Bab II Kajian Pustaka
Bab ini membahas teori dan konsep yang digunakan dalam evaluasi Efektifitas Sistem Informasi Dashboard Daily Report Management System (DRMS) dan Executive Information System (EXIST) PT. TELKOM, tbk. Teori-teori tersebut secara garis besar meliputi pemahaman akan efektifitas SI dengan kualitasnya, model kesuksesan SI DeLone dan McLean yang menjadi dasar pemodelan dalam penelitian ini, beserta penjelasan mengenai dimensi-dimensinya, teori-teori statistika yang digunakan untuk mengolah data penelitian, khususnya dalam mengolah data survei untuk pembuktian penggunaan model, dan pemahaman instrumen-instrumen yang digunakan dalam setiap tahap penelitian. Selain itu penjelasan tahap-tahap penelitian yang menggunakan konsep Total Quality Management dijelaskan juga pada bagian kelima bab 2.
II.1
Efektifitas Sistem Informasi
Dalam konteks kesuksesan sistem informasi, atau efektifitas sistem informasi, maka efektifitas menurut Mason (25) didefinisikan sebagai hirarki peristiwaperistiwa yang terlibat dalam menerima akhir dari sebuah sistem informasi, dimana sistem informasi tersebut digunakan untuk mengidentifikasi pendekatan beragam yang mungkin digunakan untuk mengukur hasil di level keterlibatannya. Peristiwa-peristiwa tersebut termasuk penerimaan dan evaluasi informasi berikut aplikasinya. Sedangkan menurut Von Hellen (39) yang selaras dengan DeLone dan McLean (6), efektifitas Sistem Informasi
didefinisikan sebagai kondisi
terpenuhinya fungsi dan struktur yang solid, baik orang, proses, model data, teknologi, dan bahasa formal
untuk melayani tujuan atau fungsi organisasi.
Efektifitas SI dapat terjadi apabila variabel-variabel SI sukses memenuhi tujuan organisasi melalui fungsi dan struktur yang solid.
7
8
II.2
Kualitas
Menurut Parasuraman (28), kualitas memiliki sifat yang intangible, dan ukurannya tidak dapat objektif, “Sebuah pendekatan yang sesuai dan berguna untuk menilai kualitas dalam sebuah perusahaan adalah dengan mengukur persepsi konsumen mengenai kualitas. Apa yang dibutuhkan adalah standar kuantitatif untuk mengukur persepsi tersebut”. Kualitas itu sendiri diartikan berbeda-beda oleh riset yang telah ada. Levitt (22) dan Crosby (5) mendefinisikannya sebagai terpenuhinya produk dan hasil produksi sesuai dengan spesifikasinya. Kualitas menurut Juran (19) adalah kecocokan dengan penggunaan, atau menurut Garvin (10) kualitas cocok dengan nilainya. Menurut Duggan (8), terdapat beberapa hal yang secara kolektif berpengaruh terhadap kualitas SI. Hasil proses SI dan produk SI dipengaruhi oleh faktor manusia dan prosedur-prosedur. Prosedur-prosedur tersebut meliputi penggunaan systems development methodology, pemilihan metode pengembangan peranti lunak yang tepat, dan efektifitas manajemen proyek.
II.3
Model Kesuksesan Sistem Informasi Delone & McLean
Dasar pengkategorian DeLone dan McLean adalah teori komunikasi Shanon dan Weaver (33) pada tahun 1949 yang berorientasi pada informasi. Pada penelitian Shanon dan Weaver, informasi dipandang sebagai produk dari sebuah sistem informasi (15). Shanon dan Weaver mengelompokkan proses informasi ke dalam tiga tingkatan, yaitu tingkat teknikal, tingkat semantik dan tingkat efektifitas. Tingkat teknis didefinisikan sebagai keakuratan dan efisiensi sistem dalam menghasilkan informasi. Tingkat semantik didefinisikan sebagai kesuksesan suatu informasi dalam membawa pesan atau arti yang diinginkan. Tingkat efektifitas didefinisikan sebagai efek yang ditimbulkan oleh informasi pada penerimanya.
Berdasarkan teori tersebut, Mason (25) pada 1978 memperkenalkan teori yang menganggap efektifitas sebagai pengaruh dan mendefinisikannya dalam tingkat pengaruh dari suatu informasi. Tingkatan pengaruh ini berisi peristiwa-peristiwa yang
berurutan,
yaitu
penerimaan
informasi,
evaluasi
informasi,
dan
9
pengaplikasian informasi yang menuju pada perubahan perilaku penerima informasi dan perubahan dalam kinerja sistem.
Konsep tingkatan keluaran (output) yang diadaptasi dari teori komunikasi menunjukkan perilaku informasi. Sistem informasi menghasilkan informasi yang dikomunikasikan kepada penerimanya, yang kemudian dapat terpengaruh atau tidak. Hal ini berarti informasi mengalir melalui tahapan-tahapan produksi sampai penggunaan atau konsumsinya, hingga pada pengaruhnya kepada individu dan atau kepada kinerja organisasi.
