, kalau ada guru yang tidak memahami karakter peserta didik, tidak dapat menjelaskan materi pelajaran dengan baik, tidak mampu memberi evaluasi terhadap apa yang sudah diajarkan, juga tidak dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh peserta didik, maka guru yang bersangkutan belum memiliki kompetensi pedagogik secara memadai (Judith B Harris & Mark J Hofer’ 2011) Hubungan-hubungan tersebut dapat tergambarkan pada gambar di bawahini:
Gambar 1. TPACK – Technological Pedagogical Content Knowledge (Mishra, P., & Koehler, M. J. 2008).
Kaitannya teori TPACK dengan model POE2WE adalah pada pembelajaran dengan model POE2WE (Prediction, observion, explanation, elaboration and write) peserta didik setelah melakukan prediksi dan menjawab di Lembar Kerja Siswa (LKS) lalu melakukan observasi dengan eksperimen. Peserta didik melakukan diskusi kelompok, untuk explanasi (penjelasan) apa yang didiskusikan dari percobaan maka di butuhkan referensi dengan teknologi mencari materi dari internet. Juga penerapan
31
dalam kehidupan sehari-hari bisa di cari di internet tentang materi fisika gerak lurus.
d. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Model dan Taktik. 1) Pengertian Pendekatan Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah: (1) pendekatan pembelajaran, (2) strategi pembelajaran, (3) metode pembelajaran; (4) teknik pembelajaran; (5) taktik pembelajaran; dan (6) model pembelajaran. Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut. Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada peserta didik (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). Pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam
32
strategi pembelajaran.
(Makmun Abidin, 2003) mengemukakan
empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu : a) Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan
aspirasi
dan
selera
masyarakat
yang
memerlukannya. b) Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran. c) Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan ditempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran. d) Mempertimbangkan dan menetapkan tolak ukur (criteria) dan patokan ukuran Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah: a) Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik b) Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif. c) Mempertimbangkan
dan
menetapkan
langkah-langkah
atau
prosedur, metode dan teknik pembelajaran. d) Menetapkan
norma-norma
dan
batas
minimum
keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.
ukuran
33
Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada peserta didik (student centered approach) dan (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach). 2) Pengertian Strategi Dari
pendekatan
pembelajaran
yang telah
ditetapkan
selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Strategi dalam kegiatan pembelajaran dapat diartikan dalam pengertian secara sempit dan pengertian secara luas. Dalam pengertian sempit bahwa istilah strategi itu sama dengan pengertian metode yaitu sama-sama merupakan cara dalam rangka pencapaian tujuan. Sementara itu, (Senjaya Wina, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan peserta didik agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Menurut J. R David, dalam Senjaya Wina (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery learning dan (2) group-individual learning (Rowntree dalam Senjaya Wina, 2008). Ditinjau dari cara
34
penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif. 3) Metode Pembelajaran Metode
merupakan
langkah
operasional
dari
strategi
pembelajaran yang dipilih dalam mencapai tujuan belajar, sehingga bagi sumber belajar dalam menggunakan suatu metode pembelajaran harus disesuaikan dengan jenis strategi yang digunakan. Ketepatan penggunaan suatu metode akan menunjukkan fungsionalnya strategi dalam kegiatan pembelajaran. Istilah metode dapat digunakan dalam berbagai bidang kehidupan, sebab secara umum menurut kamus Nana Sudjana (1991), metode adalah cara yang telah teratur dan terfikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Metode berasal dari kata method (Inggris), artinya melalui, melewati, jalan atau cara untuk memeroleh sesuatu. Berdasarkan pengertian tersebut di atas jelas bahwa pengertian Metode pada prinsipnya sama yaitu merupakan suatu cara dalam rangka pencapaian tujuan, dalam hal ini dapat menyangkut dalam kehidupan ekonomi, sosial, politik, maupun keagamaan. Unsur–unsur metode dapat mencakup prosedur, sistimatik, logis, terencana dan aktivitas untuk mencapai tujuan. Adapun metode dalam
35
pembahasan ini yaitu metode yang digunakan dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dapat diartikan sebagai setiap upaya yang sistimatik dan disengaja untuk menciptakan kondisi-kondisi agar kegiatan pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut tidak dapat lepas dari interaksi antara sumber belajar dengan warga belajar, sehingga untuk melaksanakan interaksi tersebut diperlukan berbagai cara dalam pelaksanaannya. Interaksi dalam pembelajaran tersebut dapat diciptakan interaksi satu arah, dua arah atau banyak arah. Untuk masing-masing jenis interaksi tersebut maka jelas diperlukan berbagai metode yang tepat sehingga tujuan akhir dari pembelajaran tersebut dapat tercapai. Metode dalam pembelajaran tidak hanya berfungsi sebagai cara untuk menyampaikan materi saja, sebab sumber belajar dalam kegiatan pembelajaran mempunyai tugas cakupan yang luas yaitu disamping sebagai penyampai informasi juga mempunyai tugas untuk mengelola kegiatan pembelajaran sehingga warga belajar dapat belajar untuk mencapai tujuan belajar secara tepat. Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. “Metode mengajar adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya pengajaran” (Nana Sudjana, 1991: 76). Menurut
36
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001: 740) menyatakan bahwa “ Metode adalah cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan
agar
tercapai
sesuai
dengan
yang
dikehendaki”.
Berdasarkan kedua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa metode mengajar adalah cara guru didalam menyampaikan materi secara sistematis
untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran
yang
telah
dirumuskan. Penggunaan metode mengajar dalam pembelajaran, peran guru sebagai pengelola kelas dan mengelola instruksional sekaligus akan menentukan berhasil tidaknya pencapaian tujuan. Mengajar belajar adalah kegiatan guru dan murid untuk mencapai tujuan tertentu. Diduga semakin jelas tujuan semakin jelas kemungkinankemungkinannya ditemukan metode yang serasi. Baik tidaknya metode mengajar baru terbukti dari hasil belajar murid. “ Bila hasil belajar peserta didik tercapai, maka dianggap telah terjadi proses belajar mengajar yang tepat” (Nasution. S, 2005: 54). Berdasarkan uraian diatas dapat disebutkan bahwa ada banyak macam metode mengajar yang dapat dipakai dalam pembelajaran dan diantara metode-metode itu tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Oleh karena itu dalam penelitian ini penulis memilih metode yang cocok yaitu model POEW (Prediction, Observation, Explanation and Write).
37
Berdasarkan hal tersebut maka kedudukan metode dalam pembelajaran mempunyai ruang lingkup dalam: a) Pemberian dorongan, yaitu cara yang digunakan sumber belajar dalam rangka memberikan dorongan kepada warga belajar untuk terus mau belajar b) Pengungkap
tumbuhnya
minat
belajar,
yaitu
cara
dalam
menumbuhkan rangsangan untuk tumbuhnya minat belajar warga belajar yang didasarkan pada kebutuhannya c) Penyampaian bahan belajar, yaitu cara yang digunakan sumber belajar dalam menyampaikan bahan dalam kegiatan pembelajaran d) Pencipta iklim belajar yang kondusif,
yaitu cara untuk
menciptakan suasana belajar yang menyenangkan bagi warga belajar untuk belajar e) Tenaga
untuk
melahirkan
kreativitas,
yaitu
cara
untuk
menumbuhkan kreativitas warga belajar sesuai dengan potensi yang dimilikinya f) Pendorong untuk penilaian diri dalam proses dan hasil belajar, yaitu cara untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran g) Pendorong dalam melengkapi kelemahan hasil belajar, cara untuk untuk mencari pemecahan masalah yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran Strategi. pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu.
38
Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Senjaya Wina, 2008). Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1) ceramah; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6) pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya. 4) Teknik Pembelajaran Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran. Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diartikan
sebagai
cara
yang
dilakukan
seseorang
dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah peserta didik yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah peserta didiknya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang peserta didiknya tergolong aktif dengan kelas yang peserta didiknya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat
39
berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama ” (Senjaya Wina, 2008). 5) Taktik pembelajaran Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalikigus juga seni (kiat).
40
Gambar 2 Hubungan antara Pendekatan,Strategi, Metode, Teknik, Taktik dan Model ” (Senjaya Wina, 2008). 6) Model Pembelajaran Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Berkenaan dengan model pembelajaran, ( Joyce Bruce & Weil Marsha 1992) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut
41
diidentikkan dengan strategi pembelajaran. Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan dalam gambar 2 di atas. Pengembangan
pembelajaran
adalah
proses
meracik
prosedur dan menggunakannya secara optimal untuk menciptakan pembelajaran
yang
pengembangan
baru
dalam
situasi
tertentu.
Kegiatan
meliputi: penelitian teori, produksi, evaluasi,
pemanfataan dan penyebaran (AECT, 1996:3). Joyce, at.al (2009:58), selain memperhatikan rasional teoritik, tujuan, dan hasil yang ingin dicapai, model pembelajaran memiliki lima dasar yaitu: (1) syntax, yaitu langkah-langkah operasinal pembelajaran, (2) social system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran, (3) principles of reaction, menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan merespon peserta didik, (4) support system, segala sarana, bahan, alat atau
lingkungan belajar yang
mendukung pembelajaran, (5) instructional effects, hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang disasar (instructional effects) dan hasil belajar di luar yang disasar. 2. Model pembelajaran POE a.
Pengertian dan karakteristik model pembelajaran POE Metode pembelajaran merupakan bagian dari strategi instruksional.
Metode pembelajaran
berfungsi
sebagai
cara untuk
menyajikan,
menguraikan, memberi contoh, dan memberi latihan kepada peserta didik
42
untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan pemilihan model dan metode yang tepat, maka akan dipengaruhi belajar peserta didik dengan baik (Yamin M dan Ansari, B.I , 2012:147) Hakekat pembelajaran IPA sebagai proses inkuiri adalah membuat peserta didik terlibat dalam proses atau kerja ilmiah. Dalam hal ini peserta didik membuat hipotesis kemudian membuktikannya melalui pengamatan. Metode Predict Observe Explain (POE) merupakan salah satu metode pembelajaan yang melibatkan peserta didik secara langsung. Predict yaitu meramalkan, memprediksikan dan mencoba menebak. Kalimat yang dipakai antara lain a) Apa yang terjadi jika......, ini mendorong peserta didik untuk menyusun hipotesis, b) Apa yang saudara lakukan untuk membuktikan bahwa......., ini mendorong anak membuktikan hipotesis. Observe meliputi kegiatan mengamati, mengukur, menimbang dan mencoba. Kalimat yang dipakai misalnya silahkan amati......, ini membiasakan peserta didik terlibat dalam proses sains. Explain yaitu menerangkan dengan bahasa sendiri dan mengungkapkan apa saja dalam pikiran. Ini membiasakan peserta didik percaya diri berfikir kreatif dan melaporkan secara ilmiah, kemudian guru memberikan penjelasan ilmiahnya (Depdiknas, 2008:94) Menurut Kearney, M (2004) Predict Observe Explain (POE) merupakan suatu metode yang melibatkan para peserta didik untuk meramalkan dan mendiskusikan pertimbangan untuk ramalan mereka, kemudian mengamati secara langsung, selanjutnya membandingkan hasil
43
yang diamati dengan ramalam mereka sebelumnya. Metode pembelajaran ini membuat pengajaran lebih menyenangkan dan meningkatkan penguasaan konsep peserta didik. Sedangkan menurut Kearney and Young (2007) Predict Observe Explain (POE) merupakan teknik untuk memastikan para peserta didik mengartikulasikan gagasan yang ada sebelumnya dengan aktivitas yang mendorong ke arah pemahaman. Langkah-langkah dalam POE yaitu: 1) para peserta didik diperkenalkan pada suatu situasi sehingga mereka akan mampu membuat ramalan didasarkan pada pengalaman, 2) peserta didik diminta untuk mebuat suatu ramalan dan memberi alasan untuk ramalan mereka, 3) suatu aktivitas pengamatan dilakukan, 4) para peserta didik menjelaskan perbedaan antara apa yang mereka ramalkan dengan hasil pengamatan, 5) Para peserta didik diminta mengusulkan gagasan baru untuk menjelaskan pemahaman mereka. POE dapat digunakan untuk mengenali gagasan awal peserta didik, memberi informasi kepada guru tentang pemikiran peserta didik, membangkitkan diskusi, dan memotivasi para peserta didik untuk menyelidiki konsep (White dan Gustone, 1992). Peranan guru dalam metode POE adalah sebagai motivator dan fasilitator. Sebagai motivator, guru diharapkan mampu menggairahkan peserta didik untuk memecahkan masalah, dengan cara antara lain: 1). Mengajukan masalah yang relevan, menantang, menggugah rasa ingin tahu peserta didik, 2) mengusahakan agar peserta didik aktif secara kognitif dalam setiap tahap POE. 3)
44
mengembangkan interaksi antar peserta didik melalui tanya-jawab dan diskusi. Sebagai fasilitaor, guru di harapkan menyiapkan berbagai fasilitas agar proses pembelajaran dengan model ini dapat berlangsung. Fasilitas ini antara lain: 1) konsp-konsep awal sehubungan dengan masalah itu, yang harus di fahami terlebih dahulu oleh peserta didik, 2) perlengkapan dan proses demonstrasi yang sudah di coba sebelumnya, 3) lembar kerja untuk peserta didik, dan 4) panduan dari guru terutama pada tahap penjelasan. Filsafat
yang
mendasari
metode
POE
adalah
filsafat
Konstruktivisme. Secara sederhana filsafat konstruktivisme adalah filsafat pengetahuan yang menjelaskan bahwa pengetahuan itu merupakan konstruksi dari orang yang belajar. Orang membentuk pengetahuannya lewat interaksi dengan lingkungannya (Suparno Paul 2005). Dari segi hakekat Fisika, metode POE melibatkan peserta didik dalam dua aspek Fisika yaitu aspek produk dan aspek proses. Keterlibatan peserta didik dalam aspek produk terlihat dari konsep, prinsip, hukum atau teori yang di geluti peserta didik dalam setiap langkah metode POE. Keterlibatan peserta didik dalam aspek proses terlihat dari aktivitas peserta didik yang harus dilakukan dalam setiap langkah metode POE. Sebelum melakukan prediksi peserta didik berusaha memahami masalah yang di ajukan guru. Kemudian dalam prediksi peserta didik mulai mengajukan hipotesis dengan dasar pertimbangan tertentu. Selanjutnya, dalam tahap observasi peserta didik melakukan observasi, dan pencatatn data. Data itu
45
kemudian di analisis dan akhirnya pada tahap penjelasan peserta didik menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan kesimpulannya kepada peserta didik lain (Suparno Paul 2005). Model POE umumnya digunakan untuk melatih peserta didik mengaplikasikan berbagai konsep yang sudah di peroleh ke dalam situasi konkret. Ini berarti model POE digunakan dalam topik-topik yang sudah di peroleh, mungkin dengan model lain. Selain itu model POE dapat juga digunakan dalam topik-topik baru. Dalam hal ini model POE bertujuan membangun masalah, sehngga dapat memotivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik. Untuk tujuan ini, diperlukan pemilihan topik dan demonstrasi yang memungkinkan terjadinya konflik kognitif pada peserta didik, karena prediksi peserta didik yang kadang-kadang intuitif bertentangan dengan hasil observasi (Suparno Paul 2005). Situasi konkret yang di tampilkan dan keterlibatan peserta didik secara aktif dalam model POE di harapkan mampu membangkitkan minat peserta didik terhadap Fisika, menyenanginya, karena tidak semata-mata berupa pengetahuan abstrak. Model POE juga memiliki tujuan untuk melatih peserta didik dalam beberapa proses Fisika, seperti memahami masalah, mengajukan prediksi/.hipotesis, mengobservasi, mencatat data, menganalisis
data,
menarik
kesimpulan
pendapatnya (Suparno Paul 2005).
