BAB II PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP DAN PEMBELAJARAN FIQIH A. Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) 1. Pengertian Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) Menurut Sri Sumarmi “skills” dapat diterjemahkan dengan “ketrampilan” namun namun dalam konteks ini maknanya menjadi terlalu sempit atau konsepnya kurang luas dari makna yang sebenarnya. Oleh karena itu kata yang dipandang lebih memadai untuk menerjemahkan kata skills dalam konteks ini adalah “kecakapan” agar lebih luas cakupannya.1 Kata cakap memiliki beberapa arti. Pertama dapat diartikan sebagai pandai/mahir,
sanggup/mampu
melakukan
sesuatu,
atau
mempunyai kemampuan dan kepandaian untuk mengerjakan sesuatu. Jadi kata kecakapan berarti suatu kepandaian, kemahiran, kesanggupan atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menyelesaikan sesuatu. Oleh karena itu kecakapan untuk hidup (`life skill`) dapat didefinisikan sebagai suatu kepandaian, kemahiran, kesanggupan atau kemampuan yang ada pada diri seseorang untuk menempuh perjalanan hidup atau untuk menjalani kehidupan, mulai dari masa kanak-kanak sampai dengan akhir hayatnya.2
1
Moh. Rosyid, Pendidikan Life Skill (Kudus: STAIN Kudus Press, 2007), hlm. 18. http://bdkjakarta.kemenag./2012/04/30/Ika Berdiati,”Pendidikan Kecakapan Hidup di Madrasah”.go.id//. (30 April 2012). Diakses, 6 Maret 2015. 2
24
25
Sebagaimana di jelaskan dalam kurikulum 2004, pendidikan kecakapan hidup (life skill) adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mampu memecahkan permasalahan hidup secara wajar dan menjalani kehidupan secara bermartabat tanpa merasa tertekan, kemudian secara proaktif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya mampu mengatasinya. Berdasarkan pengertian tersebut, pendidikan kecakapan hidup dapat difahami sebagai usaha untuk membantu dan membimbing aktualisasi potensi peserta didik untuk mencapai sejumlah kompetensi, baik berupa pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai, yang mengarah pada kemampuan memecahkan permasalahn hidup, menjalani kehidupan secara mandiri dan bermartbaat, serta proaktif dalam mengatasi masalah. 3 Pendidikan keckapan hidup (life skill) menururt tim broad based education adalah kecakapan yang dimiliki oleh seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa merasa tertekan, kemudian secara pro aktif dan kreatif dapat mencari serta menemukan solusi untuk mengatasinya.4 Pendidikan kecakapan hidup (life skill) dalam learning strategy dapat dipahami sebagai kompetensi hidup yang memuat nilai-nilai holistik dalam meningkatkan prestasi belajar. Darmaningtyas memberikan 3
Departemen Agama, Pedoman Integrasi Life Skill dalam Pembelajaran (Jakarta: Dinas Kelembagaan Agama Islam, 2005), hlm.11. 4 http://belajartanpabuku.blogspot.com/2013/03/pengertian-lifeskill-education//. (10 maret 2013).Diakses 6 Maret 2015.
26
penjabaran mengenai kompetensi yang diartikan sebagai kemampuan dasar yang dibutuhkan seseorang dalam melakukan sesuatu secara efektif. Dalam terminologi pendidikan, kompetensi yang dimaksud adalah performa yang tampak pada kemampuan yang ditunjukan dan terukur. Dengan learning strategy dalam proses pembelajaran, upaya untuk mengembangkan pendidikan kecakapan hidup (life skill education) dan potensi kreativitas anak didik akan dapat terealisasi. Pengembangan life skill dapat diwujudkan dengan tercapainya keterampilan anak didik yang dimiliki anak didik sehingga menjadi landasan fundamental dalam mencapai prestasi yang lebih gemilang. Pendidikan kecakapan hidup (life skill education) merupakan sebuah konsep pendidikan terpadu yang diyakini mampu mengembangkan kurikulum pendidikan di berbagai lembaga sekolah. Mengenai reorientasi pengembangan pendidikan kecakapan hidup (life skill education), Hasniah Hasan memberikan pembelajaran, pengembangan budaya sekolah, manajemen pendidikan, dan hubungan sinergis dengan masyarakat.5 Pendidikan kecakapan hidup (life skill) dapat dinyatakan sebagai kecakapan untuk hidup. Istilah hidup, tidak semata mata memiliki kemampuan tertentu saja (vocational job), namun harus memiliki kemampuan dasar pendukunganya secara fungsional seperti membaca, menulis,
5
menghitung,
merumuskan,
dan
memecahkan
masalah,
Muhammad Takdir Ilahi, Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 99.
