BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Belajar Belajar sering diartikan sebagai aktivitas untuk memperoleh pengetahuan. Menurut Aunurrahman (2009: 38) “Belajar adalah proses orang memperoleh bebagai kecakapan, keterampilan, dan sikap”. Sedangkan menurut Slameto (2010: 2) “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan, dan sikap, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian hasil dari suatu proses belajar dapat ditandai dengan adanya perubahan kecakapan, keterampilan, dan sikap. Perubahan yang dimaksudkan adalah perubahan yang positif, yaitu adanya peningkatan kecakapan dan keterampilan, serta mencerminkan sikap yang lebih baik setelah melalui proses belajar.
2.1.2 Hasil Belajar Menurut Arikunto (Samino dan Saring M, 2011:48), hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dan merupakan penilaian yang dicapai seseorang siswa untuk mengetahui sejauh mana bahan pelajaran atau materi yang diajarkan tedah diterima siswa. Gunarso (Samino dan Saring M, 2011:48) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil yang dicapai oleh murid sebagai hasil belajarnya, baik berupa angka maupun huruf serta tindakannya.
5
6
Sedangkan menurut Nana Sudjana (1995:3) menyatakan bahwa penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai siswa dengan kriteria tertentu. Hal ini mengisyaratkan bahwa objek yang dinilainya adalah hasil belajar siswa. pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang diperlihatkan setelah mereka menempuh pengalaman belajarnya atau proses belajar mengajar. Berdasarkan pendapat di atas difahami bahwa hasil belajar adalah hasil usaha seseorang dalam melakukan kegiatan belajar yang diterima setelah belajar, adapun hasilnya berupa angka, huruf, maupun tindakan dan wujud kongkrinya berupa raport, transkip nilai, ijazah, piagam, sertifikat atau bentuk-bentuk lainnya. 2.1.3 Pembelajaran Matematika di SD Matematika timbul karena fikiran-fikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Matematika terdiri dari empat wawasan yang luas yaitu: aritmatika, aljabar, geometri, dan analisis. Menurut Ruseffendi (1991: 261) “Matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil. Sedangkan hakikat matematika yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif”. Dalam pembelajaran matematika di tingkat SD, diharapkan terjadi reinvention (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Walaupun penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan sesuatu hal yang baru. 2.1.4 Metode Pembelajaran IMPROVE Menurut Mevarech dan Kramarski IMPROVE merupakan akronim dari Introducing the new concepts, Metacognitive Questioning, Practicing, Reviewing and reducing difficulties, Obtaining mastery, Verivication and Enrichment, merupakan metode yang setiap kata dalam akronimnya merupakan langkah pembelajaran dan didesain untuk kelas-kelas heterogen.
7
1. Mengantarkan konsep baru (Introducing the New Concept) Kata pertama dari metode IMPROVE yaitu Introducing the New Concept atau memperkenalkan konsep baru. Mengantarkan konsep baru dalam metode IMPROVE berbeda dengan mengantarkan konsep baru pada pembelajaran tradisional. Pada pembelajaran dengan menggunakan metode tradisional, seorang guru mengantarkan konsep baru dengan cara ceramah di depan kelas dan para siswa mendengarkan apa yang dikatakan guru. Cara tersebut merupakan proses pembelajaran yang berpusat pada guru. Sedangkan pada pembelajaran dengan metode IMPROVE, seorang guru mengantarkan konsep baru tidak memberikan bentuk akhir atau bentuk jadinya saja, melainkan materi kajian baru diberikan kepada siswa dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang membuat siswa lebih terlibat aktif agar siswa dapat menggali kemampuan diri mereka sendiri. Pertanyaanpertanyaan itu digunakan oleh guru untuk membimbing siswa dalam memahami konsep atau materi yang diajarkan. Misalnya, rumus apa saja yang kalian ketahui?, bagaimana penggunaan rumus-rumus tersebut? dan lain sebagainya. 2.
Pertanyaan metakognitif (Meta-cognitive Questioning) Pertanyaan metakognitif merupakan pertanyaan yang diajukan oleh guru kepada siswa.