dan
mengkomunikasikan
46
b. Langkah-langkah model pembelajaran POE Pembelajaran utaman
dari
dengan metode POE menggunakan tiga langkah
metode
ilmiah
yaitu
Prediction,
Observation
and
Explanation” (Suparno Paul, 2007: 102). Langkah pertama yaitu (1) prediction atau memprediksi, membuat dugaan terhadap suatu peristiwa Fisika dari permasalahan yang di munculkan, (2) observation, yaitu melakukan penelitian, pengamatan apa yang terjadi. Pernyataan pokok dalam observasi adalah apakah prediksinya memang terjadi atau tidak, (3) explation yaitu memberikan penjelasan. Penjelasan terutama tentang kesesuaian antara dugaan dan yang sungguh terjadi. Model POE diusulkan sebagai model pembelajaran yang efisien oleh White dan Gustone (1992). Model ini melibatkan peserta didik untuk memprediksi hasil dari demonstrasi dan membahas alasan untuk prediksi mereka,mengamati demonstrasi dan akhirnya menjelaskan perbedaan antara prediksi dan pengamatan (Kearney et al,2004). Penggunaan model POE, konsisten dengan teori konstruktivisme, yang menyoroti pentingnya pengetahuan awal dan pembangunan interpretasi. c.
Kelebihan dan kekurangan model Pembelajaran POE Kelebihan
model
pembelajaran
POE
diantaranya
adalah
memungkinkan peserta didik untuk terlibat lebih aktif dengan mencari pengalaman, dan mendorong untuk merefleksikan lebih banyak hal yang dilakukan (Bruce dkk.2006:10). Model POE membuat peserta didik lebiah aktif dan kreatif khusunya dalam mengajukan prediksi. Peserta didik
47
dilatih untuk berfikir dan berani mengemukakan prediksi berdasarkan kemampuan awal yang dimiliki. Proses pembelajaran menjadi lebih menarik dan peserta didik lebih mudah dalam memahami materi karena peserta didik melakukan eksperimen secara langsung. Selain itu peserta didik memiliki kesempatan untuk membandingkan antara teori (dugaan) dengan kenyataan. Dengan demikian peserta didik akan lebih meyakini kebenaran materi pembelajaran. Model pembelajaran POE memiliki kekurangan antara lain memerlukan waktu yang cukup lama untuk persiapan alat dan bahan serta melakukan eksperimen. Dalam pelaksaannya juga harus memiliki kemampuan dan keterampilan dalam melakukan eksperimen. Selain itu guru harus memotivasi peserta didik dalam membuat dugaan atau prediksi, sehingga peserta didik harus aktif dalam pembelajaran karena jika peserta didik pasif maka pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik. 3.
Strategi Pembelajaran TTW a.
Pengertian dan karakteristik strategi pembelajaran TTW
Model Think,Talk and Write dikembangkan oleh Huinker dan Laughlin. model ini mendorong peserta didik untuk berfikir, berbicara dan menuliskan berkenaan dengan suatu topik. Huinker dan Laughlin (1996) menyatakan bahwa: The think-talk-write strategy builds in time for thought and reflection and for the organization of ideas and the testing of those ideas before students are expected to write. The flow of communication progresses from student enganging in thought or reflective dialogue with themselves, to talking and sharing ideas with one another, to writing. Artinya, TTW membangun pemikiran, merefleksi, dan mengorganisasi ide, kemudian menguji ide tersebut sebelum peserta didik
48
diharapkan untuk menulis. Alur kemajuan strategi ini dimulai dari keterlibatan peserta didik dalam berfikir atau berdialog reflektif dengan dirinya sendiri, selanjutnya berbicara dan berbagi ide dengan temannya, sebelum peserta didik menulis. Hal inilah yang mendasari Huinker dan Laughlin mengembangkan strategi pembelajaran TTW. Strategi yang diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin (1996 : 82), ini pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara dan menulis. Alur kemajuan think-talk-write dimulai dari keterlibatan peserta didik dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis. Suasana seperti ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 4 – 6 peserta didik. b. Langkah-langkah strategi pembelajaran TTW 1) Think ( Berpikir) Proses berpikir merupakan proses yang dimulai dari penemuan informasi (dari luar atau diri peserta didik), pengolahan, penyimpanan dan memanggil kembali informasi dari ingatan peserta didik (Marpaung, dalam Budiarto dan Hartono, 2002: 481). Dengan demikian dapat dikatakan, pada prinsipnya proses berpikir meliputi tiga langkah pokok yaitu pembentukan pengertian, pembentukan pendapat dan penarikan kesimpulan. Makna dan proses berpikir dapat ditinjau dari dua sisi pandangan yang berbeda yakni pandangan filsafat dan psikologi. Para
49
ahli filsafat memandang bahwa otak manusia (mind) sebagai tempat muncul serta tumbuhnya alasan-alasan dan nalar. Bidang filsafat memberikan penekanan lebih besar pada studi tentang berpikir kritis (critical thinking) melalui analisis terhadap argumen serta aplikasi logik. Sementara ahli psikologi lebih memfokuskan pengkajiannnya mengenai berpikir pada aspek mekanismenya (mechanism of mind). Lebih khusus lagi, ahli psikologi kognitif cenderung memberi penekanan pada berpikir kreatif yaitu bagaimana ide-ide yang merupakan hasil proses berpikir dihasilkan oleh otak manusia (Marlina, 2005). Menurut Marzano, dkk, (dalam Marzuki, 2006) bahwa berpikir yang dilakukan manusia meliputi lima dimensi yaitu: a) Metakognisi, merupakan kesadaran seseorang tentang proses berpikirnya pada saat melakukan tugas tertentu dan kemudian menggunakan kesadaran tersebut untuk mengontrol apa yang dilakukan. b) Berpikir kritis dan kreatif, merupakan dua komponen yang sangat mendasar.
Berpikir
kritis
merupakan
proses
penggunaan
kemampuan berpikir secara efektif yang dapat membantu seseorang untuk membuat, mengevaluasi, serta mengambil keputusan tentang apa yang diyakini serta dilakukan. Sedangkan berpikir kreatif merupakan kemampuan yang bersifat spontan,
50
terjadi karena adanya arahan
yang bersifat internal dan
keberadaannya tidak bisa diprediksi. c) Proses berpikir, memiliki delapan komponen utama yaitu pembentukan pemecahan
konsep, masalah,
pembentukan pengambilan
prinsip, keputusan,
pemahaman, penelitian,
penyusunan dan berwacana secara oral. d) Kemampuan berpikir utama, juga memiliki delapan komponen yaitu:
memfokuskan,
kemampuan
kemampuan
mengingat,
mendapatkan
kemampuan
informasi,
mengorganisasikan,
kemampuan menganalis, kemampuan menghasilkan, kemampuan mengintegrasi, serta kemampuan mengevaluasi. e) Berpikir
tingkat tinggi, pada hakekatnya merupakan non-
prosedural yang antara lain mencakup hal-hal berikut: kemampuan mencari dan mengeksplorasi pola, kemampuan menggunakan fakta-fakta, kemampuan membuat ide-ide matematik, kemampuan berpikir dan bernalar secara fleksibel, serta menetapkan bahwa suatu pemecahan masalah bersifat logis. Pada tahap Think peserta didik membaca teks berupa permasalahan-permasalahan. Dalam tahap ini peserta didik secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri.
51
Menurut Wiederhold (dalam Yamin dan Ansari, 2012) membuat catatan berarti menganalisis tujuan isi teks dan memeriksa bahanbahan yang ditulis. Selain itu belajar rutin membuat catatan setelah membaca, akan merangsang aktivitas berpikir sebelum, selama dan sesudah membaca sehingga dapat mempertinggi pengetahuan, dan dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan menulis. Aktivitas berpikir (think) dapat dilihat dari proses membaca suatu permasalahan, kemudian membuat catatan apa yang telah dibaca. Menurut Narode (dalam Yamin dan Ansari, 2012) dalam strategi ini teks bacaan seringkali disertai panduan yang bertujuan untuk mempermudah diskusi dan mengembangkan pemahaman konsep Fisika peserta didik . 2) Talk ( Berbicara) Setelah tahap
think
selesai
dilanjutkan dengan
tahap
berikutnya “talk” yaitu berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Mengapa talk penting dalam Fisika? talk penting karena: a) Tulisan, gambaran, isyarat, atau percakapan merupakan perantara ungkapan Fisika sebagai bahasa manusia. b) Pemahaman Fisika dibangun melaui interaksi dan konversi (percakapan) antara sesama individual yang merupakan aktivitas sosial yang bermakna.
52
c) Cara utama partisipasi komunikasi dalam Fisika adalah dengan talk. d) Pembentukan ide (forming ideas) melalui proses talking. Dalam proses ini pikiran seringkali dirumuskan, dikarifikasi atau direvisi. e) Internalisasi ide (internalizing ideas).
Dalam proses konversi
Fisika internalisasi dibentuk melalui berpikir dan memecahkan masalah. f) Meningkatkan dan menilai kualitas berpikir. (Yamin dan Ansari 2012: 85) Tahap ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membicarakan tentang penyelidikannya pada tahap pertama. Pada tahap ini peserta didik merefleksikan, rnenyusun, serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Dengan demikian fase (talk) pada strategi ini memungkinkan peserta didik untuk terampil berbicara. Pada umumnya menurut Huinker & Laughlin (1996), berkomunikasi dapat berlangsung secara alami, tetapi menulis tidak. Proses komunikasi dipelajari peserta didik melalui kehidupannya sebagai individu yang berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Secara alami dan mudah proses komunikasi dapat dibangun di kelas dan dimanfaatkan sebagai alat sebelum menulis. Hal ini mungkin terjadi karena ketika peserta didik diberi kesempatan berkomunikasi dalam Fisika, sekaligus mereka berpikir bagaimana cara mengungkapkannya dalam tulisan. Oleh karena itu
53
ketrampilan berkomunikasi dapat mempercepat kemampuan peserta didik
mengungkapkan
idenya
melalui
tulisan.
Selanjutnya
berkomunikasi atau berdialog baik antar peserta didik maupun dengan guru dapat meningkatkan pemahaman. 3) Write ( Menulis) Selanjutnya fase “write” yaitu menuliskan hasil diskusi/dialog pada lembar kerja yang disediakan (Lembar Aktivitas Peserta didik). Aktivitas menulis berati mengkonstruksi ide, setelah berdiskusi atau berdialog antar teman dan kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Menulis dalam Fisika membantu merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman peserta didik tentang materi yang ia pelajari (Huinker dan Laughlin, 1996). Pada fase ini kreativitas anak sangat diperlukan untuk menuliskan hasil diskusinya. Selain itu (Huinker dan Laughlin, 1996), mengemukakan aktivitas menulis peserta didik bagi guru dapat memantau: a) Kesalahan peserta didik, miskonsepsi, dan konsepsi peserta didik terhadap ide yang sama. b) Keterangan nyata dari prestasi siwa. Aktivitas peserta didik selama phase ini adalah: a) Menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk perhitungan.