27
mengelola sumber daya, bekerja dalam tim, terus belajar di tempat kerja, mempergunakan teknologi. Life skill ini memiliki kecakupan yang luas, berintraksi antara pengetahuan yang dimiliki sebagai unsure penting untuk hidup lebih mandiri. Pendidikan kecakapan hidup (life skill) mengacu pada berbagai ragam kemampuan yang diperlukan seseorang untuk menempuh kehidupan dengan sukses, bahagia dan secara bermartabat di masyarakat. Life skill merupakan kemampuan komunikasi secara efektif, kemampuan mengembangkan kerja sama, melaksanakan peranan sebagai warga Negara yang bertanggung jawab, memiliki kesiapan serta kecakapan untuk bekerja, dan memiliki karakter dan etika untuk terjun kedunia kerja.6 2. Tujuan Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) Tujuan utama pendidikan kecakapan hidup adalah untuk meningkatkan relevansi pendidikan dengan nilai-nilai kehidupan nyata, baik nilai yang bersifat preservatif maupun progresif. Tegasnya, tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah mempersiapkan peserta didik agar memiliki kemampuan, kesanggupan, dan ketrampilan yang diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup dan pengembangan dirinya. Lebih spesifiknya pendidikan kecakapan hidup bertujuan untuk: a. Memperdayakan aset kualitas batiniyah, sikap dan perbuatan lahiriah 6
hlm. 20.
peserta
didik
melalui
pengenalan
nilai
(logos),
Anwar, Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skil Education) (Bandung: Alfabeta, 2012),
28
penghayatan nilai (etos), dan penerapan nilai (patos) kehidupan sehari-hari
sehingga
dapat
digunakan
untuk
menjaga
kelangsungan hiup dan perkembangannya. b.
Memberi bekal dasar dan latihan-latihan yang dilakukan secara benar mengenai kehidupan sehari-hari yang dapat memampukan peserta didik untuk berfungsi mengahadapi masa depan yang sarat persaingan.
c.
Memfasilitasi peserta didik dalam memecahkan permasalahan hidup yang dihadapi sehari-hari atau yang akan dihadapi, misalnya menjaga kesehatan mental dan psikis, mencari nafkah dan memilih serta mengembangkan karir.7 Adapun tujuan pendidikan kecakapan hidup (life skill) adalah
meningkatkan kecakapan hidup, yang berdampak berani menghadapi problem hidup dengan wajar tanpa merasa tertekan sehingga kreatif mencari jalan keluar permasalahan8 Secara umum pendidikan kecakapan hidup (life skill) bertujuan memfungsikan
pendidikan sebagai
wahana
pengembangan
fitrah
manusia; yaitu mengembangkan seluruh potensi peserta didik sehingga sadar akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai makhluk Allah SWT untuk siap menjalani hidup serta mengahadapi perannya di masa yang akan datang. 7 8
hlm. 69.
Ibid., hlm. 43. Moh. Rosyid, Revitalisasi Pendidikan Nasional (Kudus: STAIN Kudus Press, 2007),
29
Secara khusus pendidikan berorientasi pada kecakapan hidup bertujuan untuk: a. Mengembangkan seluruh potensi peserta didik sehingga mereka cakap bekerja (cakap hidup) dan mampu memecahkan masalah hidup sehari-hari dengan bimbingan nilai-norma Islami. b. Merancang pendidikan dan pembelajaran agar fungsional bagi kehidupan peserta didik dalam mengahadapi kehidupannya sekarang dan di masa datang. c. Memberikan kesempatan pada madrasah untuk mengembangkan pembelajaran yang fleksibel, sesuai dengan pendidikan berbasis luas (broad field). d. Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya di lingungan madrsah dan di masyarakat, sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah untuk mewujudkan budaya madrasah bernuansa kecakapan hidup yang Islami.9 3. Jenis – Jenis Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill) Departemen pendidikan nasional membagi kecakapan hidup (life skill) menjadi 4 jenis yaitu:10 a. Kecakapan personal (personal skill) yang mencangkup kecakapan mengenal diri (self awareness) dan kecakapan berpikir rasional (rasional skill). b. Kecakapan social (social skill) 9
Departemen Agama.,op. cit., hlm. 8. Anwar, op. cit., hlm.28.
10
30
c. Kecakapan akademik (academic skill) d. Kecakapan vokasional (vocational skill) Menurut Slamet kecakapan hidup (life skill) dapat dikatagorikan menjadi dua yaitu kecakapan dasar dan kecakapan instrumental atau fungsional. Kecakapan dasar adalah kecakapan yanng bersifat universal dan
merupakan
fondasi
atau
pilar
bagi
peserta
didik
untuk
mengembangkan kecakapan hidup yang bersifat instrumental atau fungsional. Sedangkan kecakapan hidup yang bersifat instrumental atau fungsional adalah kecakapan yang bersifat kondisional dan dapat berubahubah sesuai dengan perubahan ruang, waktu, situasi, dan harus diperbaharui secara terus-menerus sesuai dengan derap perubahan. Mengingat perubahan kehidupan brlangsung secara terus-menerus, maka diperlukan kecakapan – kecakapan yang mutakhir, adaptif dan antisipatif. Oleh karena itu prinsip belajar sekali selesai dan tidak perlu belajar lagi, sudah tidak relavan. Adapun katagori dimensi kecakapan hidup yang bersifat dasar dan intrumental yang dimaksud dapat dirinci sebagai berikut:11 1). Kecakapan Dasar a) Kecakapan belajar terus-menerus. b) Kecakapan membaca, menulis, dan mendengar. c) Kecakapan berkomunikasi secara lisan, tertulis, tergambar dan mendengar. d) Kecakapan berfikir induktif, deduktif, ilmiah, nalar, kritis, kreatif, lateral, eksploratif, diskoveri dan berfikir sistem. e) Kecakapan kalbu: spiritual, emosional, rasa, moral. f) Kecakapan mengelola kesehatan badan.