Pertanyaan metakognitif yang dapat diajukan kepada siswa menurut Mevarech & Kramarski ( 2003 : 15 ) antara lain: a.
Pertanyaan pemahaman Pertanyaan ini berhubungan dengan teori yang menjadi materi dalam pembelajaran.
Misalnya, mengenai apa keseluruhan masalah ini?. Berhubungan dengan pengetahuan teori mengenai masalah yang akan dipecahkan. Contohnya: seorang guru memberikan permasalahan kepada siswa mengenai suatu materi Faktor KPK dan FPB, setelah itu guru bertanya kepada siswa, “Apakah kalian mampu mengerjakan soal cerita Faktor KPK dan FPB ini ??”. Di sini proses metakognitif siswa berjalan. Siswa berfikir, untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru. Siswa memilah-milah semua yang telah dipelajarinya dan menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut. b.
Pertanyaan koneksi
8
Pertanyaan koneksi merupakan pertanyaan mengenai apa yang siswa dapat sekarang dengan apa yang telah didapatnya dahulu. Misalnya, “Apakah masalah cerita factor KPK dan FPB sama dengan masalah cerita factor KPK dan FPB di Kelas IV?”. Apabila seorang siswa diajukan pertanyaan seperti itu, secara tidak langsung proses metakognitif terjadi. Dia akan mengingat permasalahan apa yang pernah dia dapat di kelas IV, bagaimana dia memecahkan masalah tersebut dan membandingkannya dengan permasalahan yang baru. c.
Pertanyaan strategi Pertanyaan strategi berkaitan dengan solusi-solusi yang akan diajukan siswa untuk
memecahkan permasalahan yang dihadapinya. Pertanyaan ini merangsang siswa untuk mencari solusi yang paling tepat atau alternatif-alternatif solusi lain untuk memecahkan suatu masalah. Misalnya, “Strategi apa yang harus kalian gunakan untuk memecahkan masalah cerita factor KPK dan FPB ini, mengapa?”. Dengan pertanyaan tersebut, siswa otomatis berfikir cara apa yang tepat untuk memecahkan permasalahan. Selain itu siswa juga harus mengetahui alasan mengapa dia memilih cara tersebut. Ini akan melatih siswa mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya. d.
Pertanyaan refleksi Pertanyaan ini mendorong siswa untuk mempertimbangkan cara atau strategi yang telah
diajukannya. Misalnya, “Apakah strategi itu merupakan solusi yang masuk akal untuk dfan dapat menyelesaikan soal cerita Faktor KPK dan FPB?”. Dalam hal ini siswa menimbang kembali solusi yang diajukannya. Ini bertujuan agar siswa teliti dalam menjawab berbagai permasalahan. 3. Latihan (Practicing) Setelah memberikan pertanyaan-pertanyaan yang membangun pengetahuan siswa, siswa diberi pertanyaan metakognitif, selanjutnya siswa diajak untuk berlatih memecahkan masalah secara langsung. Hal ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan penguasaan materi dan mengasah kemampuan serta keterampilan siswa karena belajar dengan cara melakukan lebih bermakna daripada belajar dengan cara membaca atau mendengar. Guru memberikan latihan kepada siswa berupa soal-soal atau permasalahan. 4. Mereview dan mengurangi kesulitan (Reviewing and Reducing Difficulties)
9
Biasanya pada saat latihan langsung, siswa banyak mengalami kesulitan atau kesalahan. Pada tahap ini guru mencoba melakukan review terhadap kesalahan-kesalahan yang dihadapi siswa dalam memahami materi dan memecahkan soal-soal atau permasalahan. Selanjutnya guru memberikan solusi untuk menghadapi kesulitan yang ada. 5.
Penguasaan materi (Obtaining Mastery) Setelah melakukan pembelajaran, guru memberikan tes kepada siswa. Tes ini bertujuan
untuk mengetahui penguasaan materi siswa. Dengan melihat hasil tes tersebut, guru dapat melihat siswa mana yang sudah menguasai materi dan siswa mana yang belum menguasai materi. 6.
