BAB II KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN Tonsilitis adalah peradangan pada tonsil palatine yang merupakan bagian dari cincin waldeyer. Cincin palatin ini terdiri dari susunan kelenjar limfa yang terdapat dalam rongga mulut yaitu tonsil Faringeal (Adenoid), tonsil palatin (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil Tuba Eustachius (lateral band dinding faring atau gerlach’s tonsil). (Soepardi, Efiary Arsyad, dkk. 2007), Sedangkan Menurut Hembing (2004) Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A streptococcus beta hemolitikus, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus. Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus. (Mansjoer,A. 2000) Tonsilektomi adalah suatu tindakan pembedahan dengan mengambil atau mengangkat tonsil. (Arsyad Soepardi,1995) Macam-macam tonsillitis 1.
Tonsillitis akut Dibagi lagi menjadi 2, yaitu : a.
Tonsilitis viral
Ini lebih menyerupai common cold yang disertai rasa nyeri tenggorok. Penyebab paling tersering adalah virus Epstein Barr. b.
Tonsilitis Bakterial Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A stereptococcus beta hemoliticus yang dikenal sebagai strept throat, pneumococcus, streptococcus viridian dan streptococcus piogenes. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri yang mulai mati.
2.
Tonsilitis membranosa a.
Tonsilitis Difteri Penyebabnya yaitu oleh kuman Coryne bacterium diphteriae, kuman yang termasuk Gram positif dan hidung di saluran napas bagian atas yaitu hidung, faring dan laring.
b.
Tonsilitis Septik Penyebab streptococcus hemoliticus yang terdapat dalam susu sapi sehingga menimbulkan epidemi. Oleh karena di Indonesia susu sapi dimasak dulu dengan cara pasteurisasi sebelum diminum maka penyakit ini jarang ditemukan.
3.
Angina Plout Vincent Penyebab penyakit ini adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi vitamin C. Gejala berupa demam sampai 39° C, nyeri kepala , badan lemah dan kadang gangguan pecernaan. a.
Tonsilitis kronik
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca kelemahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat kuman penyebabnya sama dengan tonsilitis akut tetapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan gram negatif. (Soepardi,Efiary Arsyad,dkk 2007)
B. ANATOMI FISIOLOGI Tonsil terbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam yang meluas ke jaringan tonsil. Tonsil
tidak mengisi seluruh fosa
tonsilaris, daerah kosong di
atasnya dikenal sebagai fosa supratonsilaris. Bagian luar tonsil terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap kali makan. Walaupun tonsil terletak di orofaring karena perkembangan yang berlebih tonsil dapat meluas ke arah nasofaring sehingga dapat menimbulkan insufisiensi velofaring atau obstruksi hidung walau jarang ditemukan. Arah perkembangan tonsil tersering adalah ke arah hipofaring, sehingga sering menyebabkan terjaganya anak saat tidur karena gangguan pada jalan nafas. Secara mikroskopik mengandung 3 unsur utama: 1.
Jaringan ikat/trabekula sebagai rangka penunjang pembuluh darah saraf.
2.
Folikel germinativum dan sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda.
3.
Jaringan interfolikuler yang terdiri dari jaringan limfoid dalam berbagai stadium
Tabel 1:Gambar Tonsilitis Tonsil (amandel) dan adenoid merupakan jaringan limfoid yang terdapat pada daerah faring atau tenggorokan. Keduanya sudah ada sejak anak dilahirkan dan mulai berfungsi sebagai bagian dari sistem imunitas tubuh setelah imunitas “warisan” dari ibu mulai menghilang dari tubuh anak. Pada saat itu (usia lebih kurang 1 tahun) tonsil dan adenoid merupakan organ imunitas utama pada anak, karena jaringan limfoid lain yang ada di seluruh tubuh belum bekerja secara optimal. Sistem imunitas ada 2 macam yaitu imunitas seluler dan humoral. Imunitas seluler bekerja dengan membuat sel (limfoid T) yang dapat “memakan“ kuman dan virus serta membunuhnya. Sedangakan imunitas humoral bekerja karena adanya sel (limfoid B) yang dapat menghasilkan zat immunoglobulin yang dapat membunuh kuman dan virus.
