BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik Pembelajaran tematik terpadu yang diterapkan di SD dalam kurikulum 2013 berlandaskan pada Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 tentang standar proses pendidikan dasar dan menengah yang menyebutkan, bahwa “sesuai dengan standar kompetensi lulusan dan standar isi, maka prinsip pembelajaran yang digunakan dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu.” Pelaksanaan kurikulum 2013 pada SD/MI dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan tematik-terpadu dari kelas 1 sampai kelas 6. Trianto
(2010:70),
menyebutkan
bahwa
pembelajaran
tematik
merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memeberikan pengalaman belajar yang bermakna kepada siswa. Tema yang diberikan merupakan pokok pikiran atau gagasan pokok yang menajadi topik pembelajaran. Pembelajaran terpadu didefinisikan sebagai
pembelajaran
yang
menghubungkan berbagai gagasan, konsep, keterampilan, sikap, dan nilai, baik antar mata pelajaran maupun dalam satu mata pelajaran. Pembelajaran tematik memberi penekanan pada pemilihan suatu tema yang spesifik yang sesuai dengan materi pelajaran, untuk mengajar satu atau beberapa konsep yang memadukan berbagai informasi. Permendikbud
Nomor 81A tahun 2013 lampiran IV menyebutkan
bahwa Kurikulum 2013 mengembangkan dua modus proses pembelajaran yaitu proses pembelajaran langsung dan proses pembelajaran tidak langsung. Proses pembelajaran langsung adalah proses pendidikan dimana peserta didik mengembangkan pengetahuan, kemampuan berpikir dan keterampilan psikomotorik melalui interaksi langsung dengan sumber belajar yang dirancang dalam silabus dan RPP berupa kegiatan-kegiatan pembelajaran.
7
Pembelajaran langsung peserta didik melakukan kegiatan belajar mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi atau menganalisis, dan mengkomunikasikan apa yang sudah ditemukannya dalam kegiatan analisis. Proses pembelajaran langsung menghasilkan pengetahuan dan keterampilan langsung atau yang disebut dengan instructional effect. Pembelajaran tidak langsung adalah proses pendidikan yang terjadi selama proses pembelajaran langsung tetapi tidak dirancang dalam kegiatan khusus. Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pengembangan nilai dan sikap. Berbeda dengan pengetahuan tentang nilai dan sikap yang dilakukan dalam proses pembelajaran langsung oleh mata pelajaran tertentu, pengembangan sikap sebagai proses pengembangan moral dan perilaku dilakukan oleh seluruh mata pelajaran dan dalam setiap kegiatan yang terjadi di kelas, sekolah, dan masyarakat. Dalam proses pembelajaran Kurikulum 2013, semua kegiatan yang terjadi selama belajar di sekolah dan di luar dalam kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler terjadi proses pembelajaran untuk mengembangkan moral dan perilaku yang terkait dengan sikap. Dalam pembelajaran langsung dan pembelajaran tidak langsung, pembelajaran
dilaksanakan
secara
terintegrasi
dan
tidak
terpisah.
Pembelajaran langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-3 dan KI-4. Keduanya, dikembangkan secara bersamaan dalam suatu proses pembelajaran dan menjadi wahana untuk mengembangkan KD pada KI-1 dan KI-2. Pembelajaran tidak langsung berkenaan dengan pembelajaran yang menyangkut KD yang dikembangkan dari KI-1 dan KI-2. Proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu: a) mengamati, b) menanya, c) mengumpulkan informasi, d) mengasosiasi, dan e) mengkomunikasikan.
8
Tabel 2.1 Kompetensi Inti Kelas 4 Semester 2 KI 1 Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya.
KI 2 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya serta cinta tanah air.
KI 3 Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah dan tempat bermain.
KI 4 Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia.