Shanon dan Weaver (1949)
Tingkatan Teknis
Tingkatan Semantik
Mason (1978)
Produksi
Produk
Kategori‐ kategori kesuksesan SI
Kualitas Sistem
Kualitas Informasi
Tingkatan Efektivitas dan Pengaruh
Diterima
Pengaruh pada penerima Pengaruh pada sistem
Penggunaan
Kepuasan pengguna
Dampak Individual
Dampak Organisasional
Gambar II.1 Kategori-kategori Kesuksesan Sistem Informasi
Berdasarkan Gambar
II.1,
dapat
diterjemahkan
bahwa
kualitas
sistem
menunjukkan kualitas dalam melakukan produksi informasi, dan kualitas informasi menunjukkan kualitas dari produk yang dihasilkan oleh sistem informasi. Kualitas-kualitas tersebut menentukan sikap dari pemakai sistem sebagai penerima informasi. Tergantung pada kualitas sistem, kualitas informasi, pengguna sistem tersebut menggunakan atau tidak sistem dan informasinya. Penggunaan sistem beserta informasinya akan mempengaruhi penggunanya. Pengaruh pada penggunanya menentukan kepuasan pengguna tersebut, sebaliknya tingkat kepuasan pengguna mempengaruhi tingkat penggunaan sistem. Pengaruh yang dirasakan oleh pengguna membawa dampak tertentu pada individual yang
10
akhirnya sistem informasi secara keseluruhan akan mempengaruhi dampak organisasionalnya. Peristiwa-peristiwa ini pada 1992 dirangkum oleh DeLone dan McLean yang dikenal sebagai “Model Kesuksesan Sistem Informasi DeLone dan McLean” seperti diilustrasikan pada Gambar II.2.
Kualitas Sistem
Penggunaan
Kualitas Informasi
Kepuasan Pengguna
Dampak terhadap individual
Dampak Organisasional
Gambar II.2 Model Kesuksesan Sistem Informasi DeLone dan McLean 1992
Model kesuksesan Sistem Informasi DeLone dan McLean (6) menawarkan penjabaran yang lengkap, konheren, dan konseptual dari komponen-komponen efektifitas yang saling berkaitan pada sebuah sistem informasi. Berdasarkan studi, riset dan literatur sistem informasi, mereka mendefinisikan evaluasi terhadap kesuksesan sistem informasi dalam enam komponen, dimana kunci untuk mengukur efektifitas dihipotesiskan untuk digunakan menuju kepuasan pengguna, dengan referensi terhadap sistem dan informasi yang tersedia.
Sejalan dengan perkembangan dari waktu ke waktu, disertai dengan kontribusikontribusi penelitian-penelitian sejak model awal kesuksesan Sistem Informasi diperkenalkan, diantaranya oleh Seddon (31), juga karena perubahan-perubahan peran dan penanganan sistem informasi yang telah berkembang, model tersebut diperbaharui pada tahun 2002 dan disebut sebagai “Model Kesuksesan Sistem Informasi DeLone dan McLean yang diformulasi Ulang” (The Reformulated IS Success) (7). Hal-hal yang diperbaharui adalah sebagai berikut: (1)
Menambah dimensi kualitas pelayanan sebagai tambahan dari dimensidimensi kualitas yang sudah ada, yaitu kualitas sistem dan kualitas
11
informasi. Faktor personel penyedia SI dianggap menjadi penentu efektifitas SI juga. (2)
Menggabungkan dampak individual dan dampak organisasional menjadi satu variabel, yaitu manfaat-manfaat bersih (net benefits). Tujuan penggabungan ini adalah untuk menjaga model tetap sederhana (parsimony). Variabel baru ini mengangkat tiga isu baru yang perlu diperhatikan, yaitu: a. Apa kualifikasi untuk dapat dikatakan sebagai manfaat? b. Manfaat untuk siapa? c. Manfaat di tingkat analisa yang mana?
(3)
Sebagai alternatif dimensi penggunaan diberikan dimensi minat penggunaan (intention to use). Minat penggunaan adalah suatu sikap (attitude), sedangkan penggunaan adalah perilaku (behavior).
(4)
Penggunaan dan kepuasan pengguna sangat erat berhubungan. Penggunaan harus mendahului kepuasan pengguna dalam suatu proses, tetapi pengalaman yang positif ketika menggunakan akan mengakibatkan kepuasan pengguna yang lebih tinggi sebagai suatu kausal. Sama halnya dengan peningkatan kepuasan pengguna akan mengakibatkan peningkatan dalam minat menggunakan (intention to use) dan kemudian akan menggunakan.
(5)
Sebagai hasil dari penggunaan dan kepuasan pengguna, manfaat-manfaat positif akan diperoleh. Apabila sistem informasi dimaksud adalah sistem informasi yang berkesinambungan, maka diasumsikan manfaat-manfaat dari perspektif pemilik atau sponsor sistem adalah positif, yang kemudian mempengaruhi dan menguatkan dimensi penggunaan dan kepuasan pengguna. Pengulangan balik ini tetap valid, meskipun manfaat-manfaatnya bersifat negatif. Kelemahan manfaat positif adalah akan mengakibatkan penurunan penggunaan dan kemungkinan tidak dilanjutkannya sistem atau departemen SI (untuk di-outsourcing secara keseluruhan).
(6)
Model
hasil
formulasi
ulang
ini
memiliki
arah
panah
untuk
mendemonstrasikan hubungan yang diusulkan antar dimensi-dimensi dalam
12
bentuk proses, tetapi tidak menunjukkan arah hubungannya yang positif atau negatif
dalam
bentuk
kausal.
