- 24 -
BAB II
KERANGKA TEORI PENEGAKAN HUKUM PIDANA DAN SISTEM PERADILAN PIDANA
A.
Penegakan Hukum Pidana
1. Pengertian Hukum Pidana Penegakan hukum di bidang keimigrasian sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian dan di dalam pelaksanaan secara proses peradilan haruslah sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana memiliki berbagai kerangka teori yang Ketertiban dan keamanan dalam masyarakat akan terpelihara bilamana tiap-tiap anggota masyarakat mentaati peraturan-peraturan (norma-norma) yang ada dalam masyarakat itu. Peraturan-peraturan ini dikeluarkan oleh suatu badan yang berkuasa dalam masyarakat yang disebut Pemerintah. Meskipun peraturan-peraturan ini telah dikeluarkan, masih ada saja orang yang melanggarnya, misalnya dalam hal pencurian di mana mengambil barang yang dimiliki orang lain dan yang bertentangan dengan hukum. 21 Terhadap orang ini sudah
21
Adanya prinsip LexCerta (undang-undang yang dirumuskan terperinci dan cermat), dikenal juga dengan nama Bestimmtheitsgebot, perumusan ketentuan pidana yang tidak jelas atau terlalu rumit hanya akan memunculkan ketidakpastian hukum dan menghalangi keberhasilan upaya penuntutan (pidana) karena warga selalu akan dapat membela diri bahwa ketentuan-ketentuan seperti itu tidak berguna sebagai pedoman perilaku. Norma-norma yang tidak jelas atau ambigu dari pembuat undangundang tidak selamanya dapat memenuhi persyaratan di atas. Dalam ikhwal Culpa, takkala norma yang secara faktual dipermasalahkan dan tidak jarang diterjemahkan lebih lanjut oleh (hukum) kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Hal serupa juga berkenaan dengan Garantenstellung yang dibicarakan dalam konteks tidak berbuat atau melalaikan (nalaten), dalam bagian penyertaan (deelneming) dan percobaan (poging) telah memperluas ruang lingkup (kemungkinan) penetapan suatu perilaku sebagai tindak pidana, sekalipun hal itu terjadi melalui cara yang sangat umum dan abstrak. Perlu dicatat pula adanya kebebasan hakim pidana yang memungkinkan pengunaan metode interpretasi teleologis maupun fungsional, selanjutnya perlu diingat bahwa ilmu bahasa modern telah mengajarkan pada kita untuk tidak mengaitkan makna yang terlalu statis atau tetap pada kata-kata maupun jalinan kata-kata. Lihat, Termorshuizen Marjanne, Juridische Semantiek: Een bijdrage tot de methodologie van de rechtsvergelijking, de rechtsvinding en het juridisch vertalen, Nijmegen Tilburg,
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 25 -
tentu dikenakan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya yang bertentangan dengan hukum itu. Segala peraturan-peraturan tentang pelanggaran (overtredingen), kejahatan (misdrijven), dan sebagainya diatur oleh Hukum Pidana (strafrecht) dan dimuat dalam satu Kitab Undang-Undang yang disebut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (wetboek van Strafrecht) yang disingkat “KUHP” (WvS). Hukum Pidana itu ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam dengan hukum yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. 22 Dari definisi di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa Hukum Pidana tidaklah suatu hukum yang mengandung norma-norma baru melainkan hanya mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan terhadap normanorma hukum yang mengenai kepentingan umum. Adapun yang termasuk dalam pengertian kepentingan umum, ialah: 23
methodologoie van de rechtsvwegelijking, de rechtsvinding en het juridisch vertalen, Nijmegen Tilburg, Wolf Legal Publishers, 2003, sebagaimana dikutip dalam Jan Remmelink, Hukum Pidana: Komentar Atas Pasal-Pasal Terpenting Dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, Jakarta, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 358. 22 Hal ini memperlihatkan bahwa hukum merupakan salah satu perhatian manusia beradab yang paling utama karena hukum dapat menawarkan perlindungan terhadap nurani di satu pihak dan terhadap anarki di lain pihak. Hukum merupakan salah satu instrumen utama masyrakat untuk melestarikan kebebasan maupun ketertiban dan gangguan yang arbitrer, baik oleh perorangan, golongan masyarakat atau pemerintah. Lihat, Harold J.Berman, Latar Belakang Sejarah Hukum Amerika Serikat, dalam Talks on American Law, Random House, Inc., Edisi Indonesia, CeramahCeramah Tentang Hukum Amerika Serikat, diterjemahkan oleh Gregory Churchill, Jakarta, P.T. Tatanusa, 1996, hlm. 3. 23 Seorang ahli hukum dari Swiss, Carl Stooss menamakan penjatuhan pidana alternatif demikian tidak jarag juga dijatuhkan secara kumulatif sebagai: Zweispurikeit (sistem dua jalur). Meskipun penjatuhan suatu tindakan juga setiap kali dilandaskan pada adanya pelanggaran hukum pidana, sanksi demikian itu pada asasnya tidak mengandung sifat menistakan yang sebaliknya merupakan ciri khas pidana. Karakter demikian juga tidak akan kita temukan dalam sanksi-sanksi yang diatur dalam bidang hukum lainnya. Menurut G.E. Mulder, gurubesar emiritus hukum dari Universitas Nijmegen, lebih dibandingkan dengan hukum sipil yang secara khusus menyoal pentaatan hukum dan ganti rugi, berkaitan dengan hal ini adalah kenyataan bahwa hukum pidana dibandingkan dengan hukum sipil hanya mencangkup bidang yang lebih sempit. Hukum pidana tidak menawarkan perlindungan menyeluruh atas kepentingan atau kebendaan hukum (rechtsgoederen) maupun pengaturan hubungan-hubungan hukum, melainkan hanya berkenaan dengan upaya melawan sebagian kecil dari bentuk-bentuk pelanggaran hukum yang harus dianalisis lebih lanjut. Lihat, Jan Remmelink, Hukum Pidana, Komentar ...., Op.Cit., hlm. 8.
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 26 -
a. Badan dan peraturan perundang-undangan negara, seperti Negara, Lembagalembaga Negara, Pejabat Negara, Pegawai Negeri, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan sebagainya. b. Kepentingan hukum tiap manusia, yaitu: jiwa, raga atau tubuh, kemerdekaan, kehormatan, dan hak milik atau harta benda. Antara pelanggaran dan kejahatan terdapat perbedaan, yaitu: a. Pelanggaran ialah mengenai hal-hal yang bersifat kecil atau ringan yang diancam dengan hukuman denda, misalnya: sopir mobil yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), bersepeda pada malam hari tanpa lampu, dan lain-lain. b. Kejahatan ialah mengenai soal-soal yang besar, seperti: pembunuhan, penganiayaan, penghinaan, pencurian, dan sebagainya. Contoh pelanggaran kejahatan terhadap kepentingan uum berkenaan dengan: 24 a) Badan atau Peraturan Perundangan Negara, misalnya pemberontakan, penghinaan, tidak membayar pajak, melawan pengawai negeri yang menjalankan tugasnya. b) Kepentingan hukum tiap manusia: 1. terhadap jiwa, pembunuhan, 2. terhadap tubuh, penganiayaan, 3. terhadap kemerdekaan, penculikan, 4. terhadap kehormatan, penghinaan, 5. terhadap milik, pencurian.
