BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian Fraktur adalah diskontinuitas jaringan tulang dan tulang rawan (R. Syamsuhidayat, 1997). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umunya disebabkan oleh ruda paksa (Mansjoer, 2000) Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang ditentukan oleh jenis dan luasnya (Brunner dan Suddath, 2000). Fraktur adalah setiap retak atau patah tulang yang utuh (Reeves, 2000) Fraktur lumbal adalah terputusnya discus invertebralis yang berdekatan dan berbagai tingkat perpindahan fragmen tulang (Theodore, 1993). Klasifikasi fraktur (Smeltzer, 2001) : 1
Menurut lengkap atau tidak lengkapnya a. Fraktur lengkap (komplet) Patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser pada posisi normal) b. Fraktur tidak lengkap (tidak komplet) Patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang
2
Menurut hubungannya antara fragmen tulang dengan adanya dunia luar a. Fraktur tertutup (fraktur simpel) Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit
b. Fraktur terbuka (fraktur komplikata / kompleks) Fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang. Fraktur terbuka digradasi menjadi 3 grade : 1) Grade I Dengan luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya 2) Grade II Luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif. 3) Grade III Luka yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif 3
Menurut jumlah garis patah a. Fraktur kompulsif Garis patah lebih dari satu atau saling berhubungan b. Fraktur segmental Garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan c. Fraktur multipel Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan tempatnya.
4
Menurut bergeser atau tidaknya a. Fraktur tidak bergeser (undisplaced) Garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser, periostelin masih utuh b. Fraktur bergeser (displaced)
Terjadinya pergeseran fragmen – fragmen fraktur. 5
Menurut sudut patahnya a. Fraktur greenstick Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkak b. Fraktur transversal Fraktur sepanjang garis tengah tulang c. Fraktur oblik Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang d. Fraktur spiral Fraktur memuntir seputar batang tulang e. Fraktur kominutif Fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen f. Fraktur depresi Fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam g. Fraktur kompresi Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (pada tulang belakang) h. Fraktur potologik Fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor) i. Fraktur avulsi Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlekatannya j. Fraktur epifiseal Fraktur melalui epifisis
k. Fraktur impaksi Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang lainnya.
B. Anatomi dan Fisiologi (Pearce, 2002) Kolumna vertibralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau tulang belakang. Di antara tiap dua ruas pada tulang belakang terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian tulang belakang pada orang dewasa mencapai 57 sampai 67 cm. Seluruhnya terdapat 33 ruas tulang, 24 buah diantaranya adalah tulang – tulang terpisah dan 9 ruas sisanya bergabung membentuk 2 tulang. Vertebra
dikelompokkan
dan
dinamai
sesuai
dengan
daerah
yang
ditempatinya. a. 7 vertebra servikal atau ruas tulang bagian leher membentuk daerah tengkuk b. 12 vertebra thorakalis atau ruas tulang punggung membentuk bagian belakang thorak atau dada c. 5 vertebra lumbalis atau ruas tulang punggung pinggang membentuk daerah lumbal atau pinggang d. 5 vertebra sakralis atau ruas tulang belakang membentuk sakrum atau tulang kelangkang e. 4 vertebra koksigeus atau ruas tulang ekor membentuk tulang koksigeus atau tulang ekor. Dapat bergerak sedikit karena membentuk persendian dengan sakrum.