Kuman yang “dimakan” oleh imunitas seluler tonsil dan adenoid terkadang tidak mati dan tetap bersarang disana serta menyebabklan infeksi amandel yang kronis dan berulang (Tonsilitis kronis). Infeksi yang berulang ini akan menyebabkan tonsil dan adenoid “bekerja terus “ dengan memproduksi sel-sel imun yang banyak sehingga ukuran tonsil dan adenoid akan membesar dengan cepat melebihi ukuran yang normal. Tonsil dan adenoid yang demikian sering dikenal sebagai amandel yang dapat menjadi sumber infeksi (fokal infeksi) sehingga anak menjadi sering sakit demam dan batuk pilek.Selain itu folikel infeksi pada amandel dapat menyebabkan penyakit pada ginjal (Glomerulonefritis), katup jantung (Endokarditis), sendi (Rhematoid Artritis) dan kulit. (Dermatitis). Penyakit sinusitis dan otitis media pada anak seringkali juga disebabkan adanya infeksi kronis pada amandel dan adenoid. (http: klikharry.wordpress.com 2007/09/05)
C. ETIOLOGI/PREDISPOSISI A. Tonsillitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus group A,Misalnya: Pneumococcus, staphylococcus,
Haemalphilus
influenza,
sterptoccoccus
non
hemoliticus atau streptoccus viridens. B.
Bakteri
merupakan
streptococcus
B
penyebab
pada
hemoliticus
50% grup
kasus. A,
Antara
lain
streptococcus,
Pneumoccoccus,Virus, Adenovirus, Virus influenza serta herpes.
C.
Penyebabnya infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis. (Adam,1999; Iskandar,1993; Firman,2006)
D. PATOFISIOLOGI Saat bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut,amandel berperan sebagai filter, menyelimuti organism yang berbahaya tersebut sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada amandel.Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang akan tetapi kadang-kadang amandel sudah kelelahan menahan infeksi atau virus.Infeksi bakteri dari virus inilah yang menyebabkan tonsillitis. Bakteri atau virus menginfeksi lapisan epitel tonsil-tonsil epitel menjadikan terkikis dan terjadi peradangan serta infeksi pada tonsil.Infeksi tonsil jarang menampilkan gejala tetapi dalam kasus yang ekstrim pembesaran ini dapat menimbulkan gejala menelan.Infeksi tonsil yang ini adalah peradangan di tenggorokan terutama dengan tonsil yang abses (abses peritonsiler).Abses besar yang terbentuk dibelakang tonsil menimbulkan rasa sakit yang intens dan demam tinggi (39C-40C).abses secara perlahan-lahan mendorong tonsil menyeberang ke tengah tenggorokan.
Dimulai dengan sakit tenggorokan ringan sehingga menjadi parah.pasien hanya
mengeluh
merasa
sakit
tenggorokannya
sehingga
berhenti
makan.Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan,panas,bengkak,dan kelenjar getah bening melemah didalam daerah submandibuler,sakit pada sendi dan otot,kedinginan, seluruh tubuh sakit,sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga.Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan,belakang tenggorokan akan terasa mengental.Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam. (Edward,2001 Reeves,Charlene J.Roux,Gayle dkk,2001 )
E. MANIFESTASI KLINIK a.
Gejala berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita menelan) nyeri seringkali dirasakan di telinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang sama ). Gejala lain: Demam, tidak enak badan, sakit kepala, muntah.
b.
Gejala tonsillitis antara lain : pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan, tenggorokan terasa kering, pernafasan bau, pada pemeriksaan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus, tidak nafsu makan, mudah lelah, nyeri abdomen, pucat, letargi, nyeri kepala, disfagia (sakit saat menelan), mual dan muntah.
c.
Gejala pada tonsillitis akut : rasa gatal/ kering ditenggorokan, lesu, nyeri sendi odinafagia, anoreksia, otalgia, suara serak (bila laring terkena), tonsil membengkak
d.
Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit menelan, kadang – kadang muntah. Tonsil kepala dan sakit pada bengkak, panas, gatal, sakit pada otot dan sendi, nyeri pada seluruh badan, kedinginan, sakit telinga. Pada tonsillitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil. (Megantara, 2006; Mansjoer, 1999; Hembing, 2002)
F. KOMPLIKASI Komplikasi tonsillitis akut dan kronik menurut Mansjoer, A (1999), yaitu: a.
Abses pertosil Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A.
b.
Otitis media akut Infeksis dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustachi)
dan
dapat
mengakibatkan
otitis
media
yang dapat
mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada rupture spontan gendang telinga. c.
Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebar infeksi ke dalam sel-sel mastoid. d.
Laringitis
e.
Sinusitis
f.
Rhinitis
G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan tonsillitis secara umum: a.
Jika penyebab bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut ) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
b.
Pengangkatan tonsil (Tonsilektomi ) dilakukan jika: 1) Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih /tahun . 2) Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun. 3) Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun. 4) Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
Penatalaksanaan tonsillitis adalah: a.
Penatalaksanaan tonsillitis akut : 1) Antibiotik golongan penelitian atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klidomisin.
2) Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik. 3) Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3 kali negatif 4) Pemberian antipiretik b.
Penatalaksanaan tonsillitis kronik 1) Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap. 2) Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil.
Tonsilektomi menurut Firman S (2006), yaitu : a.
Perawatan Prabedah Diberikan sedasi dan premedikasi, selain itu pasien juga harus dipuasakan, membebaskan anak dari infeksi pernafasan bagian atas.
b.
Teknik pembedahan Anestesi umum selalu diberikan sebelum pembedahan,pasien diposisikan terlentang dengan kepala sedikit direndahkan dan leher dalam keadaan ekstensi mulut ditahan terbuka dengan suatu penutup dan lidah didorong keluar dari jalan. Penyedotan harus dapat diperoleh untuk mencegah inflamasi dari darah. Tonsil diangkat dengan diseksi / quillotine.
Metode apapun yang digunakan penting untuk mengangkat tonsil secara lengkap. Perdarahan dikendalikan dengan menginsersi suatu pak kasa ke dalam ruang post nasal yang harus diangkat setelah pembedahan. Perdarahan yang berlanjut dapat ditangani dengan mengadakan ligasi pembuluh darah pada dasar tonsil. c.
Perawatan paska-bedah 1) Berbaring kesamping sampai bangun kemudian posisi mid fowler. 2) Memantau tanda-tanda perdarahan: 1.
Menelan berulang
2.
Muntah darah segar
3.
Peningkatan denyut nadi pada saat tidur
3) Diet a) Memberikan cairan bila muntah telah reda. 1. Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar (lebih nyaman dari adanya kepingan kecil) 2. Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan perdarahan) b) Menawarkan makanan 1.
Es cream, crustard dingin, sup krim, dan jus.
2. Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat dinikmati pada pagi hari setelah perdarahaan. 3.
Hindari jus jeruk,minuman panas, makanan kasar atau banyak bumbu selama 1 minggu
c) Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan 1.
Menggunakan ice color (kompres es) bila mau
2.
Memberikan analgesik (hindari aspirin)
3.
Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan.
4.
Minum 2-3 liter / hari sampai bau mulut hilang.
d) Mengajari pasien mengenal hal berikut 1.
Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung segera selama 1-2 minggu
2.
Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah yang tertelan.
3.
Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan ke-8 setelah operasi. (Firman,2006; Mansjoer,1999)
H. Tumbuh Kembang Anak Perkembangan pada anak mencakup perkembangan motorik halus, perkembangan motorik kasar,perkembangan bahasa,dan perkembangan perilaku adaptasi. a. Perkembangan Motorik Halus Perkembangan motorik halus pada tiap tahap perkembangan anak adalah sebagai berikut. 1) Masa Neonatus (0-28 Hari)
Perkembangan motorik halus pada masa ini dimulai dengan adanya kemampuan untuk mengikuti garis tengah bila kita memberikan respons terhadap gerakan jari atau tangan. 2) Masa Bayi (28 Hari- 1 Tahun) a) Usia 1-4 bulan Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah dapat melakukan hal-hal seperti memegang suatu objek,mengikuti objek dari sisi,mencoba memegang dan memegang dan memasukan benda kedalam mulut,memegang benda tapi terlepas,memperhatikan tangan dan kaki,memegang benda dengan kedua tangan,serta menahan benda di tangan walaupun hanya sebentar. b) Usia 4-8 bulan Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah suatu mulai mengamati benda ,menggunakan ibu jari dan jari telunjuk untuk memegang,mengeksplorasi benda yang sedang dipegang,mengambil objek dengan tangan tertangkup ,mampu menahan
kedua
benda
stimultan,menggunakan
bahu
di
kedua dan
tangan
tangan sebagai
secara satu
kesatuan,serta memindahkan objek dari satu tangan ketangan yang lain.