Sumber: Buku Guru Kelas 4 SD Revisi 2014 Usia siswa sekolah dasar berada diantara 7-13 tahun. Pada usia tersebut anak berada pada tahapan operasi konkret dan akan mengalami masa dimana anak menunjukkan perilaku memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara serentak, mulai berpikir secara operasional, mempergunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, membentuk dan mempergunakan keterkaitan aturan-aturan, prinsip ilmiah sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat. Karena kecenderungan anak yang suka dan cenderung menghubungkan satu keterkaitan dengan keterkaitan yang lainnya, maka sangat dibutuhkan kurikulum atau proses pembelajaran dengan saling menghubungkan satu aspek pembelajaran pada aspek yang lainnya dan menjadikan suatu kesatuan dengan keterkaitan yang sama. Maka dalam hal ini, pembelajaran dengan menggunakan pendekatan tematik integratif digunakan dalam Kurikulum SD/MI tahun 2013. Pembelajaran SD berdasarkan kurikulum 2013 dilaksanakan dengan menggunakan tema, sehingga dapat mengkaitkan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain. Muatan mata pelajaran yang dipadukan adalah muatan pelajaran PPKn, bahasa indonesia, IPS, IPA, matematika, seni budaya 9
dan prakarya, serta pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan. Kurikulum 2013, buku guru dan buku siswa sudah disiapkan oleh pemerintah dan sudah dikembangkan menjadi tema dan subtema. Kemendikbud tahun 2013 disebutkan bahwa mata pelajaran merupakan unit organisasi kompetensi dasar yang terkecil. Kurikulum SD/MI organisasi kompetensi dasar dilakukan melalui pendekatan terintegrasi. Berdasarkan pendekatan ini maka terjadi reorganisasi kompetensi dasar mata pelajaran yang mengintegrasikan konten mata pelajaran ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial di kelas 1, 2, dan 3 kedalam mata pelajaran pendidikan pancasila dan kewarganegaraan, bahasa indonesia, matematika, serta pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan. Pendekatan ini menjadikan struktur kurikulum SD/MI menjadi lebih sederhana karena jumlah mata pelajaran berkurang. Kelas 4, 5, dan 6 nama mata pelajaran ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial tercantum dalam struktur kurikulum dan memiliki kompetensi dasar masing-masing. Proses pembelajaran kompetensi dasar ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan sosial, sebagaimana kompetensi dasar mata pelajaran lain, diintegrasikan ke dalam berbagai tema.. Substansi muatan lokal termasuk bahasa daerah diintegrasikan ke dalam mata pelajaran seni budaya dan prakarya. Berbeda dengan kelas rendah, untuk kelas tinggi yaitu 4, 5 dan 6 mata pelajaran matematika serta PJOK berdiri sendiri dan tidak masuk dalam tema. Berdasarkan peraturan menteri pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia nomor 24 tahun 2016 tentang kompetensi inti dan kompetensi dasar pada kurikulum 2013 pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah pertama pasal 1 butir (3) menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran pada sekolah dasar dilakukan dengan pendekatan pembelajaran tematik-terpadu, kecuali untuk mata pelajaran matematika dan pendidikan jasman, olahraga dan kesehatan (PJOK), mata pelajaran tesebut berdiri sendiri untuk kelas 4, 5 dan 6.
10
Pembelajaran tematik kelas 4 semester 2 terdiri dari 5 tema yaitu tema 5 pahlawanku, tema 6 indahnya negeriku, tema 7 cita-citaku, tema 8 tempat tinggalku, tema 9 makananku sehat dan bergizi.
Tabel 2.2 Tema dan Subtema Pembelajaran Tematik Kelas 4 Semester 2 Tema 5 Pahwlanku
6 Indahnya Negeriku
7 Cita-citaku
8 Tempat Tinggalku
9 Makananku Sehat dan Bergizi
Sub Tema 1. Perjuangan Para Pahlawan 2. Pahlawanku Kebanggaanku 3. Sikap Kepahlawanan 1. Keanekaragaman Hewan dan Tumbuhan 2. Keindahan Alam Negeriku 3. Indahnya Peninggalan Sejarah 1. Aku dan Cita-citaku 2. Hebatnya Cita-citaku 3. Giat Berusaha Meraih Cita-cita 1. Lingkungan Tempat Tinggalku 2. Keunikan Daerah Tempat Tinggalku 3. Aku Bangga dengan Daerah Tempat Tinggalku 1. Makananku Sehat dan Bergizi 2. Manfaat Makanan Sehat dan Bergizi 3. Kebiasaan Makanku
Sumber: Buku Guru Kelas 4 SD Revisi 2014
Ranah afektif dalam kurikulum 2013 ada dua aspek yaitu sikap keagamaan dan sikap sosial. Sikap keagamaan terintegrasi dalam kompetensi inti (KI-1) dan sikap sosial (KI-2). Kedua aspek sikap inilah yang menjadi dasar sampai dipetakan dalam kompetensi dasar (KD) dan menjadi sebuah pembelajaran. Pemetaan KD untuk tema 8 lingkungan tempat tinggalku dan subtema 2 keunikan daerah tempat tinggalku disajikan secra rici melalui gambar 2.1. Komponen sikap sosial (KI-2) yang berada di dalamnya adalah: menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan tetangganya. Subtema yang akan dibahas adalah subtema 2 yaitu, keunikan daerah tempat tinggalku.