Pada tulang leher, punggung dan pinggang ruas-ruasnya tetap tinggal jelas terpisah selama hidup dan disebut ruas yag dapat bergerak. Ruas – ruas pada dua daerah bawah, sacrum dan keksigeus. Pada masa dewasa bersatu membentuk dua tulang. Ini disebut ruas – ruas tak bergerak. Dengan perkecualian dua ruas pertama dari tulang leher maka semua ruas yang dapat bergerak memiliki ciri khas yang sama. Setiap vertebra terdiri atas dua bagian, yang anterior disebut badan vertebra dan yang posterior disebut arkus neuralis yang melingkari kanalis neuralis (foramen vertebra atau saluran sumsum tulang belakang) yang dilalui sumsum tulang belakang. 1
Vertebra servikalis atau ruas tulang leher adalah yang paling kecil. Kecuali yang pertama dan kedua, yang membentuk terbentuk istimewa, maka ruas tulang leher pada umumnya mempunyai ciri sebagai berikut : badannya kecil dan persegi panjang, lebih panjang dari samping ke samping dari pada dari depan ke belakang. Lengkungnya besar, prosesus spinosus atau taju duri di ujungnya memecah dua atau bifida. Prosesus tranversusnya atau taju sayat berlubang – lubang karena banyak foramina untuk lewatnya arteri vertebralis. Vertebra servikalis ketujuh adalah ruas yang pertama yang mempunyai prosesus spinosus tidak terbelah. Prosesus ini mempunyai tuberkel (benjolan) pada ujungnya. Membuat gambaran yang jelas di tengkuk dan tampak pada bagian bawah tengkuk. Karena ciri khususnya ini maka tulang ini disebut vertebra prominens.
2
Vertebra thorakalis atau ruas tulang punggung lebih besar dari pada yang servikal dan sebelah bawah lebih besar. Ciri khas vertebra torakalis adalah sebagai berikut
: badannya berbentuk lebar – lonjong (bentuk jantung) dengan faset atau lekukan kecil di setiap sisi untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil, prosesus spinosus panjang dan mengarah ke bawah. Sedangkan prosesus tranversus, yang membantu mendukung iga adalah tebal dan kuat serta memuat faset persendian untuk iga. 3
Vertebra lubalis atau ruas tulang pinggang adalah yang terbesar. Badannya sangat besar dibandingkan dengan badan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti ginjal. Prosesus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil. Prosesus transversusnya panjang dan langsing. Ruas kelima membentuk sendi dengan sacrum pada sendi lumbo – sakral. Medulla spinalis mengandung zat putih dan zat kelabu yang mengecilpada bagian atas menuju ke bagian bawah samapi servikal dan torakal. Pada bagian ini terdapat pelebaran dan vertebra servikal IV sampai vertebra torakal II. Pada daerah lumbal pelebaran ini semakin kecil disebut konus medularis. Konus ini berakhir pada vertebra lumbal I dan II, akar saraf yang berasal dari lumbal bersatu menembus foramen interventebralis. Penyebaran semua saraf medulla spinalis, dimulai dari torakal I sampai lumbal III mempunyai cabang – cabang dalam saraf yang akan keluar membentuk fleksus dan ini akan membentuk saraf tepi (perifer) terdiri dari : 1) Fleksus servikalis, dibentuk oleh cabang – cabang saraf servikalis anterior. Cabang ini bekerja sama dengan nervus vagus dan nervus assesorius.
2) Fleksus brakialis dibentuk oleh persatuan cabang – cabang anterior dari saraf servikal 4 dan torakal 1, saraf terpenting nervus mediana : a. Nervus ulnaris redialis b. Mempersarafi anggota gerak atas 3) Fleksus lumbalis, dibuat oleh serabut saraf dan torakal 12 saraf terbesar yaitu : a. Nervus femoralis b. Nervus obturatoir 4) Dibentuk oleh saraf dan lumbal dan sakral. Saraf skiatik yang merupakan saraf terbesar keluar mempersarafi otot anggota gerak bawah. -
Saraf lumbal I dan II membentuk nervus genito femoralis yang mengurus persarafan kulit daerah genitalia dan paha atas bagian medial.
-
Saraf lumbal II – IV bagian ventral membentuk nervus obturatorius yang mensarafi otot obturatori dan abduktor paha, bagian sensorik mengurus sendi paha.
-
Saraf lumbal II – IV bagian dorsal membentuk nervus femoralis mensarafi muskulus quadriseps femoris. Lumbal II dan III bagian dorsal juga membentuk saraf quadratus femoris lateralis yang mensarafi kulit paha bagian lateral.