54
b) Mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah, baik penyelesaiannya ada yang menggunakan grafik, diagram, atau Tabel agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti. c) Mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan ataupun perhitungan yang ketinggalan. d) Meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu lengkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya. Adapun peranan dan tugas guru dalam mengefektifkan stategi think – talk – write ini , sebagaimana yang dikemukan Silver & Smith (1996 : 21) adalah: a) Mengajukan pertanyaan dan tugas yang mendatangkan keterlibatan dan menantang setiap peserta didik berpikir. b) Mendengarkan secara hati-hati setiap ide peserta didik. c) Menyuruh peserta didik mengemukakan ide secara lisan dan tulisan d) Memutuskan apa yang digali dan dibawa
peserta didik dalam
diskusi. e) Memutuskan kapan memberi informasi, mengklarifikasi persoalanpersoalan, menggunakan model, membimbing dan membiarkan peserta didik berjuang dengan kesulitan. f) Memonitoring dan menilai partisipasi peserta didik dalam diskusi dan memutuskan kapan dan bagaimana mendorong setiap peserta didik untuk berpartisipasi.
55
Langkah-langkah pembelajaran dengan strategi Think - Talk Write adalah sebagai berikut: a) Guru membagikan teks bacaan berupa Lembar Aktivitas Peserta didik yang memuat permasalahan dan petunjuk pelaksanaannya. b) Peserta didik membaca teks dan membuat catatan dari hasil bacaan secara
individual (think).
c) Peserta didik berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman satu grup untuk membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar. d) Peserta didik mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang didapat dari hasil diskusi (write). e) Guru meminta perwakilan dari salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya. f) Guru
bersama
peserta
didik
membuat
kesimpulan
dari
permasalahan yang diberikan Adapun langkah-langkah dari strategi TTW meliputi tiga tahap yaitu 1) Tahap Think, pada tahap ini peserta didik memikirkan kemungkinan jawaban terhadap masalah yang di ajukan. Menurut Huinker dan Laughlin (1996)” thinking and talking are important steps in the process of bringing meaning into student’s writing”, maksudnya adalah berpikir dan berbicara/berdiskusi merupakan langkah penting dalam proses membawa pemahaman kedalam tulisan peserta didik. Tahap ini identik dengan tahap Predict pada strategi POE; 2) Tahap Talk, pada tahap ini peserta didik mengkomunikasikan
56
hasil diskusi terhadap permasalahan yang diajukan sebelumnya. Dengan
demikian,
peserta
didik
di
beri
kesempatan
untuk
merefleksikan, menyusun dan menguji ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok; 3) Tahap Write, pada tahp ini, peserta didik menuliskan hasil diskusi pada lembar kerja peserta didik yang di sediakan guru. Romberg (2002) dalam makalahnya mengutip pendapat Huinker dan Laughlin (1996) menekankan pentingnya percakapan sebagai alat untuk membantu peserta didik belajar melalui tulisan. Salah satu tujuan dari menggunakan dokumen tertulis, seperti buku catatan atau jurnal Fisika, dalam mengajar adalah bahwa menulis ulang konsep memberikan peserta didik kesempatan untuk merefleksikan subjek dan memprosesnya secara linguistik. c.
Kelebihan dan kekurangan strategi Pembelajaran TTW Strategi pembelajaran TTW dapat membantu peserta didik dalam
mengkontruksikan pengetahuannya sendiri sehingga pemahaman konsep peserta didik menjadi lebih baik, peserta didik dapat mengkomunikasikan dan mendiskusikan pemikirannya dengan peserta didik lain sehingga antar peserta didik dapat saling membantu dan bertukar pikiran. Hal ini akan membantu peserta didik dalam memahami materi yang diajarkan. Starategi pembelajaran TTW dapat melatih peserta didik untuk menuliskan hasil diskusinya kedalam bentuk tulisan secara sistematis sehingga peserta didik akan lebih memahami materi dan membantu peserta didik untuk mengkomunikasikan ide-idenya secara lisan maupun tulisan. Kekurangan
57
dari strategi pembelajran TTW adalah diperlukannya alokasi waktu yang cukup lama untuk peserta didik mengkomunikasikan gagasan, ide, maupun hasil diskusinya, secara lisan dan tertulis. 4. Model Pembelajaran POEW Model POEW memiliki enam langkah utama dalam pembelajaran yaitu satu Predict (Prediksi) atau membuat dugaan, merupakan suatu proses membuat dugaan terhadap suatu permasalahn yang diberikan guru. Dalam membuat dugaan peserta didik sudah memikirkan alasan mengapa ia membuat dugaan seperti itu. Dalam proses ini peserta didik diberi kebebasan seluas-luasnya menyusun dugaan dengan alasannya, sebaiknya guru tidak membatasi pemikiran peserta didik sehingga banyak gagasan dan konsep yang muncul dari pikiran peserta didik. Pada proses prediksi ini guru juga dapat mengertimiskonsepsi yang banyak terjadi pada peserta didik. Hal ini penting bagi guru dalam membantgu peserta didik untuk membangun konsep yang benar. Dua Observe (Observasi) yaitu melakukan penyelidikan, pengamatan apa yang terjadi. Dengan kata lain peserta didik diajak untuk melakukan percobaan, untuk menguji kebenaran prediksi yang mereka sampaikan. Pada tahap ini peserta didik melakukan penyelidikan/eksperimen, untuk menguji prediksi yang mereka ungkapkan. Peserta didik mengamati apa yang terjadi, yang terpenting dalam langkah iniadalah konfirmasi atas prediksi mereka.
58
Ketiga Eksplain (eksplanasi) yaitu pemberian penjelasan terutama tentang kesesuaian antara dugaan dengan hasil eksperimen dari tahap observasi. Apabila hasil prediksi tersebut sesuai dengan hasil observasi dan
setelah
mereka
memperoleh
penjelasan
tentang
kebenaran
prediksinya, maka peserta didik semakin yakin akan konsepnya. Akan tetapi jika dugaan tidak tepat maka peserta didik dapat mencari penjelasan tentang ketidaktepatan prediksinya. Peserta didik akan mengalami perubahan konsep dari konsep yang tidak benar menjadi benar. Disini peserta didik dapat belajar dari kesalahan dan biasanya belajar dari kesalahan tidak akan mudah di lupakan. Keempat Write (menulis), pada tahap ini peserta didik menulis kesimpulan dengan bahasnya sendiri.dan yang keenam evaluasi terhadap efektifityas fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan atau ketrampila, aplikasi konsep dan perubahan proses berfikir peserta didik. Evaluasi bisa dilakukan dengan tertulis atau secara lisan berupa pertanyaan selama pembelajaran berlangsung. Penggabungan model POE dan TTW menurut Samosir (2010) dapat dilihat pada Tabel 1. Untuk sintaksnya dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 1 Penggabungan model POE dan TTW Sintaks POE Sintaks TTW Sintaks POE dipadukan dengan TTW (White dan Gustone: (Huinker dan Laughlin: 1996) (POEW) (Samosir: 2010) 1992) 1. (Prediction) membuat 1. Think (berfikir) 1. (Predict) prediksi, membuat Penemuan informasi (dari luar Membuat dugaan atau prediksi. ) tahap dugaan atau diri peserta didik think pada TTW identik dengan tahap predict pada POE 2. (Observation) 2.Talk (berbicara) 2. (Observe) Melakukan penelitian, Berkomukasi dengan Melakukan observasi teman/guru. tahap think pada TTW identik dengan pengamatan tahapExplanation pada POE
59
3.
(Explanation) 3.Write (Menulis) menuliskan 3. (Explain) Yaitu memberi Memberikan penjelasan hasil diskusi penjelasan 4. (Write) Menuliskan hasil diskusi
Tabel 2 Sintaks Model Pembelajaran POEW Fase- fase Prediction
1. 2. 3.
Observation
1. 2. 3.
Explanation
1. 2.
3. 4. Write
Kegiatan Guru Menyampaikan tujuan pembelajaran. Mengajukan pertanyaan kepada peserta didik Menginventarisir prediksi dan alasan yang di kemukakan peserta didik. Mendorong peserta didik untuk bekerja secara kelompok Membagikan LKS Mengawasi kegiatan percobaan yangdilakukan oleh peserta didik Mendorong peserta didik untuk menjelaskan hasil percobaan. Meminta peserta didik pempresentasikan hasil percobaannya Mengklarifikasikan hasil percobaannya Menjelaskan konsep/definisi baru Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencatat
1. 2. 3.
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2.
3. 4.
Kegiatan Peserta Didik Memperhatikan penjelasan dari guru. Memprediksi jawaban pertanyaan dari guru Mendiskusikan hasil prediksinya
Membentuk kelompok Melakukan percobaan Mengumpulkan data hasil percobaan Melakukan diskusi kelompok Menyimpulkan hasil percobaan Mengemukakan pendapatnya tentang hasil percobaan Mengemukakan pendapatnya tentang gagasan baru berdasarkan hasil percobaan. Menanggapi presentasi dari kelompok lain. Konsep baru dari guru dapat di terima Mencatat hasil penjelasan dari guru dan diskusi kelompok
a. Kelebihan Model Pembelajaran POEW Melalui model POEW peserta didik dapat berfikir ktitis memberikan dugaan atau prediksi atas permasalahan yang dikemukakan oleh guru. Melalui observasi peserta didik diajak melakukan pengamatan secara langsung, yaitu melakukan eksperimen. Penggabungan model POE dan TTW ini membuat peserta didik tidak hanya mengkomunikasikan hasil diskusi dan menuangkan ide atau gagasan mereka secara, melainkan juga secara tertulis. Hal ini akan lebih mempermudah peserta didik dalam mengingat dan memahami materi.
60
b. Kelemahan Model Pembelajaran POEW Kekurangan dalam model ini antara lain membutuhkan persiapan yang matang dan keterampilan dalam melakukan eksperimen. Berkaitkan dengan waktu yang diperlukan untuk melakukan praktikum, maka alat dan bahan harus dipersiapkan dengan baik sebelum melakukan praktikum. Keaktifan peserta didik sangat berpengaruh dalam pembelajaran, karena apabila peserta didik peserta didik tidak aktif maka proses pembelajaran tidak akan berjalan baik. Oleh karena itu perlu adanya motivasi dari guru agar peserta didik aktif dalam pembelajaran. Motivasi peserta didik sangat diperlukan agar mampu prediksi dan mampu menuangkan iode-ide atau gagasan yang dimilikinya. Menurut Supriyati (2012) dalam penelitiannya mengatakan bahwa dalam pembelajaran menggunakan model POEW peserta didik kurang kreatif dalam mengemukakan prediksinya, sehingga dalam menggali informasi untuk mengkaji masalah dan membuktikan prediksi awal menjadi kurang rinci. Hal ini terjadi karena kepekaan dan wawasan peserta didik terhadap permasalahan yang terjadi dilingkungan sekitar masih kurang. 5. Model pembelajaran dengan Pendekatan Konstruktivisme Perencanaan model pembelajaran konstruktivistik didasarkan pada Assumptions of constructivism yang ditemukan oleh Duffy and Jonassen (1996:102), yaitu (1) knowledge is constructed from experience; (2) there is no share reality, learning is personal interpretation of the
61
word; (3) learning is active; (4) meaning is negotiated from multiple perspectives; and (5) learning should occur in realistic settings. Kunci
hasil
belajar
konstruktivistik
adalah
“mengetahui
bagaimana kita tahu”., kemampuan peserta didik untuk menjelaskan mengapa atau bagaimana memecahkan suatu permasalahan dengan cara tertentu, menganalisis proses mereka
mongkonstruksi pengetahuan
merupakan aktivitas refleksi diri yang perlu disadari. Model pembelajaran yang dikembangkan dalam pembelajaran Fisika di SMA adalah model pembelajaran konstruktivistik. Sebagai model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dalam kegiatan pembelajaran. Melalui tahapan-tahapannya, peserta didik diberi kesempatan secara aktif dan terus menerus membangun sendiri pengetahuannya, baik secara personal maupun sosial (kelompok), sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, dan sesuai dengan konsep ilmiah. Penggunaan model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik dapat mewujudkan keteraturan dalam proses pembelajaran sehingga peserta didik mudah memahami suatu konsep serta lebih mengaktifkan peserta didik. Model
pembelajaran
dengan
pendekatan
konstruktivistik
mempunyai beberapa keuntungan, baik bagi guru maupun peserta didik. Keuntungan bagi guru adalah lebih mendorong guru memperluas wawasan dan lebih kreatif dalam merencakan kegiatan pembelajaran. Keuntungan bagi perserta didik: (1) meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik
62
diberi kesempatan untuk terlibat aktif dalam pembelajaran; (2) membantu mengembangkan sikap ilmiah dan ketrampilan dalam proses pada peserta didik; (3) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena peserta didik secara langsung mengalami proses perolehan konsep dan memahami aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Implementasi teori Piaget oleh Dahar Ratna Willis (1989:11) dikembangkan menjadi fase-fase dalam pembelajaran yaitu: exploration (ekplorasi), Explanation (pengenalan konsep), dan elaboration (aplikasi konsep). Unsur-unsur teori belajar Piaget: asimilasi, akomodasi, dan organisasi mempunyai hubungan dalam fase-fase pada pembelajaran. Fase engagement termasuk dalam proses asimilasi, dan fase evaluation merupakan proses organisasi. Para peneliti pun menjadi sangat interes dengan model pembelajaran konstruktivistik sebagai model pembel;ajaran sains dan teknologi. Konstruktivistik merupakan bentuk proses konstruktif yang dapat memudahkan perubahan konsepsi naïf dan proses kontruksi pengetahuan. Studi Abraham & Renner (1986) dalam pembelajaran Fisika di Sekolah Mengah Atas dilakukan dengan mengembangkan dalam tiga tahapan, yakni: exploration (ekplorasi), consept introduction (pengenalan konsep), concept application (penerapan konsep). Melalui tiga tahapan tersebut, kegiatan belajar konsep-keonsep sains berlangsung secara utuh, sehingga proses validitas konsep dan konstruksi pengetahuan berlangsung lebih baik.