11
IPS 1.3 Menerima karunia Tuhan YME yang telah menciptakan manusia dan lingkungannya 2.3 Menunjukkan perilaku santun, toleran dan peduli dalam melakukan interaksi sosial dengan lingkungan dan teman sebaya 3.5 Memahami manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi 4.5 Menceritakan manusia dalam dinamika interaksi dengan lingkungan alam, sosial, budaya, dan ekonomi
IPA 1.1 Bertambah keimanannya dengan menyadari hubungan keteraturan dan kompleksitas alam dan jagad raya terhadap kebesaran Tuhan yang menciptakannya, serta mewujudkannya dalam pengamalan ajaran agama yang dianutnya 2.1 Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu; obyektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-hati; bertanggung jawab; terbuka; dan peduli lingkungan) dalam aktivitas sehari-hari sebagai wujud implementasi sikap dalam melakukan inkuiri ilmiah dan berdiskusi 3.7 Mendeskripsikan hubungan antara sumber daya alam dengan lingkungan, teknologi, dan masyarakat 4.7 Menyajikan laporan hasil pengamatan tentang teknologi yang digunakan di kehidupan sehari-hari serta kemudahan yang diperoleh oleh masyarakat dengan memanfaatkan teknologi tersebut
Tema 8 Subtema 2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku
PPKn 1.2 Menghargai kebersamaan dalam keberagaman sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa di lingkungan rumah, sekolah dan masyarakat sekitar 2.3 Menunjukkan perilaku sesuai dengan hak dan kewajiban sebagai warga dalam kehidupan sehari-hari di rumah sekolah dan masyarakat sekitar 3.3 Memahami manfaat keberagaman karakteristik individu di rumah, sekolah dan masyarakat 4.3 Bekerjasama dengan teman dalam keberagaman di lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat
Gambar 2.1 Pemetaan Kompetensi Dasar Tema 8 Tempat Tinggalku Subtema 2 Keunikan Daerah Tempat Tinggalku
Sumber: Buku Guru Kelas 4 SD Revisi 2014 12
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) memiliki standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD), maka dalam kurikulum 2013 memiliki komponen berupa kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD). Kemendikbud tahun 2013 menyebutkan bahwa kompetensi inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi standar kompetensi lulusan dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki oleh peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke dalam aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran. Kompetensi inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara pencapaian hard skills dan soft skills. Kompetensi inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait yaitu berkenaan dengan sikap keagamaan (KI1), sikap sosial (KI2), pengetahuan (KI3), dan penerapan pengetahuan (KI4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari kompetensi dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan (KI3) dan penerapan pengetahuan (KI4). Kompetensi dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari kompetensi inti. Kompetensi dasar adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang bersumber pada kompetensi inti yang harus dikuasai peserta didik. Kompetensi tersebut dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri dari suatu mata pelajaran. Mata pelajaran sebagai sumber dari konten untuk menguasai kompetensi bersifat terbuka dan tidak selalu diorganisasikan berdasarkan disiplin ilmu yang sangat berorientasi hanya pada filosofi esensialisme dan perenialisme. Mata pelajaran dapat dijadikan organisasi konten yang dikembangkan dari berbagai disiplin ilmu atau non disiplin ilmu yang
13
diperbolehkan menurut filosofi rekonstruksi sosial, progresifisme atau pun humanisme. Karena filosofi yang dianut dalam kurikulum adalah eklektik seperti dikemukakan dibagian landasan filosofi maka nama mata pelajaran dan isi mata pelajaran untuk kurikulum yang akan dikembangkan tidak perlu terikat pada kaedah filosofi esensialisme dan perenialisme. Kompetensi dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk setiap kelas yang diturunkan dari kompetensi inti. Pelaksanaan pembelajaran tematik di sekolah mengacu pada standar proses. Permendikbud No. 65 tahun 2013 mengenai Standar Proses menjelaskan bahwa dalam pembelajaran harus ada silabus dan RPP. Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Silabus merupakan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan kajian mata pelajaran. Silabus memuat beberapa komponen didalamnya, diantaranya: identitas mata pelajaran, identitas sekolah, kompetensi inti, kompetensi dasar, tema, materi pokok, pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan dan satandar isi. Silabus digunakan sebagai acuan dalam pengembangan rencana pelaksanaan pembelajaran. Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) adalah rencana kegiatan pembelajaran tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. Komponen dalam RPP terdiri atas: identitas sekolah, identitas mata pelajaran, kelas/semester, materi pokok, alokasi waktu, tujuan pembelajaran, kompetensi dasar, materi pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran, sumber belajar, langkah-langkah pembelajaran dan penilaian hasil belajar. Prinsip serta inti dalam RPP kurikulum 2013 cenderung menggunkan pendekatan scientifik serta berpusat pada peserta didik. Penekanan pembelajaran pada pendekatan scientifik akan lebih menjadikan siswa ikut berpartisipasi aktif dan menjadi pusat dalam pembelajaran. Aktivitas siswa selama dalam pembelajaran seharusnya diukur dan diberi penilaian.
14
2.1.2 Penilaian dalam Pembelajaran Menurut Wardani, Naniek Sulistya (2012:60) penilaian adalah proses pengambilan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik yang dilakukan melalui perencanaan, pengumpulan informasi, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik. Pelaksanaan asesmen terpadu dengan kegiatan pembelajaran dalam suasana dan prosedur formal dan informal. Penilaian dalam kurikulum 2013 meliputi empat aspek sesuai dalam kompetensi inti. Penilaian bukan hanya dalam ranah kognitif saja, tetapi juga aspek sikap sosial juga. Langkah-langkah pembelajaran scientifik
menggunakan 5
kegiatan pembelajaran, yaitu: 1. Mengamati 2. Menanya 3. Menalar 4. Mengolah data 5. Mengkomunikasikan Dalam setiap rangkaian langkah pembelajaran scientifik dapat diketahui tingkat keberhasilannya melalui pengukuran. Penilaian dalam ranah kognitif menggunakan instrumen berupa butir soal dan dalam penilaian afektif menggunakan instrumen non tes berupa butir pernyataan. Berikut merupakan tabel mengenai teknik asesmen tes dan nontes yang dapat dilihat dalam tabel 2.3.
