BAB II KONSEP FUN LEARNING DAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
A. Konsep Fun Learning Sesungguhnya pendidikan dalam arti luas adalah proses berkaitan dengan upaya untuk mengembangkan potensi pada diri seseorang yang meliputi tiga aspek kehidupan, yaitu pandangan hidup, sikap hidup dan ketrampilan hidup. Ketiga aspek tersebut biasa dikenal dengan istilah ranah kognnitif, afektif dan psikomotor, ketiganya merupakan totalitas yang melekat pada diri seseorang.1 Peserta didik bukanlah tabung kosong atau kertas putih bersih yang dapat diisi atau ditulis sekehendak guru, melainkan individu yang memiliki sejumlah potensi yang perlu dikembangkan. Pengembangan potensi tersebut menuntut iklim kondusif yang dapat mendorong peserta didik begaimana belajar (learning how to learn), serta menghubungkan kemampuan yang dimiliki dengan penerapannya sehari-hari. 2 Untuk itu, diperlukan sebuah strategi pembelajaran baru yang lebih memberdayakan siswa. Sebuah strategi yang dapat mendorong siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. 3 Salah satunya
1
Lift Anis Ma’shumah, pembinaan kesadaran beragama pada anak, dalam Ismail SM (eds), Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Plajar Offset, 2001), hlm. 214 2 E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung : PT. Remaja Rosda karya, 2003)., hlm. 56 3 Nurhadi, Pendekatan Kontekstual, (Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, 2002), hlm. 2
20
21
melalui penerapan model pembelajaran fun learning dalam pendidikan. 1. Pengertian Fun Learning Fun learning berasal dari dua kata, yaitu fun dan learning. Secara etimologi fun berarti kesenangan, kegembiraan.4 Sedangkan learning berarti pembelajaran. 5 Dalam bahasa arab istilah fun adalah
ُُ السرور. 6
Untuk merumuskan secara tepat apa arti “fun” dalam belajar mengajar, penulis mengutip Buku Accelerated Learning. Praktisi Accelerated Leraning menginginkan agar pembelajar mengalami kegembiraan belajar, sebab mereka tahu betapa pentingnya itu. Kata Meier, “kegembiraan” bukan berarti menciptakan suasana ribut dan hura-hura. Ini tidak ada hubungannya dengan kesenangan yang semberono dan kemeriahan yang dangkal. Namun, “kegembiraan” ini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, dan terciptanya makna, pemahaman, nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Itu adalah kegembiraan yang melahirkan sesuatu yang baru. 7 Jadi, kegiatan belajar mengajar yang mengasyikkan tentu bukan semacam kegiatan yang bebas tak terkendali atau jauh dari kesungguhan. Bahkan merujuk ke rumusan Meier, kegiatan belajar mengajar itu hanya akan dapat berlangsung penuh gairah dan semangat apabila murid-murid dapat diajak untuk bersungguh-sungguh dalam mempelajari apa yang
4
John M. Echos dan Hasan Shadily, Kamus Inggris – Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1997), hlm 260. 5 Ibid, hlm 352. 6 Ahmad Warson Munawwir, Al Munawwir; Kamus Arab – Indonensia, (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 2002), hlm 262. 7 Dave Meier, op.cit, hlm.36
22
ingin dipelajari. Guru, paling tidak, sebelum pengajaran berlangsung, perlu lebih dulu mencari dan kemudian menunjukkan manfaat dari sebuah mata pelajaran. 8 2. Latar Belakang Munculnya Fun Learning Kebanyakan orang dewasa
mengalami cacat belajar dan sama
sekali tidak menyadarinya. Yang membuat cacat adalah berbagai keyakinan dan praktik belajar yang diwarisi dari masa lalu dan kini menyatu dalam kebudayaan. Keyakinan dan praktik yang melumpuhkan ini, mewakili banyak kecenderungan lama yang telah berusia berabad-abad, menjadi bentuk lembaga pada abad ke-19. Asumsi abad ke-19 mengenai belajar ini begitu kuat dan mematikan. Hanya sedikit orang yang mempertanyakannya, lebih sedikit lagi yang mengambil tindakan untuk menanggulanginya. Maka dari itu, dibutuhkan revolusi dalam seluruh pendekatan terhadap pembelajaran. Di Amerika, pada abad ke-19, sistem pendidikan wajib yang pertama (di kenal sebagai Common School Movement / Gerakan Sekolah Umum) terbantuk dari New England dan menjadi model untuk pendidikan yang dilembagakan di seluruh negeri. New England dikuasai oleh kaum Puritan, dan filosofi mereka sangat berpengaruh pada seluruh lembaga kebudayaan New England yang selanjutnya tertekan dalam ke dasar-dasar
8
Hernowo, Mengubah Sekolah: Catatan-Catatan Ringan Berbasis Pengalama, (Bandung: MLC, 2005), hlm. 36
23
pendidikan Amerika.9 Belajar, bagi kaum Puritan, adalah indoktrinasi yang sering merupakan kegiatan yang suram, tanpa kegembiraan, dan hanya berisi hafalan. Di lingkungan akademis, perpaduan antara rasa sakit dan belajar pun sangat jelas. Belajar yang menyenangkan dan tanpa tekanan dicurigai. Kegembiraan, hasrat dan kreatifitas harus di tindas dan dijinakkan. Logika yang kaku, dingin dan analisis dianggap sebagai satu-satunya jalan yang benar menuju pengetahuan. Para pakar Accelerated Learning menyebutkan bahwa obat untuk puritasinme adalah mengembalikan kegembiraan dalam belajar. Baik anak-anak maupun orang dewasa dapat belajar paling baik dalam lingkungan yang ditandai dengan adanya minat dan kebahagiaan pribadi, dan bukan dalam lingkungan yang ditandai dengan intimidasi, kebosanan, stres, hal yang tidak relevan, atau kesakitan. 10 Di samping itu, kebanyakan buku untuk fasilitator belajar di penuhi penjelasan tentang cara menggunakan berbagai teknik, prosedur, metode, dan media tertentu yang telah dibuatkan resepnya. Tetapi kebanykan buku yang dipenuhi berbagai teknik itu tidak pernah berbicara tentang kegembiraan belajar. Padahal, kegembiraan itulah yang sering merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar.