c) Usia 8-12 bulan
Perkembangan motorik halus pada usia ini adalah mencari atau meraih benda kecil ;bila diberi kubus mampu memindahkan ,mengambil memegang dengan telunjuk dan ibu jari,membenturkannya ,serta meletakan benda atau kubus ke tempatnya. 3) Masa Anak(1-2 Tahun) Perkembangan
motorik
halus
pada
usia
ini
dapat
ditunjukkan dengan adanya kemampuan dalam mencoba menyusun atau membuat menara pada kubus. 4) Masa Prasekolah Perkembangan motorik
halus dapat
dilihat pada anak
,yaitu mulai memiliki kemampuan menggoyangkan jari-jari kaki,menggambar dua atau tiga bagian,memilih garis yang lebih panjang dan menggambarkan orang,melepas objek dengan jari lurus ,mampu menjepit benda,melambaikan tangan,menggunakan tanggannya wadah,makan
untuk
bermain
sendiri,minum
,menepatkan dari
objek
cangkir
kedalam dengan
bantuan,menggunakan sendok dengan bantuan ,makan dengan jari,serta membuat coretan di atas kertas (Wong,2000) b. Perkembangan Motorik Kasar Perkembangan motorik kasar pada tiap tahap perkembangan anak adalah sebagai berikut: 1) Masa Neonatus (0-28 Hari)
Perkembangan motorik kasar yang dapat dicapai pada usia ini diawali dengan tanda gerakan seimbang pada tubuh dan mulai mengangkat kepala. 2) Masa Bayi (28 Hari-1 Tahun) a) Usia 1-4 bulan Perkembangan motorik kasar pada usia ini dimulai dengan kemampuan mengangkat kepala saat tengkurap,mencoba duduk sebentar dengan di topang,mampu duduk dengan kepala tegak,jatuh terduduk dipangkuan ketika disokong pada posisi berdiri,kontrol kepala sempurna,mengangkat
kepala sambil
berbaring telentang ,berguling dari telentang ke miring,posisi lengan dan tungkai kurang fleksi,dan berusaha merangkak. b) Usia 4-8 bulan Perkembangan motorik kasar awal bulan ini dapat dilihat pada perubahan dalam aktivitas,seperti posisi telungkup pada alas dan sudah mulai mengangkat kepala dengan melakukan gerakan menekan kedua tangannya.pada bulan ke-4 sudah mampu memalingkan kepala kekanan dan ke kiri ;duduk dengan kepala 28tegak ;membalikkan badan;bangkit dengan kepala tegak ;menumpu beban pada kaki dengan lengan berayun kedepan dan belakang;berguling dari telentang ke tengkurup ;serta duduk dengan bantuan dalam waktu yang singkat.
c) Usia 8-12 bulan Perkembangan motorik kasar dapat diawali dengan duduk tanpa
pegangan,berdiri
dengan
pegangan,bangkit
lalu
berdiri,berdiri 2 detik,dan berdiri sendiri. 3) Masa Anak (1-2 Tahun) Dalam perkembangan masa anak terjadi perkembangan motorik kasar secara signifikan.pada masa ini anak sudah mampu melangkah dan berjalan dengan tegak.Sekitar usia
18 bulan
mampu menaiki tangga dengan cara satu tangan dipegang .Pada akhir tahun ke-2 sudah mampu berlari-lari kecil,menendang bola,dan mulai mencoba melompat. 4) Masa Prasekolah Perkembangan motorik kasar masa prasekolah ini dapat di awali dengan kemampuan untuk berdiri dengan satu kaki selama 15 detik,melompat dengan satu kaki,berjalan dengan tumit kejari kaki,menjelajah,membuat posisi merangkak,dan berjalan dengan bantuan.(Wong,2000) c. Perkembangan bahasa Berikut ini akan disebutkan perkembangan bahasa pada tiap tahap usia anak.