11
Anwar, op. cit. hlm. 34.
31
g) Kecakapn merumuskan kepentingan dan upaya-upaya yang diperlukan untuk memenuhinya. h) Kecakapan berkeluarga dan bersosial. 2). Kecakapan Instrumental atau Fungsional a) Kecakapan menggunakan dan memanfaatkan teknologi dalam kehidupan. b) Kecakapan mengelola sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan dll). c) Kecakapan bekerja sama dengan orang lain. d) Kecakapan memanfaatkan informasi. e) Kecakapan menggunakan sistem dalam kehidupan. f) Kecakapan berwirausaha. g) Kecakapan ketrampilan kejuruan, termasuk olahraga dan seni. h) Kecakapan memilih, menyiapakan, dan mengembangkan karir. i) Kecakapan menyatukan bangsa berdasarkan nilai-nilai pancasila. j) Kecakapan menjaga harmoni dengan lingkungan. Bobbi De Porter menyebutkan life skill sebagai salah satu diantara ketrampilan dasar yang harus diajarkan kepada anak. Ada tujuh life skill yang diajarkan oleh Bobbi De Porter, diantaranya learning skill, coping skill, communication skill, social skill, financial skill, happines skill dan spiritual skill.12 Menurut Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Dan Umum (Dirjen Penum Depdiknas,) bahwa life skill terdiri dari kecakapan personal, kecakapan sosial, kecakapan akademik dan kecakapan vokasional.13 Dan menurut versi World Health Organization (WHO), badan PBB yang membidangi kesehatan dunia, memilah kecapan hidup
12
Jalaludin Rakhmat, SQ For KidsMengembangkan Kecerdasan Spiritual Anak Sejak Dini (Bandung:Mizan, 2007), hlm. 24. 13 Moh. Rosyid, loc. cit.
32
dibagi atas 5 yakni kecakapan mengenal diri sendiri, kecakapan sosial, kecakapan berfikir, kecakapan akademik, dan kecakapan kejuruan. Secara garis besar pendidikan kecakapan hidup (life skill) tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua; yaitu kecakapan hidup yang bersifat umum (general life skill/GLS) dan kecakapan hidup yang bersifat khusus (specific life skill/SLS). Berikut ini disampaikan bagan yang menggambarkan bagian dan aspek-aspek kecakapan hidup, setelah itu disampaikan penjelasannya.14 a. Kecakapan Hidup Yang Bersifat Umum (General Life Skill/GLS) Merupakan kecakapan yang diperlukan oleh siapapun, baik yang bekerja, yang tidak bekerja dan yang sedang menempuh pendidikan. Kecakapan ini terdiri atas: 1) Kecakapan Personal (Personal Skill) Kecakapan personal merupakan kecakapan yang harus dimiliki setiap individu mencakup kecakapan mengenal diri (self awarness) dan kecakapan berfikir rasional (thinking rational skill).15 Personal skill atau kecakapan untuk memahami dan menguasai diri, yaitu suatu kemampuan berdialog yang diperlukan oleh seseorang untuk dapat mengaktualisasikan jati diri dan menemukan kepribadiannya dengan cara
14 15
Departemen Agama.,op. cit., hlm. 11. Ibid., hlm. 19.
33
menguasai serta merawat raga dan jiwa atau jasmani dan rohani. Kecakapan personal ini meliputi:16 a) Kesadaran diri sebagai hamba Allah SWT SWT Sebagai makhluk ciptaan-Nya setiap manusia semestinya tahu dan meyakini adanya Allah SWT sang pencipta alam semesta, pengatur dan penentu peri kehidupan di dalamnya. Dalam hal ini manusia adalah makhluk yang terkait dengan perjanjian primordialnya, yaitu berkesadaran diri bahwa Allah SWT adalah pencipta dirinya sebagaimana dijelaskan dalam alQur‟an surat al-A‟raf ayat 172.
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah SWT mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: 16
Departemen Agama, op. cit., hlm. 13.
34
"Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orangorang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"17 Kesadaran
akan
eksistensi
Allah
SWT
merupakan kesadaran spiritual, yaitu aktivitas ruhani yang wujud dalam bentuk pengahayatan diri sebagai hamba Allah SWT yang hidup berdampingan dengan sesama alam semesta, sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Menegaskan bahwa manusia diciptakan atas dasar fitrah beragama yang benar dan kecenderungan fitri ini merupakan potensi yang tidak berubah. Agama Islam yang diturunkan sesuai dengan tingkat perkembangan masyarakat adalah agama yang sesuai dengan fitrah tersebut, dan selalu mengingatkan manusia kepada fitrah-Nya, yaitu untuk memanfaatkan dan sekaligus mensejahterakan alam, lingkungan sosial, dan sirinya menuju kesempurnaan. Pengabdiannya dalam menjalankan amanah sesuai
dengan
ajaran
agama,
pada
hakekatnya
merupakan wujud ketaatan kepada Allah SWT yang dinilai sebagai ibadah. Inilah tujuan hidup manusia, yaitu untuk mengabdi atau beribadah kepada-Nya.