Sifat
hubungan
kausal
seharusnya
dihipotesiskan dalam konteks penelitian khusus. Misalnya dalam suatu keadaan, sistem berkualitas tinggi akan diasosiasikan dengan penggunaan yang lebih tinggi, meningkatkan kepuasan pengguna dan menghasilkan manfaat-manfaat bersih positif. Dalam konteks ini, semua hubungan diusulkan adalah positif. Sebaliknya, dalam konteks penggunaan sistem informasi yang buruk akan diasosiasikan dengan kurang puasnya pengguna dan berakibat pada manfaat-manfaat bersih negatif. Asosiasi-asosiasi yang diusulkan akan berbentuk negatif. Model hasil formulasi ulang DeLone dan McLean terilustrasi dalam Gambar II.3.
Kualitas Informasi
Penggunaan (Minat menggunakan)
Kualitas Sistem Kualitas Layanan
Manfaatmanfaat positif Kepuasan Pengguna
Gambar II.3 Model Kesuksesan Sistem Informasi DeLone dan McLean yang diformulasi Ulang
II.3.1 Kualitas Sistem Kualitas sistem menggambarkan ukuran-ukuran sistem pemrosesan informasi. Mayoritas ukuran dalam kategori ini memiliki karakteristik berorientasi pada kinerja proses (engineering) (6). Sedangkan menurut Wilkin (40), kualitas sistem adalah penilaian menyeluruh terhadap derajat dimana komponen-komponen teknikal dari delivered IS menyediakan kualitas informasi dan layanan seperti
13
yang diinginkan oleh stakeholder. Komponen-komponen tersebut meliputi perangkat keras, perangkat lunak, layar pertolongan (help screen) dan manual pengguna (user manual).
Dengan tujuan membuka tabir yang menjadi faktor pertimbangan kepuasan menyeluruh terhadap sistem, Jenkins dan Ricket (18) berpendapat bahwa paradigma yang dikenalkan oleh Simon (34) mengenai proses pemecahan masalah (intelegensia, perancangan dan fase pemilihan) dipandang sebagai perspektif yang sesuai dalam hal mengevaluasi pengalaman pengguna terhadap sistem. Dengan menggunakan pendekatan analisa untuk menguji secara empiris klaim tersebut, mereka mengasumsikan lima kunci untuk menampung semua dimensi yang menyangkut keseluruhan kepuasan pengguna, yaitu: isi laporan, bentuk laporan, kemampuan dalam menyelesaikan masalah, prosedur pemasukan (input) dan kestabilan sistem. Tabel II.1 menjelaskan hubungan setiap lima dimensi tersebut dengan paradigma penyelesaian masalah. Jenkins dan Ricketts menggarisbawahi isu-isu yang terdapat pada kelima dimensi tersebut sebagai berikut: (1)
Isi laporan: akurasi isi laporan, relevansi isi laporan, tingkat kecukupan isi laporan, tingkat dapat dipahaminya isi laporan.
(2)
Bentuk laporan: kualitas format, waktu pengadaan laporan (timeliness), model presentasi, pengurutan laporan.
(3)
Penyelesaian
masalah:
kegunaan
untuk
mengidentifikasi
dan
mendefinisikan masalah, kegunaan untuk memilih diantara alternatif yang ada, kekuatan bahasa pemodelan yang digunakan, fleksibilitas bahasa pemodelan yang terlibat. (4)
Prosedur pemasukan: kemudahan untuk memahami prosedur input, tingkat komprehensif dokumentasi, bahasa antar muka, karakteristik editor.
(5)
Kestabilan sistem: waktu respon, kecenderungan sistem untuk terjadi error, kehandalan sistem, aksesbilitas/availabilitas sistem.
14
Tabel II.1 Dimensi Efektifitas dan Paradigma Pemecahan Masalah Paradigma pemecahan masalah Intelegensi Perancangan Pilihan
Dimensi efektifitas Prosedur masukan Kestabilan sistem Pemecahan masalah Isi Laporan Bentuk Laporan
II.3.2 Kualitas Informasi Kualitas informasi merepresentasikan ukuran output/keluaran dari sistem informasi. Ukuran-ukuran dalam kualitas ini meliput akurasi, ketepatan, kekinian, timeliness dan kehandalan (reliability) informasi yang disediakan (6). Sedangkan Wilkin (40) berpendapat bahwa kualitas informasi adalah penilaian global terhadap derajat dimana stakeholder disediakan informasi dengan kualitas yang excellence, sesuai dengan pendefinisian dan kebutuhan mereka, terkecuali manual pengguna (user manual) dan layar bantuan (help screen). Manual pengguna dan layar bantuan adalah fitur kualitas sistem. Dalam melakukan assessment terhadap kualitas informasi akan digunakan kuesioner yang merupakan bagian dari Assesment Information Methodology Quality (AIMQ).
AIMQ dikembangkan oleh Yang W. Lee, Diane M. Strong, Beverly K. Kahn, dan Richard Y. Wang (21). Metodologi ini menyediakan keakuratan dan dasar yang pragmatis dalam melakukan penilaian dan pembandingan kualitas informasi. Komponen AIMQ yang digunakan adalah kuesioner.
Instrumen kuesioner yang terdapat pada Lampiran A, digunakan untuk mengukur kualitas informasi dengan dimensi pentingnya kualitas informasi bagi konsumen dan manajer informasi. Kualitas informasi dapat dinilai dengan menggunakan kuesioner yang tervalidasi untuk mendapatkan kesuksesan informasi. Penggunaan komponen kuesioner tersebut selaras dengan model DeLone dan McLean, dan cenderung lebih lengkap dalam pengukur-pengukurnya.