9
Dave Meier, The Accelerated Learning Handbook: Panduan Kreatif Dan Efektif Merancang Program Pendidikan dan Pelatihan, terj. Rahmani Astuti, (Bandung : Kaifa, 2003)., hlm. 56. 10 Ibid, hlm.59
24
3. Komponen-Komponen Fun Learning Dari rumusan di atas, akan didapati beberapa komponen pembangun suasana yang menyenangkan tersebut. Pertama, bangkitnya minat. Kedua, adanya keterlibatan. Ketiga, terciptanya makna. Keempat, adanya pemahaman atau penguasaan materi. Kelima, munculnya nilai yang membahagiakan. Lantas, dari gabungan seluruh komponen pembangun suasana yang menyenangkan tersebut, niscaya akan lahirlah kemudian sesuatu yang baru.11 a. Bangkitnya minat Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, minat diartikan sebagai “kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu”. Dalam bahasa yang lebih simpel, minat kadang dipadankan juga dengan “gairah” atau “keinginan yang menggebu-gebu”. Jadi, apabila kegembiraan dikaitkan dengan komponen pertama ini, maka jelas bahwa seorang pengajar atau pembelajar menjadi gembira lantaran di dalam dirinya memang ada keinginan mengajarkan atau mempelajari suatu materi pelajaran. b. Adanya keterlibatan penuh peserta didik dalam mempelajari sesuatu. Komponen kedua ini sangat bergantung pada keberadaan komponen pertama. Apakah mungkin seorang pemelajar dapat terlibat secara penuh dan aktif dalam mengikuti sebuah pelajaran apabila di dalam dirinya tidak ada sama sekali keinginan atau gairah untuk 11
Hernowo, Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan, (Bandung: MLC, 2005), hlm.17.
25
mengikuti pelajaran tersebut. Keterlibatan memerlukan hubungan timbal balik. Apa yang dipelajari dan siapa yang ingin mempelajari perlu ada jalinan yang akrab dan saling memahami.12 c. Ikhwal terciptanya makna Makna tidak mudah didefinisikan. Makna berkaitan erat dengan masing-masing pribadi. Kata yang mungkin paling dekat dan mudah kita pahami berkaitan dengan makna adalah terlibatnya sesuatu yang memang “mengesankan”. Sesuatu yang mengesankan biasanya dapat menghadirkan makna. Jadi apabila sebuah pembelajaran, tidak dapat menimbulkan kesan mendalam terhadap pembelajar, maka mustahil ada makna. Apalagi jika pembelajar kering, monoton, dan hampa dari hal-hal yang bisa membuat suasana menjadi segar dan ceria, tentulah akan sulit menciptakan makna dalam suatu pembelajaran. d. Ikhwal pemahaman terhadap materi yang dipelajari Apabila minat seorang pembelajar dapat ditimbulkan ketika mempelajari sesuatu, lantas dia dapat terlibat secara aktif dan penuh dalam membahas materi-materi yang dipelajarinya, dan ujungujungnya dia terkesan dengan sebuah pemelajaran yang diikutinya, tentulah pemahaman akan materi yang dipelajarinya dapat muncul secara sangat kuat. Rasa ingin tahu atau kehendak untuk menguasai materi yang dipelajarinya akan tumbuh secara hebat apabila dia berminat, terlibat, dan terkesan. Sebab, ada kemungkinan ketika dia
12
Ibid, hlm. 19
26
belajar sesuatu yang baru, dia kemudian dapat mengaitkan hal-hal baru itu dengan pengalaman lama yang sudah tersimpan di dalam dirinya. Intinya, materi yang dipelajarinya itu kemudian dapat menyatu dan selaras dengan dirinya. 13 e. Nilai yang membahagiakan Bahagia menurut bahasa, adalah keadaan atau perasaan senang tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan). Berkaitan dengan belajar, bahagia adalah keadaan yang bebas dari tekanan, ketakutan, dan ancaman. Rasa bahagia yang dapat muncul di dalam diri si pemelajar bisa saja terjadi karena dia merasa mendapatkan makna ketika mempelajari sesuatu. Dirinya jadi bahagia. Dirinya jadi tumbuh berkembang dan berbeda dengan sebelum-sebelumnya. Atau dia merasa bahagia karena selama mengalami pemelajaran dia diteguhkan sebagai seorang yang berpotensi dan dihargai jerih payahnya dalam memahami sesuatu. Dalam firman Allah surat al-Insyiqaaq ayat 6 – 9:
ِ ِِ ِاَي ُأايُّ اه إ ُاُم إن َّك ُ اكاد ٌح ُإِ اَل اُربِ ا نسان ُإِن ا }ُفاأ َّام ا6{ُ ك ُ اك إدحاًُفام اَلقيه اُاْل ا ُ}ُ اويان اقلِب8{ًُُح اساابًُيا ِسريا ُِ اسب }ُفا اس إو ا7{ُأ ِوِتاُكِتااباهُبِيا ِمينِ ِه ف ُُيا ا ِِ ِ ُ}9{ًُُم إسرورا إ اَلُأ إاهله ا
Hai manusia, Sesungguhnya kamu Telah bekerja dengan sungguhsungguh menuju Tuhanmu, Maka pasti kamu akan menemui-Nya. Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, Maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, Dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira. (Al Insyiqaaq: 6-9).