17
Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Madinah Munawaroh: Mujamma‟ Al-Malik Fah Li Thiba‟at Al-Mush-haf Asy Syarif, 1427 H), hlm. 250.
35
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
kompetensi dan indikator kesadaran spiritual ini adalah: (1) Iman, yaitu keyakinan hati tentang eksistensi Allah SWT yang diungkapkan dalam pernyataan lisan dalam perbuatan sebagai wujud ketaatan dan ketakwaan kepada-Nya. Keyakinan yang benar dan kokoh dalam jiwa seseorang akan menjadi spirit bagi dirinya untuk berbuat
dan
mendorong
berlaku secara
sesuai
tuntunan-Nya
terus-menerus
serta untuk
menyempurnakan perbuatan dan perilakunya, serta menegakkan kebenaran, melenyapkan kezaliman. Iman merupakan kepercayaan dan keyakinan seseorang terhadap seluruh aspek agama yang di anutnya. (2) Ketaatan mengabdi kepada-Nya, biasanya wujud dalam bentuk menjalankan ibadah ritual seperti shalat dan berdoa, berpuasa, membaca al-Qur‟an, mengakaji ajaran agama, ketulusan bersedekah, rela berkorban dan berjuang demi agama Allah SWT. (3) Ketakwaan,
kesediaan
menjalankan
perintah,
meninggalkan larangan Allah SWT, dan selalu berusaha untuk meningkatkannya. Ketakwaan ini biasanya berkaitan dengan sikap konsekuen dalam bersyariat Islam, yang pada taraf tertentu akan lahir dalam bentuk
36
keutamaan akhlak. Orang yang bertakwa biasanya bersemangat tinggi, tidak putus asa, berani, bertindak benar, berkata jujur, dapat dipercaya, giat bekerja, mengahargai waktu, gemar menolong sesama dan berlaku adil.18 Kesadaran spritual dalam pendidikan Islam dapat dibina dengan: (1) Memberikan pengetahuan dan pemahaman ajaran agama dan nilai-nilai moral-spiritualnya. (2) Memupuk penghayatan terhadap nilai-nilai tersebut sehingga tertanam menjadi keyakinan ideologis, pandangan hidup, dan membentuk sikap. (3) Dibiasakan mengamalkan nilai-nilai tersebut secara konsekuen dalam kehidupan sehari-hari, baik secara ndividual maupun sosial. Secara sosio-antropologis tidak diragukan lagi bahwa keyakinan beragama mempunyai fungsi paling efektif untuk mengendalikan kesadaran dan perilaku seseorang.
Karena
mengoptimalkan
18
Depertemen Agama, op. cit., hlm. 14.
itu
guru
pembelajarannya
agama
hendaknya
sehingga
dapat
37
memfungsikan kekuatan spirit agama tersebut dalam pembinaan kecakapan personal peserta didik.19 b) Kesadaran akan potensi diri Pada dasarnya kodrat kejadian (fitrah) manusia sebagai ciptaan Allah SWT dilengkapi dengan berbagai potensi, berupa kekuatan insaniyah yang tak terhingga. Allah SWT berkeinginan untuk menjadikan manusia sebagai khalifah yang mengindikasikan bahwa
manusia
mempunyai
potensi
lebih
dibandingkan makhluk lain. Manusia juga mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan.20 Oleh karena itu setiap manusia hendaknya menyadari dan mensyukuri atas kelebihan dan kekurangan
jasmani-rohani
diwujudkan
dalam
bentuk:
yang
dimiliki,
kesediaan
yang
menjaga
kebersihan dan kesehatan, menjaga diri, merasa cukup (qona’ah),
percaya
diri,
bertindak
tepat
dan
proposional dan bertanggung jawab. Sebagai wujud rasa syukur kepada-Nya, setiap orang hendaknya sadar mengembangkan potensinya sebagai karunia Allah SWT, antara lain dengan mengasah dan melatihnya secaraterus menerus. Prinsip 19 20
Ibid., hlm. 15. Muhammad Takdir Ilahi, op. cit., hlm. 135.
38
pendidikan sepanjang hayat (long life education) sebagaimana telah dianjurkan Nabi Muhammad SAW; “Tuntutlah ilmu sejak dari buaian sampai ke iang lahad” penting ditanamkan pada peserta didik sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT. Pembinaan kesadaran diri ini sering disebut sebagai pendidikan karakter yang pembinaannya harus dilakukan sejak dini, agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia dan karakter ini akan wujud menjadi perilaku keseharian.21 Pembinaan kesadaran potensi diri ini meskipun bersifat individual, namun perlu dikembangkan dalam kerangka kebersamaan (social) dan didasarkan pada moral. Dengan demikian peserta didik menyadari adanya perbedaan individu sebagai ketentuan Allah SWT, perlunya saling membantu dan mengisi, serta menghargai sesame. Jadi kesadaran pengembangan potensi tersebut terbentuk seiring dengan peningkatan spiritual, dan aktualisasinya akan mencerminkan
harkat
makhluk Allah SWT.