1) Masa Neonatus(0-28 Hari)
Perkembangan bahasa masa neonatus ini dapat ditunjukan dengan
adanya kemampuan bersuara (menangis) dan bereaksi
terhadap suara atau bel. 2) Masa Bayi(28-1 Hari) a) Usia 1-4 bulan Perkembangan bahasa pada usia ini ditandai dengan adanya kemampuan bersuara dan tersenyum,mengucapkan huruf hidup, berseloteh,mengucapkan kata “ooh/aah’’, tertawa dan berteriak, mengoceh spontan, serta bereaksivdengan mengoceh. b) Usia 4-8 bulan Perkembangan bahasa pada usia ini adalah dapat menirukan bunyi atau kata-kata, menoleh kearah suara sumber bunyi, tertawa, menjerit, menggunakan kata yang terdiri atas dua suku kata dan dapat membuat dua bunyi vocal yang bersama seperti”ba-ba”. c) Usia 8-12 bulan Perkembangan
bahasa pada usia ini adalah mampu
mengucapkan kata “papa” dan “mama’’ yang belum spesifik, mengoceh hingga mengatakannya secara spesifik, serta dapat mengucapkan 1-2 kata.
3) Masa Anak (1-2 Tahun)
Perkembangan bahasa masa anak ini adalah dicapainya kemampuan
bahasa pada anak yang mulai ditandai dengan anak
mampu memiliki sepuluh perbendaharaan kata ; tingginya kemampuan meniru, mengenal, dan responsive terhadap orang lain ; mampu menunjukan dua gambar ; mampu mengkombinasikan kata-kata; serta mulai mampu menunjukan lambaian anggota badan. 4) Masa Prasekolah Perkembangan bahasa diawali dengan adanya kemampuan menyebutkan hingga empat gambar, menyebutkan satu hingga dua warna ; menyebutkan kegunaan benda; menghitung; mengartikan dua kata;mengerti empat kata depan ; mengerti beberapa kata sifat dan jenis kata lainnya ; menggunakan bunyi untuk mengidentifikasi objek, orang, dan aktivitas, menirukan berbagai bunyi kata ; memahami arti larangan;s erta merespons panggilan orang dan anggota kelurga dekat. d) Perkembangan Perilaku/Adaptasi Sosial Perkembangan perilaku pada tahap tumbuh kembang tiap usia adalah sebagai berikut: 1) Masa Neonatus (0-28 Hari) Perkembangan adaptasi sosial atau perilaku masa neonatus ini dapat di tunjukan dengan adanya tanda-tanda tersenyum dan mulai menatap muka untuk mengenali seseorang. 2) Masa Bayi (28 Hari-1 Tahun)
a) Usia 1-4 bulan Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini dapat diawali dengan kemampuan mengamati tangannya ; tersenyum spontan dan membalas senyum bila diajak tersenyum
;
mengenal
ibunya
dengan
penglihatan,
penciuman , pendengaran, dan kontak; tersenyum pada wajah manusia ; waktu tidur dalam sehari lebih sedikit dari pada
waktu terjaga;membentuk siklus tidur bangun;
menangis bila terjadi sesuatu yang aneh; membedakan wajah-wajah yang dikenal dan tidak dikenal; senang menatap wajah-wajah yang dikenalnya ; serta terdiam bila ada orang yang tak dikenal (asing ). b) Usia 4-8 bulan Perkembangan adaptasi sosial pada usia ini mulai dengan
kemampuan
bertepuk
tangan
,mengatakan
keinginan,sudah mulai minum dengan cangkir,menirukan kegiatan orang ,bermain bola atau lainnya dengan orang lain. 3) Masa Anak (1-2 Tahun) Menggosok gigi, serta mencoba menggenakan baju sendiri. Perkembangan adaptasi sosial masa anak dapat ditunjukan dengan adanya kemampuan membantu kegiatan dirumah, menyuapi boneka, mulai menggosok.