15
Tabel 2.3 Teknik Asesmen Tes dan Non tes Teknik
Bentuk
Kepentingan
Obyektif Tertulis Subyektif
Lebih sesuai untuk indikator kognitif
Obyektif Lisan
Subyektif
Lebih sesuai untuk indikator kognitif
Tes Kinerja
Lebih sesuai untuk indikator psikomotor
Produk
Lebih sesuai untuk indikator psikomotor
Perbuatan
Penilaian Hasil Non Tes Portofolio
Lebih sesuai untuk indikator afektif
Dipakai untuk mengamati perkembangan kemampuan kognitif dan psikomotor
Jenis Benar-salah, pilihan ganda, isian, menjodohkan Pengerjaan soal, latihan membaca pemahaman, esai berstruktur, esai bebas. Kuis Pemahaman: tanya jwab, pelafalan, membaca nyaring, mendengarkan, instruksi lisan, percakapan Permaianan, bermain peran, drama, membaca puisi, wawancara, debat, bercerita, menari, dan sebagainya. Patung, kerajinan tangan, model, pesawat sederhana, alat, ternak, tanaman, simpul tali-menali, janur, hiasan buah-buahan dan sebagainya. Pengamatan, daftar chek, skala sikap, catatan diri, buku harian, angket, ungkapan perasaan, anekdot, sosiogram. Puisi, karangan gambar, peta denah, makalah, laporan, eksperimen, sinopsis, drama, dan sebagainya.
Sember: Wardani (2012:76)
2.1.3 Pengembangan Instrumen Evaluasi Ranah Afektif Menurut Depdiknas (dalam Wardani dan Slameto, 2012:23), teknik penyusunan atau pengembangan instrumen asesmen ranah afektif ada 11 (sebelas) langkah, yaitu: menentukan spesifikasi instrumen, menulis instrumen, menentukan skala instrumen, menentukan pedoman penskoran, menelaah instrumen, merakit instrumen, melakukan uji coba, menganalisis hasil ujicoba, memperbaiki instrumen, melaksanakan pengukuran dan menafsirkan hasil pengukuran.
16
a. Spesifikasi Instrumen Ada lima macam instrumen pengukuran ranah afektif berdasarkan tujuannya, yaitu: instrumen sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral. Wardani, Naniek Sulistya dan Slameto (2012:45) mengemukakan Instrumen sikap merupakan alat ukur ranah afektif yang dipergunakan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya terhadap kegiatan sekolah, mata pelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap terhadap mata pelajaran bisa positif dan juga bisa negatif. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik dan sebagainya.
Sebelum
menyusun
spesifikasi
instrumen
perlu
memperhatikan empat hal, yaitu: tujuan pengukuran, kisi-kisi instrumen, bentuk dan format instrumen, serta panjang instrumen. Menyusun Kisi-kisi Menyusun kisi-kisi (test blue-print atau table of spesification) adalah format matriks pemetaan butir pernyataan atau pertanyaan yang menggambarkan distribusi butir untuk berbagai tujuan belajar berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan sikap atau psikomotor tertentu. Secara sederhana kisi-kisi instrumen merupakan matrik yang berisi spesifikasi instrumen yang akan ditulis. Langkah-langkah menyusun kisi-kisi butir pernyataan atau pertanyaan adalah sebagai berikut: 1) Pemilihan sampel atau contoh substansi yang akan ditulis butir pernyataan atau pertanyaannnya. 2) Indikator perilaku dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan pertanyaan atau pernyataan yang dikehendaki. 3) Pilih jenis instrumen yang akan digunakan. 4) Tentukan jenjang kemampuan perilaku dan ketrampilan yang ingin dicapai.
17
5) Dalam standar isi, kemampuan perilaku yang akan diukur dapat dilihat pada “perilaku dan ketrampilan yang terdapat pada
rumusan
kompetensi
dasar
atau
pada
standar
kompetensi.” Penyusunan kisi-kisi perlu melihat kata kerja operasional (KKO) ranah afektif, yaitu receiving, responding, valuing, organization dan characterization yang dapat dilihat dalam tabel 2.4. Tabel 2.4 Rumusan Tujuan Belajar Domain Afektif dari David Krathwohl Kategori dari Istilah Hasil Belajar Tujuan Belajar Taxonomi Yang Behavioristis 1. Menerima Mendengarkan penuh Bertanya kemampuan peserta perhatian. Memilih didik melihat Menunjukkan kesadaran Menggambarkan fenomena atau belajar. Mengikuti stimulti: aktivitas, Menunjukkan sensitifitas Memberi klas, texbook, terhadap kebutuhan manusia Memegang musik; usaha & problem sosial: mengikuti Mengidentifikasi menimbulkan, sungguh-sungguh aktifitas Menempatkan memelihara dan sekolah. Merasakan mengarahkan Menunjuk perhatian peserta Menjawab didik. Menggunakan Tingkat terendah. Contoh rumusan indikator: Peserta didik dapat mengidentifikasi 3 unsur terpenting dari tata tertib sekolah. 2. Menjawab Mengerjakan pekerjaan Menjawab partisipasi aktif dari rumah, menurut aturan Menyesuaikan peserta didik. sekolah. Menghormati Tidak sekedar Berpartisipasi dalam diskusi. Membantu melihat fenomena, Menyelesaikan kerja Menamai tetapi mereaksnya laboratorium. Membentuk termasuk di sini Melaporkan tugas tertentu. Melakukan interst mencari dan Menunjukkan interst dalam Memberikan menyenangi pelajaran, suka menolong Membaca sesuatu. yang lain. Mencatat Melaporkan Mengerjakan Contoh rumusan indikator: Peserta didik dapat bertindak sesuai tata tertib sekolah. 3. Menilai: Kepercayaan dalam satu Menyelesaikan kemampuan proses yang demokratis. Menggambarkan meletakkan nilai Appresiasi terhadap literatur. Membedakan terhadap obyek, Appresiasi peranan science Menjelaskan fenomena atau dalam hisup kita. Membentuk
18
tingkah laku. Penilaian dari hal sederhana sampai yang kompleks. Penilaian berdasarkan internalisasi, juga sikap dan appresiasi.