15
Dalam AIMQ, dimensi kualitas informasi dibagi menjadi empat kategori, yaitu kualitas informasi Intrinsik, kualitas informasi Kontekstual, kualitas informasi Representasional, dan kualitas informasi Aksesbilitas. Kualitas informasi Intrinsik mengimplikasikan bahwa informasi memiliki kualitas tersendiri secara alamiah dan independen milik informasi itu sendiri. Kualitas informasi kontekstual mengimplikasikan kebutuhan yang harus dipertimbangkan dalam konteks pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan. Dalam hal ini informasi harus relevan, tepat waktu, lengkap, dan sesuai dalam jumlah untuk memberikan nilai tambah. Kualitas informasi representasional dan aksesbilitas menekankan pada pentingnya sistem komputerisasi dalam menyimpan dan menyediakan akses terhadap informasi, yaitu sistem harus menyediakan informasi dengan cara yang dapat diinterpretasikan, mudah dipahami, mudah dimanipulasi dalam konteks positif, direpresentasikan secara sederhana dan sistem harus dapat diakses secara aman.
II.3.3 Kualitas Layanan “Sebuah penilaian global atau perilaku yang berhubungan dengan penilaian dengan level mapan atau kesempurnaan layanan, disediakan oleh departemen SI dan pegawai pendukung” (40). Sedangkan Parasuraman (28) menyimpulkan bahwa kualitas layanan adalah perbandingan antara apa yang seharusnya diberikan, sehingga dapat dirasakan oleh konsumen, dengan apa yang tersedia. Kualitas layanan adalah perbedaan antara persepsi dan harapan konsumen. Ekspresi pengguna atas yang mereka inginkan muncul bersamaan dengan harapan dan persepsi yang akan mereka dapatkan.
Parasuraman menyarankan kualitas layanan untuk dinilai dengan mengukur harapan dan persepsi konsumen terhadap level-level kinerja dalam lingkup atribut-atribut layanan. Kemudian perbedaan antara harapan dan persepsi pada kinerja aktual dikalkulasikan dan direratakan terhadap atribut-atribut tersebut. Dengan demikian, perbedaan antara harapan dan persepsi dapat diukur.
16
Perbedaan mendasar dari kualitas layanan yang diharapkan adalah harapan tersebut kebanyakan dikomunikasikan secara verbal, kebutuhan-kebutuhan yang bersifat pribadi, pengalaman masa lampau dan komunikasi yang dilakukan oleh penyedia layanan kepada penggunanya. Pengguna-pengguna sistem informasi juga saling bertukar cerita mengenai hubungan mereka dengan departemen SI. Percakapan tersebut menjadi faktor yang menentukan tren akan harapan pengguna terhadap layanan SI. Kepentingan pribadi mempengaruhi harapan pengguna akan layanan SI. Selain itu pengalaman sebelumnya dapat menjadi kunci yang berpengaruh terhadap harapan mereka. Pengguna dapat meningkatkan harapan mereka berdasarkan layanan yang mereka terima sebelumnya.
Sumber harapan layanan lain yang tak kalah penting adalah departemen SI itu sendiri sebagai penyedia layanan. Departemen SI dapat mempertajam harapan yang ada sepanjang pengembangan sistem. Pengguna sangat bergantung pada departemen SI dalam menginterpretasikan harapan mereka ke dalam sistem. Departemen SI membuat harapan-harapan yang ada menjadi kenyataan pada sistem akhir berikut dengan penampilannya.
Parasuraman (27) membuat model konseptual kualitas layanan mereka dengan memulai fokus pada kelompok-kelompok yang mengidentifikasi 10 dimensi kualitas layanan. Dimensi-dimensi tersebut kemudian dikembangkan menjadi 97 items. Setiap items kemudian dibuat menjadi dua pernyataan, satu untuk mengukur harapan dan lainnya untuk mengukur persepsi. Ke 97 items tersebut kemudian dimurnikan dan dibagi menjadi dua fokus. Pertama berfokus pada pertanyaan-pertanyaan yang secara jelas memisahkan perbedaan persepsi antara responden. Fokus berikutnya adalah pada skala dimensional dan realibilitas komponen-komponen tersebut.
Parasuraman mengembangkan instrumen yang disebut SERVQUAL untuk menilai harapan dan persepsi kualitas layanan dalam organisasi yang memiliki
17
bisnis utama pada layanan dan retail. Kemudian Wilkin dan Hewett mengadaptasi instrumen tersebut untuk menilai layanan Sistem Informasi. Instrumen adaptasi ini dikenal dengan SERVIT (40). Instrumen (14) yang dipopulerkan pada tahun 1997 ini memiliki tiga bagian (lihat Lampiran A).
Bagian pertama berisi 22 pertanyaan untuk mengukur harapan. Pertanyaan berada dalam kerangka bagaimana kinerja penyedia layanan terbaik yang seharusnya mereka berikan. Bagian yang kedua berisi 22 pertanyaan untuk mengukur persepsi. Pertanyaan-pertanyaan itu berada dalam kerangka kinerja penyedia layanan saat ini. Bagian ketiga adalah sebuah pertanyaan tunggal untuk menilai keseluruhan kualitas layanan. Ke-22 pertanyaan dibagi menjadi lima dimensi yang diklaim oleh Parasuraman untuk digunakan menilai kualitas layanan bukan tipe layanan yang diberikan. Dimensi-dimensi tersebut adalah: (1)
Tangible: fasilitas fisik, peralatan, dan penampilan pegawai departemen SI.