4) Masa Prasekolah Perkembangan adaptasi sosial pada masa prasekolah adalah kemampuan bermain dengan permainan sederhana, menangis jika diarahi , membuat permintaan sederhana dengan gaya tubuh, menunjukan peningkatan kecemasan terhadap perpisahan, serta mengenali anggota keluarga (Wong,2000)
I. PENGKAJIAN FOKUS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.
Pengkajian fokus a.
Wawancara 1) Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis) 2) Apakah pengobatan adekuat 3) Kapan gejala itu muncul 4) Apakah mempunyai kebiasaan merokok 5) Bagaimana pola makannya 6) Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
b.
Pengkajian Pola 1.
Data dasar pengkajian Integritas Ego Gejala : perasaan takut
Khawatir
bila
pembedahan
hubungan
keluarga,
kemampuan
mempengaruhi kerja,
dan
keuangan. Tanda 2.
: ansietas, depresi, menolak.
Makanan / Cairan Gejala : Kesulitan menelan Tanda : Kesulitan menelan, mudah tersedak, inflamasi, kebersihan gigi buruk/kurang.
3.
Hygiene Tanda
4.
: kesulitan menelan
Nyeri/ Keamanan Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga Tanda
5.
: Gelisah, perilaku berhati-hati.
Pernafasan Gejala : Riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja dengan serbuk kayu, debu. (Firman,2006;Doenges,1999)
J.
Pathways Keperawatan Streptococcus hemolitikus tipe A Virus hemolitikus influenza Reaksi antigen dan antibody dalam tubuh Antibody dalam tubuh tidak dapat melawan antigen kuman Virus dan bakteri menginfeksi tonsil Epitel terkikis
Inflamasi tonsil
Nyeri saat menelan
Respon inflamasi
Pembengkakan tonsil
Anoreksia
Rangsang termoregulasi hipotalamus
Sumbatan jalan nafas dan cerna
Intake tidak adekuat ↑ Suhu tubuh Resiko Kurang Nutrisi
Nyeri
Mulut bau, suara parau
↓ Fungsi tubuh
Tindakan tonsilektomi
cemas
Harga Diri Rendah
Hipertemi Terputusnya pembuluh darah
Penumpukan sekret
Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas
Terputusnya keutuhan jaringan
Luka terbuka
Perdarahan
Pertahanan tubuh
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan
Pemajanan mikroorganisme
Resiko infeksi
(Edward, 2001; Reeves, Charlene J. Roux, Gayle, dkk, 2001)
K. Diagnosa Keperawatan 1. Pre Operasi a.
Resiko kurang nutrisi dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
b.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan respon inflamasi
c.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi
d.
Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh
e.
Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi tonsilektomi.
2. Post operasi a.
Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sekret
b.
Resiko kekurangan volume cairan peredaran yang berlebihan
c.
Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan
d.
Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan luka terbuka. (Edward, 2001 Reeves, Charlene J.Roux, Gayle dkk. 2001)
L. Fokus Intervensi dan Rasional 1. Pre Operasi a.
Resiko kurang nutrisi dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat ditandai dengan ancroksia, disfagia keperawatan kebutuhan nutrisi pasien adekuat
Kriteria hasil : Kebutuhan nutrisi pasien adekuat, tidak ada tandatada malnutrisi, mampu menghabiskan makanan sesuai
dengan
porsi
yang
diberikan
atau
dibutuhkan Intervensi a.
Awasi masukan dan berat badan sesuai indikasi R : Memberikan informasi sehubungan dengan kebutuhan nutrisi dan keefektifan terapi
b.
Auskultasi bunyi usus R : Makan hanya dimulai setelah bunyi usus membaik setelah operasi
c.
Mulai dengan makan kecil dan tingkatkan sesuai toleransi R : Kandungan
makan
dapat
mengakibatkan
ketidak
toleransian, memerlukan perubahan pada kecepatan/tipe formula d.