21
Ibid., hlm. 146.
dan
martabatnya
sebagai
39
c) Kecakapan berfikir (thinking skill) Islam
menggambarkan
bahwa
salah
satu
keunggulan potensi insaniyah adalah akal untuk berfikir dan mempertimbangkan tindaknya secara cerdas. Kesadaran insane yang berupa kecerdasan akal ini merupakan anugrah yang tak terhitung nilainya, karena Allah SWT memuliakan manusia diatas makhluk lainnya. Allah SWT memberikan kelebihan kepada manusia berupa akal dan budi,22 agar manusia dapat berfikir dan mencapai hidup yang lebih baik serta memahami dan menerima kebenaran ajaran agama.23 Alam
dan
seisinya
serta
kehidupan
di
dalamnya merupakan amanah Allah SWT yang di berikan kepada manusia, disediakan fasilitas dan menantang hidupnya agar mampu menggali ilmu pengetahuan, mengolah dan mengambil keputusan yang
tepat
demi
meraih
kesejahteraan
dan
mewujudkan kemaslahatan di dalamnya. Kesediaan manusia mengemban amanah Allah SWT ini menurut Ali Shari‟ati sebagai kehendak bebas 22
Slamet,Tijan, Edy Santoso,dkk, Pendidikan Kewargangaraan Untuk SD/MI Kelas 3 (Jakarta: Depdiknas, 2008), hlm. 48. 23 Nadwa , “Penanaman Nilai Anti Korupsi Di Sekolah; Belajar Dari Kantin Kejujuran Pembelajaran Moral” (Semarang: Fakultas Tarbiyah: Jurnal Pendidikan Islam IAIN Walisongo Semarang, No. 2, Oktober, II, 2008), hlm. 64.
40
manusia, (mans free will), yaitu kebebasan untuk memilih, mengambil keputusan, melalukan sesuatu dan tentunya sesuai dengan pertimbangan kesadaran mereka. Sehubungan dengan itu, maka kecakapan berfikir secara umum yang perlu dikembangkan oleh setiap siswa, mencangkup:24 (1). Kecakapan menggali dan menemukan informasi, memerlukan kecakapan dasar seperti: membaca, menghitung, dan melakukan observasi.25 Untuk mengembangkan kecakapan ini maka dalam pelajaran membaca hendaknya dapat mencapai kompetensi memahami makna bukan sekedar mengucap kalimat, sehingga peserta didik mengerti dan menemukan informasi dari bahan bacaan. Begitu juga dengan pelajaran yang lain. Selain itu menggali informasi dengan observasi diperlukan kecakapan melakukan pengamatan fenomena lingkungan, seperti peristiwa langsung dan kejadian sehari-hari, secara tidak langsung seperti mengakses internet, media cetak, atau elektronik. Setiap fenomena yang diamati harus 24 25
Departemen Agama.,op. cit., hlm. 20. Anwar, op. cit., hlm. 20.
41
dicermati dan dimengerti sehingga menjadi infoemasi yang bermakna. (2). Kecakapan mengolah informasi dan mengambil keputusan secara cerdas. Agar informasi yang terkumpul menjadi bermakna dan lebih berguna, maka harus di olah. Untuk melakukan pengolahan informasi
diperlukan
kemampuan:
membandingkan, membuat perhitungan, analogi dan membuat analisis sesuai informasi yang diolah
maupun
tingkatan
simpulan
yang
diharapakan. (3). Kecakapan memecahkan masalah secara bijak dan kreatif. Hal ini dapat dilakuk jika tersedia informasi yang cukup dan telah diolah, serta dipadukan dengan hal-hal yang terkait. Sikap bijak diperlukan karena pemecahan masalh itu harus memperhatikan kepentingan dan kondisi sebagai pihak, sedang berfikir kreatif penting untuk mencari penyelesaian masalah secara efesien dan efektif.26
26
Ibid., hlm. 29.
42
2) Kecakapan Sosial (Social Skill) Selain sebagai makhluk individu, manusia adalah makhluk sosial yang bermoral. Allah SWT menegakan dalam Q.S. Al-Hujurat: 11-13 bahwa dalam relasi sosial kita dilarang saling merendahkan orang lain dan menjauhi banyak prasangka secara berlebihan, dilarang mencari-cari kesalahan orang lain dan saling menggunjing.27 Kecakapan ini meliputi kecakapan berkomunikasi dengan
mengedepankan
pengertian
dan
seni
empati
komunikasi
yakni dua
sikap
penuh
arah
dengan
menyampaikan kesan yang dapat menumbuhkan sikap harmonis. Bekal yang harus dimilinya untuk memompa kecakapan sosial ini diantaranya adalah dengan membekalli diri berupa kesadaran emosi yang meliputi kesadaran diri, motivasi, empati, dan kedewasaan. Kecakapan sosial ini dapat diwujudkan berupa: kecakapan berkomunikasi dengan empati bisa melalui lisan, tulisan, maupun teknologi.28 b. Kecakapan Hidup Yang Bersifat Khusus (Specific Life Skill/SLS)
27 28
Departemen Agama.,op. cit., hlm. 21. Moh. Rosyid, op. cit., hlm. 20.