Memperhatikan kesejahteraan orang lain. Menunjukkan sikap mempu memecahkan soal. Pertisipasi dalam pekerjaan sekolah.
Memakai Mengundang Menyatakan Mempertimbangkan Merencanakan Membaca Memilih Melaporkan Membagi Mempelajari
Contoh rumusan indikator: Peserta didik dapat membedakan tindakan yang sesuai tata tertib sekolah dan yang melanggar baik untuk teman maupun dirinya. 4. Organisasi: Mengenal batasan antara Mendekatkan menyatukan nilaikemerdekaan diri dan Mengubah nilai yang berbeda, tanggung jawab. Menyusun memecahkan Mengenal peranan perasaan Menyatukan pertentangan, yang sistematis & problem Membandingkan pembangunan solving. Mengidentifikasi sistem nilai yang Mempertanggungjawabkan Mengintegrasikan konsisten. tingkah laku. Mengatur Tekanan pada Menyadari kekuatan dan Menyiapkan perbansingan kelemahan. Menghubungkan hubungan & sintesa Menyelaraskan hidupnya. Mensintesakan nilai-nilai. Meliputi juga konsep nilai filsafat hidup. Contoh rumusan indikator: Setelah mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya, peserta sisik dapat merancang masa depan kariernya secara rasional. 5. Karakterisasi dari Menunjukkan kesadaran Mempengruhi nilai atau kelompok akan keselamatannya. Mendengarkan nilai; individu Menunjukkan kepercayaan Mengubah mengontrol tingkah diri. Membentuk lakunya hingga Mempraktekkan kerjasama. Mempraktekkan tercermin corak Menunjukkan disiplin diri. Mengkualifikasikan hidup tertentu. Membiasakan hidup yang Menyatakan Tingkah lakunya sehat. Memperbaiki menjadi konsisten Memecahkan dan prediktabel. Menggunakan Disini meliputi pola Memverifikasikan umum dari penyesuaian pribadi, sosial dan emosi. Contoh rumusan indikator pengukuran: Peserta didik dapat menunjukkan kebiasaan hidup yang sehat sekalipun tidak diketahui orang lain.
Sumber: Wardani dan Slameto (2012:27)
19
b. Menentukan Skala Instrumen Penilaian Afektif Skala instrumen yang sering digunakan adalah skala thurstone, skala guttman, skala likert, dan skala beda sematik. c. Menentukan Pedoman Penskoran Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila digunakan skala Thrustone, skala beda semantik maka skor tertinggi tiap butir 7 dan skor terendah 1. Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1. Skala guttman hanya menggunakan skor 0 dan 1. d. Menelaah Instrumen Kegiatan telaah instrumen adalah menelaah instrumen apakah: a) Format isntrumen menarik untuk dibaca b) Pedoman menjawab atau mengisi instrumen jelas c) Jumlah butir dan panjang kalimat pertanyaan/pernyataan sudah tepat d) Butir pertanyaan/pertanyaan instrumen sesuai dengan indikator e) Bahasa yang digunakan komunikatif dan menggunakan tata bahasa yang benar f) Butir pertanyaan dan pernyataan tidak bias. e. Merakit Instrumen Merakit instrumen adalah menetukan format tata letak instrumen dan urutan pertanyaan/pertanyaan. Format instrumen harus dibuat manerik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca dan mengisinya. f. Uji Coba Instrumen Instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua peserta didik. Untuk itu dipilih sampel yang kerekteristiknya mewakili populasi yang ingin dinilai.