24
Di dalam penegakan hukum konstitusi negara Republik Indonesia sangat menghormati persamaan di muka hukum. Di mana Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di dalam batang tubuhnya juga menerangkan hubungan dan keterkaitan yang erat antara hukum dan keadilan dengan nilai-nilai kemanusian. Pada Pasal 27 ayat (1) dan (2) Bab X tentang Warga Negara Dan Penduduk, yang menerangkan:“Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya ”. Pada Pasal 28B ayat (2) Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, yang menerangkan:“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta pengakuan yang sama dihadapan hukum.”Pada Pasal 28I ayat (1) Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, yang menerangkan:“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.”Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945.
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 27 -
Mengenai pelanggaran terhadap kepentingan hukum tiap manusia ada kalanya menimbulkan pertanyaan, apakah hal-hal itu bukanlah mengenai kepentingan perseorangan yang sudah diatur dalam Hukum Perdata. Hukum Pidana tidak membuat peraturan-peraturan hukum yang lain yang bersifat kepentingan umum. Memang sebenarnya peraturan-peraturan tentang jiwa, raga, milik, dan sebagainya, dari tiap orang telah termasuk Hukum Perdata. Hal pembunuhan, pencurian, dan sebagainya antara orang-orang biasa, semata-mata diurus oleh Pengadilan Pidana. Kita mengetahui bahwa Pengadilan Perdata baru bertindak apabila sudah ada pengaduan (klacht) dari pihak yang menjadi korban. Orang itu sendirilah yang harus mengurus perkaranya ke dan di muka Pengadilan Perdata. Sedangkan dalam Hukum Pidana yang bertindak dan yang mengurus perkara ke dan di muka Pengadilan Pidana tidaklah korban sendiri melainkan alat-alat kekuasaan negara seperti polisi, jaksa, dan hakim. 25 Oleh karena orang-orang yang kepentingan hukumnya diserang merasa malu, segan atau takut mengurus sendiri perkaranya ke muka Pengadilan Perdata, maka akhirnya banyak perkara yang tidak sampai ke pengadilan sehingga merajalela pelanggaran atas kepentingan hukum orang. 26 Keadaan demikian itu tentu tidak
25
Pengertian Tindak Pidana (strafbaar feit) – dalam arti penguraian unsur-unsur pembentuknya – akan bermanfaat jika pertama-tama secara umum menelaah titik tolak dan kriteria yang telah dipilih oleh pembuat undang-undang ketika menentukan perbuatan tertentu yang dapat atau tidak dipidana. Berkenaan dengan istilah feit dan strafbaar feit, terminologi yang dipergunakan di Indonesia agak membinggungkan. Kita temukan, misalnya Tindak Pidana atau Perbuatan Pidana, keduanya tergantungg pada aliran atau universitas mana yang mengunakannya. Di Universitas Indonesia dan Universitas Diponegoro misalnya strafbaar feit lazim diterjemahkan dengan Tindak Pidana seperti juga dalam Rencana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 1999-2000. Di Universitas Gajah Mada sebaliknya digunakan istilah Perbuatan Pidana.. Di mana straafbaar feit (perbuatan) dan feit (tindakan), perilaku (gedraging), di dalam hukum pidana “tindakan” mempunyai dua arti: 1) perbuatan dan 2) sanksi tertentu (maatregel). Lihat, Op.Cit., Jan Remmelink, hlm. 60. 26 Suatu negara hukum, baik yang berkembang di negara-negara Eropa Kontinental maupun negara-negara Anglo Saxon, yang memiliki ”basic requirement” pengakuan jaminan hak-hak dasar manusia yang dijunjung tinggi. Dengan demikian, di dalam negara hukum yang pokok adalah adanya pembatasan kekuasaan oleh hukum sedemikian rupa sehingga hak-hak dasar rakyat terbebas dari tindakan sewenang-wenang dari penguasa. Di dalam negara, kekuasaan penguasa tidak didasarkan pada kekuasaan semata-mata tetapi kekuasaannya dibatasi atau didasarkan pada hukum dan disebut dengan negarahukum (rechtsstaat). Konsepsi demikian di negara-negara Anglo Saxon terutama di negara Inggris disebut dengan the rule of law. Beberapa ahli hukum mencoba merumuskan unsurunsur negara hukum. Friedrich Julius Stahl menyatakan bahwa suatu negara hukum ditandai oleh 4 (empat) unsur pokok, yaitu: a) Pengakuan dan perlindungan HAM, b) Negara didasarkan pada Teori
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 28 -
membawa ketertiban dan keamanan dalam masyarakat, berhubung dengan hal tersebut dan didorong oleh perubahan zaman yang menganggap setiap orang adalah anggota masyarakat maka sekarang setiap serangan atas kepentingan hukum perseorangan dipandang juga sebagai serangan terhadap masyarakat. Dikarenakan masyarakat yang tertinggi itu adalah negara, maka negaralah dengan perantaranya polisi, jaksa dan hakim yang bertindak mengurus setiap warga yang diserang kepentingan hukumnya. Pelanggaran atas kepentingan hukum setiap orang adalah urusan Hukum Perdata, sekaligus termasuk urusan Hukum Pidana. Pembunuhan,
penganiayaan,
penculikan,
penghinaan,
pencurian,
dan
sebagainya, sekalipun antara orang-orang biasa telah menjadi kepentingan umum pula. Untuk menjaga keselamatan kepentingan umum itu, Hukum Pidana mengadakan satu jaminan yang istimewa terhadapnya, yaitu seperti tertulis pada bagian terakhir dari definisi Hukum Pidana, “ ... perbuatan mana diancam dengan suatu hukuman yang berupa siksaan”. 27 Pidana adalah hukuman berupa siksaan yang
Trias Politica, c) Pemerintah didasarkan pada undang-undang (wetmatig bestuur), d) Ada peradilan administrasi negara yng bertugas menangani kasus perbuatan melanggar hukum oleh pemerintah (onrechtmatige overheidsdaad). Demikian juga oleh Scheltema menyatakan unsur-unsur Rechtsstaat adalah: a) Kepastian hukum, b) Persamaan, c) Demokrasi. Selanjutnya Philipus M. Hadjon mengemukakan ciri-ciri Rechtsstaat, meliputi: a) Adanya undang-undang dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat, b) Adanya pembagian kekuasaan negara, c) Diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat. Atas dasar ciri-ciri Rechtsstaat tersebut dengan jelas bahwa ide sentral Rechtsstaat adalah pengakuan dan perlindungan terhadap HAM yang bertumpu atas prinsip kebebasan dan persamaan, ungkapan ini dikaitkan dengan pandangan pakar hukum Anglo-Saxon, sebagaimana diungkapkan oleh A.V. Dicey pada arti the rule of law, yaitu a) Supremasi hukum untuk menentang pengaruh dari arbitrary power dan meniadakan kesewenang-wenangan yang luas oleh pemerintah, b) Kesamaan di hadapan hukum atau menundukkan yang sama dari semua golongan kepada ordinary law of the land, c) prinsip-prinsip hukum privat melalui tindakan peradilan dan parlemen. Lihat, Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabay, PT. Bina Ilmu, 1987, hlm. 76. 27 Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil. Kebenaran materiil adalah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat dengan tujuan untuk mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat dipersalahkan. Adapun kebenaran materiil ini dapat diuji kembali, sedangkan kebenaran formil merupakan kebenaran yang menurut undang-undang dianggap benar (contohnya pada kasus perdata) yang dapat dibuktikan dengan alat bukti surat. Akan tetapi usaha Hakim dalam upaya menemukan kebenaran materiil itu dibatasi oleh surat dakwaan Jaksa. Hakim tidak dapat menuntut supaya Jaksa mendakwa dengan dakwaan lain atau menambah perbuatan yang didakwakan. Lihat, Soeharto, Perlindungan Hak