4
Sakrum atau tulang kelangkang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara ke dua tulang inominata (tulang koxa) dan membentuk bagian belakang rongga pelvis (panggul). Dasar dari sacrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tapi anterior dari basis sacrum
membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak di bawah kanalis vertebralis (saluran tulang belakang) dan memang lanjutan dari padanya. Dinding kanalis sakralis berlubang – lubang untuk dilalui saraf sakral. Prosesus spinosus yang rudimeter dapat dilihat pada pandangan posterior dan sacrum. Permukaan anterior sacrum adalah cekung dan memperlihatkan empat gili – gili melintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima vertebra sakralis. Pada ujung gili – gili ini, di setiap sisi terdapat lubang - lubang kecil untuk dilewati urat – urat saraf. Lubang – lubang ini disebut foramina. Apex dari sacrum bersendi dengan tulang koksigeus. Di sisinya sacrum bersendi dengan illium dan membentuk sendi sakro iliaka kanan dan kiri. 5
Koksigeus atau tulang ekor terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimeter yang bergabung menjadi satu.Di atasnya ia bersendi dengan sacrum. Lengkung kolumna vertebralis. Kalau dilihat dari samping maka kolumna
vertebralis memperlihatkan empat kurva atau lengkung anteroposterior lengkung vertikal pada daerah leher melengkung ke depan dan daerah pelvis melengkung ke belakang. Kedua lengkung yang menghadap ke anterior adalah sekunder. Lengkung servikal berkembang ketika kanak – kanak mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya sambil menyelidiki dan lengkung lumbal dibentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan dan mempertahankan tegak.
C. Penyebab / etiologi Fraktur dapat disebabkan oleh berbagai hal, yaitu :
1
Kecelakaan Kebanyakan fraktur terjadi karena kecelakaan lalu lintas
2
Cidera olah raga Saat melakukan oleh raga yang berat tanpa pemanasan sehingga terjadi cidera olah raga yang menyebabkan fraktur
3
Osteoporosis Lebih sering terjadi pada wanita usia di atas 45 tahun karena terjadi perubahan hormon menopause
4
Malnutrisi Pada orang yang malnutrisi terjadi defsit kalsium pada tulang sehingga tulang rapuh dan sangat beresiko sekali terjadi fraktur
5
Kecelekaan Kecerobohan di tempat kerja biasa terjadi, yang dapat menyebabkan fraktur. (Reeves, 2000)
D. Patofisiologi Fraktur tulang belakang dapat terjadi di sepanjang kolumna bertebra tetapi lebih sering terjadi di daerah servikal bagian bawah dan di daerah lumbal bagian atas. Pada dislokasi akan tampak bahwa kanalis vertebralis di daerah dislokasi tersebut menjadi sempit, keadaan ini akan menimbulkan penekanan atau kompresi pada medulla spinalis atau rediks saraf spinalis. Dengan
adanya
penekanan
atau
kompresi
yang
berlangsung
lama
mengakibatkan jaringan terputus akibatnya daerah sekitar fraktur mengalami oedema / hematoma. Kompresi akibatnya sering menyebabkan iskemia otot. Gejala dan tanda
yang menyertai peningkatan tekanan “compartmental” mencakup nyeri, kehilangan sensasi dan paralisis. Hilangnya tonjolan tulang yang normal, pemendekan atau pemanjangan tulang dan kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu menyebabkan terjadinya perubahan bentuk (deformitas). Imobilisasi membentuk terapi awal pasien fraktur. Imobilisasi harus dicapai sebelum pasien ditransfer dan bila mungkin, bidai harus dijulurkan paling kurang satu sendi di atas dan di bawah tempat fraktur, dengan imobilisasi mengakibatkan sirkulasi darah menurun sehingga terjadi perubahan perfusi jaringan primer. (Markam, Soemarmo, 1992; Sabiston, 1995; Mansjoer, 2000)
E. Manifestasi Klinik 1
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi
2
Deformitas adalah pergeseran fragmen pada fraktur
3
Terjadi pemendekan tulang akibat kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur
4
Krepitus adalah derik tulang yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya
5
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perubahan yang mengikuti fraktur. (Smeltzer, S, 2001)
F. Komplikasi 1
Infeksi
2
Syok hipovolemik atau traumatic
3
Sindrom emboli lemak
4
Sindrom kompartemen
5
Koagulasi intravaskuler diseminata (KID) (Smeltzer, S, 2001)