63
Model pembelajaran konstruktivistik yang akan dikembangkan dalam berpijak pada; ekplorasi-penemuan konsep-perluasan konsep, yang didalam fase-fase (ekplorasi, penemuan konsep, dan perluasan konsep) tersebut
dikembangkan
isu-isu
penting
yang
berkaitan
dengan
kebermaknaan pengetahuan, identifikasi konsep-konsep atau ide-ide yang mendukung kebermaknaan pengetahuan, dan identifikasi kegiatankegiatan perluasan konsep-konep atau ide-ide atau pengetahuam. Melalui fase-fase tersebut negosiasi kognitif peserta didik dalam pengembangan konsep berlangsung secara intensef, sehingga lebih cermat dalam mengkonstrulsi pengetahuan. Pada fase ekploasi peserta didik diberikan kesempatan untuk bekersama tanpa ada pengarahan dari guru. Guru hanya berfunngsi sebagai fasilitaor yang bersifat membantu peserta didik untuk membuat kerangka pernyataan melalui observasi dan pemberian pertanyaan. Sejalan dengan teori belajara Piaget, fase ini merupakan fase disequlibrium. pada fase ini juga, peserta didik berkesempatan untuk menguji prediksi dan hipotesis, mencoba alternative dan mendiskusikannya dengan teman sekelompoknya, mencatat observasi dan ide serta membuat keputusan. Pada fase explanation, guru memberi kesempatan pada peserta didik untuk: (1) menjelaskan konsep dengan menggunakan bahasanya sendiri; (2) mencari buku dan mengklarifikasi penjelasannya; (3) mendengarkan secara kritis pendapat teman sekelompoknya dan guru. Oleh karena itu, dalam fase ini peserta didik harus melakukan observasi
64
dan mencatat penjelasannya. Pada fase ini guru juga harus menggunakan definisi dan penjelasan berdasarkan pengetahuan atau pengalaman peserta didik sebagai landasan diskusi. Pada fase elaborasi (aplication), peserta didik mengaplikasikan konsep dan ketrampilan berfikirnya dalam situasi baru yang serupa dan menggunakan definisi dan label formal. Pada fase ini pula, peserta didik mengaplikasikan informasi yang diperoleh sebelumnya, untuk mengajukan pertanyaan, menyampaikan jalan keluar, membuat keputusan, melakukan ekperimen dan mencatat hasil observasi. Reflection, dalam tahap ini bebagai macam bgagasan-gagasan yang bersifat miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direfleksikan dengan miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsi
ini
diklasifikasi
berdasarkan
tingkat
kesalahan
dan
kekonsistenannya untuk memudahkan merestrukturisasikannya. Gagnon dan Collay (2001:10) pada tahap refleksi “bagaimana peserta didik melakukan refleksi dalam menyelesaikan tugas mereka, apakah peserta didik ingat tentang (felling, images, and language of their thought), pada sikap proses dan konsep yang akan dibawa peserta didik setelah keluar kelas. Dalam membuat rencana pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik, kegiatan-kegiatan yang dipilih ahrus ditelaah melalui pertanyaan “konsep apa yang akan diberikan dalam pembelajaran Fisika?” atau “kompetensi apakah yang harus dikuasai peserta didik?” dan
65
aktivitas-aktivitas yang bagimanakah yang harus dikelola dalam tiap fase agar tercapai pemahaman konsep atau terkuasainya kompetensi tersebut?”. Kegiatan-kegiatan dalam tiap fase harus dirangkai sedemikian sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Kompetensi yang bersifat psikomotorik dan afektif misalnya akan lebih efektif bila dikuasai melalui kegiatan semacam praktikum. Langkah-langkah pembelajaran dengan model pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik. Tabel 3 Sintaks model pembelajaran Fisika dengan pendekatan konstruktivistik Fase-fase Engagement
Exploration
Explanation
Kegiatan guru Memunculkan permasalahan yang bertentangan untuk menarik minat peserta didik 2. Mengajukan pertanyaan untuk memotivasi peserta didik 3. Menghubungkan apa yang telah diketahui oleh peserta didik dengan materi yang akan dibahas. 1. Mendorong peserta didik untuk bekerja secara kelompok 2. Menyediakan alat dan abahan untuk kegiatan praktikum 3. Membagikan LKS 4. Mengawasi kegiatan praktikum yang dilakukan oleh peserta didik 1.
1. 2. 3. 4.
Elaboration/ (Aplication)
1. 2.
Mendorong peserta didik utnuk menjelaskan hasil percobaan Meminta peserta didik mempresentasikan hasil percobaan Mengklarifikasi hasil percobaannya Menjelaskan konsep/definisi baru
Member permasalahan berkaitan dengan penerapan konsep Mendorong peserta didik untuk menerapkan konsep baru dalam situasi baru
1. 2. 3.
Kegiatan peserta didik Diskusi untuk menjawab pertanyaan dari guru Mengemukakan idenya dengan jelas Tanya jawab dengan guru
1. Membentuk kelompok 2. Melakukan aktivitas handon (eksperiment) 3. Melakukan percobaan dengan caranya sendiri 4. Mengumpulkan data hasil percobaan 5. Melakuakn diskusi kelompok 6. Menyimpulkan hasil percobaan 1. Mengemukakakn pendapatnya tentang hasil percobaan 2. Mengemukakakn pendapatnya tentang gagasan baru berdasarkan hasil percobaan 3. Menanggapi presentasi dari kelompok lain 4. Konsep baru dari guru dapat diterima Menerapkan konsep baru dalam situasi baru atau kehidupan sehari-hari.
66
Evaluation
1. 2. 3.
Mengajukan pertanyaan untuk penilaian proses Menilai pengetahuan peserta didik Memberikan balikan terhadap jawban peserta didik
1. 2.
Menjawab pertanyaan berdasarkan data Mendemontrasikan kemampuan dalam penguasaan konsep
a. Pendahuluan Engagement, fase engage merupakan fase kegiatan pendahuluan. Pada fase ini guru menciptakan situasi teka-teki yang sesuai dengan topic yang akan dipeljarai peserta didik. Guru menggali pengetahuan awal peserta didik dengan memfokuskan perhatian dan minat peserta didik terhadap topik yang akan dibahas, guru memunculkan pertanyaan dan memperoleh respon dari peserta didik, (misalnya : mengapa hal ini bisa terjadi?) bagaimana cara mengetahuinya?) dan jawaban peserta didik digunakan untuk mengetahui ahal-hal apa saja yang telah diketahui oleh mereka. Fase ini berguna untuk mengidentifikasi miskonsepsi atau salah konsep dalam pemahaman peserta didik. Pada saat menggali pengetahuan awal, guru dapat mengajukan dua masalah yang bertentangan. Guru membangkitkan minat peserta didik dan keingintahuan pesrta didik. b. Kegiatan inti Exploration, peserta didik bekerjasama dalam kelompokkelompok kecil, menguji prediksi, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide, menggali materi dan gagasan baru dengan bimbingan minimal dari guru. Pengalaman baru memunculkan pertanyaan dan masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan gagasan-gagasan peserta didik yang sudah ada. Pada ekplorasi memberikan kesempatan pada peserta didik utnuk menyalurkan gagasan-gagasan yang bertentangan,
67
yang dapat menimbulkan perdebatan dan analisis dari alasan munculnya gagasan mereka. Selama fase ekplorasi, peserta didik diberi kesempatan umtuk bekerjasama dengan peserta didik lainnya tanpa intruksi dari guru melalui kegiatan diskusi. Fase ini menurut teori Piaget merupakan fase “ketidakseimbangan” dimana peserta didik harus dibuat bingung. Fase ini merupakan kesempatan bagi peserta didik untuk menguji hipotesisi atau prediksi mereka, mendiskusikan dengan teman sekelompoknya dan menetapkan keputusan. a) Explanation, pada fase ini guru mendorong peserta didik untuk
menjelaskan konsep dengan kalimat mereka asendiri. Kegiatan diawali dengan pengenalan konsep baru yang digunakan pada pola-pola yang diperoleh
pada
fase
ekplorasi.
Konsep
baru
tersebut
dapat
diperkenalkan oleh guru, memalui buku bacaan, gambar, atau media lainnya. Selama fase ekplanasi, guru memotivasi peserta didik untuk menjelaskan konsep yang akan dibahas dengan kata-kata sendiri, mengajukan
fakta
dan
klarifikasi
terhadap
penjelasan,
dan
mendengarkan secara kritis penjelasan peserta didik. Fase ekplanasi selalu mengikuti fase ekplorasi dan berkaitan langsung dengan pola yang dite,mukan selama kegiatan ekplorasi. b)
Elaboration/application, atau disebut juga aplikasi konsep. Pada fase ini peserta didik menerapkan kjonsep dan ketrampilan dalam situasi baru. Fase elaboration meberikan kesempatan bagi peserta didik untuk menggunakan
konsep-konsep
yang
telah
diperkenalkan
untuk
68
menyelediki konsep-konsep tersebut lebih lanjut. Penerapan konsep (application) diarahkan pada kehidupan sehari-hari pada pembelajaran Fisika di SMA. c. Penutup Evaluate, evaluasi terhadap efektifitas fase-fase sebelumnya dan juga evaluasi terhadap pengetahuan atau ketrampilan, aplikasi konsep dan perubahan proses berfikir peserta didik. Fase evaluasi juga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menilau cara belajarnya, mengevaluasi kemajuan belajar dan proses pembelajaran. Evaluasi dapat dilakuakn secara tertulis pda akhir pembelajaran atau secara lisan berupa petanyaan selama pembelajaran berlangsung. Berdasarkan tahapan-tahapan dalam model pembelajaran konstruktivistik seperti dipaparkan diatas, diharapkan pesrta didik tidak hanya mendengar keterangan guru tetapi peserta didik dapat berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari. Berdasarkan uraian diatas, model pembelajaran konstruktivistik dapat diimplementasikan dalam pembelajaran bidang-bidang sains. 6. Keunggulan Model Pembelajaran Konstruktivistik Tujuan dari penerapan model pembelajaran konstruktivistik ini adalah untuk menciptakan insan-insan pembelajar, insane-insan yang senan tiasa terdorong untuk mengembangkan diri melalui belajar. Bukan guru yang hanya puas setelah materi yang ditargetkan telah dikuasai.
69
Faiqdzaki (2008) menjelaskan enam keunggulan penggunaan pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah, yaitu: (1) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa peserta didik sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, (2) member pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki peserta didik atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal peserta didik agar mereka memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena , sehingga peserta didik terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang peserta didik, (3) memberi peserta didik kesempatan untuk berfikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong peserta didik berfikir kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat, (4) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba gagasan baru agar peserta didik terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri dengan menggunakan berbagai konteks, (5) mendorong peserta didik untuk memikirkan perubahan gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta member kesempatan peserta didik untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka, (6) memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang mendukung peserta didik mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan selalu ada satu jawaban yang benar. Model
pembelajaran
dengan
pendekatan
konstruktivistik
mempunyai beberapa keuntungan, baik bagi guru maupun peserta didik. Keuntungan bagi guru adalah lebih mendorong guru memperluas wawasannya
dan
lebih
kreatif
dalam
merencanakan
kegiatan
pembelajaran. Keuntungan bagi peserta didik: (1) meningkatkan motivasi belajar karena peserta didik diberi kesempatan untuk terlibat aktif dalam pembelajaran, (2) membenatu mengembangkan sikap ilmiah dan keterampilan proses pada peserta didik , dan (3) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena peserta didik secara langsung mengalami proses perolehan konsep dan memahami aplikasinya dalam kehidupan seharihari.