13
Ibid, hlm. 21
27
Untuk hasil konkret dari suasana belajar yang menggembirakan ini, penulis juga merujuk kepada rumusan Dave Meier. Meier ternyata tidak hanya merumuskan hal-hal yang berkaitan dengan apa itu makna kegembiraan. Meier ternyata telah menyiapkan satu rumusan konkret dari sebuah pembelajaran yang menyenangkan. Dan menurutnya, pembelajaran yang menyenangkan adalah pembelajaran yang dapat membawa perubahan terhadap diri si pemelajar. Dalam kata-kata Meier, hal itu disampaikan sebagai berikut: “Penelitian mengenai otak dan kaitannya dengan pemelajaran telah mengungkapkan fakta yang sangat mengejutkan: apabila sesuatu dipelajari dengan sungguh-sungguh, struktur internal sistem saraf kimiawi (atau elektris) seseorangpun berubah. Hal-hal baru tercipta di dalam diri seseorang (jaringan serat baru, jalur elektris baru, asosiasi baru, dan koneksi baru). Dalam proses pemelajaran, para pemelajar harus diberi waktu agar hal-hal baru tersebut benar-benar terjadi di dalam dirinya. Apabila tidak, tentu saja takkan ada yang melekat. Juga tidak ada yang menyatu, dan tidak ada yang benar-benar dipelajari. Pemelajar adalah perubah. Apabila tidak ada waktu untuk merubah, berarti tidak ada pelajaran sejati”.14 Bobbi DePorter dan Mike Hernacki, dalam Quantum Learning, sebagaimana dikutip oleh Hernowo, membahasakan kegembiraan itu dengan terbangunnya emosi positif. Siapa saja yang dapat membangun emosi positif di dalam dirinya, tentulah ia akan dapat menghadirkan suasana gembira. Dan menurut Deporter dan Hernacki; emosi positif akan membuat otak dapat bekerja secara optimal, sebagaimana hal itu disampaikan secara menarik oleh DePorter dan Hernacki dalam daur
14
Ibid, hlm.25
28
emosi positif 15 berikut:
Emosi Positif
Kekuatan Otak
Kehormatan Diri
Keberhasilan
Dalam gambar yang berbentuk siklus tersebut, terlihat bahwa emosi positif (yaitu keadaan yang menyenangkan, merasa nyaman, dan tidak tertekan) dapat mendorong seseoran untuk membangun kekuatan otaknya. Dan tentu, kekuatan otak ini akan memudahkan seseorang meraih keberhasilan. Sebuah keberhasilan yang dicapai tentu saja akan mampu menciptakan kehormatan diri. Demikian seterusnya siklus itu berulang sehingga semakin lama orang tersebut akan mampu meningkatkan dirinya. 16 M. Athiyah al-Abrasy menyebutkan dalam Ruh Al-Tarbiyah Wa Al Ta’lim:
ُالرتبيةُهتذيبُالقويُالطبيعيهُللطفلُكىُيكونُقادراُعلىُانُيقودُحياة 17
.خلقيةُصحيةُسعيدة
Pendidikan adalah terbentuknya tabiat terhadap anak agar ia mampu mencapai kehidupan manusia yang berakhlak sehat dan bahagia. 15
Ibid, hlm.27 Hernowo, Mengubah Sekolah, op. cit., hlm. 50 17 M. Athiyah Al-Abrasy, Ruh Al-Tarbiyah Wa Al Ta’lim, (Mesir: Isa al Ababil Al Halal wa Syirkah, 1950), hlm 6. 16
29
Dalam
buku
Meraih
Kebahagiaan,
Jalaluddin
Rakhmat
menunjukkan bahwa emosi positif akan memperluas pikiran dan tindakan serta membangun sumber daya personal, sementara emosi negatif akan menyempitkan pikiran dan tindakan. “Di antara ciri orang yang bahagia, tulis Jalaluddin Rakhmat, ialah emosi positif. Frederickson menyebutkan empat keadaan emosi positif: Joy (keceriaan), interest (ketertarikan), contentment (kepuasan atau kelegaan), dan love (cinta atau kasih sayang)”.18 Kuncinya adalah membangun ikatan emosional tersebut, yaitu dengan menciptakan kesenangan dalam belajar, menjalin hubungan, dan menyingkirkan segala ancaman dari suasana belajar.19 4. Tujuan Fun Learning Fun learning adalah sebuah pendekatan dalam belajar, di mana pendekatan ini pada prinsipnya sangat berkaitan dengan penciptaan kondisi belajar. Dengan terwujudnya kondisi belajar, proses belajarnya akan dapat lebih lancar dan tujuan belajar akan dapat tercapai.20 Tujuan yang diinginkan dari pembelajaran fun learning ini adalah untuk menggugah sepenuhnya kemampuan belajar para pelajar, membuat belajar jadi menyenangkan dan memuaskan, serta memberikan sumbangan sepenuhnya pada kebahagiaan, kecerdasan, kompetensi dan keberhasilan
18
Hernowo, Menjadi Guru Yang Mau dan Mampu Mengajar Secara Menyenangkan, Op. Cit., hlm.29 19 Bobbi DePorter & Mark Reardon, Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learning di Ruang Kelas, Terj. Ary Nilandari, (Bandung: Kaifa, 2005), hlm.23 20 Djamaluddin Darwis, Strategi Belajar Mengajar, dalam Abdul Mu’ti (eds), Pbm-Pai Di Sekolah, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset,1998)., hlm 209
30
para pembelajar.21 5. Otak dan Hubungannya dengan Fun Learning a. Teori Otak Triune Otak memiliki tiga bagian dasar, yang oleh seorang peneliti, Dr. Paul Mac Lean disebutnya sebagai “Otak Triune”. Menurut teori ini, otak manusia mempunyai tiga bidang spesialisasi yang terpisah meskipun saling berhubungan, yaitu: Otak reptil, Otak tengah (sistem limbic), dan neokorteks.22 Karena terdiri dari tiga bagian yang masingmasing berkembang pada waktu yang berbeda dalam sejarah evolusi manusia, masing-masing bagian juga mempunyai struktur syaraf tertentu dan mengatur tugas-tugas yang harus dilakukan. Ketiga bagian otak ini adalah: 1). Otak Reptil. Ini adalah bagian otak paling sederhana, yang tugas utamanya adalah mempertahankan diri. Otak ini menguasai fungsifungsi otomatis seperti degupan jantung dan sistem peredaran darah. Di sinilah pusat perilaku naluriah dan repetitif yang cenderung mengikuti contoh dan rutinitas secara membuta dan ritualitas. 2). Otak Tengah atau Sistem Limbic. Ini adalah otak yang memainkan peranan besar dalam hubungan manusia dan dalam emosi. Ini adalah otak sosial dan emosional. Di otak ini juga terkandung sarana penting untuk ingatan jangka panjang. 21 22
36
Dave meier, op.cit, hlm.37 Bobbi DePorter & Mike Hernacki, Quantum Learning, (Bandung: Kaifa, 1999). Hlm.