(2)
Reabilitas: kemampuan untuk melakukan layanan yang dijanjikan secara akurat dan dapat diandalkan.
(3)
Responsifitas: kemauan untuk membantu pengguna dan menyediakan layanan yang diminta.
(4)
Kepastian: pengetahuan dan perilaku pegawai yang baik dan kemampuan mereka untuk memotivasi kepercayaan dan percaya diri.
(5)
Empati: kepedulian, perhatian per personal akan layanan yang diberikan kepada konsumen.
Parasuraman juga membuat pengujian validitas pada SERVIT. Pengujian tersebut meliputi validitas isi, reabilitas, validitas konvergensi, dan validitas nomologikal dan diskriminan. Dalam pengujian tersebut, kesimpulan yang diperoleh menyatakan bahwa SERVIT berhasil melewati pengujian validitas isi, reabilitas dan konvergensi. Terdapat beberapa ketidakpastian dalam validitas nomologikal
18
dan diskriminan, akan tetapi baik Parasuraman maupun Pitt dkk. (29) berpendapat SERVIT masih layak untuk mengukur kualitas layanan sistem informasi.
II.3.4 Penggunaan Penggunaan yang dimaksudkan adalah penggunaan keluaran sistem informasi oleh penerima. Konsep penggunaan dari suatu sistem dapat dilihat dari beberapa perspektif, yaitu penggunaan nyata (actual use) dan penggunaan persepsi (perceived use) atau penggunaan dilaporkan (reported use) (6).
Penggunaan
nyata mengukur banyaknya permintaan informasi dari pemakai, atau mencatat jumlah dari banyaknya waktu koneksi dari pemakai, atau jumlah penggunaan fungsi-fungsi komputer, jumlah catatan klien yang diproses, atau biaya aktual yang dibebankan untuk penggunaan komputer. Penggunaan persepsi adalah penggunaan sistem informasi yang dianggap dilakukan oleh pemakai. Sedangkan penggunaan dilaporkan berdasarkan laporan-laporan yang dibuat.
II.3.5 Kepuasan Pengguna Menurut DeLone dan McLean, kepuasan pengguna adalah respon pemakai terhadap penggunaan keluaran sistem informasi (6). Sedangkan Oliver (26) berpendapat bahwa kepuasan pengguna berada dalam lingkup perasaan yang dialami oleh pengguna terhadap sebuah transaksi spesifik atau emosi konsumen berkenaan dengan sebuah transaksi spesifik. Definisi oleh Seddon (32) mengganggap evaluasi kepuasan pengguna bersifat subjektif dengan konsekuensi yang beragam dan dievaluasi pada skala senang atau tidak senang. Pernyataan tersebut dikuatkan oleh Spreng dan Mackoy (35) bahwa kepuasan pengguna adalah sebuah pernyataan afektif yang menimbulkan reaksi emosional terhadap produk atau layanan. Wilkin (40) menyimpulkan bahwa kepuasan adalah hasil dari harapan apa yang akan terjadi terpenuhi atau tidak terpenuhi oleh kinerja yang seharusnya (perceived).
19
II.3.6 Manfaat-Manfaat Positif Manfaat-Manfaat positif merupakan kombinasi dari dampak pribadi dan dampak bagi organisasi (7). Dampak pribadi adalah efek informasi terhadap perilaku pemakai. Dampak berhubungan erat dengan kinerja, yaitu meningkatkan kinerja individual terhadap pemakaian sistem. Mason (25) menunjukkan urutan dampak mulai dari menerima informasi, pemahaman informasi, aplikasi dari informasi tersebut ke suatu permasalahan tertentu, merubah perilaku keputusan, dan dengan hasil perubahan di kinerja organisasi. Dampak dapat juga berarti mempunyai kontribusi
kepada
pemakainya,
pemahaman
yang
lebih
baik
terhadap
pengambilan keputusan yang dilakukan, meningkatkan produktifitas dari pengambilan keputusan, merubah kegiatan dari pemakai, atau merubah persepsi pemakai tentang pentingnya atau bergunanya sistem informasi.
Sedangkan dampak organisasi merupakan efek dari informasi terhadap kinerja organisasi. Dampak terhadap organisasi dapat diukur dari faktor biaya dan pendapatan. Hal tersebut meliputi pengurangan biaya dan keuntungan yang direalisasikan dari aplikasi tertentu yang dikembangkan (30), pendapatan organisasi yang dapat ditingkatkan karena sistem informasi berbasis komputer (13). Sedangkan Jenster (17) mengukur dampak bagi organisasi dari aspek produktifitas, inovasi dan kualitas produk.
II.4
Penelitian dan Statistik
Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (38). Berdasarkan pengertian tersebut terdapat empat hal yang perlu dipahami lebih lanjut, yaitu: cara ilmiah, data, tujuan dan kegunaan. Cara ilmiah didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu: rasional, empiris, dan sistematis. Rasional artinya kegiatan penelitian dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris artinya cara-cara yang digunakan dalam penelitian itu teramati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengamati dan mengetahui cara-cara yang akan digunakan. Sistematis
20
artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkahlangkah tertentu yang bersifat logis.