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 29 -
merupakan keistimewaan dan unsur yang terpenting Hukum Pidana. 28 Sifat dari hukum ialah memaksa dan dapat dipaksakan, dan paksaan itu perlu untuk menjaga ketertiban, diturutnya peraturan-peraturan hukum atau untuk memaksa si perusak memperbaiki keadaan yang dirusaknya atau menganti kerugian yang disebabkannya. Inti pokoknya untuk menjaga dan memperbaiki keseimbangan atau keadaan semula. Dalam pelaksanaannya hukum pidana terdiri atas: a. Pidana hukum pokok (utama): b. Pidana mati c. Pidana penjara: a) pidana seumur hidup, b) pidana penjara selama waktu tertentu (setinggi-tingginya 20 (dua puluh) tahun dan sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun) d. Pidana kurungan (sekurang-kurangnya 1 (satu) haru dan setinggi-tingginya 1 (satu) tahun) e. Pidana denda f. Pidana tutupan g. Pidana (hukuman) tambahan: h. Pencabutan hak-hak tertentu i. Perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu j. Pengumuman keputusan tertentu. k. Hukuman-hukuman itu dipandang perlu agar kepentingan umum dapat lebih menjamin keselamatannya. 29 Tersangka, Terdakwa, Dan Korban Tindak Pidana Terorisme Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia, Jakarta, PT.Refika Aditama, 2007, hlm. 19. 28 Menurut Muladi, doktrin dasar di mana negara kita sebagai negara hukum harus tercermin dalam struktur, subtansi, dan kultur hukum. Hal ini kiranya dapat dilihat melalui corak-corak antara lain: berorientasi pada tujuan yang sama (purposive behavior), pendekatan yang bersifat menyeluruh (wholism), keterbukaan dalam kerangka interaksi dengan sistem yang lebih besar (openness), transformasi nilai antar subsistem (transformation), keterkaitan antar subsistem (interrelatedness), dan adanya mekanisme kontrol (control mechanism) yang efektif guna berperan menjaga dinamika keseimbangan (dynamic equilibrium). Sebagaimana dikutip dalam, Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, Semarang, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2004, hlm. 8. 29 Pandangan Van Bemmelen, bahwa ilmu hukum acara pidana adalah mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara karena ada dugaan terjadinya pelanggaran undangundang hukum pidana. Tujuan hukum acara pidana adalah untuk mencari kebenaran yang materiil bukan kebenaran formil. Perkembangan hukum acara pidana teah menyangkut ruang lingkup banyak hal yang harus dipelajari yakni meliputi aturan hukum tentang wewenang alat negara penegak hukum, tindakan penyidikan untuk mengumpulkan barang bukti, wewenang melakukan penangkapan atau penahanan, tindakan penuntutan dengan surat dakwaan, pemeriksaan sidang untuk pembuktian sebagai bahan keputusan, penerapan hukum dengan penetapan atau putusan, berbagai upaya hukum dan pelaksanaan putusan yang terdapat dalam hukum acara pidana tersebut masing-masing dapat dipelajari tersendiri karena setiap bidang kegiatan proses perkara pidana dapat tumbuh objek, metode, sistematika dan pengertian khusus sendiri. Perkembangan ilmu hukum acara pidana sudah meliputi bagian hukum acara pidana formil dan hukum acara materiil. Hukum acara pidana formil dimaksudkan berbagai aturan hukum yang meliputi tata cara perkara pidana, dan hukum acara pidana
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 30 -
2. Pembagian Hukum Pidana Hukum Pidana dapat dibagi sebagai berikut: 1) Hukum Pidana Objektif (Jus Punale), yang dapat dibagi ke dalam: a) Hukum Pidana Materiil, b) Hukum Pidana Formil (Hukum Acara Pidana); 2) Hukum Pidana Subjektif (Jus Puniendi); 3) Hukum Pidana Umum; 4) Hukum Pidana Khusus, yang dapat dibagi ke dalam: a) Hukum Pidana Militer, b) Hukum Pidana Pajak (Fiskal). 30 Hukum Pidana Objektif (Jus Punale) adalah semua peraturan yang mengandung keharusan atau larangan terhadap pelanggaran mana diancam dengan hukuman yang bersifat siksaan. Hukum Pidana Objektif dibagi dalam Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil: dimana a) Hukum Pidana Materiil adalah peraturan-peraturan yang menegaskan: perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum, siapa yang dapat dihukum, dengan hukuman apa menghukum seseorang. Singkatnya Hukum Pidana Materiil mengatur perumusan dari kejahatan dan pelanggaran serta syarat-syarat apa seseorang dapat dihukum. Hukum Pidana Materiil dapat
materiil dimaksudkan segala aturan hukum tentang sistem, beban, alat-alat, dan kekuatan pembuktian serta sarana ilmu pengetahuan yang mendukung pembuktian. Kegiatan berpekara pidana dengan tata cara dan pembuktian yang sedemikian itu menyebabkan materi yang terkandung dalam hukum acara pidana sangat luas. Lihat, J.M. Van Bemmelen, Stravordering, Leeboek, v.h Nederlanse Strafrecht, S’gravenhage Martinus Nyhoff, 1950, hlm. 4 dan Bambang Poernomo, Pokok Tata Acara Peradilan Pidana Indonesia, Yokyakarta, Liberty, 1985, hlm. 34. 30 Menurut sacipto Raharjo, peraturan hukum acara pidana memang menciptakan peraturan hukum akan tetapi sulit untuk disebut mengandung norma hukum. Hukum acara pidana itu merupakan peraturan hukum yang tidak mengandung norma hukum yang berisikan suruhan dan larangan. Pandangan hukum acara yang demikian itu tumbuh berdasarkan anggapan tentang norma hukum harus memuat suatu penilaian mengenai baik buruknya perbuatan tertentu. Hal ini disebabkan norma hukum itu pencerminan kehendak masyarakat untuk mebuat pilihan antara perbuatan menurut hukum dan tidak menurut hukum. Tujuan dan tugas ilmu hukum acara pidana, pada dasarnya searah dengan tujuan dan tugas ilmu hukum pada umumnya, yaitu mempelajari hukum untuk tujuan kedamaian yang meliputi ketertiban (orde) dan ketenangan (rust), memberian kepastian dalam hukum (zekerheid), dan keadilan hukum (bilijkheid). Sehubungan dengan tujuan dan tugas umum tersebut, hukum acara pidana mempunyai kekhususan yakni tidak hanya tertuju pada penyelidikan dan penuntutan perkara pidana saja melainkan untuk menetapkan dalam hal-hal tertentu yang di mana tidak perlu menetapkan hukum pidana yang berdasarkan asas opurtunitas, menutup perkara demi kepentingan hukum, penyampingan acara ringan, alasan pembenar, alasan pemaaf, dan alasan tidak meneruskan perkara yang lainnya. Cara yang digunakan tentunya tidak melalui saluran tatanan hukum acara pidana (misalnya: tersangka meninggal, bukti kurang, dan sebagainya). Dengan demikian tugas dan fungsi dalam hukum acara pidana melalui alat perlengkapannya, ialah: 1) Untuk mencari dan menemukan fakta menurut kebenaran, 2) Mengadakan penuntutan hukum dengan tepat, 3) Menetapkan hukum dengan keputusan berdasarkan keadilan, 4) Melaksanakan keputusan secara adil. Lihat, sacipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung, Penerbit Alumni, 1982, hlm. 12.