31
3). Neokorteks. Otak ini mempunyai banyak fungsi tingkat tinggi seperti
bahasa,
berfikir
abstrak,
memecahkan
masalah,
merencanakan ke depan, bergerak dengan baik, dan berkreasi. 23 Ketiga “otak” ini saling terkait dalam suatu organisme menyeluruh dan sering saling terlibat dalam tugas temannya dengan cara yang kompleks, rumit, dan menentukan. Maka yang paling baik adalah memandang ketiga aspek otak ini bukan dari lokasi fisiknya, melainkan sebagai pusat kliring untuk fungsi-fungi khusus. b. Teori Otak Kiri-Kanan Tiga bagian otak yang tergabung dalam otak triune merupakan kesatuan yang memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Ketiga bagian ini menjadi belahan simetris, yaitu belahan kiri yang disebut dengan “otak kiri” dan belahan kanan yang disebut “otak kanan”. 1). Otak Kiri Otak kiri ini cenderung untuk berpikir secara logis (lurus, bagian per bagian, dan teratur). 2). Otak Kanan Otak kanan cenderung berpikir secara emosional (kemana-mana, holistik, dan acak). Menurut Roger Sperry,24 yang dikutip Hernowo dalam “Mengubah Sekolah”, masing-masing belahan otak tersebut memiliki cara kerja yang berbeda, tetapi ketika berpikir, dua belahan itu 23
Dave Meier, op. cit., hlm. 83 Roger Sperry, Penerima Hadiah Nobel di bidang kedokteran yang meneliti dua belahan otak yang kita miliki 24
32
melakukan kegiatan yang bersamaan. Apabila kita mengetahui cara kerja yang berbeda itu, kita akan dapat mengatur diri untuk melakukan sesuatu (misalnya kegiatan untuk membaca dan menulis) secara bersemangat atau “fun”.25
Kanan = Emosi
Kiri = Logika Perencanaan Tata bahasa penelitian rasional membaca menulis
Kegiatan yang baik memanfaatkan kedua belahan otak
Semangat bebas emosi imajinasi gairah kegembiraan
Sekarang ini seseorang harus memanfaatkan kekuatan seluruh pikiran dan seluruh dirinya untuk belajar (pikiran, tubuh, emosi, dan semua indera). Dapat dikatakan bahwa memanfaatkan seluruh otak merupakan kunci untuk membuat belajar lebih cepat, lebih menarik, dan lebih efektif. Manusia harus menjaga agar fungsi reptil tetap hidup dengan naluri pertahanan dirinya dan fungsi-fungsi otomatisnya. Kepatuhan pada contoh dan kebiasaan itu penting dan positif. Harus melibatkan fungsi limbik dalam belajar. Emosi, sebagaimana dibenarkan oleh penelitian dan akal sehat, berpengaruh besar pada kualitas dan
25
Hernowo, Mengubah Sekolah, op. cit., hlm 52-53
33
kuantitas belajar (tidak ada apapun yang dapat mempercepat pembelajaran dari pada rasa gembira). Tujuannya adalah menciptakan perasaan positif dalam diri pembelajar dan untuk membangkitkan kecerdasan sosial sistem limbik. Dan juga harus melatih sepenuhnya fungsi neokorteks otak jika ingin mengoptimalkan pembelajaran dan prestasi manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajar mereka cara berpikir sendiri, mengolah (bukannya menyimpan) informasi, belajar, berkhayal, dan menciptakan makna serta nilai bagi diri mereka sendiri dari informasi dan pengalaman yang mereka dapatkan. Jika perasaan positif dan pembelajar berada dalam keadaan santai dan terbuka, mereka dapat “naik tingkat” ke area neokorteks (otak belajar). Jika perasaan negatif dan pembelajar merasa tertekan, mereka cenderung “turun tingkat” ke otak reptil dengan tujuan bukan untuk belajar, melainkan untuk bertahan. Belajar jadi lambat atau bahkan berhenti.26 Di samping itu, harus mencoba berlatih menggunakan otak kanan lebih dahulu dan baru otak kiri ketika belajar. Hal ini dikarenakan di otak kananlah tersimpan kegembiraan ataupun kegairahan. Selain itu kita perlu memulai lebih dahulu berpikir dengan menggunakan otak kanan, lantaran hampir selama kita belajar di sekolah, kita kelihatannya senantiasa dilatih untuk menggunakan otak
26
Dave Meier, op. cit., hlm 84-85
34
kiri. Bisa jadi, kita kadang sudah menggunakan otak kanan, namun cara kita menggunakannya bukanlah dengan kesadaran penuh. 27 B. Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam merupakan sebutan yang diberikan kepada salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari oleh siswa muslim dalam menyelesaikan pendidikannya pada tingkat tertentu. 28 Sedangkan menurut Ahmad Tafsir, pendidikan agama Islam berarti bidang studi agama Islam. 29 Pada periode usia Sekolah Dasar merupakan masa pembentukan nilainilai agama sebagai kelanjutan periode sebelumnya. Kualitas keagamaan anak akan sangat dipengaruhi oleh proses atau pendidikan yang diterimanya. Berkaitan dengan hal tersebut, pendidikan agama di sekolah dasar mempunyai peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, pendidikan agama (pengajaran, pembiasaan, dan penanaman nilai-nilai) di Sekolah Dasar harus menjadi perhatian semua pihak yang terlibat dalam pendidikan di sekolah dasar, bukan hanya guru agama, tetapi kepala sekolah dan guru-guru yang lainnya.30 Pelaksanaan pembelajaran PAI pada umumnya melibatkan beberapa komponen, antara lain: 1. Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan pendidikan sekarang tidak cukup hanya memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, keimanan, dan ketakwaan saja, tetapi juga 27 28
Hernowo, Mengubah Sekolah, op. cit., hlm 53 Chabib Thaha, Metodologi Pengajaran Agama, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 1999),
hlm.4 29
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), hlm. 8 30 Syamsul Yusuf LN, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001), hlm. 178.
35
harus diupayakan melahirkan manusia kreatif, inovatif, mandiri, dan produktif. Mengingat dunia yang akan datang adalah dunia yang kompetitif. 31 Menurut Zakiah Darajat, sebagaimana dikutip oleh Syamsul Yusuf bahwa pendidikan agama di Sekolah Dasar, merupakan dasar bagi pembinaan sikap positif terhadap agama dan berhasil membentuk pribadi dan akhlak anak, dengan tujuan untuk pegangan dalam menghadapi berbagai goncangan yang bisa terjadi pada masa remaja. 32 2. Materi Pendidikan Agama Islam Pada tingkat sekolah dasar, bahkan pegangan pendidikan agama Islam yang diberikan lebih ditekankan pada empat unsur pokok, yaitu: keimanan, ibadah, al Qur’an, dan akhlaq.33 Adapun penjelasannya sebagai berikut: a. Pembelajaran Keimanan Iman berarti percaya dengan hati, mengikrarkan dengan lidah akan wujud dan keesaan Allah. Adapun ruang lingkup pengajaran keimanan itu meliputi rukun iman yang enam, yaitu, percaya kepada Allah, kepada malaikat, kepada kitab suci yang diturunkan kepada rasul Allah, iman kepada rasul Allah, dan kepada hari akhirat serta kepada qadha dan qadar. Suatu hal yang tidak boleh dilupakan oleh guru ialah bahwa 31
Abudin Nata, Managemen Pendidikan: Mengatasi Kelemahan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm. 43 32 Syamsul Yusuf LN, Loc. Cit., 33 Depag Dirjen Kelembagaan Agama Islam, Pedoman PAI di Sekolah Umum, (Jakarta: Depag RI, 2003), hlm 6.