20
g. Analisis Hasil Uji Coba Analisis
hasil
ujicoba
meliputi
variasi
jawaban
tiap
butir
pertanyaan/pernyataan. Jika menggunkan skala thrustone instrumen 1 sampai 7, dan jawaban responden bervariasi dari 1 sampai 7, maka butir pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini dapat dikatakan baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja, misalnya pada nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik. Indikator yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir instrumen lebih dari 0,30, butir instrumen tergolong baik. Indikator lain yang diperhatikan adalah indeks keterandalan yang dikenal dengan indeks reabilitas. Batas indeks reabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini lebih kecil dari 0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh karena itu diusahakan agar indeks keterandalan instrumen minimal 0,70. h. Perbaikan Instrumen Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan / pernyataan yang tidak baik, berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telah instrumen baik, namun hasil ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir pertanyaan/pernyataan instrumen harus diperbaiki. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari responden ujicoba. Instrumen sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan terbuka. i. Pelaksanaan Pengukuran Waktu pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Oleh karena itu, sebaiknya responden juga diberi minuman agar tidak lelah. Ruang untuk mengisi instrumen harus memiliki cahaya (penerangan) yang cukup dan sirkulasi udara yang baik. Tempat duduk juga diatur agar responden tidak terganggu satu sam lain. Diusahakan agar responden tidak saling bertanya pada responden yang lainnya agar jawaban kuesioner tidak sama atu homogen. Pengisian instrumen dimulai dengan penjelasan tentang tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian instrumen.
21
j. Penafsiran Hasil Instrumen Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Untuk mentafsirkan hasil pengukuran diperlukan satu kriteria. Kriteria instrumen yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah butir pertanyaan/pernyataan yang digunakan. Langkah-langkah standar prosedur instrumen hasil belajar dalam bentuk tes dan non tes memiliki prinsip yang sama, untuk lebih jelasnya dapat melihat gambar 2.2. Identifikasi tujuan dan kawasan ukur
Batasan perilaku dan kompetensi
Delineasi (uraian kompetensi inti)
BLUE PRINT Spesifikasi tes Penulisan Item/Soal Revisi item
Uji coba awal
Field Test Analisis Item
Perakitan tes dan penyusunan instruksi Pengujian reabilitas Bentuk final Tes siap pakai
Gambar 2.2 Prosedur Pengembangan Instrumen Tes Sumber: Wardani (2012:120) 22
2.1.5 Skala Pengukuran Afektif Skala Thurstone dikembangkan oleh L.L Thurstone dari metode psikofisikal yang bertujuan untuk mengurutkan responden berdasarkan ciri atau kriteria tertentu. Skala Thrustone disusun dalam interval yang mendekati sama besar (equal appearing interval). Hasil dari skala Thrustone sejumlah pertanyaan sekitar 20 buah, yang telah diketahui posisi pertanyaan berdasarkan penilaian juri/pakar. Skala Thrustone terdiri dari 7 kategori, paling banyak bernilai 1. Skala Likert dikembangkan oleh Rensis Likert, banyak digunakan dalam penelitian moral (sikap, pendapat dan persepsi) seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert, kompetensi yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagi titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala Likert mempuyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata antara lain: Sangat Penting (SP), Penting (P), Tidak Penting (TP), Sangat Tidak Penting (STP) atau (1) sangat setuju, (2) setuju, (3) tidak setuju, (4) sangat tidak setuju. Urutan setuju atau tidak setuju dapat juga dibalik mulai dari sangat tidak setuju sampai dengan sangat setuju. Langkah-langkah dalam menyusun skala Likert antara lain adalah: (1) Memilih variabel afektif yang akan diukur; (2) Membuat beberapa pernyataan tentang variabel afektif yang dimaksudkan;
(3) Mengklasifikasikan
pernyataan positif atau negatif; (4) Menentukan jumlah gradual dan frase atau angka yang dapat menjadi alternatif pilihan; (5) Menyusun perntaan dan pilihan jawaban menjadi sebuah alat penilaian; (6) Melakukan ujicoba; (7) Membuang butir-butir pernyataan yang urang baik; dan (8) Melaksanakan Penilaian. Skala Perbedaan Sematis (sematic Differential Scale) dikembangkan oleh Osgood. Skala ini digunakan untuk mengukur sikap yang bentuknya tersusun dalam satu garis kontinum yang jawabannya sangat positifnya
23
terletak dibagian kanan garis, dan jawabannya yang sangat negatif terletak di bagian kiri garis atau sebaliknya, menghasilkan data interval. Skala perbedaan sematis merupakan metode pengukuran sikap dengan menggunakan skala penilaian tujuh butir yang menyatakan secara verbal dua kutub (bipolar) penilaian yang ekstrim. Dua kutub ekstrim yang dinyatakan antara lain dapat berupa penilaian mengenai baik-buruk, kuat-lemah, modern-kuno. Responden diminta mengisis ruang sematis yang tersedia untuk merefleksikan seberapa dekat sikap responden terhadap subyek, obyek atau kejadian diantara dua kutub penilaian yang ekstrim. Skala
Guttman
merupakan
skala
kumulatif.