43
Kecakapan hidup yang bersifat khusus (spesifik) diperlukan seseorang untuk mengahdapi problema bidang tertentu. Pendidikan kecakapan hidup yang bersifat khusus biasanya disebut sebagai kompetensi teknis.29 Kecakapan ini terdiri dari dua domain, yaitu: 1). Kecakapan akademik/kemampuan berfikir ilmiah (Akademic Skill) Kecakapan akademik dapat disebut sebagai kecakapan intelektual atau kemampuan berfikir ilmiah. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa bidang pekerjaan profesi yang ditangani memang lebih memerlukan kecakapan berfikir ilmiah. Maksud dari kecakapan akdemik adalah kecakapan yang menggambarkan seseorang memiliki kemampuan berfikir secara ilmiah. Berfikir ilmiah adalah berfikir dengan mengendepankan akal (rasio) sebagai
dasar
berargumen,
adanya
data,
dan
sistematis
maksudnya kronologis (runtut) dan mudah dipahami alur pikirannya.30 Oleh karena itu kecakapan ini lebih cocok dikembangkan pada jenjang pendidikan tingkat atas (SMA) dan program universitas. Secara garis besar kecakapan akademik/ilmiah ini mencakup:31 a). Kecakapan mengindentifikasi variabel dan menjelaskan hubungan antar variabel tersebut. 29
Anwar, op. cit., hm. 30. Moh. Rosyid, op. cit., hlm. 22. 31 Departemen Agama, op. cit., hlm. 27. 30
44
b). Kecakapan merumuskan hipotesis c). Kecakapan merancang dan melaksanakan penelitian. 2). Kecakapan Vokasional (Vocational Skill) Kecakapan vaokasional sering kali disebut dengan “kecakapan kejuruan”, artinya kecakapan yang dikaitkan dengan bidang pekerjaan tertentu yang terdapat di masyarakat
dengan
menekankan
pada
kemampuan
profesioanl pserta idik dalam mengahadapi tantangan dan persoalan di masyarakat. Kecakapan vokasional mempunyai dua bagian, yaitu: a). Kecakapan vokasional dasar (basic vocational skill) Kecakapan Melakukan
vokasional
gerak
dasar
dasar dan
mencangkup
menggunakan
alat
sederhana yang diperlukan bagi semua orang yang menekuni pekerjaan manual. b). Kecakapan vokasional khusus (accuptional skill) kecakapan ini yang sudah terkait dengan bidang pekerjaan tertentu. Kecakapan vokasional khusus hanya diperlukan bagi mereka yang akan menekuni pekerjaan yang sesuai. Prinsipnya dalam kecakapan ini adalah mengahsilkan barang atau jasa.32
32
Ibid., hlm. 30.
45
B. Pembelajaran Fiqih 1. Pengertian Fiqih Kata fiqh secara arti kata berarti: “paham yang mendalam”. Semua kata “fa qa ha” yang terdapat dalam al-Qur‟an mengandung arti ini.33 Umpanya firman Allah SWT SWT dalam surah at-Taubah: 122:
Artinya “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Q.S. At-Taubah: 122).34 Secara bahasa, kata fiqih berasal dari kata-kata” yang artinya pengetahuan dan pemahaman tentang sesuatu. Makna ini dipertegas oleh Abi Al-Husan
Ahmad, bahwa kata „fiqih‟ menunjuk pada „maksud
sesuatu‟ atau „ilmu pengetahuan‟.35
33
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqih (Bogor: Kencana, 2003), hlm. 4. Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Madinah Munawaroh: Mujamma‟ Al-Malik Fah Li Thiba‟at Al-Mush-haf Asy Syarif, 1427 H), hlm.301. 35 Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam ( Bandung: Putaka, 2010), hlm. 20. 34
46
Secara etimologis, kata „fiqih‟ juga berarti „keserdasan dalam memahami sesuatu secara mutlak atau mengetahui sesuatu, memahami, dan menanggapi secara sempurna. Dalam konteks ini, penulis mengutip beberapa definisi fiqih secara istilah dilihat dari masa konsepnya hingga perkembangannya secara spesifik, sebagai berikut:36 a. Abu Hanifah memberikan definisi tentang fiqih, yaitu pengetahuan tentang hak dan kewajiban manusia. b. Imam As-Syafi‟i memberikan suatu batasan fiqih sebagai berikut, ilmu yang membahas tentang hukum-hukum syariah amaliya (praktis) yang diperoleh dari dalil-dalil yang terinci. c. H. Lammens, S.J., guru besar bidang bahasa Arab di Universitas Joseph, berikut, memaknai fiqih sama dengan syariah. Fiqih, secara bahasa adalah “wisdom‟ (hukum). Dalam pemahamannya,
fiqih
adalah
rerurn
divinarum
atque
humanarum notitia (pengetahuan dan batasan-batasan lembaga dan hukum, baik dimensi ketuhanan atau dimensi manusia. d. Imam Al-Ghazali mengemukan bahwa fiqih ialah, hukum syar‟i yang berhubungan dengan perbuatan orang – orang mukalaf, seperti mengetahui hukum wajib haram, mubah, mahdub atau suatu akad itu sah atau dalam suatu ibadah.37
36 37
Ibid., hlm. 22. Syahrul Anwar, Ilmu Fiqih dan Ushul Fiqih (Bogor: Ghalia Indonesi, 2010), hlm. 13.