36
pengajaran keimanan itu lebih banyak berhubungan dengan aspek kejiwaan dan perasaan. Nilai pembentuk yang diutamakan dalam mengajar
adalah
keaktifan
fungsi-fungsi
jiwa
(pembentukan
fungsional). Pengajaran lebih bersifat afektif, murid jangan terlalu dibebani dengan hafalan-hafalan, atau hal-hal yang lebih bersifat berilmu, bukan ahli pengetahuan tentang keimanan.34 b. Pembelajaran Ibadah Ibadah, menurut bahasa artinya taat, tunduk, ikut, dan do’a. sedangkan dalam pengertian yang luas, ibadah itu segala bentuk pengabdian yang ditujukan kepada Allah semesta yang diawali oleh niat. Ada bentuk pengabdian yang secara tegas digariskan oelh syariat Islam, seperti; shalat, puasa, zakat, haji, dan adapula yang tidak digariskan cara pelaksanaannya dengan tegas, tetapi diserahkan kepada yang melakukannya, asal prinsip ibadatnya tidak ketingggalan, seperti bersedekah, dan lain-lain. Semua perbuatan baik dan terpuji memuat norma ajaran Islam, dapat dianggap dengan niat yang ikhlas karena Allah semata.35 Anak sekolah dasar jangan dituntut untnuk menghafalkan bacaan-bacaan yang sukar yang merupakan pokok materi yang menjadikan perbuatan ibadah sah. Setiap guru harus mengerti dan sadar bahwa pengajaran ibadah itu adalah pengajaran kegiatan beramal
34
Zakiah Darajat dkk, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hlm 63. 35 Ibid, hlm 68.
37
atau bekerja dalam rangka beribadat.36 c. Pembelajaran al Qur’an Al Qur’an adalah wahyu Allah yang dibukukan, yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, sebagai suatu mukjizat, membacanya dianggap ibadat, dan merupakan sumber utama ajaran Islam. Adapun ruang lingkup pengajaran al Qur’an ini lebih banyak berisi pengajaran keterampilan khusus yang memerlukan banyak latihan dan pembiasaan. 37 d. Pembelajaran Akhlak Dalam bahasa Indonesia, secara umum, akhlak diartikan dengan tingkah laku atau budi pekerti. Menurut Imam Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Zakiah Darajat bahwa akhlak ialah suatu istilah tentang bentuk batin yang tertanam dalam jiwa seseorang yang mendorong ia berbuat (bertingkah laku), bukan karena suatu pemikiran dan bukan pula karena suatu pertimbangan. Pada masa anak-anak atau pada usia sekolah dasar, sifat-sifat baik dan terpuji itu diberikan kepada anak-anak melalui cerita-cerita para pahlawan dan tokoh-tokoh agama yang banyak memperlihatkan sifat-sifat terpuji itu. Dan tentu saja lebih tepat kalau diberikan melalui sejarah atau hikayah para Nabi dan Rasul, para sahabat Nabi dan Imam
36 37
Ibid, hlm 244. Ibid, hlm 60.
38
Mujtahid. 38 3. Siswa Siswa sebagai subjek utama pendidikan, siswa dengan karakteristik yang berbeda-beda memegang peranan yang sangat strategis. Siswa yang belajar PAI diharapkan memiliki karakteristik tersendiri sebagai ciri khas PAI yang dipelajari. Dengan demikian, mereka akan menjadi sosok yang unik dan luhur dalam penampilan, bicara, pergaulan, ibadah, tugas, hak, tanggungjawab, pola hidup, kepribadian, watak, semangat, cita-cita, serta aktivitas. 4. Guru Guru agama sebagai pengemban amanah pembelajaran PAI haruslah orang yang memiliki pribadi yang saleh. Hal ini merupakan konsekuensi logis karena dialah yang akan mencetak anak didiknya menjadi anak saleh. Menurut Al Ghazali yang dikutip Mukhtar, seorang guru agama sebagai penyampai ilmu, semestinya dapat menggetarkan jiwa atau hati siswanya, sehingga semakin dekat kepada Allah dan memulai tugasnya sebagai khalifah di bumi ini. Semua tercermin melalui perannya sebagai pembimbing, model (uswah) maupun sebagai nasehat, dalam proses pembelajaran. 39 Dalam pendapatnya Abdurrahman Mas’ud, secara konvensional, guru paling tidak harus memiliki tiga kualifikasi dasar, yaitu menguasai materi, antusiasme, dan penuh kasih sayang (loving) dalam mengajar dan 38 39
Ibid, hlm 89. Ibid, hlm 72.
39
mendidik. Meskipun loving merupakan kualifikasi yang paling belakang dala konsep humanisme religius, sesungguhnya harus ditempatkan pada sesama urutan pertama. Seorang guru harus mengajar hanya berlandaskan cinta kepada sesama umat manusia tanpa memandang status sosial, ekonomi, agama, kebangsaan dan lain sebagainya. 40 5. Metode Sebagai teknik dalam mengajar, maka metode membutuhkan keahlian atau kecakapan pendidik dalam menyampaikan materi dengan mudah. Ini sepertinya sepaham dengan Gilbert Highet yang menyatakan bahwa teaching is art. Senada dengannya, Prof.. Dr. Abdullah Sigit menyatakan bahwa sesungguhnya cara atau metode mengajar adalah suatu “seni mengajar”. 41 Sedangkan menurut Abdurrahman Mas’ud, metode tidak hanya diartikan sebagai cara dalam mengajar dalam proses belajar-mengajar bagi seorang guru, tetapi dipandang sebagai upaya perbaikan komprehensif dari semua pendidikan sehingga menjadi sebuah iklim yang mendukung tercapainya tujuan pendidikan. 42 Maka, penulis beranggapan bahwa sebagai satu seni, tentu saja metode mengajar harus menimbulkan kesenangan dan kepuasan bagi subjek pembelajaran, karena dari seni indikator keberhasilan tujuan pendidikan telah tercapai secara efektif dan efisien. Yang paling penting adalah pesan edukatif yang ingin disampaikan melalui metode tertentu 40
Ibid, hlm 93. Abdurrahman Mas’ud, op cit, hlm 194. 42 Zakiah Darajat, op cit , hlm 96. 41
40
yang paling dipakai tersebut bisa transferable. Ini pula yang memicu seorang pendidik memilih metode pembelajaran. Secara teoritis, jumlah metode mengajar itu sebanyak bahan dan mata pelajaran itu sendiri, karena setiap mata pelajaran mempunyai kekhususan-kekhususan tersendiri yang berbeda satu sama lain. Akan tetapi secara praktis tidaklah demikian, sebab mata pelajaran-mata pelajaran yang memiliki kesamaan sifat dapat dipakai metode yang sama pula sesuai dengan pengelompokan ilmu pengetahuan. Karenanya ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam memilih metode mengajar, antara lain: a. Tujuan pembelajaran b. Karakteristik siswa c. Situasi dan kondisi (setting) d. Perbedaan pribadi dan kemampuan guru e. Sarana dan prasarana f. Kelebihan dan kekurangan metode tertentu.43 Menghadapi adanya bermacam-macam metode mengajar, seorang pendidik tidak boleh terlalu fanatik dalam pemakaian metode tertentu saja. Ada baiknya hendaknya pendidik selalu bersedia mencoba mengadakan eksperimen pemakaian bermacam-macam metode, memilih dan menilai mana yang kiranya paling baik dan paling tepat digunakan. Di samping itu, pendidik harus mampu mengadakan korelasi dan kombinasi antara
43
Abdurrahman Mas’ud, op cit, hlm 197.