Data yang diperoleh melalui penelitian haruslah valid, realibel, dan objektif. Valid menunjukkan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada objek dengan data yang dilaporkan melalui penelitian. Realibel menunjukkan derajat konsistensi data dalam interval waktu tertentu. Objektif menunjukkan derajat persamaan persepsi antar orang.
Secara umum, tujuan penelitian meliputi tiga macam, yaitu penemuan, pembuktian, dan pengembangan suatu pengetahuan. Penemuan berarti data yang diperoleh dari penelitian betul-betul data baru. Pembuktian berarti data yang diperoleh diperlukan untuk membuktikan adanya keragu-raguan terhadap suatu pengetahuan. Sedangkan pengembangan berarti data yang diperoleh dapat digunakan untuk memperdalam dan memperluas suatu pengetahuan.
Melalui penelitian, maka manusia dapat menggunakan hasilnya. Hasil penelitian dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam kehidupan manusia. Dalam penelitian digunakan teknik-teknik statistika untuk mengolah data hasil survei dan menguji model, yang selengkapnya dijelaskan pada bagian berikut.
II.4.1 Analisa Korelasi Ganda Analisa korelasi ganda (multiple correlation) bertujuan untuk menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antara dua atau lebih variabel independen secara bersamasama dengan satu variabel independen (38). Korelasi ganda bukanlah penjumlahan dari korelasi sederhana yang ada pada setiap variabel. Rumus untuk korelasi ganda ditunjukkan pada rumus II.1 berikut:
21
2
R y . x1x2 =
2
ryx1 + ryx2 − 2ryx1 ryx2 rx1 x2 1 − rx1x2
2
(II.1)
Dimana: Ry.x1x2 = Korelasi antara variabel X1 dengan X2 secara bersama-sama dengan variabel Y ryx1 = Korelasi Product Moment antara X1 dengan Y ryx2 = Korelasi Product Moment antara X2 dengan Y rx1x2 = Korelasi Product Moment antara X1 dengan X2 Pengujian signifikansi terhadap koefisien korelasi ganda dapat menggunakan uji F dengan rumus II.2 berikut:
Fh =
R2 (1 − R )
i
2
(II.2)
(n − i − 1)
Dimana: R = Koefisien korelasi ganda i = Jumlah variabel independen n = Jumlah anggota sample
II.4.2 Analisa Regresi Ganda Analisa regresi ganda digunakan untuk meramalkan perubahan variabel dependen jika terjadi perubahan pada variabel independen, apabila terdapat dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaikturunkan nilainya) (38). Rumus II.3 di bawah ini akan menjelaskan konsep tersebut. Y = A + B1X 1+ B2X 2 +…+ BnXn Dimana, Y = Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan A = harga Y ketika harga X=0 B = Angka arah atau koefisien regresi
(II.3)
22
X = Subyek pada variabel dependen
II.4.3 Pengujian Pendahuluan Uji pendahuluan dilakukan untuk mengevaluasi data yang terkumpul dengan uji outlier, dan menguji asumsi terhadap model dengan uji multikolonieritas, uji heterokedastisitas, dan uji linieritas regresi. Hasil uji pendahuluan akan menentukan kelanjutan penelitian. Apabila dalam uji pendahuluan ditemukan kegagalan syarat uji, maka penelitian tidak dapat dilanjutkan untuk menguji regresi dan korelasi pada model. Dasar teori pengujian pendahuluan ini dijelaskan pada bagian berikut ini.
II.4.3.1
Uji Normalitas Data
Untuk melakukan uji-uji dalam statistik parametris, maka data yang akan diuji haruslah terdistribusi secara normal. Suatu data dikatakan normal apabila jumlah data di atas dan di bawah rata-rata adalah sama, demikian juga simpangan bakunya (37). Uji normalitas yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov.
Dalam SPSS 16.0, data yang tidak terdistribusi secara normal dapat ditransformasikan agar menjadi normal (11). Untuk menormalkan data harus diketahui terlebih dahulu bagaimana bentuk grafik histogram data apakah positif skewness (berat ke kiri), atau negative skewness (berat ke kanan). Dengan mengetahui bentuk grafik histogramnya, maka dapat ditentukan bentuk transformasinya. Table II.2 menjelaskan bentuk transformasi yang dilakukan sesuai dengan grafik histogram.
Tabel II.2 Bentuk Transformasi untuk Normalitas Data Bentuk Grafik Histogram
Bentuk Transformasi
Moderate positive skewness
SQRT(x)
Substansial positive skewness
LG10(x)
23
Bentuk Grafik Histogram
Bentuk Transformasi
Severe Positive skewness dengan bentuk L
1/x
Moderate negative skewness
SQRT(k-x)
Substansial negative skewness
LG10(k-x)
Severe negative skewness dengan bentuk J
1/(k-x)
Keterangan : x = nilai data. k = konstanta yang berasal dari setiap nilai data dikurangkan, sehingga nilai terkecil dari data adalah 1.
II.4.3.2
Uji Outlier
Outlier adalah observasi yang memiliki karakteristik yang memiliki kombinasi unik dan teridentifikasi sangat berbeda dari hasil observasi lainnya (12). Outlier tidak dapat dikategorikan sebagai keuntungan atau masalah, tetapi harus dipandang dalam konteks analisa yang dilakukan dan harus dievaluasi berdasarkan tipe informasinya. Terjadinya outlier dapat disebabkan oleh empat hal, yaitu: kesalahan entri data, gagal menspesifikasikan adanya missing value dalam program komputer, outlier bukan merupakan anggota populasi yang diambil sebagai sampel, dan outlier berasal dari populasi yang diambil sebagai sampel tetapi distribusi dari variabel dalam populasi tersebut memiliki nilai ekstrim dan tidak terdistribusi secara normal.