G. Penatalaksanaan Medis 1
Reduksi fraktur (seting tulang) Berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur.Biasanya dokter melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. a. Reduksi tertutup Pada
kebanyakan
kasus,
reduksi
tertutup
dilakukan
dengan
mengembalikan fragmen ke posisinya (ujung - ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual b. Reduksi terbuka Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam membentuk pen, kawat, sekrup, plat, paku atau batang logam. 2
Traksi Adalah alat yang digunakian untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya fraksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
3
Imobilisasi fraktur Adalah reduksi fraktur, fragmen tulang harus diimobilisasikan atau dipatahkan dalam posisi dan kesejajarannya yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna atau eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, fraksi, pen, teknik gips atau fiksator
eksterna. Fiksasi interna dengan implan logam yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. 4
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi Dilakukan dengan berbagai pendekatan perubahan posisi, strategi, peredaran nyeri, pemberian analgetik, latihan atau aktivitas sehari – hari yang diusahakan untuk memperbaiki fungsi. (Price,1995)
Pemeriksaan diagnostik. 1
Pemeriksaan rontgen Menentukan lokasi / luasnya fraktur / trauma
2
Scan tulang, temogram, scan CT / MRI Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3
Hitung darah lengkap Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple). Peningkatan jumlah SDP (sel darah putih) adalah respons stress normal setelah trauma.
4
Kreatinin Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal. (Doenges,1999)
H. Pengkajian Fokus 1
Aktivitas / istirahat Tanda : -
Keterlambatan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekuner, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
2
Sirkulasi Tanda : -
Hipertensi (kadang – kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri / ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
-
Takikardi (respon stress, hipovolemia)
-
Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambat, pucat pada bagian yang terkena.
3
Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi cedera.
Neurosensori Gejala : -
Hilang gerakan / sensori, spasme otot
-
Kebas / kesemutan (parastesis)
Tanda : -
Deformitas lokal, angulasi abnormal, pendekatan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme otot, terlihat kelemahan / hilang fungsi
-
Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas atau trauma lain)
4
Nyeri / kenyamanan Gejala : -
Nyeri berat tiba – tiba pada saat edema (mungkin terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tak ada nyeri akibat kerusakan saraf.
5
Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
Keamanan Tanda : -
Laserasi kulit, avulsi jaringan, perdarahan, perubahan warna
-
Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba – tiba) (Doenges, 1999)
I. Pathways kondisi patologis osteoporosis
trauma langsung / tidak langsung fraktur
terputusnya kontinuitas jaringan saraf rusak lumpuh/ parestesia
gangguan imobilitas fisik
perubahan permeabilitas kapiler oedema/bengkak lokal / hematoma
nyeri
intoleransi aktivias
psikologi perubahan peran
takut, cemas
gangguan body image
kurang informasi kurang pengetahuan
resti perubahan perfusi jaringan perifer
bedrest defisit perawatan diri
penekanan jaringan tertentu resti gangguan integritas kulit
(Markam, Soemarno, 1992; Sabiston, 1995; Mansjoer 2000)
Diagnosa Keperawatan 1
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri / ketidaknyamanan
2
Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilisasi
3
Resti perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan sirkulasi darah menurun
4
Nyeri berhubungan dengan edema, cedera pada jaringan lunak, terputusnya kontinuitas jaringan tulang
5
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi
6
Gangguan harga diri / citra diri, penampilan peran berhubungan dengan fraktur
7
Resti gangguan integritas kulit berhubungan dengan status metabolik, sirkulasi dan sensori, penurunan aktivitas.