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 31 -
membedakan adanya: 31 Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus, misalnya Hukum Pidana Pajak (orang yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor, hukumannya tidak terdapat dalam Hukum Pidana Umum akan tetapi diatur sendiri dalam undang-undang (Pidana Pajak); b) Hukum Pidana Formil ialah hukum yang mengatur cara-cara menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana (merupakan pelaksanaan dari Hukum Pidana Materiil). Dapat juga dikatakan bahwa Hukum Pidana Formil atau Hukum Acara Pidana memuat peraturan-peraturan tentang bagaimana memelihara atau mempertahankan Hukum Pidana Materiil, dan karena memuat cara-cara untuk menghukum seseorang yang melanggar peraturan pidana, maka hukum ini dinamakan juga Hukum Acara Pidana. Hukum Acara Pidana terkumpul atau diatur dalam Reglemen Indonesia yang diperbaharui disingkat dahulu R.I.B. (Herziene Inlandsche Reglement – HIR) sekarang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Tahun 1981. 32
31
Menurut Gustav Radbruch, sehubungan dengan berbagai tatanan dan sifat-sifatnya dalam kehidupan masyarakat, dapat dilihat sebagi perlengkapan masyarakat untuk menciptakan ketertiban dan keteraturan. Oleh karena itu, hukum bekerja dengan cara memberikan petunjuk tentang tingkah laku dan karena itu pula ia berupa norma. Dalam masyarakat ternayat tidak hanya dijumpai satu macam norma atau perlengkapan untuk menertibkan masyarakat yang demikian itu. Masyarakat kita perlu dengan berbagai macam norma sehingga dapat dijumpai adanya beragam satu tatanan. Selanjutnya, Gustav Radbruch berpendapat bahwa tujuan hukum meliputi keadilan, kegunaan, dan kepastian hukum. Sebagaimana dikutip dalam, sacipto Raharjo, Ilmu Hukum, Ibid., hlm. 13. Sebagaimana dikutip dalam Parman Soeparman, Pengaturan Hak Mengajukan Upaya Hukum Peninjauan Kembali Dalam Perkara Pidana Bagi Korban Kejahatan, Bandung, PT. Refika Aditama, 2007, hlm. 13. 32 Dalam penegakan hukum, Barda Nawawi Arief menyatakan adanya disparitas penerapan hukuman dan hal-hal lain yangbermuara pada pengunaan kebebasan hakim (meskipun diakui oleh undang-undang) namun sering terjadi kebablasan. Oleh karena itu, para hakim dan para penegak hukum lainnya sangat diharapkan untuk berlaku arif, sambil mencari dan mengali hukum dalam masyarakat dan hukum modern. Di dalam memutuskan hukum, mereka diminta untuk tidak hanya melakukan pekerjaan rutin, sebab rutinitas tersebut dapat menghambat kreativitas. Kebiasaan untuk menerima, memahami, dan menerapkan sesuatu (norma dan pengetahuan hukum) yang bersifat “statis” dan “rutin” inilah, terlebih apabila diterima sebagai “dogma”, dapat mejadi salah satu faktor penghambat upaya pengembangan dan pembaharuan hukum pidana. Secara garis besar Barda Nawawi Arief mengemukakan ide dasar tentang “ide keseimbangan” dalam implementasi dan reevaluasi pokok-pokok pikiran dalam konsep KUHP, yang antara lain mencangkup: keseimbangan monodualistik antara kepentingan umum dan masyarakat dengan kepentingan individu atau perorangan, keseimbangan antara perlindungan atau kepentingan pelaku tindak pidana (ide individualisasi pidana dan korban tindak pidana), keseimbangan antara unsur atau faktor dan “subjektif” (orang/bainah/sikap batin) ide “daad-dader strafrecht”, keseimbangan antara kriteri “formil” dan “materiil”, keseimbangan antara kepastian hukum dan kelenturan/elastisitas/fleksibelitas dan keadilan, dan keseimbangan nilai-nilai rasional dan nilai-nilai global/internasional/universal. Ide
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 32 -
Hukum Pidana Subjektif (Jus Puniendi) adalah hak negara atau alat-alat untuk menghukum berdasarkan hukum Pidana Objektif. Pada hakekatnya Hukum Pidana Objektif itu membatasi hak negara untuk menghukum. Hukum Pidana Subjektif ini baru ada setelah ada peraturan-peraturan dari Hukum Pidana Objektif terlebih dahulu. Dalam hal ini tersimpul kekuasaan untuk dipergunakan oleh negara, yang berarti bahwa setiap orang dilarang untuk mengambil tindakan sendiri dalam menyelesaikan tindakan pidana (perbuatan melanggar hukum = delik). 33 Hukum Pidana Umum adalah Hukum Pidana yang berlaku terhadap setiap penduduk (berlaku terhadap siapa pun juga di seluruh Indonesia) kecuali anggota ketentaraan. Hukum Pidana Khusus adalah Hukum Pidana yang berlaku khusus untuk orang-orang tertentu. Contoh: a) Hukum Pidana Militer berlaku khusus untuk anggota militer dan mereka yang dipersamakan dengan militer, b) Hukum Pidana Pajak berlaku khusus untuk perseroan dan mereka yang membayar pajak (wajib pajak). 34
dasar “keseimbangan” itu diwujudkan dalam ketiga permasalahan pokok hukum pidana, yaitu: a) Masalah tindak pidana, b) Masalah kesalahan atau pertanggungjawaban, serta masalah pidana dan pemidanaan. Lihat, Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Dan Pengembangan Hukum Pidana, Bandung, Citra Aditya Bhakti, 1998, hlm. 104 dan Barda Nawawi Arief, Pokok-Pokok Pemikiran (Ide Dasar) Asas-Asas Hukum Pidana Nasional, makalah pada seminar tentang asas-asas hukum pidana nasional, yang diselengarakan oleh BPHN dan Fakultas Hukum UNDIP di Semarang 26-27 April, 2004, hlm. 10-11. 33 Dilihat dari ilmu politik, F. Magnis Suseno mengambil 4 (empat) ciri negara hukum yang secara etis relevan, yaitu: i) Kekuasaan yang dijalankan sesuai dengan hukum positif yang berlaku, ii) Kegiatan negara berada di bawah kontrol kekuasaan kehakiman yang efektif iii) Berdasarkan sebuah Undang-Undang Dasar yang menjamin hak-hak asasi manusia, dan iv) Menurut pembagian kekuasaan, Lihat, Franz Magnis Suseno, Etika Politik Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1999, hlm. 295-298. 34 Hubungan antara asas hukum dan hukum, bahwa asas hukum menentukan isi hukum. Secara tegas Roeslan Saleh menyatakan bahwa peraturan hukum positif hanya mempunyai arti hukum jika dikaitkan dengan asas hukum. Maka norma hukum memiliki arti keberlakuannya secara yuridik atau memiliki validitas yuridik jika dikaitkan dengan asas-asas hukum. Lihat, Roeslan Saleh, Pembinaan citra Hukum dan Asas-Asas hukum Nasional, Jakarta, Karya Dunia Fikir, hlm. 5. Sedangkan, Soerjono Soekanto berpendapat bahwa hukum merupakan konkretisasi dari sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat. Suatu keadaan yang dicita-citakan adalah adanya kesesuaian antara hukum dan sistem nilai tersebut. Konsekuensinya, perubahan pada nilai akan diikuti dengan perubahan hukum yang berada di bawahnya, sedangkan perubahan yang terjadi di bagian bawah belum tentu diikuti oleh pergeseran nilai yang mendasarinya. Lihat, Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum Masyarakat, Jakarta, Penerbit Rajawali, hlm. 159.