41
satu metode dengan metode-metode yang lainnya, sehingga pembelajaran dapat berlangsung lebih baik dan dapat berhasil. 6. Media Media PAI adalah semua aktivitas yang berhubungan dengan materi pendidikan agama, baik yang berupa alat yang dapat diperagakan maupun teknik atau metode yang secara efektif dapat digunakan oleh pendidik agama dalam rangka mencapai tujuan tertentu dan tidak bertentangan dengan agama Islam. Dengan demikian, media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan dan dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Karena penggunaan media secara kreatif oleh pendidik akan memungkinkan peserta didik untuk belajar lebih baik dan dapat meningkatkan performance mereka sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Adapun fungsi media antara lain: a. Penyaji stimulus informasi, sikap dan lain-lain b. Meningkatkan keserasian dalam penerimaan informasi c. Mengatur langkah-langkah kemajuan serta memberikan umpan balik, dan sebagainya. Agar tujuan yang hendak dicapai dan penggunaan media berfungsi, seorang pendidik harus cerdas memilih media yang tepat untuk dipakai dalam pembelajaran. Kemudian kriteria pemilihan media dapat dilakukan
42
dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain: a. Keselarasan dengan tujuan pendidikan dan menunjang pembelajaran. b. Kesesuaian dengan materi atau bahan pelajaran. c. Kondisi peserta didik d. Ketersediaan media itu sendiri di sekolah. 44 7. Strategi Dalam konteks pendidikan,
strategi merupakan kebijakan-
kebijakan yang mendasar dalam pengembangan pendidikan sehingga tercapai tujuan pendidikan secara lebih terarah, lebih efektif dan efisien. Dalam aplikasi pembelajran, strategi merupakan langkah-langkah tindakan yang mendasar dan berperan besar dalam proses belajar-mengajar untuk mencapai sasaran pendidikan maupun tujuan pembelajaran itu sendiri. 45 Seluruh kegiatan belajar manusia dapat dikatakan mempunyai empat unsur: a. Persiapan (preparation) (Timbulnya minat) b.
Penyampaian (presentation) (perjumpaan pertama dengn pengetahuan atau keterampilan baru)
c. Pelatihan (practice) (inegrasi pengetahuan atau keterampilan baru) d. Penampilan hasil (performance) (penerapan unsur itu semuanya ada dalam satu atau lain bentuk, 44
Abdul Halim, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm 32-33. 45 Abdul Halim, op cit, hlm 194.
43
pembelajaran yang sebenarnya akan berlangsung. 46 Tahap 1: persiapan Tujuan tahap
persiapan adalah
menimbulkan
minat
para
pembelajar, memberi mereka perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar, misalnya: a. Memberikan sugesti positif. b. Memberikan tujuan yang jelas dan bermakna. c. Membangkitkan rasa. d. Menciptakan lingkungan fisik, emosional, dan sosial yang positif. e. Menyingkirkan hambatan-hambatan belajar. f. Mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal. Tahap 2: Penyampaian Tujuan
tahap
penyampaian
adalah
membantu
pembelajar
menemukan materi belajar yang baru dengan cara yang menarik, menyenagkan, relevan, melibatkan panca indera, dan cocok untuk semua gaya belajar. Tahap ini bisa dilakukan dengan: a. Uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan b. Pengamatan fenomena dunia nyata c. Pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh d. Presentasi interaktif e. Aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar
46
Ibid, hlm 206.
44
f. Proyek belajar berdasar kemitraan g. Pelatihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok) h. Pelatihan memecahkan masalah. Tahap 3: Pelatihan Tujuan
tahap
pelatihan
adalah
membantu
pembelajar
mengintegrasikan dan menerapkan pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagi cara. Tahap ini bisa dilakukan dengan: a. Aktivitas pemprosesan pembelajar b. Usaha aktif/umpan balik/renungan/usaha kembali c. Simulasi dunia nyata d. Permainan dalam belajar e. Pelatihan aksi pembelajaran f. Aktivitas pemecahan masalah g. Pengajaran dan tinjauan kolaboratif h. Aktivitas praktis membangun keterampilan i.
Mengajar balik.
Tahap 4: Penampilan Hasil Tujuan tahap penampilan hasil adlah membantu pembelajar menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Tahap ini bisa dilakukan dengan: a. Penerapan di dunia nyata dalam tempo segera b. Penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi
45
c. Aktivitas penguatan penerapan d. Pelatihan terus menerus e. Umpan balik dan evaluasi kinerja f. Aktivitas dukungan kawan g. Perubahan organisasi dan lingkungan yang mendukung. 47 8. Evaluasi Makna evaluasi pada dasarnya adalah memberikan pertimbangan atau harga, nilai berdasarkan kriteria tertentu. Untuk mendapatkan evaluasi yang meyakinkan dan objektif dimulai dari informasi-informasi kuantitatif dan kualitatif. Dengan demikian, evaluasi adalah suatu tindakan berdasarkan pertimbangan yang arif dan bijaksana untuk menentukan nilai tertentu baik secara kuantitatif maupun kualitatif. 48 Jika demikian, evaluasi bisa diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuatu (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan lainlain) berdasarkan kriteria tertentu melalui penilaian. Meskipun demikian, realita yang masih berlaku di dunia pendidikan Indonesia, hanya pada taraf pengukuran tingkat kecerdasan kognitif peserta didik saja, tanpa memperhatikan kecerdasan lain yang sebenarnya dimiliki peserta didik namun tidak dihargai sebagai sebuah kelebihan dalam hal tertentu oleh pendidik yang juga menunjang prestasi di bidang tertentu. Dalam konsep belajar yang menyenangkan, evaluasi sangat 47
Ibid, hlm 106-108. Syaiful Bahri Jamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Bandung: Rineka Cipta, 2000), hlm 207. 48
46
penting, yaitu untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan program pembelajaran, sehingga program pembelajaran senantiasa berkembang dan meningkat. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan: 1. Evaluasi berdasar-individu 2. Evaluasi berdasar-tim 3. Evaluasi berdasar-kelas, dan lain sebagainya. 49 C. Fun Learning dalam pembelajaran pendidikan agama islam. Dalam pembelajaran agama Islam, seorang guru harus mampu membawa ajaran Islam secara kontekstual, sehingga dapat memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi di era sekarang. Bagi anak di usia Sekolah Dasar, pembelajaran PAI dengan pendekatan fun learning perlu ditetapkan. hal ini di tujukan untuk menggugah sepenuhya kemampuan belajar PAI para sisiwa, membuat belajar PAI menjadi menyenangkan dan memuaskan bagi mereka, dan memberikan sumbangan sepenuhnya pada kebahagiaan, kecerdasan, kompetensi dan keberhasilan para pelajar. Pembelajaran fun learning ini ditandai dengan adanya keterlibatan penuh pembelajar, adanya kegembiraan dan kesenangan dalam belajar, tidak membosankan, saling kerjasama, belajar dengan bergairah, variasai dan keragaman dalam sumber dan metode belajar, pembelajaran terintegrasi, dinding kelas dan lorong-lorong dipenuhi dengan hasil karya siswa, dan lain sebagainya.