J. Fokus Intervensi dan Rasional DX 1 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan mobilisasi fisik tidak terganggu Kriteria Hasil : -
Mempertahankan posisi fungsional
-
Menunjukkan teknik yang memampukan melakukan aktivitas
-
Pasien menyatakan badan terasa lebih kuat
-
Pasien tampak lebih kuat
Intervensi : 1
Kaji kemampuan klien
Rasional : untuk mengetahui seberapa kemampuan klien 2
Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik / rekreasi, pertahankan rangsan lingkungan, radio, koran Rasional : memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, meningkatkan rasa kontrol diri / harga diri dan menurunkan isolasi sosial
3
Instruksikan pasien untuk Bantu dalam rentang gerak posisi aktif pada ekstremitas yang sakit dan tidak sakit Rasional : meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang rusuk, meingkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah atropi.
4
Awasi tekanan darah dengan melakukan aktivitas, perhatikan keluhan pusing. Rasional : hipotensi postural adalah masalah utama menyertai tirah baring lama.
5
Berikan pujian setiap perubahan Rasional : dapat meningkatkan semangat dalam mobilisasi
6
Berikan diit tinggi protein, karbohidrat, vitamin, kalsium dan mineral Rasional : dapat mempercepat proses penyebuhan. (Doenges, 2000)
DX 2 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawatan diri pasien terpenuhi Kriteria hasil : -
Pasien dapat berpartisipasi pada aktivitas sehari – hari dalam meningkatkan kemampuan diri
-
Pasien menyatakan dapat ikut berpartisipasi dalam perawatan dirinya
Intervensi : 1
Kaji kemampuan klien Rasianal : kondisi dasar akan menentukan tingkat kekurangn / kebutuhan
2
Berikan bantuan dengan aktivitas Rasional : untuk memenuhi perawatan diri pasien
3
Dorong / gunakan teknik penghematan energi seperti duduk, tidak berdiri, melakukan tugas dan peningkatan bertahap. Rasional : menghemat energi, menurunkan kelemahan dan meningkatkan kemampuan pasien
4
Bekerjasama dengan klien untuk memprioritaskan tugas – tugas merawat diri Rasional : meningkatkan kemampuan dalam perawatan diri
5
Ajarkan klien dan keluarga tentang cara – cara untuk memodifikasi perubahan perawatan diri Rasional : agar perawatan diri dapat terpenuhi
6
Evaluasi kemajuan kemampuan klien Rasional : mengetahui perkembangan kemampuan klien (Doenges, 2000)
DX. 3 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi perubahan perfusi jaringan primer
Kriteria hasil : -
Mempertahankan perfusi jarinagn dibuktikan oleh tanda vital stabil, kulit hangat, terabanya nadi
Intervensi 1
Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba – tiba seperti penurunan suhu kulit dan peningkatan nyeri Rasional : dislokasi fraktur sendi dapat menyebabkan kerusakan arteri yang berdekatan dengan akibat hilangnya aliran darah ke distal.