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 33 -
3. Sistem Peradilan Pidana Di dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana dianutnya prinsip “sistem terpadu” (integrated criminal justice system), sistem terpadu tersebut diletakkan di atas prinsip “diferensiasi fungsional” di antara penegak hukum sesuai dengan “tahap proses kewenangan” yang diberikan oleh undang-undang pada penegak hukum. Berdasarkan prinsip tersebut criminal justice system merupakan “fungsi gabungan” (collection of function) dari: legislatif, polisi, jaksa, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan. Hal ini dapat dilakukan dengan 4 (empat) fungsi utama: a. Fungsi Pembuat Undang-Undang (Law Making Function), yang dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah atau badan lain berdasarkan delegated legislation, diharapkan hukum yang diatur dalam undang-undang tidak bersifat kaku, sedapat mungkin bersifat fleksibel, akomodatif terhadap kondisi perubahan sosial (social conditions); b. Fungsi Penegakan Hukum (Law Enforcement Function), dengan tujuan objektif adanya tata tertib sosial (social order): a) Penegakan hukum secara aktual (the actual enforcement law), b) Efek preventif (preventive effect) guna mencegah orang-orang melakukan tindak pidana. c. Fungsi Pemeriksaan Persidangan Pengadilan (Function of Adjudication), merupakan fungsi penegakan hukum yang dilakukan oleh kejaksaan dan pengadilan yang terkait untuk menentukan: a) kesalahan terdakwa (the determination of guilty), b) penjatuhan hukuman (the imposition of punishment). d. Fungsi Memperbaiki Terpidana (The Funtion of Correction), fungsi ini meliputi aktivitas dari Lembaga Pemasyarakatan, Pelayanan Sosial terkait, dan Lembaga Kesehatan Mental. Tujuan utama seluruh lembaga tersebut berhubungan dengan penghukuman dan pemenjaraan terpidana. Melakukan rehabilitasi pelaku pidana (to rehabilitate the offender) agar dapat kembali menjalani kehidupan normal dan produktif (return to a normal and productive life).
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 34 -
Dengan melihat kesinambungan dan pelaksanaan integrated criminal justice system dapat dilihat keberhasilan dan kegagalan fungsi proses pemeriksaan sidang pengadilan yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum dan Hakim yang menyatakan terdakwa bersalah dan memidanakannya sangatlah bergantung dari proses penyidikan yang dilakukan pihak penyidik. Di dalam pelaksanaannya sebaiknya pihak penyidik melakukan berbagai upaya guna mendorong sebuah integrated criminal justice system dengan melakukan: a. Penyidikan dilakukan secara independen dengan melaksanakan fungsi operasional ketertiban umum tenpa campur tangan (intervensi) dan kontrol dari kekuasaan Pemerintah mana pun. b. Penyidikan yang dilakukan sebaiknya mengandung aspek supervisi. c. Penyidikan yang dilakukan menuntut independensi pada personel yang kualifaid yang memadai jumlahnya (Adeguate number of sufficiently qualified personel). d. Aspek kondisi kerja dan perlengkapan peralatan teknologi modern yang baik dan cukup memadai. e. Adanya pembatasan aspek dalam izin membunuh (licensed to kill). Prinsip untuk melaksanakan Due Process Of Law, di mana pelaksanaan hak dan kewenangan istimewa tersebut haruslah tunduk kepada prinsip the right of due process dengan landasan sesuai dengan hukum acara. Permasalahan ini terkait erat dengan masih banyaknya keluhan yang disuarakan oleh anggota masyarakat tentang berbagai pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan yang menyimpang dari ketentuan hukum acara akibat “diskresi”
yang dilakukan dalam proses penyelidikan dan
penyidikan. 35 Diperlukan sebuah prinsip ketaatan pada penegakan hukum pidana 35
Sistem Peradilan Pidana, diartikan sebagai suatu penegakan hukum atau law enforcement maka di dalamnya terkandung aspek hukum yang menitikberatkan kepada operasionalisasi peraturan perundang-undangan dalam upaya menanggulangi kejahatan dan bertujuan mencapai kepastian hukum (legal certainty). di lain pihak apabila pengertian sistem peradilan pidana dipandang sebagai bagian dari pelaksanaan social defence yangterkait kepada tujuan mewujudkan kesejahteraan masyarakat, maka dalam sistem pidana terkandung aspek sosial yang menitikberatkan kepada kegunaan (expediency). Ciri pendekatan “sistem” dalam peradilan pidana, ialah: a) Titik berat pada koordinasi dan sinkronisasi komponen peradilan pidana (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Lembaga Pemasyarakatan, dan Penasehat Hukum); b) Pengawasan dan pengunaan kekuasaan oleh peradilan
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 35 -
yang berlandaskan prinsip the right of due process of law. Hak due process dalam melaksanakan tindakan penegakan hukum bersumber pada cita-cita negara hukum yang menjunjung tinggi supremasi hukum (the law is supreme) yang diperintahkan oleh hukum dan tidak oleh orang per orang (government of law and not of men). Konsep ini menuntut penegakan hukum yang menempatkan dirinya tidak di atas hukum dengan prinsip kejujuran dan perlakuan yang jujur. Eksistensi due process adalah penyesuaian terhadap persyaratan konstitusi dan taat hukum. Oleh karena itu due process tidak boleh melanggar terhadap suatu bagian ketentuan hukum dengan dalih guna menegakkan bagian hukum yang lain. Hal ini dapat diwujudkan dengan prinsip-prinsip: a. Tidak seorang pun dapat dipaksakan menjadi saksi yang memberatkan dirinya dalam suatu tindak pidana (the right of self incrimination). b. Dilarang mencabut atau menghilangkan hak hidup, kemerdekaan, atau harta benda tanpa sesuai dengan hukum acara (without due process of law). c. Setiap orang harus terjamin hak terhadap dirinya, kediaman, surat-surat atas pemeriksaan dan penyitaan yang tidak beralasan (unrereasonable searches and seizures). d. Adanya hak konfrontasi dalam bentuk pemeriksaan silang dengan orang yang melakukan penuduhan (cross-examination). e. Adanya hak untuk memperoleh pemeriksaan (peradilan) yang cepat (the right to a speed trial). f. Adanya hak perlindungan yang sama dan perlakuan yang sama dalam hukum (equal protection and equal treatment of the law), terutama dalam menangani kasus yang sama dengan tidak ada perlakuan yang berbeda atau diksriminatif. g. Adanya hak untuk mendapatkan bantuan penasehat hukum (the right to have assistance of counsil). Dalam hal ini terkait dengan Miranda Rule yang melarang adanya praktek pemaksaan untuk memperoleh pengakuan (brutality to coerce confession) dan melakukan intimidasi kejiwaan (psychological intimidation). 36 pidana; c) Efektivitas sistem penanggulangan kejahatan lebih utama dari efisiensi penyelesaian perkara; d) Pengunaan hukumsebagai instrumen untuk memantapkan “the administration of justice”. Lihat, Sunaryati Hartono, Apakah The Rule of Law itu?, Bandung, Penerbit Alumni, 1966, hlm. 202. 36 Di mana pendekatan normatif memandang keempat aparatur penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan) sebagai institusi pelaksana peraturan perundang-undangan. Pendekatan administratif memandang keempat aparatur penegak hukum sebagai suatu organisasi manajemen yang memiliki organisasi kerja yang bersifat horizontal dan vertikal. Sedangkan dari aspek pendekatan sosial, keempat aparatur penegak hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem sosial sehingga masyarakat secara keseluruhan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan atau ketidakberhasilan aparatur penegak hukum tersebut. Lihat,
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 36 -
B.