Melakukan verifikasi (Verification) Setelah dilakukan tes dan mengetahui hasilnya, kemudian dilakukan identifikasi untuk
memisahkan siswa mana yang mencapai batas kelulusan dan siswa mana yang belum mencapai batas kelulusan. Siswa yang sudah mencapai batas kelulusan dikategorikan sebagai siswa yang sudah menguasai materi. Sedangkan siswa yang belum mencapai batas kelulusan maka dikategorikan sebagai siswa yang belum menguasai materi. 7. Pengayaan (Enrichment) Tahap akhir dari metode IMPROVE adalah melakukan pengayaan terhadap siswa yang belum mencapai batas kelulusan atau belum menguasai materi. Hal ini dilakukan dengan kegiatan remedial. Maka dapat disimpulkan sintak dari metode IMPROVE adalah: a. Guru menyajikan pertanyaan untuk mengantarkan konsep b. Siswa latihan dan bertanya c. Balikan-perbaikan-pengayaan-interaksi 2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Di bawah ini ada beberapa kajian hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini dengan menggunakan metode IMPROVE, yaitu :
10
a. Setiaji, Darmawan ( 2009 ) Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode IMPROVE untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa SMP N 1 Cileunyi Kelas IX Semester I Tahun Ajaran 2009/2010. Penelitian ini dilaksanakan untuk meningkatkan kemempuan penalaran matematika siswa SMP N 1 Cileunyi kelas IX Semester I Tahun Ajaran 2009/2010. Penerapan metode IMPROVE dapat meningkatkan kemampuan penalaran matematika siswa SMP N 1 Cileunyi kelas IX Semester I, hal ini dapat dilihat dari presentase ketuntasan belajar 68,41% pada siklus I menjadi 78,21% pada siklus II dan meningkatkan nilai rerata dari 62,42 menjadi 77,63. b. Winarsih (2011) Penerapan Pembelajaran Matematika Metode IMPROVE dengan Model Kooperatif untuk Meningkatkan Pemahaman Operasi Hitung Aljabar pada Kelas VII A SMP Darul Islam Gresik. Penelitian ini dilaksanakan untuk meningkatkan pemahaman matematika operasi hitung aljabar pada kelas VII A SMP Darul Islam Gresik. Penerapan metode IMPROVE dapat meningkatkan pemahaman konsep operasi hitung aljabar Siswa kelas VII A SMP Darul Islam Gresik. Hal ini dapat dilihat dari presentase ketuntasan belajar siswa meningkat dari 62,45% pada siklus I menjadi 76,75% pada siklus II.
2.3 Kerangka Pikir Dengan menggunakan metode IMPROVE pada pembelajaran Matematika di SD N Deles 03 diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Setiap siswa memerlukan perlakuan yang berbeda sesuai dengan gaya belajarnya sehingga mereka mudah menerima pelajaran. Tugas utama seorang guru adalah menyelenggarakan pembelajaran yang baik dan berkualitas. Untuk itu seorang guru harus mampu dan menguasai cara penyampaian materi pembelajaran dengan metode IMPROVE. Apabila seorang guru dalam melakukan persiapan pembelajaran kontekstual sudah optimal, maka dalam proses pembelajaran diharapkan hasilnya juga memuaskan.
11
Penggunaan Metode IMPROVE
Siswa menjadi lebih aktif, kreatif, saling kerjasama dan dapat menemukan konsep.
Pembelajaran menjadi lebih intensif dan bermakna
Daya serap peserta didik meningkat
Hasil pembelajaran matematika materi Faktor KPK dan FPB meningkat
2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pikir, disusun hipotesis tindakan sebagai berikut : penggunaan metode IMPROVE diduga dapat meningkatkan hasil belajar Matematika materi faktor KPK dan FPB siswa kelas V Semester I SDN Deles 03 Kecamatan Bawang Kabupaten Batang Tahun Pelajaran 2013/2014.