Berikan diet nutrisi seimbang (makan cair atau halus) atau makanan selang yang sesuai indikasi R : (Doenges,2000)
b.
Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan respon inflamasi Tujuan
: nyeri berkurang/terkontrol
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang, skala nyeri menurun
Intervensi a.
Monitoring perkembangan nyeri R : Mengetahui perkembangan tindakan dari yang dilakukan
b.
Monitoring tanda-tanda vital darah dan nadi R : Mengetahui keadaan pasien
c.
Berikan tindakan nyaman dan akivitas hiburan R : Meningkatkan
relaksasi
dan
membantu
pasien
memfokuskan perhatian pada sesuatu disamping diri sendiri/ketidaknyamanan. Dapat menurunkan kebutuhan dosis analgetik d. Selidiki perubahan karakeristik nyeri,periksa mulut,tenggorokan R : Dapat
menunjukkan
terjadinya
komplikasi
yang
memerlukan evaluasi lanjutan e. Catatan indikator non-verbal respon automatic terhadap nyeri evaluasi efek samping R : Dapat meningkatkan kerjasama dan partisipasi dalam program pengobatan (Doenges,2000) c.
Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi Tujuan
: setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan suhu tubuh normal
Kriteria hasil : suhu tubuh normal (36-37ºC) tubuh tidak terasa panas, pasin tidak gelisah
Intervensi a.
Pantau
suhu
pasien
(derajad
dan
pola)
perhatikan
menggigil/diaphoresis R : Suhu 38,9-41,1 menunjukkan proses penyakit infeksius b.
Pantau suhu lingkungan, batasi/tambahan linen tempat tidur sesuai indikasi R : Suhu ruangan harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal
c.
Berikan kompres mandi hangat, hindari penggunaan alcohol R : Dapat membantu mengurangi demam
d . Berikan antipiretik misalnya ASA (aspirin) asetaminofon R : Gunakan
untuk
mengurangi
demam
dengan
aksi
sentralnya pada hipotalamus meskipun demam mungkin dapatberguna dalam mengatasi pertumbuhan organism dan meningkatkan autodestruksi dari sel-sel yang terinfeksi (Doenges,2000) d.
Harga diri rendah berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh Tujuan
: tidak mengalami harga diri rendah
Kriteria hasil : 1.
menyatakan pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada
2.
Mengidentifikasi persepsi diri negative
Intervensi a.
Diskusikan situasi atau dorong pernyataan takut atau masalah, jelaskan hubungan antara gejala dengan asal penyakit R : Pasien sangat sensitif terhadap perubahan tubuh
b.
Dukung dan dorong pasien, berikan perawatan yang positif, perilaku bersahabat R : Pemberian perawatan kadang-kadang memungkinkan penilaian perasaan pasien untuk memuat
upaya untuk
membantu pasien merasakan nilai pribadi. c.
Dorong keluarga/orang terdekat untuk menyatakan perasaa, berkunjung atau berpartisipai pada perawatan R : Anggota keluarga dapat merasa bersalah tentang kondisi pasien dan takut terhadap kematian.
d.
Tekankan keberhasilan yang kecil sekalipun baik mengenai penyembuhan fungsi tubuh ataupun kemandirian pasien R : Mengkonsolidasikan keberhasilan membantu menurunkan perasaan marah dan ketidakberdayaan dan menimbulakn perasaan adanya perkembangan
e.
Bantu dan dorong kebiasaan berpakaian dan berdandan yang baik R : Membantu peningkatan rasa harga diri dan kontorl atas salah satu bagian kehidupan (Doenges,2000)
e.
Cemas berhubungan dengan akan dilakukannya tindakan operasi tonsilektomi. Tujuan
: Kecemasan berkurang /hilang
Kriteria Hasil : Kecemasan
berkurang
,monitor
intensitas
kecemasan. Intervensi: a.
Kaji sejauh mana kecemasan klien. R : Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien.
b.
Informasikan pasien /orang terdekat tentang peran advokat perawat intra operasi R : Mengembangkan rasa percaya diri.
c.
Identifikasikan tingkat rasa cemas. R : Untuk mengetahui tingkat kecemasan klien.
d.