Pelaksanaan Dan Penegakan Hukum
1. Hakekat Penegakan Hukum Pada hakekatnya hukum adalah perlindungan kepentingan manusia, yang merupakan pedoman tentang bagaimana sepatutnya orang harus bertindak. 37 Namun hukum tidak sekedar merupakan pedoman saja, sekedar dekorasim ataupun perhiasan semata, hukum haruslah dilaksanakan, ditaati, dipertahankan dan ditegakkan. Pelaksanaan hukum dalam kehidupan masyarakat sehari-hari mempunyai arti yang sangat penting, dikarenakan apa yang menjadi tujuan hukum justru terletak pada pelaksanaan hukum tersebut. Ketertiban dan ketentraman di dalam masyarakat hanya akan dapat terwujud apabila hukum dapat dilaksanakan, apabila tidak maka peraturan hukum yang hanya berisi susunan kata-kata yang tidak mempunyai makna dalam kehidupan masyarakat (peraturan hukum yang demikian akan menjadi mati sendiri). Pelaksanaan hukum dapat berlangsung di dalam masyarakat secara normal apabila setiap individu menaati dengan kesadaran apa yang ditentukan hukum tersebut sebagai suatu keharusan arau sebagai sesuatu yang memang sebaiknya. Pelaksanaan hukum dapat terjadi dikarenakan pelanggaran hukum, yaitu dengan menegakkan hukum tersebut dengan bantuan alat-alat perlengkapan negara. Sebagaimana pendapat sacipto Rahadjo, di mana: 38 Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tentang keadilan. Kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat dari penegakan hukum. Selain itu menurut Soerjono Soekanto: 39 Penegakan hukum adalah kegiatan menterasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap
Geofrey Hazard Jr. dalam Stanford Kadish, Encyclopedia of Crime and Justice, The Free Press Mcmillan Company, hlm. 20. 37 Sudikno Metokusumo, Bunga Rampai ilmu Hukum, Yokayakarta, Penerbit Liberty, hlm. 107. 38 Riduan Syahrabi, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, hlm., 192. 39 Soerjono Soekanto, Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rajawali Press, hlm., 3.
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 37 -
tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akahir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Secara khusus P. de Haan menguraikan pandangan bahwa penegakan hukum seringkali diartikan sebagai penerapan sanksi, di mana sanksi merupakan penerapan alat kekuasaan (machtsmiddelen) sebagai reaksi atas pelanggaran norma hukum. Hakekat penegakan hukum adalah merupakan upaya menyelelaraskan nilai-nilai hukum dengan merefleksikan di dalam bersikap dan bertindak di dalam pergaulan bermasyarakat demi terwujudnya keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan keadilan dengan menerapkan sanksi-sanksi.40 Penegakan hukum (law enforcement) sebagai bagian dari yuridiksi negara, berisikan tentang beberapa hal, antara lain: Pertama, wewenang membuat aturanaturan hukum untuk mengatur berbagai kepentingan nasional (juridiction of legislation atau juridiction of law); Kedua, wewenang menegakkan aturan yang berlaku (juridiction to enforce of law). Dengan terselenggaranya kegiatan-kegiatan penegakan
hukum
oleh
negara
atau
aparatnya
pada
hakekatnya
adalah
terselenggaranya penegakan kedaulatan negara tersebut. Di dalam penegakan hukum setidaknya ada 3 (tiga) hal yang harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan (ketertiban dan ketentraman) dan keadilan. a. Kepastian Hukum: Hukum dilaksanakan dan ditegakkan setiap orang yang menginginkan untuk dapat ditetapkannya hukum terhadap peristiwa konkret yang terjadi, bagaimana hukumnya, itulah yang harus diberlakukan pada setiap peristiwa yang terjadi. Pada dasarnya tidak ada penyimpangan. Bagaimanpun juga hukum harus ditegakkan, sampai timbul perumpamaan “ meskipun besok hari kiamat, hukum harus tetap ditegakkan”, inilah yang diinginkan kepastian hukum yang memiliki tujuan adanya ketertiban di dalam masyarakat. b. Kemanfaatan Hukum
40
Philipus M. Hadjon, Penegakan Hukum Adminstrasi, Jakarta, Penerbit Yurika, hlm. 1.
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 38 -
Pelaksanaan
dan
penegakan
hukum
juga
harus
memperhatikan
kemanfaatannya dan kegunaannya di dalam masyarakat. Sebab hukum dibuat untuk kepentingan masyarakat, karenanya pelaksanaan dan penegakan hukum haruslah dapat memberikan manfaat di dalam masyarakat. Hal yang haruslah dihindari adalah pelaksanaan dan penegakan hukum yang merugikan masyarakat yang pada akhirnya menimbulkan keresahan. c. Keadilan Hukum Sebagaimana pendapat John Rawls, keadilan merupakan sebuah nilai yang mewujudkan keseimbangan antara bagian-bagian dalam kesatuan, antara tujuantujuan pribadi dan tujuan bersama. 41 Dalam konteks keadilan hukum, mengandung 2 (dua) makna: Pertama, prinsip kesamaan; pada dasarnya menuntut adanya pembagian secara merata dan proporsional, misalnya apabila ada kegiatan pribadi untung 100 di mana saya mendapat untung 80 dan kawan 20, hal ini dianggap adil dengan kata lain semua harus mendapat untung yang sama dari pada tidak untung sama sekali; Kedua, prinsip ketidaksamaan, situasi ketidaksamaan harus diberikan aturan sedemikian rupa sehingga menguntungkan golongan masyarakat yang paling lemah dengan syarat: a) situasi ketidaksamaan menjamin maksimum minimorum, artinya situasi masyarakat harus sedemikian sehingga dihasilkan untung paling tinggi yang mungkin dihasilkan bagi golongan-golongan kecil, b) ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan yang terbuka, artinya kepada semua orang diberikan peluang yang sama besar dalam hidup, perbedaan berdasarkan ras, kulit, agama, dan lainnya ditolak. Sepaham dengan apa yang disampaikan oleh John Rawls, Soerjono Soekanto mengatakan bahwa keadilan pada hakekatnya didasarkan pada 2 (dua) hal: Pertama, asas kesamarataan, di mana setiap orang mendapat bagian yang sama; 42
41
Theo Huijbers, Filsafat Hukum dalam Lintasan Sejarah, Yokyakarta, Penerbit Kanisius, hlm.
197-200. 42
Soejono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, Penerbit CV. Rajawali, 1986, hlm. 21. Dalam menerapkan asas kebutuhan dipergunakan berbagai asa, yaitu: 1) asas kualifikasi untuk mengatur keadilam; 2) asas objektif, yang melihat dari sudut prestasi seseorang; dan 3) asas subjektif, apabila yang dipermasalahkan adalah ketekunan untuk mencapai sesuatu tanpa melihat hasilnya.