70
7. Teori belajar yang terkait dengan model POEW Teori-teori belajar yang mendasari penelitian ini antara lain teori belajar Ausubel, Gagne, J Piaget dan Bruner masing-masing di jabarkan dalam uraian di bawah ini: a. Teori Belajar Ausubel Inti dari teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna. Bagi Ausubel, (Dahar Ratna Wilis, 1989:112) “Belajar bermakna merupakan suatu proses mengkaitkan informasi baru pada konsep-konsep relavan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang”. Belajar tidak hanya
sebagai
menghafal
semata,
tetapi
lebih
kepada
kebermaknaan/memberi manfaat bagi peserta didik. Berlangsung tidaknya belajar bermakna tergantung pada struktur kognitif yang ada, serta kesiapan dan niat anak didik untuk belajar bermakna.” Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna menurut Ausubel (Dahar Ratna Wilis, 1989:116) adalah
struktur kognitif yang ada,stabilitas, dan
kejelasan pengetahuan dalam suatu bidang studi tertentu dan pada waktu tertentu”. Ausubel juga mengemukakan teori belajar dalam dua dimensi, yang di kutip oleh Dahar Ratna Wilis (1989:110), pertama yaitu” cara memberikan informasi atau materi pelajaran kepada peserta didik melalui penerimaan atau penemuan”. Belajar penerimaan terjadi bila informasi atau materi di sampaikan kepada peserta didik dalam bentuk final. Berarti peserta didik tidak menemukan sendiri informasi atau pengetahuan itu
71
tetapi hanya menerima saja pelajaran yang di sampaikan kepadanya. Sedangkan cara belajar penemuan, materi yang akan di pelajari tidak di berikan tetapi harus ditemukan sendiri oleh peserta didik, sehingga pada cara kedua ini diperlukan proses mental yang tinggi dari cara penerimaan. Kedua yaitu”cara bagaiman peserta didik dapat mengaitkan informasi-informasi yang di poerolehnya pada struktur kognitif yang telah ada”. Struktur kognitif ini meliputi fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi yang telah di pelajari dan di ingat peserta didik. Ada dua bentuk belajar dalam jenis ini yaitu bentuk belajar hafalan dan bentuk belajar bermakna. Belajar hafalan terjadi bila peserta didik hanya menghafalkan informasi atau materi pelajaran baru tanpa mengaitkan dengan konsep-konsep yang telah di milikinya. Pada belajar bermakna peserta didik dapat mengaitkan dengan informasi atau materi baru yang di terimanya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa belajar bermakna sangat penting dan diperlukan untuk memahami konsep-konsep Fisika. Fisika memiliki banyak konsep-konsep yang abstrak dan sulit di fahami sehingga dengan belajar bermakna melalui pelibatan emosi, kesenangan daan kebutuhan aktualisasi diri peserta didik kegiatan pengamatan dalam eksperimen melalui metode POEW dapat membantu peserta didik untuk memahami peserta didik dengan lebih mudah. Belajar bermakna Ausubel erat kaitannya dengan model pembelajaran POEW, karena pengetahuan tidak diberikan dalam bentuk
72
jadi, tetapi pemahaman konsep diperoleh peserta didik melalui penemuan dengan mengaitkan informasi baru dengan struktur kognitif yang telah dimilikinya. Keaktifan peserta didik menemukan konsep baik sendiri maupun melalui diskusi kelompok membantu proses belajar jadi bermakna. Penerapan menggunakan
teori
model
Ausubel
dalam
pembelajaran
pembelajaran
POEW
adalah
dengan
peserta
didik
memperoleh pengalaman belajar tidak hanya bersifat pengetahuan saja, tetapi peserta didik juga mendapatkan keterampilan motorik atau kemampuan untuk melakukan praktikum dan sikap ilmiah yang ditimbulkan dari kegiatan pembelajaran. Tahapan dari model pembelajaran POEW dapat menciptakan belajar bermakna yang diperoleh dari hasil penemuan peserta didik sendiri melaui eksperimen yang dilakukan. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan menjadikan peserta didik dapat menemukan hal-hal baru yang dapat dikaitkan dengan kemampuan dan pengetahuan awal yang sudah dimiliki peserta didik sebelumnya. Penemuan dan pemahaman suatu konsep yang dilakukan peserta didik baik secara individu maupun secara kelompok diperoleh dari hasil eksperimen yang dilakukan dan dirancang oleh peserta didik sendiri. Selain itu, prediksi yang di buat oleh peserta didik sebelum merancang dan melakukan eksperimen juga merupakan sebuah hasil penemuan dari permasalahan
yang
diberikan,
dan
untuk
selanjutnya
dilakukan
perencanaan percobaan dari eksperimen yang akan dilakukan. Kegiatan
73
peserta didik mengkontruk pengetahuannya sendiri ini menjadikan belajar menjadi bermakna. b. Teori belajar Gagne Gagne (1984) yang di kutif oleh Dahar Ratna Wilis (1989:11) menyebutkan bahwa “ Belajar
merupakan suatu proses dimana suatu
organisme berubah prilakunya sebagai akibat pengalaman”. Lebih lanjut Gagne dalam buku Teori-teori belajar yang di tulis Ratna Wilis Dahar (1989:141) mengemukakan bahwa proses belajar berlangsung melalui delapan tahap atau fase. Pertama fase motivasi yaitu fase yang memberikan semangat pada peserta didik dalam kegiatan belajarnya. Dengan motivasi yang tinggi akan membentuk peserta didik menguasai apa yang telah dipelajari dan membantu peserta didik dalam mencapai prestasi belajar yang lebih baik. Kedua fase pengenalan yaitu fase di mana peserta didik harus memperhatikan bagian-bagian yang penting yaitu aspek-aspek
yang
sesuai dengan yang dikatakan guru atau gagasan utama dalam buku pelajaran. Ketiga fase perolehan yaitu fase dimana peserta didik telah siap memperoleh pelajaran bila peserta didik memperhatikan informasi yang sesuai dengan apa yang disampaikan oleh guru. Berikutnya yang keempat fase Retensi yaitu fase yang berfungsi agar informasi tidak mudah dilupakan maka informasi tersebut harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang, antara lain dengan cara mengulang kembali dan mempraktikan informasi
74
tersebut. Kelima Fase pemanggilan yaitu fase yang memungkinkan peserta didik dapat kehilangan hubungan informasi dalam memori jangka panjangnya. Keenam Fase Generalisasi yatu fase pengubah informasi ke dalam situasi-situasi yang sesungguhnya, sehingga peserta didik dapat menggunakan keterampilan-keterampilan untuk memecahkan masalahmasalah nyata. Selain itu masih ada dua fase lagi yaitu ketujuh fase penampilan peserta didik telah mampu memperhatikan apa yang perlu dipelajari yaitu dengan cara menyampaikan secara nyata apa yang telah mereka pelajari dan kedelapan Fase Umpan Balik yaitu fase dimana peserta didik telah mampu memperlihatkan penampilan mereka. Peserta didik memperoleh umpan balik dari apa yang telah di pelajarinya. Dari uraian di atas belajar merupakan suatu proses suatu individu berubah prilakunya sebagai akibat dari pengalaman yang berbentuk melalui tahap-tahap atau fase-fase yang terstruktur. Dengan pembelajaran kontekstual dan dengan melakukan pengamatan melalui eksperimen serta dengan metode baru yaitu POEW, maka diharapkan pembentukan pengalaman baru menjadi lebih mudah sehingga dapat memahami konsep Fisika dengan lebih mendalam. Penerapan dengan mengguanakan model POEW dengan teori belajar Gagne bahwa dalam pembelajaran perlu proses berdasarkan urutan POEW.
75
c. Teori Belajar J. Piaget Piaget dalam (Dahar Ratna Wilis, 1989:149) berpendapat bahwa: “ada tiga aspek pertumbuhan intelektual yaitu struktur, isi dan fungsi”. Menurut teorinya, perkembangan kognitif manusia tumbuh secara kronologis (menurut urutan waktu) melalui empat tahap yang berurutan. Setiap manusia mempunyai urutan tahap-tahap yang sama, tetapi usia untuk masuk ke tahap yang lebih tinggi berbeda-beda, tergantung dari lingkungan dan keturunan. Tahap pertama yaitu sensori motor (umur dari samapi sekitar 2 tahun). Ciri-ciri dari tahap ini adalah anak-anak mulai melakukan gerakangerakan sebagai akibat reaksi langsung. Misalnya gerakan anak karena melihat dan meraba objek. Tahap berikutnya belum mempunyai kesadaran karena adanya konsep benda yang tetap, bila suatu benda disembunyikan anak tidak akan mencarinya. Karena secara kontinyu bertambah pengalaman, anak menyadari bahwa benda yang disembunyikan masih ada dan ia berusaha mencarinya. Selanjutnya tahap perkembangan yang terjadi dari gerak refleks sampai dapat berjalan dan bicara, lalu pada akhir tahap anak mulai melakukan perbuatan coba-coba berkenalan dengan benda-benda kongkrit. Tahap Operasional (umur dari 12 tahun ke atas). Ciri-ciri anak yang berada dalam tahap ini adalah tidak memerlukan lagi perantara operasi konkrit untuk menyajikan abstraksi mental secara verbal. Anak dapat mempertimbangkan banyak pandangan sekaligus, misalnya dapat
76
menyusun desain percobaan, dapat memandang perubahan secara objektif, mulai dapat memutuskan hipotesis sebelum dibuat. Piaget menganggap perkembangan intelektual sebagai proses asimilasi dan akomodasi suatu informasi kedalam struktur mental. Asimilasi adalah proses pernyataan informasi dan pengalaman baru ke dalam struktur mental, sedangkan akomodasi adalah proses pembentukan kembali struktur mental sebagai akibat adanya informasi dan pengalaman yang baru tersebut. Hal ini disebabkan pikiran tidak hanya menerima informasi baru, melainkan juga membentuk kembali informasi lama menjadi suatu informasi akibat adanya informasi baru tersebut. Menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, artinya proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yaitu perkembangan sistem syaraf. Pada waktu seseorang tumbuh menjadi dewasa, maka ia akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya. Penerapan teori Peaget dalam pembelajaran dengan mengunakan model pembelajaran POEW adalah terlihat dari cara berfikir peserta didik dan bahasa yang digunakan oleh peserta didik. Kaitannya dengan teori Piaget dalam perkembangan kognitifnya peserta didik SMA berada pada tahap operasioanl formal. Perkembangan kognitif pada tahap operasional formal dapat dilihat dari kegiatan peserta didik yang dilakukan sesuai dengan tahapan model POEW yang menekankan peserta didik berperan
77
aktif
dalam
pembelajaran
yaitu
peserta
didik
menemukan
dan
mengkonstruk pengetahuannya sendiri. Peserta didik pada tahap tersebut akan berfikir secara logis dan teoritis berdasrkan proporsi dan hipotesis serta mampu dalam mengambil keputusan. Guru berperan sebagai motivator dan fasilitator bagi peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Guru membimbing, mengarahkan dan membantu peserta didik agar dapat berinteraksi
dengan
lingkungan
dan
kehidupannya
sehari-hari.
Permasalahan yang diberikan dan eksperimen yang dilakukan berkaitan dengan lingkungan sekitar peserta didik, sehingga peserta didik dapat berfikir mencari solusinya sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya. d. Teori Belajar Bruner Jerome Bruner mengembangkan teori belajar penemuan. Inti belajar
menurut
Bruner
adalah
“Bagaimana
orang
memilih,
mempertahankan, dan mentransformasi informasi secara aktif” (Dahar Ratna Wilis, 1989: 98). Dalam pendekatannya Bruner mengasumsikan bahwa perolehan pengetahuan merupakan suatu proses interaktif. Orang belajar berinteraksi dengan lingkungannya secara aktif, perubahan tidak hanya terjadi pada lingkungannya tetapi juga dalam diri orang itu sendiri. Menurut Bruner perkembangan kognitif menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Bila Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif menyebabkan perkembangan bahasa seseorang, Bruner menyatakan perkembangan bahasa besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif.
78
Perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan. Tahap pertama adalah tahap enaktif, dimana individu melakukan aktivitas-aktivitas dalam usaha memahami lingkungannya. Tahap kedua adalah tahap ekonik di mana ia melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Tahap ketiga adalah tahap simbolik di mana ia mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika. Komunikasi dilakukan dengan pertolongan sistem. Makin dewasa seseorang makin dominan sistem simbolnya. Bruner mengemukakan beberapa prinsip tingkat kognitif yaitu makin tinggi tingkat perkembangan intelektual, makin meningkat pula ketidakter gantungan individu terhadap stimulus yang diberikan. Pertumbuhan seseorang tergantung pada perkembangan intelektual meliputi peningkatan kemampuan untuk mengutarakan pendapat dan gagasan melalui simbol. Penerapan
teori
Bruner
dalam
pembelajaran
dengan
menggunakan model POEW adalah peserta didik mendapatkan kebebasan untuk menyelidiki baik secara individu maupun bersama peserta didik lain untuk memecahkan suatu masalah. Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan lebih bertahan lama. Peserta didik memecahkan permasalahan yang diberikan melalui diskusi kelompok untuk selanjutnya hasilnya akan dipresentasikan di depan kelas. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan melatih peserta didik agar dapat berfikir dan menemukan hal-hal
79
yang baru sehingga peserta didik memperoleh informasi baru yang belum pernah didapatkan. 8. Pembelajaran Fisika a.