Validasi sumber rasa takut. R : Mengidentifikasikan rasa takut yang spesifik.
e.
Beritahu pasien kemungkinan dilakukan operasi. R : Mengurangi rasa takut (Doenges,2000)
2. Post Operasi a.
Resiko tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan secret Tujuan
: jalan nafas sefektif
Kriteria hasil : setelah dilakukan keperawatan resiko ketidak efektifan bersihan jalan nafas dapat teratasi ditandai dengan tidak adanya sekret Intervensi a.
Pantau irama atau frekuensi irama pernafasan R : Pernafasan dapat melambatkan dan frekuensi ekspirasi memanjang di banding inspirasi
b.
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya: mengi, krekel, ronki R : Bunyi nafas mengi, krekels, dan ronki terdengar pada inspirasi dan atau ekspirasi pada respon terhadap pengumpulan secret
c.
Kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur R : Peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi namun, pasien dengan distresi berat akan mencari posisi yang paling mudah untuk bernafas
d.
Dorong pasien untuk mengeluarkan lender secara perlahan R : Membersihkan jalan nafas dan membantu mencegah komplikasi pernafasan (Doenges,2000)
b.
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan Tujuan
: berkurangnya volume cairan yang terjadi
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko kekurangan volume cairan dapat terstasi ditandai dengan tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik, pengisian kapiler cepat Intervensi a.
Kaji atau ukur dan catat jumlah pendarahan R : Potensial kekurangan cairan, khususnya bila tidak ada tambahan cairan
b.
Awasi
tanda
vital:
bandingkan
dengan
hasil
normal
pasien/sebelumnya. Ukur TD dengan posisi duduk atau berbaring serta ukur nadi R : Perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk perkiraan kasar kehilangan darah, missal nadi diduga 25% penurunan >110 c.
Catat respon fisiologi individual pasien terhadap perdarahan, misalnya perubahan mental, kelemahan, gelisah, anietas, pucat, berkeringant, takipnea, peningkatan suhu R : Simtomatologi dapat berguna dalam mengukur berat badan atau lamanya episode perdarahan. Memburuknya
gejala dapat menunjukkan berlanjutnya perdarahan atau tidak adekuatnya penggataian cairan d.
Awasi batuk dan bicara karena akan mengiritasi luka dan menambah perdarahan R : Aktivitas batuk dan bicara meninkakan tekanan intraabdomen dan dapat mencetuskan perdarahan langit (Doenges,2000)
c.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan tindakan pembedahan Tujuan
: nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang, skala nyeri terkontrol Intervensi a.
Tentukan karakteristik nyeri, misalnya tajam, konstan, ditusuk, selidiki perubahan karakter atau lokasi atau intensitas nyeri R : Nyeri biasanya ada dalam beberapa derajat, juga dapat menimbulkan komplikasi
b.
Anjurkan klien untuk mengurangi nyeri dengan: 1.
minum air dingin atau air es
2.
hindarkan makanan pedas, panas, asam dan keras
3.
melakukan teknik relaksasi
R : Tindakan non-analgetik diberikan dengan cara alternative untuk
mengurangi
nyeri
dan
menghilangkan
ketidaknyamanan c.
Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman R : Menurunkan
stress
dan
rangsangan
berlebihan,
meningkatkan istirahat d.
Pantau tanda vital R : Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alas an lain untuk perubahan tanda vital telah terlihat (Doenges,2000)
d.
Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan luka terbuka Tujuan
: menyatakan pemahaman penyebab atau fakto resiko individu
Kriteria hasil : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau menurunkan resiko infeksi, menunjukkan tehnik atu perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman Intervensi a.
Cuci
tangan
sebelum
dan
sesudah
menggunakan sarung tangan steril R : Mengurangi kontaminasi silang
aktivitas
walaupun
b.
Tetap ada fasilitas control infeksi steril dan prosedur aseptic R : Tetapkan mekanisme yang dirancang untuk mencegah infeksi
c.
Siapkan lokasi operasi menurut produsen khusus R : Meminimalkan jumlah bakteri pada lokasi operasi (Doenges,2000)