47
Bila “paham” dapat digunakan untuk hal-hal yang bersifat lahiriyah, maka fiqh berarti paham yang menyampaikan ilmu zhahir kepada ilmu bathin. Karena itulah at-Tirmidzi menyebutkan “fiqh tentang sesuatu” berarti mengetahui batinnya sampai kepada kedalamannya. Ada pendapat lain yang menyatakan “fiqhu” atau paham tidak sama dengan “ilmu” walaupun wazan (timbangan) lafdznya adalah sama. Meskipun belum menjadi ilmu paham adalah pikiran yang baik dari kesepiaanya menangkap apa yang dituntut. Ilmu bukanlah dalam bentuk zanni seperti paham atau fiqh yang merupakan ilmu tentang hukum yang zanni dalam dirinya38. Pendapat lain mengatakan Fiqih menurut bahasa bermakna: tahu dan paham, sedangkan menurut istilah, banyak ahli fiqih (fuqoha‟) mendefinisikan berbeda-beda tetapi mempuyai tujuan yang sama diantaranya:39 Ulama‟ Hanafi mendifinisikan fiqih adalah:
ِع ِع ِع َّلِع ِع ِع ال َق َّل ِع ْل َقي ْل ٌمي ُنُيَقُيِّي ُن ي ْل ُن ال ُن ْلل َق ي َق ْل َقال اَق آي ا ي َقُيَقُي َق َّل ُن ي َق ْلُي َق آي ْل ُن “Ilmu yang menerangkan segala hak dan kewajiban yang berhubungan amalan para mukalaf”. Sedangkan menurut pengikut Asy Syafi‟i mengatakan bahwa fiqih (ilmu fiqih) itu ialah:
38 39
Amir Syarifudin, op. cit., hlm. 4-5. Ibid., hlm. 5.
48
اشر ِع َّلةَقي اَّلِع ي َقُي ُي َّل ُن ي ِعَق ْلُي ِعآي ْل ِع ِع ِع ال ْلسَقُي ْلنِعظَق ِعة ِعيم ْل ي َق ِعداَّلِع َقه ي ا ْل ُني اَّلذيي ُنُيَقُيِّي ُن ي أل ْل َق َق َقح َق َق امي َّل ْل ال َق َّل ْل َق ي ْل ُن َق ُن اَّلُي ْل ِع ْل ِعَّل ِعةي “Ilmu yang menerangkan segala hukum agama yang berhubungan dengan pekerjaan para mukallaf, yang dikeluarkan (diistimbatkan) dari dalil-dalil yang jelas (tafshili)”.40 Jadi dapat disimpulkan dari difinisi-definisi di atas, fiqih adalah: ilmu yang menjelaskan tentang hukum syar‟iyah yang berhubungan dengan segala tindakan manusia, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang diambil dari nash-nash yang ada, atau dari mengistinbath dalil-dalil syariat Islam. Dilihat dari segi ilmu pengetahuan yang berkembang dalam kalangan ulama Islam, fiqih itu ialah ilmu pengetahuan yang membiacarakan/ membahas/ memuat hukum-hukum Islam yang bersumber bersumber pada Al-Qur‟an, Al-Sunnah dalil-dalil Syar‟i yang lain; setelah diformulasikan oleh para ulama dengan mempergunakan kaidah-kaidah Ushul Fiqih. Dengan demikian berarti bahwa fiqih itu merupakan formulasi dari Al-Qur‟an dan Al-Sunnah yang berbentuk hukum amaliyah yang akan diamalkan oleh ummatnya. Hukum itu berberntuk amaliyah yang akan diamalkan oleh setiap mukallaf (Mukallaf artinya orang yang sudah dibebani/diberi tanggung jawab melaksanakan ajaran syari‟at Islam
40
Dedi Supriyadi, op. cit., hlm. 22.
49
dengan tanda-tanda seperti baligh, berakal, sadar, sudah masuk Islam). 41 Dapat dirumuskan hakikat dari fiqih adalah sebagai berikut:42 a. Fiqih itu adalah ilmu tentang hukum Allah SWT b. Yang dibicarakan adalah hal-hal yang bersifat amaliyah furu‟iyah. c. Pengertian hukum Allah SWT itu didasarkan kepada dalil tafsili. d. Fiqih itu digali dan ditemukan melalui penalaran dan istidlal seorang mujtahid atau faqih. Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa fiqih itu adalah “dengan kuat yang dicapai seseorang mujtahid dalam usahanya menemukan hukum Allah SWT.”43 2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Fiqih kelas 3 Standar kompetensi atau kompetensi dasar (SKKD) merupakan arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indicator pencapaian kompetensi untuk penilaian. Sedangkan dalam merancang kegiatan pembelajaran dan penilaian perlu memperhatikan standar proses dan standar penilaian.44 a. Standar Kompetensi Pelajaran Fiqih kelas 3A (1) Mengenal shalat sunnah rawatib 41
http://larasgemilangputri.blogspot.com/2013/07/24/,Pengertian-ilmu-fiqih-ushul-fiqih. (24 Juli 2013). Diakses 5 maret 2015. 42 Amir Syarifudin, op. cit., hlm. 7. 43 Ibid., hlm. 7. 44 Mulyasa, Kurikuum Tingkat Satuan Pendidikan (Bandung: Rosda, 2007), hlm. 109.