Hakekat Fisika Fisika sebagai salah satu di siplin ilmu merupakan bagian dari
sains. Sains merupakan bagian ilmu pengetahuan yang berdasrakan pada fakta atau hasil pemikiran para ahli maupun hasil-hasil eksperimen yang dilakukan oleh para ahli. Perkembangan Fisika tidak hanya ditunjukkan oleh kumpulan fakta atau produk saja, tetapi juga diperoleh dan diuji melalui metode ilmiah. Metode dan pengamatan ilmiah menekankan pada hakikat Fisika yang dinamis. Menurut Thomson M Mclaughin, C,W& Smith, R.G (1997: 8) “Physics: the scientific study of properties of matter and energy, eq: heat, light, sound, gravity and the relationships between them”. Menurut Wospakrik Hans, J (1994:1) “Fisika adalah ilmu yang berhubungan dengan materi dan energi, dengan hukum-hukum yang mengatur gerakan paartikel dan gelombang dengan interaksi antar partikel dan dengan sifatsifat molekul atom dan dengan sistem-sistem berskala besar, seperti gas, zat cair dan zat padat”. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Fisika adalah ilmu yang mempelajari materi, energi dan interaksinya serta menerangkan bagaimana gejala alam tersebut dapat terukur malalui penelitian dan pengamatan. Fisika lahir dan dikembangkan lewat
80
langkah-langkah observasi, perumusan masalah, penyusunan hipotesis, pengujian hipotesis lewat eksperimen dan penarikan kesimpulan baik secara deduktif maupun secara induktif sehingga diperoleh penemuan teori atau konsep yang terdiri dari produk, proses, dan sikap. Pengetahuan Fisika terkumpul selama berabad-abad yang selalu berkembang dan suatu saat dapat tidak relevan dengan gejala yang teramati sehingga digantikan dengan konsep baru yang sesuai dengan hasil pengamatan. Berdasarkan teori yang diperoleh dilakukan observasi yang lebih cermat sehingga menuju kearah penemuan yang lebih sempurna. Hubungan antara sederetan konsep darap dikembangkan lewat observasi dan eksperimen yang hasilnya berguna untuk observasi dan eksperimen berikutnya. b. Konsep Gerak Lurus Suatu benda dikatakan bergerak apabila kedudukannya senantiasa berubah terhadap suatu acuan tertentu. Misalnya anda yang sedang duduk di dalam bus yang sedang bergerak meninggalkan terminal, apabila orang yang diam di terminal di tetapkan sebagai acuan maka anda dikatakan bergerak terhadap terminal. Ini karena setiap saat posisi anda berubah. terhadap terminal. Gerak lurus adalah gerak suatu benda dengan lintasannya berupa garis lurus (Haliday & Resnick, 1985, Giancoli, Douglas C. 200, Marcelo, Alonso. Edward, J. Finn. 1994)
81
1) Posisi (kedudukan), Jarak dan Perpindahan Posisi (kedudukan) adalah letak suatu benda pada suatu waktu tertentu terhadap suatu acuan tertentu (besaran vektor). Posisi suatu benda dinyatakan terhadap suatu acuan tertentu O
-4
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
Gambar 3. Posisi benda pada suatu garis lurus Sebagai standar umum, ditetapkan lintasan horizontal sebagai sebagai sumbu X dan titik acuan adalah titik O yang posisinya x 0 = 0. Posisi suatu benda dapat terletak di kiri atau di kanan titik acuan, sehingga untuk membedakannya kita gunakan tanda negatif dan positif. Umumnya, posisi sebelah kanan titik acuan ditetapkan sebagai posisi positif dan posisi sebelah kiri titik acuan sebagai posisi negatif. Jarak adalah panjang lintasan yang ditempuh oleh suatu benda dalam selang waktu tertentu (termasuk besaran skalar). Perpindahan adalah perubahan posisi (kedudukan) suatu benda dalam selang waktu tertentu (termasuk besaran vektor). 𝛥x12 = x2-x1
0
1 Awal
2 Akhir
Gambar 4. Vektor perpindahan sepanjang sumbu X
82
Misalkan suatu benda berpindah dari titik 1 dengan posisi x 1 ke titik 2 dengan posisi x2 (lihat gambar diatas) maka perpindahannya adalah:
y
50 m 30 m
Barat
20 m
Timur
0
x (m)
Gambar 5. Perbedaan antara jarak total dan perpindahan Untuk melihat perbedaan antara jarak total dan perpindahan, misalnya seseorang berjalan sejauh 50 m ke arah Timur dan kemudian berbalik ke arah Barat dan menempuh jarak 30 m, lhat gambar diatas. Jarak total yang ditempuh adalah 80 m, tetepi perpindahannya hanya 20 m karena posisi orang itu pada saat ini hanya berjarak 20 m dari titik awalnya. 2) Kelajuan dan Kecepatan Kelajuan (speed) adalah besaran yang tidak bergantung pada arah, sehingga termasuk besaran skalar yang nilainya selalu positif. Kecepatan adalah besaran yang bergantung pada arah, sehingga kecepatan termasuk besaran vektor. Kelajuan rata-rata didefinisikan sebagai hasil bagi antara jarak total yang ditempuh dengan selang waktu untuk menempuhnya. Secara matematis dapat ditulis:
83
Keterangan:
ṽ : kelajuan rata-rata (m/s) 𝛥s : jarak yang ditempuh (m) 𝛥t : selang waktu (s)
Gambar 6. Laju pesawat terbang akan berbeda dengan laju kereta api Kecepatan rata-rata didefinisikan sebagai hasil bagi antara perpindahan dengan selang waktu. Secara matematis dapat ditulis:
Keterangan: v : kecepatan rata-rata (m/s) x : perpindahan (m) t : waktu (s) Analogi lain yaitu ada yang dinamakan dengan kecepatan sesaat yaitu kecepatan benda pada suatu saat dimana selang waktu yang sangat singkat (mendekati nol), secara matematis dapat ditulis:
Dalam bahasa inggris kelajuan dan kecepatan dibedakan dengan kata-kata speed dan velocity yang masing-masing besaran skalar dan
84
vektor. Istilah kecepatan dan laju sering dipertukarkan dalam bahasa sehari-hari. Tetapi dalam Fisika membuat perbedaan diantara keduanya. Laju adalah sebuah bilangan positif dengan satuan m/s, yang menyatakan perbandingan jarak yang ditempuh oleh benda terhadap waktu yang dibutuhkannya. Kecepatan digunakan untuk menyatakan baik besar (nilai numerik) mengenai seberapa cepat sebuah benda bergerak maupun arah geraknya. 3) Percepatan Sebuah benda yang kecepatannya berubah setiap satuan waktu dikatakan mengalami percepatan. Sebuah mobil yang kecepatannya diperbesar dari nol sampai 90 km/jam berarti dipercepat. Apabila sebuah mobil dapat mengalami perubahan kecepatan seperti di dalam waktu yang lebih cepat dari mobil lainnya, maka dikatakan bahwa mobil tersebut mendapat percepatan yang lebih besar. Dengan demikian percepatan menyatakan seberapa cepat kecepatan sebuah benda berubah. Percepatan rata-rata didefinisikan sebagai hasil bagi antara perubahan-perubahan kecepatan benda dengan selang waktu. Secara matematis dapat ditulis:
Untuk percepatan sesaat 4) Gerak Lurus Beraturan (GLB) Di dalam kehidupan sehari-hari, seringkali menemukan peristiwa yang berkaitan dengan gerak lurus beraturan, misalnya orang yang berjalan dengan langkah kaki yang relatif konstan, mobil yang sedang
85
bergerak dan sebagainya. Gerak Lurus Beraturan (GLB) adalah gerak suatu benda pada lintasan lurus dengan kecepatan atau kelajuan konstan atau tetap. Ciri-ciri GLB: a) kecepatan tetap atau konstan b) percepatannya tidak ada atau nol secara matematis dapat ditulis:
Keterangan : s : jarak yang ditempuh (m) v : kecepatan (m/s) t : waktu yang diperlukan (sekon) Dan kecepatan rata-ratanya:
Gambar 7. contoh hasil percobaan untuk menyelidiki gerak lurus beraturan dengan jarak ketik yang sama (kecepatan tetap ).
Grafik jarak terhadap waktu untuk GLB berbentuk garis lurus. Besarnya kemiringan garis pada grafik jarak terhadap waktu tersebut menyatakan besarnya kecepatan gerak. a) Sermakin besar sudut kemiringan grafik jarak terhadap waktunya, semakin besar kecepatan geraknya b) Semakin kecil sudut kemiringan grafik jarak terhadap waktu, semakin kecil pula kecepatan geraknya
86
c) Grafik kecepatan terhadap waktu untuk GLB berbentuk garis lurus sejajar sumbu waktu v (m/s) v
0
v = tetap
t1
t2
t (s)
Gambar 8. Grafik hubungan antara kecepatan (v) terhadap waktu (t) Jika kecepatan v mobil bergerak dengan laju konstan selama selang waktu t sekon, diilustrasikan dalam sebuah grafik v-t, akan diperoleh sebuah garis lurus seperti pada grafik diatas. Gafik diatas menunjukan bahwa kecepatan benda selalu tetap, tidak bergantung pada waktu sehingga grafiknya merupakan garis lurus yang sejajar dengan sumbu t (waktu). s (m) s
0
v
t
t (m)
Gambar 9. Grafik hubungan antara jarak dan waktu Sementara itu, hubungan jarak yang ditempuh s dengan waktu t diilustrasikan dalam sebuah grafik s-t, sehingga diperoleh sebuah garis diagonal ke atas sepert grafik di atas. Dari grafik di atas dapat dikatakan
87
jarak yang ditempuh s benda berbanding lurus dengan waktu tempuh t. Makin besar waktunya makin besar jarak tempuhnya. 5) Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB) Gerak lurus berubah beraturan adalah gerak suatu benda pada lintasan garis lurus dengan percepatan konstan. Dengan ciri-ciri kecepatan berubah secara teratur dan percepatan tetap, dengan rumus : Vt = V0 + a . t Vt2 = v02 + 2 . a . S S = v0 . t + ½ a .t2 dengan : s = jarak tempuh (m) v0= kecepatan awal (m/s) vt = Kecepatan Akhir (m/s) a = percepatan (m/s2) t = waktu yang ditempuh (s) a = ( + ) apabila gerak dipercepat a = ( - ) apabila gerak diperlambat
Gambar 10. contoh hasil percobaan untuk menyelidiki gerak lurus berubah beraturan dipercepat dengan jarak ketik yang semakin jauh Contoh gerak lurus berubah beraturan dipercepat : a. Gerak benda yang jatuh bebas b. Gerak kendaraan yang dipercepat c. Gerak benda meluncur dari puncak bidang miring
88
d. Gerak atlet terjun payung dari pesawat terbang
Gambar 11. contoh hasil percobaan untuk menyelidiki gerak lurus berubah beraturan diperlambat dengan jarak ketik yang semakin dekat Contoh gerak lurus berubah beraturan diperlambat : a. Gerak kendaraan yang diperlambat b. Gerak benda yang dilempar vertikal ke atas c. Gerak bola yang menggelinding di atas bidang kasar ( pasir ) Grafik kecepatan terhadap waktu untuk GLBB berbentuk garis lurus dengan kemiringan tertentu. Besarnya kemiringan garis pada grafik kecepatan terahadap waktu tersebut menyatakan besarnya percepatan gerak. 1. Semakin besar sudut kemiringan grafik jarak terhadap waktunya, semakin besar percepatan geraknya 2. Semakin kecil sudut kemirinagn grafik jarak terhadap waktu, semakin kecil pula percepatan geraknya. v (kecepatan) m/s
v0
0
t (waktu) s
Gambar 12. Grafik v-t menyatakan hubungan antara kecepatan dan waktu
89
s (m)
0 t (s) Gambar 13. Grafik s-t menyatakan hubungan antara jarak dan waktu
a (m/s2)
0
t (s)
Gambar 14. Grafik a-t menyatakan gerak lurus berubah bertauran berbentuk garis garis lurus horizontal yang sejajar dengan sumbu waktu. 6) Gerak Vertikal Gerak vertikal dibedakan menjadi 2 yaitu gerak vertikal ke atas dan gerak vertikal ke bawah. a) Gerak vertikal ke atas Gerak vertikal ke atas merupakan gerak diperlambat, karena makin ke atas kecepatannya makin berkurang. Pada ketinggian maksimum, kecepatan benda menjadi nol (v0 = 0). Pada keadaan ini benda berhenti sesaat lalu jatuh bebas ke bawah. Percepatan a adalah percepatan gravitasi atau g yang bernilai negatif (-).