49
Dave Meier, op cit, hlm 160.
47
Dalam skripsi ini, penulis mendeskripsikan 3 hal pokok yang dapat membuat pembelajaran PAI menjadi menyenangkan, sehingga pelaksanaan PAI diharapkan lebih bermakna bagi siswa dan dapat mendorong mereka untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari. Tiga hal tersebut meliputi: 1. Menyenangkan dilihat dari aspek guru atau pendidik. Bagi seorang guru, mengajar berarti berperan serta dengan si pembelajar dalam membangun makna. 50 Hal ini dapat dilakukan oleh seorang guru dengan cara: a. Mempertanyakan kejelasan, yaitu suatu teknik untuk memberi motivasi pada siswa agar bangkit pemikirannya untuk bertanya atau menjawab pertanyaan yang diajukan guru. hal ini diharapkan supaya anak bersikap kritis, dapat mensuport siswa yang pemalu untuk berani mengajukan pertanyaan. 51 b. Menciptakan situasi bagi anak untuk berbuat dan berlatih. Disini, seorang guru harus mampu menciptakan situasi gembira dan hangat yang merangsang anak untuk belajar dan berbuat.52 Karena dengan berbuat dan berlatih secara langsung anak jadi lebih aktif dan pembelajaran jadi lebih bermakna. c. Menciptakan suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggung jawab belajar anak ke arah belajar seumur hidup. 50
Hernowo, menjadi Guru yang mau dan mampu mengajar secara mnyenangkan, op.cit,
hlm 79. 51
Fuad Bin Abdul Azis al-Syalhud, Panduan Praktis Bagi Para Pendidik Quatum Teaching, (Jakarta : Zikrul Hakim, 2005), hlm. 126-127. 52 Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar (Bandung : Pustaka Setia, 1997), hlm 131.
48
Di
samping
ketiga
di
atas,
supaya
pembelajaran
dapat
menyenangkan dan siswa menjadi aktif, guru harus bersikap dan berperilaku sebagai berikut: a. Mau mendengarkan siswa b. Menghargai siswa c. Mengembangkan rasa percaya diri siswa d. Memberikan tantangan e. Mendorong siswa untuk berani mengungkap gagasan f. Menciptakan rasa tidak takut salah 2. Menyenangkan dilihat dari jenis kegiatan (KBM) Belajar pada prinsipnya adalah membangun makna terhadap pengalaman dan informasi oleh pembelajar, sehingga muncul tafsiran pengetahuan yang dimiliki pembelajar. Seorang siswa dapat belajar secara menyenangkan, dan mereka dapat menciptakan suatu pembelajaran yang sukses dan menyenangkan dengan adanya upaya: a. Menciptakan suatu lingkungan yang berkadar stress rendah, sehingga para siswa merasa aman dan mempunyai harapan kesuksesan yang tinggi. b. Memastikan bahwa mata pelajaran itu relevan, artinya seorang siswa mempunyai minat untuk mempelajari sesuatu ketika ia melihat adanya hubungan didalamnya. c. Memastikan bahwa pembelajaran itu positif secara emosional, artinya
49
ketika belajar bersama orang lain, mereka memerlukan humor, istirahat yang teratur, dan dukungan lainnya. d. Secara sadar meliputi seluruh perasaan, sebagaimana penggunaan pemikiran otak kiri dan otak kanan e. Merangsang otak para siswa untuk berfikir jauh dan menjelajah apa yang akan dipelajari dengan berbagai kemampuan intelegensia yang relevan dengan perasaan individu. f. Memantapkan apa yang akan dipelajari. 53 Dalam mengembangkan potensi anak didik, diperlukan metodologi pembelajaran yang mampu menggairahkan suasana belajar mengajar. Metodologi pembelajaran tersebut yaitu Quantum Teaching. Adapun langkah-langkahnya yang dikenal dengan istilah Tandur, sebagai berikut: Pertama, yaitu tumbuhkan minat. Hal ini sejalan dengan adanya niat dan tujuan yang harus ditanamkan sebelum melakukan pekerjaan, yaitu niat ikhlas semata-mata karena Allah. Kedua, alami, yaitu memberikan pengalaman pada seseorang untuk melakukan pekerjaan. Hal ini sesuai dengan pendidikan akhlak dan sopan santun yang harus dilakukan dengan membiasakan seperti membiasakan berkata baik, menghormati orang tua, mengerjakan shalat, menolong orang lain dan sebagainya. Ketiga, namai, yaitu berikan identitas atau nama bagi sesuatu yang ditemukan. Hal ini sejalan dengan apa yang diajarkan Tuhan kepada Nabi 53
Mukhtar, Pendidikan Anak Bangsa-Pendidikan Untuk Semua, (Jakarta : Nimas Multima, 2002), hlm. 71.