2
Dorong pasien untuk secara rutin latihan jari / sendi Rasional : meningkatkan sirkulasi dan mengurangi pengumpulan darah pada ekstremitas bawah
3
Awasi tanda vital, perhatikan tanda – tanda pucat / sianosis Rasional : ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan
4
Berikan kompres es sesuai indikasi Rasional : menurunkan edema / pembentukan hematoma yang dapat menganggu aktivitas (Doenges,2000)
DX. 4 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, nyeri berkurang sampai dengan hilang
Kriteria hasil : -
Skala nyeri 0 – 2
-
Ekspresi wajah pasien rileks
-
Pasien tidak tampak tegang
-
Pasien menyatakan nyerinya berkurang / hilang
Intervensi : 1
Kaji status nyeri (lokasi, karakteristik, durasi, internsitas) Rasional : untuk mengetahui tingkatan nyeri
2
Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena Rasional : meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan menurunkan nyeri
3
Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera Rasional : membantu untuk menghilangkan ansietas
4
Dorong / ajarkan teknik relaksasi, nafas dalam, distraksi Rasional : meningkatkan rasa control terhadap nyeri
5
Pertahankan imobilitas yang sakit Rasional : menghilangkan nyeri
6
Berikan alternative tindakan kenyamanan seperti perubahan posisi Rasional : meningkatkan sirkulasi umum untuk menurunkan area tekanan lokal
7
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analegtik Rasional : mengurangi / menghilangkan nyeri
8
Monitor tanda – tanda vital Rasional : mendukung terhadap adanya peningkatan nyeri
(Doenges, 2000) DX. 5 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pengetahuan pasien meningkat Kriteria hasil : -
Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan kebutuhan meningkat
-
Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan tindakan
Intervensi : 1
Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya Rasional : memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan informasi
2
Ambulasi sesuai instruksi dengan terapi fisik bila diindikasikan Rasional : banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses penyembuhan
3
Identifikasi tersedianya sumber pelayanan masyarakat Rasional : memberikan bantuan untuk memudahkan perawatan diri dan mendukung kemandirian
4
Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan di bawah fraktur Rasional : mencegah
kekakuan
sendi,
kontraktur
dan
kelelahan
meningkatkan kembalinya aktivitas sehari – hari secara dini
otot,
5
Identifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi medik, misal nyeri berat, demam menggigil, bau tidak enak, perubahan sensori Rasional : intervensi cepat dapat menurunkan beratnya komplikasi seperti infeksi / gangguan sirkulasi. (Doenges, 2000)
DX. 6. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi gangguan harga diri / harga diri menjadi naik Kriteria hasil : -
Menyatakan penerimaan situasi diri
-
Bicara dengan keluarga/orang terdekat tentang situasi, perubahan yang terjadi
-
Membaut tujuan realitas / rencana untuk masa depan
-
Memasukkan perubahan dalam konsep diri tanpa harga diri negatif.
Intervensi : 1
Kaji, makna kehilangan / perubahan pada pasien / orang terdekat Rasional : membuat perasaan kehilangan pada kehilangan aktual / yang dirasakan
2
Terima dan akui ekspresi / frustasi, ketergantungan, marah, kedukaan Rasional : penerimaan perasaan sebagai respon normal terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan
3
Bersikap realistik dan positif selama pengobatan dan menyusun tujuan dalam keterbatasan
Rasional : meningkatkan kepercayaan diri dan hubungan antara pasien dan perawat 4
Dorong interaksi keluarga dan tim rehabilitasi Rasional : mempertahankan/membuka
garis
komunikasi
dan
memberikan
dukungan terus menerus pada pasien dan keluarga 5
Berikan kelompok pendukung untuk orang terdekat Rasional : meningkatkan perasaan dan memungkinkan respon yang lebih membantu pasien (Doenges, 2000)
DX. 7. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, tidak terjadi kerusakan integritas kulit lebih lanjut. Kriteria hasil : -
Menyatakan ketidaknyamanan hilang
-
Menunjukkan perilaku teknik untuk mencegah kerusakan kulit lebih lajut
Intervensi : 1
Kaji derajat, imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera / pengobatan Rasional : pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri tentang keterbatasan fisik
2
Instruksikan pasien dalam rentang gerak aktif / pasif Rasional : meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mencegah kontraktur / atropi
3
Bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat, sesegera mungkin
Rasional : mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring, meningkatkan penyembuhan dan normalisasi fungsi organ 4
Ubah posisi secara periodik Rasional : mencegah / menurunkan insiden komplikasi kulit (Doenges, 2000)