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 39 -
Kedua, didasarkan pada kebutuhan sehingga menghasilkan kesebandingan halaman biasanya diterapkan dalam bidang hukum. Pelaksanaan dan penegakan hukum juga harus mencapai keadilan, peraturan hukum tidak identik dengan keadilan, karenanya peraturan hukum yang bersifat umum dan mengikat setiap orang, maka penerapannya harus mempertimbangkan fakta dan keadaan yang terdapat pada setiap kasus. Misalnya, A sebagai pelaku pencurian seekor kambing dan B juga sebagai pelaku pencurian seekor kambing yang sama besarnya, tidak niscaya dihukum penjara yang sama lamanya. Namun kadang kala sangat mungkin berbeda , karena berat ringannya macam fakta dan keadaan pada peristiwa pencuriaan itu, misalnya dipertimbangkan: mengapa sampai mencuri? siapa yang menjadi korban pencurian? siapa yang melakukan pencurian?di mana dan bagaimana barang dicuri? dan sebagainya, yang semuanya harus dipertimbangkan oleh aparat penegak hukum, terutama oleh Hakim yang menjatuhi putusan. Jadi keadilan itu sifatnya kasuitis. Selain itu perlu diperhatikan di sini, bahwa hukum yang dilaksanakan dan ditegakkan haruslah hukum yang mengandung nilai-nilai keadilan. Untuk menjelaska hakekat penegakan hukum itu, Soejono Soekanto membuat uraian, sebagaimana berikut: manusia di dalam pergaulan hidup, pada dasarnya memiliki pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandangan-pendangan tersebut senantiasa terwujud dalam pasangan-pasangan tertentu, sehingga ada pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketentraman, padangan nilai kelestarian dengan nilai perubahan dan nilai sebagainya. Dalam penegakan hukum pasangan nilai tersebut perlu “diserasikan” misalnya perlu penyerasian antara ketertiban dan nilai ketentraman. Pasangan nilai-nilai yang telah diserasikan tersebut, karena nilai-nilai sifatnya abstrak, memerlukan penjabaran lebih konkret dalam bentuk kaidah-kaidah, yang mungkin berisikan suruhan, larangan, atau kebolehan. Kaidah-kaidah hukum menjadi pedoman atau patokan bagi perilaku atau sikap tindak yang dianggap pantas, atau seharusnya. Perilaku atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian. Demikian konkretisasi dari penegakan hukum secara konsepsional. Gangguan terhadap penegakan mungkin terjadi, apabila
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 40 -
ada ketidakserasian antara tritunggal nilai, kaidah hukum dan perilaku, gangguan tersebut terjadi apabila terjadi ketidak serasian antara nilai-nilai yang berpasangan, yang menjelma dalam kaidah-kaidah yang bersimpang siur, dan pola perilaku yang tidak terarah yang menggu kedamaian pergaulan hidup. Oleh karena itu Soerjono Soekanto, penegakan hukum bukan semata-mata berarti pelaksanaan perundangundangan, meskipun dalam kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian, sehingga pengertian “law enforcement” begitu populer. 43 Bahkan ada kecenderungan untuk mengartikan penegakan hukum sebagai pelaksanaan keputusankeputusan pengadilan. Pengertian yang sempit ini jelas mengandung kelemahan, sebab pelaksanaan perundang-undangan atau keputusan pengadilan, bida terjadi malahan justru menganggun kedamaian dalam pergaulan hidup. Penegakan hukum di Indonesia, harus berarti penegakan hukum yang mengandung nilai-nilai yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini harus disadari karena hukum yang berlaku di Indonesia saat ini masih banyak yang merupakan warisan Pemerintah Hindia Belanda, seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (wetboek van koophandel), Hukum Acara Perdata yang termuat dalam (Herziene Inlandsch Reglemen) dan (Rechtsreglement voor de buitengewwesten) yang lazim disebut hukum pokok (basic law), semuanya merupakan peninggalan sebelum perang. Sebagai produk hukum masa lampau, yang dibutakan untuk sedikit banyak atau keseluruhan
kepentingan
penjajahan
atau
falsafah
kapitalis,
materiilistis,
individualistis, maka peraturan-peraturan hukum peninggalan kolonial tersebut tidak selamanya sesuai dengan rasa keadilan masyarakat Indonesia yang sekarang sudah berada dalam alam kemerdekaan dan pembangunan.
2. Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum Penegakan hukum sebagai sebuah proses, pada hakekatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi, dengan 43
Soerjono Soekanto dalam Soerjono Soekanto, Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Penerbit Alumni, 1986, hlm. 5.
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 41 -
kata lain diskresi tersebut berada antara hukum dan moral (etika dalam arti sempit). Pemahaman yang sama dengan pendapat tersebut, sacipto Rahardjo berpendapat penegakan hukum sebagai proses sosial, yang bukan merupakan proses yang tertutup, melainkan proses yang melibatkan lingkungannya. 44 Oleh karena itu penegakan hukum akan bertukar aksi dengan lingkungannya, yang dapat juga disebut sebagai pertukaran aksi dengan unsur manusia, sosial, budaya, politik dan lain sebagainya. Maka penegakan hukum dipengaruhi oleh berbagai macam kenyataan dan keadaan yang terjadi di dalam masyarakat. Dengan demikian gangguan terhadap penegakan hukum terjadi diakibatkan adanya ketidakserasian antara “tritunggal”, yaitu nilai, kaidah, dan perilaku, di mana ketidakserasian antara nilai-nilai yang berpasangan akan menjelma di dalam kaidahkaidah yang simpang siur dan pola perilaku yang tidak terarah sehingga menganggu kedamaian pergaulan hidup. Penegakan hukum semata-mata tidaklah berarti pelaksanaan perundang-undangan ataupun pelaksanaan keputusan-keputusan hakim, namun masalah pokok dari pada penegakan hukum terletak pada faktor-faktor yang mempengaruhinya, menurut Soerjono Soekanto: faktor-faktor penegakan hukum meliputi: 45 1) Faktor hukumnya sendiri, misalnya undang-undang dan sebagainya. 2) Faktor penegak hukum, yakni pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. 3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4) Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan karsa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup. 5) Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku dan diterapkan. Semakin baik suatu peraturan hukum (undang-undang) akan semakin memungkinkan penegakan hukum. Secara umum, peraturan hukum yang baik adalah peraturan hukum yang memenuhi 3 (tiga) konsep keberlakuan, yakni: 44 45
Riduan Syahrani, Rangkuman Inti Sari.., hlm., 203. Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi, Op.Cit., hlm. 5.
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 42 -
1) Berlaku secara yuridis, artinya keberlakuannya berdasarkan efektivitas kaidah yang lebih tinggi tingkatannya, dan terbentuk menurut cara yang telah diterapkan. 2) Berlaku secara sosiologis, artinya peraturan hukum tersebut diakui atau diterima masyarakat kepada siapa peraturan hukum itu diberlakukan. 3) Berlaku secara filosofis, artinya peraturan hukum tersebut sesuai dengan citacita hukum (rechtsidee) sebagai nilai positif yang tinggi. 4) Berlaku secara fulturistic (menjangkau masa depan), artinya peraturan hukum tersebut dalat berlaku umum (bukan temporer) sehingga akan diperoleh suatu kekebalan hukum. Penegak hukum terdiri dari: 1) Pihak-pihak yang menerapkan hukum, misalnya kepolisian, kejaksaan, kehakiman, kepengacaraan, dan masyarakat. 2) Pihak-pihak yang membuat hukum, yaitu badan legislatif dan pemerintah. Peranan penegak hukum sangatlah penting, dikarenakan penegak hukum lebih banyak tertuju pada diskresi, yaitu dalam hal mengambil keputusan yang tidak sangat terikat pada hukum saja tetapi penilaian pribadi juga memegang peranan. Pertimbangan tersebut diberlakukan karena: 1) Tidak ada perundang-undangan yang lengkap dan sempurna, sehingga dapat mengatur semua perilaku manusia. 2) Adanya kelambatan-kelambatan untuk menyesuaikan perundang-undangan dengan
perkembangannya
dalam
masyarakat
sehingga
menimbulkan
ketidakpastian hukum. 3) Kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan. 4) Adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan secara khusus. 5) Tanpa adanya sarana dan fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seterusnya.