50
Adam mengenai nama-nama yang ada di alam ini, setelah Nabi Adam mengalaminya. Keempat, demonstrasikan, yaitu menunjukkan apa yang telah dihasilkan. Hal ini sejalan dengan apa yang Nabi Adam laksanakan dihadapan
para
malaikat,
ketika
diminta
oleh
Allah
untuk
mendemonstrasikan hasil didikan-Nya dihadapan para malaikat. Kelima, ulangi, yakni tunjukkan apa yang telah diajarkan guru agar betul-betul terlihat hasilnya lebih mantap. Hal ini sejalan dengan ayat-ayat al-Qur'an yang berbicara tentang sesuatu yang diulang-ulang secara mendalam, berbagai tempat, dan tujuan agar lebih mantap. Keenam, rayakan, yakni berilah pengakuan. Hal ini sejalan dengan prinsip pemberian predikat kepada orang-orang sesuai dengan usahanya, seperti tradisi pemberian nama yang baik pada anak, menyembelih hewan aqiqah untuknya dan menikahkanya jika sudah dewasa, adalah merupakan upaya perayaan yang didalamnya mengandung unsur pengakuan terhadap keberadaan seseorang di tengah-tengah masyarakat.54 Dalam proses belajar mengajar, siswa dapat belajar secara menyenangkan, jika siswa tersebut terlibat langsung atau aktif dalam belajar, komponen-komponen belajar aktif itu meliputi: a. Mengalami dan Eksplorasi Pembelajaran akan berlangsung efektif, menyenangkan, dan siswa dapat aktif ketika siswa tersebut mengalami sendiri proses 54
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan : Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam Di Indonesia (Jakarta : Prenada Media, 2003), hlm. 43-44.
51
belajar – mengajar. Proses ini dapat dilakukan melalui kegiatan pengamatan,
percobaan,
penyelidikan,
wawancara,
dan
lain
sebagainya. b. Interaksi Untuk menarik keterlibatan siswa, guru harus membangun hubungan. Hubungan ini akan membangun jembatan menuju kehidupan bergairah siswa, membuka jalan memasuki dunia baru mereka, mengetahui minat kuat mereka, berbagai kesuksesan, dan berbicara dengan bahasa mereka. Bentuk interaksi ini bisa dilakukan dengan diskusi dan Tanya jawab. 55 c. Komunikasi Seorang guru yang membuka komunikasi terhadap siswa akan membuat pembelajaran jadi lebih efektif karena dengan komunikasi terbuka akan membuat guru dapat berbicara dengan jujur dan penuh kasih tanpa membuat siswa bersikap defensif. Hal ini disebabkan seorang siswa merasa mendapat perhatian dari guru sehingga mereka akan memberikan umpan balik juga. Bentuk kegiatan ini dapat berupa kegiatan mengemukakan pendapat, presentasi laporan, memajangkan hasil karya siswa dan lain sebagainya. 56 d. Refleksi Refleksi juga merupakan bagian penting dalam pembelajaran. Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau 55 56
Bobbi DePorter& Mark Reardon, Quantum Teaching, op.cit, hlm. 24 Ibid, hlm. 26
52
berfikir kebelakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Kuncinya adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan merasakan ideide baru57 Dengan refleksi, maka dapat membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya. 3. Meyenangkan dilihat dari kondisi lingkungan belajar Maksud disini adalah menciptakan kondisi yang menyenangkan dalam belajar. Karena dengan adanya kondisi belajar yang menyenangkan akan menumbuhkan kegairahan belajar, ada keberanian berekspresi, berani bertanya, dan tidak takut salah dalam arti positif, karena dalam berbagai hal, kesalahan merupakan bagian dari proses belajar.58 Kondisi lingkungan yang dapat membuat pembelajaran jadi menyenangkan antara lain: a. Lingkungan belajar dipenuhi dengan hasil karya siswa b. Adanya sumber belajar yang relevan c. Terdapat alat Bantu belajar yang dapat menghidupkan gagasan abstrak d. Pengaturan bangku e. Penggunaan musik untuk menghidupkan suasana belajar f. Adanya permainan-permainan yang dapat membuat pembelajaran jadi 57
Nurhadi, op.cit., hlm. 27 Djamaluddin Darwis, Pengelolaan Pengajaran, dalam Abdul Muthi, PBM-PAI di Sekolah, op.cit., hlm. 223 58
53
tidak membosankan dan lain sebagainya.59 Dalam menggunakan metode pembelajaran, karena dari indikator keberhasilan, tujuan pendidikan telah tercapai secara efektif dan efisien. Yang paling penting adalah pesan edukatif yang ingin disampaikan melalui metode tertentu tersebut bisa transferable. Untuk membangun emosi positif (kegembiraan) dalam belajar mengajar, Dr. George Lozanov (bapak accelerated learning) kemudian mengunakan iringan musik. Sebagaimana yang dikutip oleh Hernowo dalam bukunya menjadi guru yang mau dan mampu mengajar secara menyenangkan. Menurut Lozanov, “musik mengurangi stress, meredakan ketegangan, meningkatkan energi, dan memperbesar daya ingat. Musik menjadikan orang lebih cerdas”. Musik
mempengaruhi
perasaan.
Dan perasaan
mempengaruhi
pembelajaran. Jenis musik yang cenderung mengendurkan sekaligus menggugah otak dan seluruh system saraf. Jadi, musik yang dimanfaatkan secara tepat dapat mengaktifkan kemampuan total mereka lebih banyak karena mereka mengerahkan pikiran sepenuhnya untuk belajar. Sedangkan musik yang tepat adalah musik yang dapat membuat pendengarannya terang, waspada, terbuka, dan optimal dalam belajar. 60 Selain faktor musik, yang dapat membuat belajar terasa menyenangkan adalah permainan dan game. Meskipun tidak semua jenis materi atau mata pelajaran tertentu menjadikan game sebagai pilihan strategi pembelajarannya. 59 60
Bobbi DePorter& Mark Reardon, Quantum Teaching, op.cit, hlm. 79 Hernowo, op cit, hlm 29.
54
Tetapi strateginya ini dinilai cukup efektif bagi penyampaian materi tertentu. Permainan
belajar
(learning
games)
yang
menciptakan
atmosfer
menggembirakan dan membebaskan kecerdasan penuh dan tak terhalang dapat memberi banyak sumbangan. Permainan belajar, jika dimanfaatkan secara bijaksana, dapat: a. Menyingkirkan “keseriusan” yang menghambat b. Menghilangkan stress dalam lingkungan belajar c. Mengajak orang terlibat penuh d. Meningkatkan proses belajar. Permainan yang tepat, bagi orang yang tepat, pada waktu yang tepat dapat membuat pembelajaran menyenangkan dan menarik. Misalnya: permainan mencocokkan, permainan “sebutkan”, permainan lomba, permainan yang berhubungan dengan olahraga, dan lain-lain. 61
61
Dave Meier, op cit, hlm 176.