Jika
seseorang
menyisakan pertanyaan yang berbobot lebih berat, ia akan mengiyakan pertanyaan yang kurang berbobot lainnya. Skala Guttman mengukur suatu dimensi saja dari suatu yang variable yang multidimensi. Skala Guttman disebut juga skala Scalogram yang sangat baik untuk meyakinkan. Peneliti tentang kesatuan dimensi dari sifat atau sikap yang teliti yang sering disebut dengan atribut universal. Pada skala Guttman terdapat beberapa pertanyaan yang diurutkan secara hierarkis untuk melihat sikap tertentu seseorang. Jika seseorang menyatakan tidak terhadap pernyataan sikap tertentu dari sederetan pernyataan itu, ia akan menyatakan lebih dari tidak terhadap pernyataan berikutnya. Jadi skala Guttman ialah skala yang digunakan untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan konsisten. Misalnya : Yakin - Tidak Yakin, Ya - Tidak, Benar - Salah, Positif - Negatif, pernah - Belum pernah, Setuju Tidak Setuju dan lain sebagainya. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau ratio dikotomi (dua alternative yang berbeda). Perbedaan skala likert dengan skala guttman ialah kalau skala likert terdapat jarak (interval); 3, 4, 5, 6 atau 7 yaitu dari sangat benar (SB) sampai denagn Sangat Tidak Benar (STB), sedangkan dalam skala Guttman hanya ada dua interval, yaitu : Benar (B) dan Salah (S). Skala Guttman dapat dibuat bentuk pilihan ganda dan juga bisa dibuat dalam bentuk checklist. Jawaban responden dapat berupa skor tertinggi bernilai (1) dan skor
24
terendah (0). Misalnya : untuk jawaban benar (1) dan salah (0). Analisis dilakukan seperti pada skala Likert.
2.1.6 Instrumen Sikap Sosial Herman dan Knuth (1991) dalam Wardani, Naniek Sulistya (2012:57), menjelaskan lebih lagi bahwa asesmen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur, misalnya yang ingin dicapai adalah tingkat pemahaman, maka pengukurannya adalah itngkat pemahaman bukan tingkat analisa, dan pengukuran bila dilakukan oleh siapa saja hasilnya tetap. Ketiga pakar mensyaratkan tujuh hal penting agar asesmen pembelajaran dapat mendukung pembaharuan pendidikan, yaitu: a. Peserta didik dilibatkan dalam menetapkan tujuan dan kriteria asesmen. b. Menuntut peserta didik menggunakan kinerjanya, menciptakan, menghasilkan dan berbuat sesuatu. c. Menuntut peserta didik menggunakan keterampilan berpikir pada tingkat yang tinggi dan atau keterampilan memecahkan masalah. d. Mengukur produk intelektual dan mengukur keahlian atau ketrampilan kerjasama serta intrapersonal. e. Mengukur kegiatan belajar peserta didik yang berarti. f. Harus kontekstual dan apat diterapkan dalam dunia konkrit. g. Jawaban peserta didik diberi skor sesuai kriteria yang spesifik. Untuk mengetahui tingkat kemampuan dan pencapaian peserta didik harus menggunakan alat ukur, yang merupakan prosedur pengukuran yang sengaja dirancang secara sistematis untuk mengukur pencapaian indikator atau kompetensi tertentu, yang dilakukan dengan prosedur administrasi dan pemberian angka yang jelas dan spesifik, sehingga hasilnya reletif ajeg bila dilakukan dalm kondisi yang relatif sama. Penilaian dalam kurikulum 2013 mengacu pada Permendikbud Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Tujuan penilaian autentik:
25
1) Perencanaan penilaian peserta didik sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan berdasarkan prinsip-prinsip penilaian. 2) Pelaksanaan penilaian peserta didik secara profesional, terbuka, edukatif, efektif, efisien, dan sesuai dengan konteks sosial budaya. 3) Pelaporan hasil penilaian peserta didik secara objektif, akuntabel, dan informatif Penilaian autentik mencakup tiga ranah hasil belajar yaitu ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Terminologi autentik merupakan sinonim dari asli, nyata atau sebenarnya, valid, atau reliabel. Secara konseptual penilaian autentik lebih bermakna secara signifikan dibandingkan dengan tes pilihan ganda terstandar sekali pun (Kemendikbud, 2013). Atas dasar tersebut, guru dapat mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi apa pula kegiatan remidial harus dilakukan. Penilaian autentik adalah penilaian kinerja, portofolio, dan penilaian proyek. Penilaian autentik adakalanya disebut penilaian responsif, suatu metode yang sangat populer untuk menilai proses dan hasil belajar peserta didik yang miliki ciri-ciri khusus, mulai dari mereka yang mengalami kelainan tertentu, memiliki bakat dan minat khusus, hingga yang jenius.
2.1.7 Sikap Sosial Secord dan Backman dalam Saifuddin Azwar (2012:5) sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingungan sekitarnya. Menurut Eagle dan Chaiken dalam buku A. Wawan dan Dewi M. (2010:20) mengemukakan bahwa sikap dapat diposisikan sebagai hasil evaluasi terhadap obyek sikap yang diekspresikan ke dalam proses-proses kognitif, afektif (emosi) dan perilaku. Menurut Fishbein dan Ajzen dalam Wardani, Naniek Sulistya (2012:45) sikap adalah suatu predisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep atau orang. Jadi sikap merupakan keteraturan dalam hal kognisi (pemikiran), afeksi (perasaaan atau emosi) dan konasi (tindakan atau
26
perilaku) sebagai hasil evaluasi terhadap objek sikap, serta akan menimbulkan respon baik secara positif maupun negatif. Sikap seseorang akan dipengaruhi oleh sesuatu yang diketahui sebelumnya, saat mereka memegang dan ada dalam pengetahuan itu maka akan menimbukan emosi atau perasaan terhadap situasi dan atau objek lain, dari kedua aspek tersebt maka akan nampak tindakan dan atau perbuatan yang dapat berupa hal positif ataupun hal yang negatif. Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling menunjang satu sama lain. Komponen yang dimaksud adalah kognisi, afeksi dan konasi seperti yang dikemukakan oleh Azwar (2012:23).