90
Persamaan yang berlaku pada gerak vertikal ke atas:
Keterangan : v : kecepatan pada saat t sekon (m/s) v0 : kecepatan awal (m/s) h : ketinggian benda (m) g : percepatan gravitasi (m/s2) t : waktu (sekon) Benda yang dilempar ke atas lalu jatuh dan kembali ke titik semula memiliki jarak tempuh yang sama dengan panjang lintasan yang dilalui selama benda bergerak. Tetapi benda tidak memiliki perpindaha. Persamaan-persamaan dalam gerak vertikal ke atas antara lain: b) Waktu yang diperlukan sepanjang lintasan
c) Tinggi maksimum benda
91
d) Gerak vertikal ke bawah Gerak vertikal ke bawah adalah gerak suatu benda yang dilempar tegak lurus ke bawah dengan kecepatan awal tertentu (v0 = 0). Dalam geraknya benda selalu mengalami percepartan gravitasi konstan (a = g) dan g bernilai positif (+). Dalam gerak vertikal ke bawah berlaku persamaan:
7) Gerak Jatuh Bebas Gerak jatuh bebas adalah gerak sebuah benda yang jatuh dari ketinggian tertentu tanpa kecepatan awal (v0 = 0). Contoh gerak jatuh bebas adalah buah kelapa yang jatuh dari pohonnya. Gerak jatuh bebas akan sempurna jika tidak ada gaya luar yang mendorong atau menghambat gerak jatuh sebuah benda. Persamaan-persamaan dalam gerak jatuh bebas antara lain: 1) Kecepatan saat t konstan
Keterangan : v : kecepatan pada saat t sekon (m/s) v0 : kecepatan awal (m/s) g : percepatan gravitasi (m/s2) t : waktu (sekon)
92
2) Jarak vertikal kebawah yang ditempuh benda setelah t sekon
3) Kecepatan saat benda menyentuh tanah
Jika gesekan udara dapat diabaikan maka setiap benda yang jatuh akan mendapatkan percepatan konstan yang sama tanpa bergantung pada bentuk dan massanya. Percepatan ini disebabkan oleh medan gravitasi bumi yang disebut percepatan gravitasi (g = 10 m/s2 atau 9,8 m/s2). 9. Pengembangan Model pembelajaran Pengembangan pembelajaran adalah proses meracik prosedur dan menggunakannya secara optimal untuk menciptakan pembelajaran yang baru dalam situasi tertentu. Kegiatan pengembangan meliputi: penelitianteori, produksi,evaluasi, pemanfatan dan penyebaran. (AECT, 1996:3). Produk pengembangan pembelajaran merupakan salah satu komponen sistem instruksional (sumber belajar menurut teknologi pembelajaran) yang meliputi: pesan, orang, bahan, peralatan,teknik dan latar. Produk pengembangaqn ini merupakan salah satu bentuk komponen sistem
93
pembelajaran yang sengaja dirancang untuk kepentingan pembelajaran (by design) untuk memfasilitasi guru dalam kegiatan pembelajaran. Selanjutnya, dijelaskan bawa pengembangan adalah proses penterjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisiknya (siap pakai). Bentuk fisik yang di maksud dapat diimplementasikan dalam produk pengembangan. Dalam hal ini, domain pengembangan pembelajaran terdapat hubungan yang komplek antara teknologi dan teori mengendalikan desain
yang
pesan dan strategi pembelajaran. Domain
pengembangan dapat dideskripsikan oleh: 1. Pesan yang dikendalikan oleh isi. 2. Stategi pembelajaran yang dikendalikan teori, dan manifestasi secara fisik dapat berbentuk perangkat keras, perangkat lunak, dan materi pelajaran. Model diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan kegiatan. Briggs (1977:23) memberi batasan model sebagai seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses,seperti penilaian suatu kebutuhan, pemilihan media,dan evaluasi. Briggs (1977:23) yang menjelaskan model adalah “ seperangkat prosedur dan berurutan untuk mewujudkan suatu proses” dengan demikian model pembelajaran adalah seperangkat prosedur yang berurutan untuk melaksanakan proses pembelajaran. Selanjutnya,
Arends
(1997:7),
istilah
model
pembelajaran
mempunyai dua unsur penting, yaitu: (1) model berimplikasi pada sesuatu
94
yang lebih luas daripada strategi, metode atau prosedur; dan (2) model dapat berfungsi sebagai sarana komunikasi yang penting, apakah yang dibicarakan tentang mengajar di kelas. Joyce & Weil (1992:4), model pembelajaran merupakan suatu perancangan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya: buku-buku, film,komputer, kurikulum dan lain-lain. Setiap model mengarahkan kita dalam mendesain pembelajaran untuk membantu peserta didik sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Model
pembelajaran
merupkan
operasionalisasi
dari
teori
pembelajaran. Teori pembelajaran menyediakan panduan bagi pengajar untuk
membantu
peserta didik dalam mengembangkan kognitif,
emosional,fisik, dan spiritual. Panduan-panduan tersebut adalah kejelasan informasi yang mendeskripsikan tujuan. 10. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Model 4-D (Four-D Model). Model pengembangan perangkat seperti yang di sarankan oleh Thiagarajan, Semmel (1974) dalam Trianto (2010) adalah model 4-D (Define, Design, Develop and Disseminate). Tahap-tahap pengembangan pembelajaran tersebut di uraikan sebagai berikut: 1) Tahap I: Pendefinisian (define) Tujuan tahap ini adalah menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran. Pada tahap ini dilakukan analisis tujuan
95
dalam
batasan,
materi
pelajaran
yang
akan
di
kembangkan
perangkatnya. Lima langkah pokok di dalam tahap ini adalah sebagai berikut: a) Analisis awal-akhir Langkah ini digunakan untuk mengidentifikasi masalah mendasar yang dihadapi oleh guru untuk meningkatkan prestasi peserta didik. Untuk itu perlu dikaji alternatif pembelajaran yang lebih baik dan relevan, Jika tidak ada maka di cari perangkat pembelajaran yang sudah ada. Jika keduanya tidak ada, maka keduanya perlu di kembangkan. b) Analisis peserta didik Langkah ini dilakukan untuk menekan karakteristik peserta didik. Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap karakteristik peserta didik yang sesuai dengan rancangan dan pengembangan pembelajaran. Karakteristik tersebut mencakup kemampuan peserta didik, pengalaman belajar peserta didik, sikap terhadap topik pembelajaran, pemilihan format pembelajaran,media pembelajaran dan bahasa yang digunakan. c) Analisis tugas Langkah ini merupakan pengidentifikasian berbagai ketrampilan utama yang akan di ajarkan dan menganalisis ke dalam sub-sub ketrampilan d) Analisis konsep Langkah ini digunakan untuk mengidentifikasikan konsepkonsep utama yang akan di ajarkan, menyusunnya secara hirarkis dan
96
merinci konsep-konsep itu kedalam atribut/sifat yang penting dan yang tidak relevan. Analisis ini membantu untuk mengidentifikasi kumpulan contoh dan yang bukan contoh konsep. e) Spesifikasi tujuan pembelajaran Langkah ini digunakan untuk mengkonversikan hasil yang telah diperoleh pada langkah analisis konsep dan analisis tugas menjadi tujuan-tujuan pembelajaran khusus. Kumpulan tujuan pembelajaran pembelajaran khusus ini sebagai dasar untuk menyusun tes dan rancangan pembelajaran. 2) Tahap II: Perancangan (design) Tahap ini bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan. Pada tahap ini dimulai setelah tujuan pembelajaran ditetapkan. Dalam tahap ini terdapat empat langkah yaitu: a) Menyusun tes acuan patokan Langkah ini menjembatani tahap pendefinisian atau tahap I dan tahap perancangan atau tahap II. Tes acuan patokan mengkonversi tujuan-tujuan yang akan di capai untuk perangkat pembelajaran. b) Pemilihan media Langkah ini dilakukan untuk menentukan media yang tepat untuk menyajikan materi pelajaran c) Pemilihan format Langkah ini berkaitan erat dengan media. Pemilihan format yang paling tepat bergantung pada banyaknya faktor di pertimbangkan dalam pembelajaran.
97
d) Perancangan awal Pada langkah perancangan awal ini disajikan inti proses pembelajaran meliputi media yang di anggap paling tepat digunakan dalam pembelajaran serta kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan dalam pembelajaran. 3) Tahap III: Pengembangan (develop) Tahap pengembangan ini bertujuan untuk untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang telah direvisi berdasarkan masukan dan saran dari para ahli yang ditunjuk untuk selanjutnya dipergunakan dalam uji cobadi kelas yang menjadi subjek penelitian. Para ahli yang ditunjuk harus diambil dari praktisi yang berkompeten, agar masukan dan saran dari mereka benar-benar dapat menjadikan perangkat pembelajaran yang dikembangkangkan menjadi lebih baik. a) Penilaian ahli Langkah ini dilakukan untuk memproses masukan dan saran guna
perbaikan
perangkat
pembelajaran.
Beberapa
ahli
yang
berkompeten di minta untuk mengevaluasi perangkat pembelajaran tersebut dari sudut teknis. Berdasarkan saran dari para ahli tersebut, perangkat pembelajaran diperbaiki sehingga lebih tepat, efektif, bermanfaat dan berkualitas tinggi. b) Uji pengembangan Pada langkah ini dilakukan uji coba terbatas. Berdasarkan tanggapan, reaksi dan komentar dari peserta didik, pengamat dan guru
98
dilakukan modifikasi perangkat pembelajaran,siklus penguji, merevisi dan menguji kembali dilakukan terus menerus sampai diperoleh perangkat pembelajaran yang valid. 4) Tahap IV: Penyebaran (disseminate) Tahap penyebaran merupakan tahapan akhir dari model pengembangan 4D. Pada perangkat pembelajaran mencapai tahap akhir apabila uji pengembangan memperoleh hasil yang konsisten dan ahli menilai positif. Perangkat pembelajaran tersebut kemudian dikemas, disebarkan dan diterapkan untuk skala yang lebih luas. Pada tahap ini terdapat 3 langkah yaitu: a) Uji Validasi Perangkat pembelajaran digunakan beberapa kali dalam kondisi yang relatif sama dan menunjukkan hasil yang relatif sama pula. b) Pengemasan Dipilih prosedur dan distributor yang akan mengemas perangkat pembelajaran dalam bentuk yang dapat diterima oleh pengguna. c) Difusi dan adopsi Perangkat pembelajaran disebarkan dan diadopsi oleh pengguna. d) Penyebaran Antara lain (a) Program pengembangannya berbentuk bulat telur yang tidak memiliki titik awal tertentu sehingga dapat memulai perancangan secara bebas, (b) Bentuk bulat telur itu juga menunjukkan adanya saling ketergantungan diantara unsur-unsur
99
yang terlibat, (c) Dalam setiap produk ada kemungkinan untuk dilakukan revisi. B. Penelitian Yang Relevan. Beberapa
penelitian
yang
mendukung
pengembangan
model
pembelajaran POE2WE diantaranya sebagai berikut: 1.
Wah Liew (2004) melakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model POE dapat digunakan oleh guru untuk memberikan pengertian yang mendalam pada aktivitas desain belajar dan strategi bahwa start belajar berawal dari sudut pandang peserta didik bukan guru atau ahli sains. Berdasarkan penemuan dari penelitian yang telah dilakukan memiliki implikasi untuk pengembangan kurikulum,strategi belajar, pengembangan guru dan penilaian pemahaman peserta didik serta tingkat prestasi belajar peserta didik. Manfaat model pembelajaran POE adalah sebagai berikut: (a) dapat digunakan untuk menggali gagasan awal yang dimiliki oleh peserta didik, (b) membangkitkan diskusi baik antara peserta didik dengan peserta didik maupun antara peserta didik dengan guru, (c) memberikan motivasi kepada peserta didik untuk menyelidiki konsep yang belum difahami, (d) membangkitkan
rasa
inginj
tahu
peserta
didik
terhadap
suatu
permasalahan. Penilaian yang dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran ini, terjadi selama proses pembelajaran berlangsung, serta tugas yang disetorkan oleh peserta didik. Jadi setiap aktivitas peserta didik mendapat penghargaan dari guru.
100
2.
White dan Gustone (1992) model pembelajaran POE merupakan suatu model yang efisien untuk menciptakan diskusi para peserta didik mengenai konsep ilmu pengetahuan. Model pembelajaran ini melibatkan peserta didik dalam meramalkan suatu fenomena, melakukan observasi melalui demonstrasi, dan akhirnya menjelaskan hasil demonstrasi dan ramalan mereka sebelumnya. Tahapan pembelajaran POE terdiri atas tiga bagian, pertama predict, kemudian observe, dan yang terakhir adalah explain.
3.
Nurjanah
(2009)
dalam
penelitiannya
memperoleh
hasil
bahwa
peningkatan penguasaan konsep tekanan pada peserta didik yang mendapatkan model pembelajaran POE lebih tinggi dibandingkan dengan mendapatkan model pembelajaran konvensional, dimana N-gain peserta didik yang mendapatkan model dengan pembelajaran POE tergolong sedang, sedangkan N-gain peserta didik yang mendapatkan model konvensional tergolong rendah. Dapat dikatakan model pembelajaran POE secara signifikan dapat lebih meningkatkan peguasaan konsep tekanan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Tanggapan peserta didik terhadap penggunaan model pembelajaran POE dalam pembelajaran materi tekanan sangat positif, menyenangkan dan dirasa cukup mendukung dalam meningkatkan penguasaan konsep dan mengembangkan keterampilan berfikir kreatif peserta didik. 4.
Setyaningtyas (2011) meneliti tentang penerapan model POE yang dapat meningkatkan pembelajaran IPA. Melalui tahapan dari model POE yaitu
101
predict, observe, explain, diperoleh hasil bahwa pembelajaran IPA dapat meningkat karena dapat mengaktifkan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. 5.
Rahayu dkk (2013: 128-133) dalam penelitiannya diperoleh hasil bahwa perangkat pembelajaran model POE dalam kategori baik. Perangkat pembelajaran yang dikembangkan terbukti efektif karena hasil belajar peserta didik mencapai KKM > 76. Rata-rata hasil belajar antara pretes dan posttest berbeda secara signifikan. Aktivitas belajar peserta didik berada dalam kategori baik,dan respon positif peserta didik terhadap pembelajaran mencapai rata-rata persentase lebih dari 75% sehingga dapat disimpulkan. Bahwa pembelajaran dengan menggunakan perangkat model POE dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Model POE dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik karena peserta didik dapat menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki untuk menjelaskan suatu konsep. Nilai rata-rata aspek afektif disetiap pertemuan mengalami peningkatan karena peserta didik terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Nilai rata-rata aspek psikomotor juga mengalami peningkatan karena peserta didik terlibat aktif dan lebih terarah saat praktikum. Selain itu, peserta didik juga berinteraksi dengan alat dan bahan, sehingga peserta didik dapat menguji prediksi melalui pengamatan (observe) dan mengemukakan penjelasan tentang fenomena yang mereka hadapi (explain).