50
(2) Mengenal shalat jum „at (3) Mengenal tata cara shalat bagi orang yang sakit (4) Mengenal Puasa Ramadhan (5) Mengenal amalan-amalan dibulan ramadhan b. Kompetensi Dasar Pelajaran Kelas 3A (1) Menjelaskan ketentuan shalat sunah rawatib (2) Mempraktekkan tata cara shalat sunah rawatib (3) Mengenal ketentuan shalat Jum‟ at (4) Membiasakan mengikuti shalat Jum‟at (5) Menjelaskan tata cara shalat bagi orang yang sakit (6) Mendemonstrasikan cara shalat bagi orang yang sakit (7) Menjelaskan ketentuan puasa ramadhan (8) Menyebutkan hikmah puasa ramadhan (9) Menjelaskan ketentuan shalat teraweh (10) Menjelaskan ketentuan shalat witir (11) Menjelaskan
keutamaan-keutamaan yang ada dalam
Bulan Ramadhan 45 3. Nilai – Nilai Kecakapan Hidup dalam Pembelajaran Fiqih Pendidikan agama sekarang seharusnya bukan sekedar untuk menghafal beberapa dalil agama adalah beberapa syarat rukun setiap ibadah, namun harus merupakan upaya proses usaha mendidik murid, disamping 45
untuk
memahami
adalah
mengetahui
juga
sekaligus
Anis Tanwir Hadi, Pengantar Fikih 3 untuk kelas III Madrasah Ibtidaiyah (Surakarta: PT. Tiga Serangkai Mandiri, 2008), hlm. xi.
51
mengahayati dan mengamalkan nilai- nilai agama. Ajaran Islam untuk diamalkan bukan sekedar dihafal meskipun ada pula aspek atau jenis yang harus di hafal.46 Pendidikan agama Islam diterapkan secara optimal dalam setiap lembaga pendidikan, karena fenomena yang terjadi adalah moralitas bangsa sudah jauh dari nilai-nilai keIslaman. Fiqih
merupakan mata pelajaran yang menjadi bagian dari
Pendidikan Agama Islam. Fiqih merupakan bidang keilmuan yang terikat langsung dengan kehidupan masyarakat sejak lahir sampai meninggal dunia, dan diterapkan secara optimal dalam setiap lembaga pendidikan. Nilai kecakapan hidup yang terdapat dalam fiqih yaitu kemampuan mentauhidkan diri kepada Allah SWT, membentuk manusia untuk menjadi khalifah, membentuk insan sendiri maupun bagi masyarakat, serta mempersiapkan bagi kehidupan di dunia dan akhirat. Pendidikan agama berusaha meningkatkan kemampuan bangsa untuk melihat pembangunan dalam perspektif transendental, untuk melihat iman, dan sebagai sumber motivasi pembangunan dan menyertakan iman dalam meyakini kehidupan, serta pengetahuan modern.47 Di dalam pelajaran fiqih di sekolah atau madrasah terdapat nilai kecakapan hidup diantaranya pengembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT SWT. Serta akhlak mulia peserta didik seoptimal 46
Tahdzib “Pendidikan Agama menjadi Pendidikan Penting di Dunia Modern” (Samarinda: Perhimpunan Dosen Tarbiyah STAIN Samarinda: Jurnal Pendidikan, No. 2, Desember, I, 2008), hlm. 19. 47 Muhammad Takdir Ilahi, op. cit., hlm. 197.
52
mungkin, penanaman nilai ajaran Islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat, penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial, serta perbaikan kesalahan – kesalahan, kelemahan – kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengamalan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari – hari.48 Nilai kecakapan hidup dalam fiqih hendaknya memuat upaya untuk mengembangkan kemampuan mensyukuri nikmat Allah SWT SWT, dalam bentuk ungkapan lisan dan perbuatan dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan-Nya, kemampuan untuk mengintegrasikan diri dengan sosioreligius bangsa berdasarkan nilai-nilai Islam dan pancasila, kesadaran diri sebagai hamba Allah SWT yaitu kemampuan penghayatan diri sebagai hamba Allah SWT yang hidup berdampingan dengan sesama dalam alam semesta, sebagai anggota masyarakat dan warga negara. Kesadaran sebagai hamba Allah SWT ini merupakan kesadaran fitrah sebagai potensi dasar manusia untuk mengesakan Allah SWT . Nilai kecakapan hidup dalam Fiqih dapat disimpulkan antara lain keyakinan dalam hati tentang eksistensi Allah SWT. yang diungkapkan dalam pernyataan lisan dan dalam perbuatan sebagai wujud ketaatan dan ketaqwaan kepada-Nya, ketaatan dalam menjalankan ibadah ritual seperti sholat, berdoa, membaca al-Qur‟an, mengkaji ajaran agama, ketulusan bersedekah, rela berkorban, dan berjuang demi agama Allah SWT.
48
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2005), hlm. 40.
53
Ketaqwaan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, dan selalu berusaha untuk meningkatkannya.49
49
Departemen Agama, op. cit., hlm. 15.