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 43 -
Apabila hal-hal tersebut tidak terpenuhi maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya. 6) Penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Sebab itu, masyarakat dapat mempengaruhi penegakan hukum di mana peraturan hukum berlaku atau diterapkan. Bagian terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakan hukum adalah kesadaran hukum masyarakat, semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Kesadaran hukum dalam masyarakat meliputi, antara lain: 1) Adanya pengetahuan tentang hukum. 2) Adanya penghayatan fungsi hukum. 3) Adanya ketaatan terhadap hukum. Kebudayaan hakekatnya merupakan buah budidaya, cipta, rasa dan karsa manusia di mana suatu kelompok masyarakat berada. Berkaitan dengan itu suatu kebudayaan di dalamnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap buruk (sehingga dihindari). Nilai-nilai tersebut, lazim merupakan pasangan nilai-nilai yang mencerminkan 2 (dua) keadaan ekstream yang harus diserasikan. Pasangan nilai-nilai yang berperanan dalam hukum, meliputi, antara nilai: 1) Nilai ketertiban dan nilai ketentraman. 2) Nilai jasmaniah atau kebendaan dan nilai rohaniah atau akhlak 3) Nilai kelanggengan atau konservatisme dan nilai kebaruan atau inivatisme. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif dan negatifnya terletak pada isi faktor-faktor itu sendiri. Kelima faktor tersebut saling berkaitan dengan eratnya, dikarenakan merupakan esensi dari penegakan hukum serta merupakan tolak ukur efektivitas penegakan hukum.
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 44 -
3. Pelaksanaan Penegakan Hukum Adanya hukum itu adalah untuk ditaati, dilaksanakan dan ditegakkan, dalam kaitannya dengan penegakan hukum, maka pelaksanaan penegakan hukum merupakan fase dari penegakan kedaulatan atau dalam penegakan kedaulatan tidak terlepas dari kegiatan penegakan hukum, karena penegakan hukum secara berhasil merupakan faktor utama dalam mewujudkan dan membina wibawa negara dan pemerintah demi tegaknya kedaulatan negara. Pelaksanaan penegakan hukum di dalam masyarakat haruslah memperhatikan beberapa hal antara lain: 1) Manfaat dan kegunaannya bagi masyarakat; 2) Mencapai keadilan, artinya penerapan hukum harus mempertimbangkan berbagai fakta dan keadaan secara proporsional; dan 3) Mengandung nilai-nilai keadilan, yaitu nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantahkan, dan sikap tindak sebagai refleksi nilai tahap akhir untuk menciptakan, memeliharakan, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Secara universal, kegiatankegiatan pelaksanaan penegakan hukum dapat berupa: pencegahan (preventif) dan represif. 46 a. Tindakan Pencegahan (preventif) Preventif merupakan segala usaha atau tindakan yang dimaksud untuk mencegah terjadinya pelanggaran hukum, usaha ini antara lain dapat berupa: peningkatan kesadaran hukum bagi warga negara sendiri. tindakan patroli atau pengamanan kebijakan penegakan hukum. pengawasan ataupun kontrol berlanjut, misalnya pengawasan aliran kepercayaan. mengadakan perbaikan, peningkatan dan pemantapan dalam pelaksanaan administrasi negara. pencegahan
penyalahgunaan
dan
atau
penodaan
agama,
penelitian,
dan
pengembangan hukum serta statistik kriminal. b. Tindakan Represif (repression) Represif merupakan segala usaha atau tindakan yang harus dilakukan oleh aparat negara tertentu sesuai dengan ketentuan-ketentuan hukum acara yang berlaku apabila 46
Riduan Syahrani, Op.Cit., hlm. 192-193.
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 45 -
telah terjadi suatu pelanggaran hukum, bentuk-bentuk daripada tindakan represif dapat berupa: a. Tindakan administrasi. b. Tindakan juridis atau tindakan hukum yang meliputi antara lain: 1) penyidikan; 2) penuntutan; 3) pemeriksaan oleh pengadilan; dan 4) pelaksanaan keputusan pengadilan atau eksekusi. Adapun proses penyelesaian hukum dapat dilaksanakan melalui 3 (tiga) cara, yaitu: a. Melalui sidang pengadilan atau mahkamah. b. Di luar sidang pengadilan (asas oportunitas) karena melakukan pelanggaran di bidang administrasi. c. Penyelesaian administrasi. Proses hukum melalui sidang pengadilan ini, merupakan tindak pidana, yaitu kejahatan atau pelanggaran kecil atas keputusan Kejaksaan Agung Republik Indonesia berdasarkan asas oportunitas perkara tersebut diselesaikan di luar sidang atau dikesampingkan. Misalnya pelanggaran terhadap Pasal 29 Ordonansi Bea tentang denda damai. Proses pelaksanaannya dilakukan melalui fase-fase, antara lain: penyidikan, penuntutan, pemeriksaan oleh pengadilan, pelaksanaan keputusan atau penetapan pengadilan (eksekusi). Bentuk Keputusan Pengadilan dapat berupa: 47 a) Pembebasan (vrijsrraak), apabila peristiwa tersebut dalam surat tuduhan seluruhnya atau sebagian dianggap tidak terbukti. b) Pelepasan dari segala tuntutan (onsleg van rocts vervolging), apabila peristiwa tersebut dalam surat tuduhan seluruhnya atau sebagian adalah terbukti akan tetapi tidak merupakan kejahatan ataupun pelanggaran. c) Penghukuman terdakwa, apabila tuduhan dianggap terbukti dan merupakan suatu kejahatan ataupun pelanggaran. Proses hukum di luar persidangan ini karena melakukan pelanggaran di bidang administrasi, proses pelaksanaannya dapat berupa: a) Pendelegasian wewenang Jaksa Agung kepada Menkeu untuk masalah bea. 47
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Penerbit Prestasi Pustakaraya, 2006, hlm. 258-259.
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008
- 46 -
b) Pendelegasian wewenang Jaksa Agung kepada Menhankam untuk masalah tindak pidana perairan. Penyelesaian
administrasi,
karena
meakukan
pelanggaran
ketentuan
administrasi, penyelesaiannya dapat beripa mencabut izin usaha dan lainnya. Dalam hal penyidikan berbagai produk perundang-undangan memberikan wewenang kepada beberapa instansi sebagai contoh dalam penyidika mengenai penegakan hukum di laut, antara lain: a. Ordonasi Laut Wilayah 1939 memberikan wewenang penyidikan terhadap perompakan atau pembajakan kepada TNI dan POLRI. b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang ZEE memberikan wewenang penyidikan kepada TNI AL. c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun1982 mengenai Benda Cagar Budaya memberikan wewenang kepada PPNS Diknas. d. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985 mengenai Perikanan memberikan wewenang kepada TNI-AL, POLRI dan PPNS Kehutanan. e. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Peairan Indonesia memberikan wewenang penyidikan kepada semua intansi terkait, yaitu TNI-AL, POLRI, PPNS Bea dan Cukai, PPNS Perhubungan Laut, PPNS Perikanan, PPNS Imigrasi, PPNS Lingkungan Hidup, PPNS Kesehatan, dan PPNS Diknas. f. Proses penegakan agar dapat berlangsung secara efektif harus memperhatikan beberapa segi, antara lain: g. Ketentuan hukumnya haruslah sejelas mungkin dan dimengerti oleh aparat penegak hukumnya. h. Adanya pembagian wewenang yang jelas dan tanggung jawab dari masingmasing instansi tersebut, karena tidak akan terjadi “double juridiction”. i. Memperhatikan perkembangan-perkembangan hukum yang terjadi di dunia internasional.
Universitas Indonesia Penegakan Hukum..., R.Agung Wibowo, Program Pascasarjana, 2008