102
6.
Costu dkk (2012: 47-67) mengemukakan tujuan dalam penelitiannya adalah mengetahui keefektipan pembelajaran berbasis POE terhadap perubahan konseptual dan pemahaman peserta didik pada materi kondensasi. Hasil yang diperoleh menunjukkan terjadi peningkatan pemahaman peserta didik setelah diukur menggunakan instrument tes dan wawancara. POE membantu peserta didik mengevaluasi pemahaman awal peserta didik dan menguji kembali ide-ide dalam diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Tahapan POE membantu peserta didik memahami konsep melalui observasi secara langsung, lebih ilmiah dan disajikan penjelasan mengenai permasalahan. Peserta didik dapat memodifikasi ide sesuai dengan pandangan ilmiah, dan menambah pengetahuan baru dari diskusi dan observasi. Model POE dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman peserta didik terhadap berbagai konsep.
7.
Kearney (2007: 427:453) meneliti tentang penggunaan multimedia dengan lembar kerja POE pada lingkungan pembelajaran konstruktivistik sosial. Penelitian ini memfokuskan pada penggunaan multimedia berbasis POE untuk memfasilitasi pembelajaran pada kelompok kecil. Namun, disediakan lembar kerja pada setiap pasang peserta didik sebagai alat diagnosis konsep awal tentang Fisika serta disediakan kesempatan untuk belajar secara berpasangan. Penelitian ini mengadopsi pandangan konstruktivisme sosial untuk menganalisis percakapan, berfokus pada artikulasi dan pembenaran konsep sains. Lembar kerja POE membantu
103
percakapan peserta didik secara berpasangan selama tahap prediksi, pemberian alasan, dan observasi. 8.
Khanthavy
&
Yuenyong
(2012:
273-283)
dalam
penelitiannya
mengemukakan pembelajaran dengan POE mendorong munculnya gagasan peserta didik untuk memutuskan fakta yang relevan dengan kondisi
yang
ada,
kemudian
mengevaluasi
kelayakan
dari
gagasan/prediksi tersebut. Pertama-tama peserta didik harus memprediksi hasil dari suatu kejadian, dan memberikan alasan dari prediksi tersebut, kemudian mendeskripsikan hasil observasi, dan terakhir mengkonfirmasi hasil prediksi dan observasi, terdapat perbedaan antara hasil observasi dengan prediksi awal atau tidak. Prosedur akan lebih efisien jika peserta didik mendiskusikannya dalam kelompok. Kebanyakan peserta didik dapat berpartisipasi secara bebas dalam diskusi tentang fenomena kontekstual sains yang disajikan dalam setiap lembar kerja serta penjelasannya. 9.
Yuanari (2011) yang menelititentang penerapan strategi TTW (Think, Talk, Write) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dapat disimpulkan bahwa ada peningkatan kemampuan pemecahan masalah setelah mengikuti pembelajaran dengan strategi TTW (Think, Talk, Write). Banyaknya peserta didik yang mempunyai skor kemampuan pemecahan masalah dalam kategori kurang dan sangat kurang sebelum penelitian sebanyak 91,17% berkurang menjadi 29,88% pada akhir siklus I, dan berkurang menjadi 15,62% pada akhir siklus ke II. Banyaknya
104
peserta didik yang mengalami peningkatan kategori skor tes kemampuan pemecahan masalah dari akhir siklus I sampai akhir siklus II sebesar 90,32%. 10. Ningsih (2012) melakukan penelitian tentang penerapan strategi TTW berbasis kontekstual dapat meningkatkan ketrampilan proses sains peserta didik. Kesesuaian peningkatan persentasi yang terjadi pada setiap siklusnya dari hasil observasi menunjukan bahwa tindakan yang dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan ketrampilan proses sains peserta didik melalui penggunaan stategi pembelajaran Think, Talk, Write berbasis kontekstual sudah berhasil dan mendapat respon yang baik dari peserta didik. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara baik dari peserta didik maupun guru yang menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan berupa penggunaan stategi pembelajaran Think, Talk, Write berbasis kontekstual dapat meningkatkan ketrampilan proses sains peserta didik. 11. Dedeh Hodiyah (2009) melakukan penelitian membagi peserta didik berdasarkan tingkat kemampuan peserta didik yaitu: peserta didik yang berkemampuan tinggi, sedang dan rendah berdasarkan nilai raport Fisika semester I. berdasarkan analisis dari pretest dan posttest, ternyata terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai pretest dan posttest peserta didik yang mendapatkan pembelajaran Fisika dengan menggunakan stategi TTW (Think, Talk, Write) baik untuk aspek berfikir kreatif maupun untuk aspek koneksi matematik. Temuan lain dari penelitiannya kemampuan kreatif berdasarkan indikator fleksibilitas, elaborasi, pemahaman dan
105
kelancaran, persentase peserta didik yang tergolong kriteria yang pandai dan istimewa lebih tinggi, tetapi untuk indikator perluasannya masih kurang. Sikap peserta didik terhadap pembelajaran Fisika dengan stategi TTW (Think, Talk, Write) ternyata memberikan respon yang positif terlebih lagi untuk peserta didik yang berkemampuan tingkat tinggi. 12. Desy Ambrari dkk (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TTW (Think, Talk, Write) dan peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Hasil penelitian terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA antara peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TTW (Think, Talk, Write) dan peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Di buktikan dengan kelas eksperimen M=51,13 tergolong pada kriteria tinggi, dan kelas kontrol M= 39,54 berada pada kriteria sedang. Adanya perbedaan yang signifikan ditunjukan dengan uji t= 12,46 ini menunjukan bahwa penerapan model pembelajaran TTW (Think, Talk, Write) lebih berpengaruh positif terhadap hasil belajar IPA peserta didik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. 13. Rudiyanto
dan
Waluyo
(2014)
melakukann
penelitian
tentang
pengembangan model pembelajaran Fisika volum benda putar berbasis teknologi dengan strategi konstruktivisme Student Active Learning berbantuan CD interaktif. Penelitian ini merupakan modifikasi model
106
TTW dan model CLD (Contruktivist Learning Design). Model ini berorientasi pada peserta didik yang menekankan pada keaktifan peserta didik dan menekankan guru sebagai fasilitator. Hasil penelitian ini menggambarkan peserta didik dapat memecahkan masalah dengan mandiri. 14. Tuwoso (2011) Disertasi; Pengembangan model Pembelajaran Fisika di SMK dengan pendekatan Konstruktivistik. Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan model dan perangkat pembelajaran konstruktivistik dan mengetahui
keefektifan
model.
Dari
hasil
penelitian
lapangan
disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan skor tes awal dan skor tes akhir pada semua materi yang di ajarkan (p<0,05), dengan demikian penggunaan model pembelajaran Fisika SMK dengan pendekatan Konstruktivistik terbukti efektif dan berpengaruh terhadap peningkatan prestasi peserta didik. 15. Samosir (2010) menyatakan bahwa penerapan model POEW dapat meningkatkan penguasaan konsep dan ketrampilan berfikir kritis peserta didik SMA. Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa peningkatan penguasaan konsep dan berfikir kritis peserta didik yang mendapatkan model POEW secara signifikan lebih baik dibandingkan peserta didik yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Peserta didik memberikan tanggapan yang positif terhadap penggunaan model pembelajaran POEW. Model pembelajaran POEW menjadikan peserta didik lebih aktif, suasana belajar dirasakan menyenangkan dan model tersebut sangat mendukung
107
dalam meningkatkan penguasaan konsep dan meningkatkan ketrampilan berfikir kritis peserta didik. 16. Supriyati (2012) melakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa pembelajaran Biologi dengan pendekatan SETS menggunakan model PBL dan model POEW berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik. Namun pada penelitian tersebut masih terdapat kelemahan atau kekurangan di dalam penggunaan model POEW. Kelemahan tersebut antara lain peserta didik kurang kreatif dalam mengemukakan prediksinya, sehingga dalam menggali informasi untuk mengkaji masalah dan membuktikan prediksi awal menjadi kurang rinci. Hal ini terjadi karena kepekaan dan wawasan peserta didik terhadap permasalahan yang terjadi dilingkungan sekitar masih kurang. 17. Andini Dewi S (2013) melakukan penelitian tentang pengembangan dan Implementasi model P2OEW pada materi pencemaran. Penelitian ini menunjukan kelayakan model pembelajaran P2OEW berkategori Sangat Baik setelah dilakukan uji coba lapangan. Peningkatan hasil belajara peserta didik cukup signifikan dalam kategori sedang dan terdapat perbedaan hasil belajara sebelum dan sesudah diterapkan model pembelajaran P2OEW. Dari penelitian ini masih terdapat kelemahan yaitu peserta didik tidak di tuntut untuk menerapkan konsep dalam kehidupan sehari-hari dan belum dilakukan evaluasi untuk mengetahui sejauhmana konsep yang di kuasai.
108
C. Kerangka Berfikir Model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran yang bersifat konstruktivistik dan berorientasi ke hakikat sains yaitu adanya tiga dimensi dalam belajar sains (sebagai proses, produk dan alat untuk mengembangkan sikap ilmiah). Selain memberikan kesempatan seluasluasnya pada peserta didik untuk melakukan eksplorasi sederhana, alternatif model yang ditawarkan juga mempertimbangkan pemahaman konsep-konsep yang harus dikuasai peserta didik. Penerapan model pembelajaran POEW yang sudah ada masih kurang mengoptimalkan kemampuan peserta didik dalam memberikan prediksi dan untuk
memecahkan suatu
permasalahan
yang diberikan. Kurangnya
pengetahuan awal peserta didik menjadi kendala dalam pembentukan suatu prediksi dari peserta didik. Suatu prediksi yang dibuat peserta didik membutuhkan pengetahuan awal dan pengetahuan yang luas tentang suatu permasalahan. Selain itu peserta didik tidak dilatih untuk menerapkan ilmunya dalam kehidupan nyata.
Guru sulit mengukur seberapa besar tingkat
ketuntasan pembelajaran. Pada
pengembangan
model
POE2WE
ini
yang
merupakan
penggabungan dari model POEW dengan model kontrukrivistik akan di sajikan dalam LKS tentang Gerak Lurus yang dapat menjadikan peserta didik mampu membuat prediksi berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki agar peserta didik dapat memecahkan masalah yang diberikan guru maupun permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu peserta didik dibimbing
109
berfikir kritis untuk melakukan eksperimn/percobaan berdasarkan prediksi yang dibuatnya sendiri ddan mengaplikasikannya dalam kehidupan seharihari. Model pembelajaran POE2WE dapat memfasilitasi peserta didik untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran, yaitu pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered). Peserta didik diajak untuk latihan berfikir dalam memprediksi berdasarkan atas pengetahuan awal yang dimiliki melakukan eksperimen dalam kerja kelompok. Model ini memberi kesempatan
kepada
peserta
didik
untuk
mengemukakan
gagasan,
mendiskusikan hasil pengamatan dan percobaan, menuliskan dengan bahasa sendiri diakhiri dengan melakukan evaluasi untuk mengukur sejauhmana pemahaman peserta didik. Alur pemikirannya diilustrasikan sebagai berikut:
110
Pembelajaran di sekolah: - Pembelajar terpusat pada guru (teacher centered) - Model pembelajaran yang kurang variatif - Hasil belajar peserta didik kuarang optimal
Tuntutan Kurikulum 2013: Kontruktivisme dalam pembelajaran - Pengetahuan dibangun oleh peserta didik sendiri - Pengetahuan tidak diperoleh dari transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik
POEW
Konstruktivistik
Pengembangan model pembelajaran POE2WE (Predict, Observe, Explan, Elaboration,Write and Evaluation)
- Model POE2WE dapat menjadikan peserta didik aktif dalam pembelajaran. - Peserta didik dapat membangun dan menemukan pengetahuan sendiri - Memudahkan peserta didik memahami materi pelajaran - Peserta didik memiliki kemampuan berfikir kritis dan memecahkan masalah sendiri. - Model POE2WE tidak hanya menekankan pada ranah kognitif saja, tetapi juga pada ranah psikomotor dan afektif
Hasil belajar peserta didik menjadi optimal Gambar15. Alur kerangka berfikir model POE2WE
111
D. Model Pengembangan Hipotetik
Komponen Model
Isi Model
Kompetensi Fisika
Implementasi
Isi Model 1. Model-model pembelajaran Prediction Observation Explanation Elaboration Write Evaluation 2. Perangkat Pembelajaran Silabus, RPP Bahan Ajar LKS Bahan Ajar Pedoman Model POE2WE Evaluation
Implementasi 1. Model-model pembelajaran Prediction Observation Explanation Elaboration Write Evaluation 2. Perangkat Pembelajaran Silabus, RPP Bahan Ajar LKS Bahan Ajar Pedoman model POE2WE Evaluation
Evaluasi
Evaluation 1. Selama Proses belajar mengajar Kognitif Afektif Psikomotorik 2. Tes Awal dan Akhir Pretest Posttest
Hasil Belajar peserta didik di SMA kelas X Sasaran
semester I pada mata pelajaran Fisika
Bagan 14 Model Hipotetik pembelajaran fisika di SMA dengan model POE2WE