II.4.3.3
Uji Multikolonieritas
Uji ini bertujuan untuk menguji apakah di dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen (11). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Deteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model adalah sebagai berikut:
24
(1)
Nilai R2 yang dihasilkan oleh estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.
(2)
Analisa matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (di atas 0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolonieritas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolonieritas, karena dapat disebabkan adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen.
(3)
Multikolonieritas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan lawannya, yaitu variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhananya adalah setiap variabel independen menjadi variabel dependen (terikat) dan di regres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Nilai yang umum untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10.
II.4.3.4
Uji Heteroskedastisitas
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan residual dari satu pengamatan ke pengamatan lain (11). Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang
baik
adalah
yang
homoskedatisitas.
Pengujian
heteroskedastisitas
menggunakan uji Glejser yang mengusulkan untuk meregres nilai absolut residual terhadap variabel independen.
25
II.4.4 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Pengukuran validitas instrumen dilakukan untuk membuktikan bahwa instrumen penelitian dapat digunakan untuk mengukur nilai sebenarnya yang ingin diukur. Reabilitas instrumen penelitian menunjukkan bahwa instrumen, apabila diulangi, dapat digunakan kembali untuk mengukur objek yang sama dengan hasil dan data yang didapatkan sama (38).
II.4.4.1
Pengujian Validitas Konstruksi
Pengujian validitas dapat dilakukan dengan beberapa teknik, yaitu melalui pendapat para ahli dan teknik analisa faktor. Pendapat para ahli diperoleh dari studi literatur, kemudian hasil studi literatur dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan pembimbing organisasi. Teknik selanjutnya, yaitu analisa faktor, dilakukan
dengan
mendapatkan
korelasi
terhadap
nilai
tiap
item
pertanyaan/pernyataan instrumen (selanjutnya disebut item) dalam faktor dengan nilai total tiap faktor.
II.4.4.2
Pengujian Reabilitas
Pengujian reabilitas menggunakan teknik Cronbach Alpha. Teknik ini khususnya digunakan untuk jenis data interval/essay. Rumus koefisien Cronbach Alpha (38) ditunjukkan pada rumus II.4 berikut: 2 k ⎧⎪ ∑ s i ⎫⎪ ri = ⎨1 − 2 ⎬ (k − 1) ⎪⎩ st ⎪⎭
Dimana, K = mean kuadrat antara subjek ∑si2 = mean kuadrat kesalahan St2 = varians total
(II.4)
26
Rumus II.5 adalah untuk varians total, sedangkan rumus II.6 untuk varians item:
st
2
∑X = n
2
si =
2 t
(∑ X ) −
2
t
n2
JKi JKs − 2 n n
(II.5)
(II.6)
Dimana, JKi = jumlah kuadrat seluruh skor item JKs = jumlah kuadrat subjek
II.5
Instrumen-Instrumen Penelitian dalam Fase Define, Measure, Analyze, Improve, Control
Penelitian ini menggunakan fase Define, Measure, Analyze, Improve, Control (DMAIC) yang sering digunakan dalam Total Quality Management (TQM). Posisi fase-fase yang lazim digunakan pada TQM adalah sebagai dasar tata kelola penelitian agar pelaksanaannya efektif (1). Penjelasan pada fase-fase (24) tesebut adalah: (1)
Define: mengidentifikasikan permasalahan, mendefinisikan spesifikasi pelanggan, dan menentukan tujuan penelitian.
(2)
Measure: tahap untuk memvalidasi permasalahan, mengukur/menganalisa permasalahan dari data yang ada.
(3)
Analyze: menentukan faktor-faktor yang paling mempengaruhi proses; artinya mencari satu atau dua faktor yang jika diperbaiki akan memperbaiki keseluruhan proses secara dramatis.
(4)
Improve: tahap mendiskusikan ide-ide untuk memperbaiki sistem berdasarkan hasil analisa terdahulu, melakukan percobaan untuk melihat hasilnya, jika bagus lalu dibuatkan prosedur bakunya (standard operating
procedure-SOP).
27
(5)
Control: tahap membuat rencana dan desain pengukuran agar hasil yang sudah bagus dari perbaikan dapat berjalan secara berkesinambungan. Dalam tahap ini dibuat semacam metrics untuk selalu dimonitor dan dikoreksi bila sudah mulai menurun, atau untuk melakukan perbaikan lagi.
II.5.1 Work System Framework Definisi sistem kerja adalah sebuah sistem dimana terdapat partisipasi personel dan/atau mesin untuk melakukan sebuah proses bisnis menggunakan informasi, teknologi dan sumber daya-sumber daya lain untuk memproduksi produk dan/atau layanan untuk konsumen internal atau eksternal (3). Gambar II.4 menampilkan
work system framework dan mendefinisikan delapan elemen yang menjadi sebuah pemahaman awal terhadap work system. Kedelapan elemen tersebut adalah: (1)
Konsumen, adalah orang yang menggunakan dan menerima manfaat langsung dari produk dan layanan yang dihasilkan oleh work system. Konsumen adalah eksternal konsumen maupun internal.
(2)
Produk dan layanan adalah kombinasi hal-hal fisik, informasi dan layanan yang dihasilkan oleh work system kepada konsumennya.
(3)
Proses bisnis adalah sebuah set langkah-langkah kerja atau aktifitas yang dilakukan di dalam work system. Langkah-langkah ini didefinisikan secara tepat dalam berbagai situasi atau memiliki hubungan yang tidak terstruktur.
(4)
Partisipan adalah orang-orang yang melakukan langkah-langkah kerja di dalam proses bisnis.
(5)
Informasi adalah informasi yang digunakan oleh partisipan untuk melakukan tugas mereka. Informasi ini dapat yang terkomputerisasi maupun tidak.
(6)
Teknologi adalah hardware, software, dan berbagai instrumen-instrumen lain yang digunakan oleh partisipan untuk melakukan pekerjaan mereka. Teknologi lebih berfokus pada infrastruktur teknis yang dapat digunakan bersama sistem lain.
28
(7)
Konteks adalah regulasi-regulasi organisasi, teknis dan kompetitif dimana
work system beroperasi. (8)
Infrastruktur adalah sumber daya yang meliputi manusia dan teknis dimana
work system berada. Infrastruktur dapat terdiri atas infrastruktur manusia, infrastruktur informasi, dan infrastruktur teknis yang meliputi jaringan.
Konsumen
Produk dan Layanan
Proses Bisnis
Partisipan
Konteks
Informasi
Teknologi
Infrastruktur
Gambar II.4 Work System Framework
II.5.2 Cause and Effect Diagram (CE) atau Fishbone Diperkenalkan oleh Kaoru Ishikawa (1969), instrumen ini sangat berguna dalam menurunkan masalah hingga ke penyebab-penyebab utamanya. Bentuk diagram ini menyerupai tulang ikan, sehingga sebagian pihak menyebutnya fishbone. Bentuk tersebut diperoleh karena sebuah proses seringkali dibentuk melalui berbagai kegiatan dan faktor, sehingga proses tersebut akan bercabang menjadi kegiatan atau faktor. Salah satu atau lebih faktor tersebut mungkin menjadi penyebab terjadinya masalah. Apabila terjadi masalah, tentu saja akan mengakibatkan suatu efek terhadap proses. Oleh karena itu penting untuk mengevaluasi seluruh kegiatan dalam sebuah proses untuk mencari solusi permasalahan yang timbul. Diagram Ishikawa ini dengan kata lain adalah sebuah instrumen yang berguna untuk melakukan brainstorming secara terstruktur, yang
29
lebih efektif ketimbang diskusi tanpa arah. Bentuk Cause and Effect Diagram dapat dilihat pada Gambar II.5.
Gambar II.5 Cause and Effect Diagram atau Diagram Ishikawa
II.5.3 Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) Instrumen ini dapat digunakan untuk menyediakan pendekatan secara terstruktur untuk mengidentifikasi cara-cara yang dapat menyebabkan produk atau proses gagal dan efek yang disebabkannya. Selain itu FMEA dapat juga berguna untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab yang dapat membuahkan kegagalan beserta dengan resiko yang menyertainya, memprioritaskan aksi-aksi yang dibutuhkan untuk menghilangkan resiko-resiko tersebut. Instrumen ini ditampilkan seperti Gambar II.6.
II.5.4 Signifikansi Efektifitas Tingkat signifikan efektifitas yang dihitung berdasarkan penilaian kinerja produk oleh penggunanya ini dikenalkan oleh Sugiyono (37). Nilai signifikan efektifitas diperoleh dengan membandingkan hasil penilaian pengguna dengan nilai maksimal yang dapat dicapai oleh produk tersebut. Pengujian signifikansi efektifitas dapat dilakukan apabila data berbentuk interval. Hasil signifikansi efektifitas ini dijadikan dasar perbaikan dan pengembangan produk.
30
II.5.5 Solution Desireable Matrix Matriks ini menyediakan metode yang semi-scientific untuk memilih strategi perbaikan terbaik apabila terdapat beberapa pengajuan ide improvement yang kompeten. Ide-ide tersebut kemudian diberi nilai berdasarkan kesepakatan seberapa baik ide tersebut dapat melakukan perbaikan berdasarkan tujuan organisasi. Rentang nilai berawal dari yang terendah, yaitu 1 hingga yang tertinggi, yaitu 9. Hasil yang diperoleh dari matriks ini adalah nilai bagi setiap ide, sehingga tim dapat memilih langkah terbaik untuk melakukan perbaikan. Contoh
Solution Desireable Matrix dapat dilihat pada gambar II.7.
II.5.6 Audit Plan Instrumen yang berguna untuk membuat referensi dan mendefinisikan setiap langkah-langkah audit yang dilakukan. Deteksi yang dapat dilakukan oleh instrumen ini adalah input dan output yang dibutuhkan sebagai bagian dari rencana control. Dengan menggunakan instrumen Audit Plan dapat diketahui audit apa yang perlu dilakukan untuk merawat sistem dan jenis audit yang dilakukan, misalnya audit dalam lingkup tertentu, audit berkala, audit tanggung jawab fungsi tertentu, berdasarkan kriteria tertentu dan rencana untuk melakukan reaksi.
31
Gambar II.6 Failure Modes and Effect Analysis (FMEA)
Gambar II.7 Solution Desireable Matrix