1) Komponen Kognisi Komponen kognisi merupakan representasi apa yang dipercayai oleh indiviu pemilik sikap. Komponen kognisi berisi tentang kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.
Mengapa
orang
percaya
atau
memiliki
kepercayaan?
Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau dari apa yang telah kita ketahui. Berdasarkan dari apa yang telah kita lihat kemudian terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakter umum suatu objek. Sekali kepercayaan itu terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu. Dengan demikian, interaksi kita dengan pengalaman dimasa mendatang serta prediksi kita mempunyai arti dan keteraturan. Tanpa adanya sesuatu yang kita percayai, maka fenomena dunia di sekitar kita pasti menjadi terlalu kompleks untuk dihayati dan sulitlah untuk ditafsirkan artinya. Kepercayaanlah yang menyederhanakan dan mengatur apa yang kita lihat dan yang kita temui. 2) Komponen Afeksi Komponen afeksi merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara
27
umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap. 3) Komponen Konasi Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Komponen konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasan banyak mempengaruhi perilaku dalam situasi tertentu dan terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras, dengan kepercayaaan dan perasaan ini membentuk sikap individual. Karena itu, logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkan dalam bentuk tedensi perilaku terhadap objek. Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukkan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dapat dilihat secara langsung saja, akan tetapi meliputi pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan oleh seseorang.
2.2 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan dan sesuai dengan penelitian adalah penelitian dari Nurul Inayah dengan judul “Pengembangan Instrumen Penilaian Kompetensi Sikap Spiritual dan Sosial dalam Pembelajaran Sains untuk Siswa SMP”. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan instrumen alternatif untuk menilai kompetensi sikap spiritual dan sosial dalam pembelajaran sains untuk siswa SMP yang valid secara logis, valid secara empiris, dan reliabel. Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini diadaptasi dari prosedur pengembangan menurut Sugiyono yang disesuaikan dengan Standar Penilaian Pendidikan pada kurikulum 2013. Prosedur tersebut meliputi delapan tahap pengembangan, 28
yaitu: identifikasi masalah, pengumpulan data, desain produk, validasi desain, revisi desain, uji coba produk, revisi produk, pencetakan produk. Produk telah tervalidasi secara logis oleh tiga ahli evaluasi. Hasil uji lapangan menunjukkan bahwa instrumen penilaian sikap valid secara empiris. Uji reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach menunjukkan bahwa reliabilitas produk terkategori memuaskan. Penelitian di atas menjadi salah satu dasar untuk membuat pengembangan yang serupa. Namun karena memiliki dua aspek yang dikembangkan, menjadikan pengem,bangan yang sebelumnya tidak dapat fokus dan tidak dapat mengukur dengan pasti dan tepat. Pengembangan instrumen sikap yang akan dikembangkan akan fokus kepada satu aspek saja, yaitu aspek sosial dan tidak mengembangkan aspek spiritual. Penelitian
yang
relevan
kedua adalah penelitian dengan judul
“Pengembangan Instrumen Self and Peer Assessment untuk Menilai Ranah Sikap dan Ketrampilan dalam Pembelajaran Sains dengan Scientific Approach” oleh Erlina Kusnul Kotimah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
instrumen self assessment dan peer assessment untuk menilai sikap ilmiah dan keterampilan proses siswa pada pembelajaran sains dengan scientific approach. Serta untuk mengetahui tingkat reliabilitas, mendeskripsikan kesesuaian, kemanfaatan dan kemudahan instrumen penilaian yang dikembangkan. Penelitian pengembangan (R & D) ini dimulai dari analisis potensi dan masalah, pengumpulan data, desain produk, validasi desain, revisi desain, uji coba produk, revisi produk, uji coba pemakaian, revisi produk, dan produksi masal. Hasil uji coba produk menunjukkan tingkat reliabilitas instrumen penilaian sikap ilmiah sebesar 0,92 dengan kategori sangat tinggi, dan instrumen penilaian keterampilan proses sebesar 0,97 dengan kategori sangat tinggi. Hasil uji pemakaian produk yang diberikan kepada siswa diperoleh data rata-rata skor kemanfaatan produk sebesar 3,44 dengan kategori sangat bermanfaat dan kemudahan produk sebesar 3,46 dengan kategori tinggi. Hasil uji kesesuaian produk yang diberikan kepada guru IPA diperoleh rata-rata skor sebesar 3,48 dengan kategori sangat sesuai. Berdasarkan hasil uji coba produk dan uji coba pemakaian menunjukkan tingkat
29
reliabilitas, kesesuaian, kemanfaatan, dan kemudahan instrumen penilaian sikap ilmiah dan keterampilan proses berkriteria sangat baik. Hal tersebut menunjukkan bahwa produk instrumen penilaian sikap ilmiah dengan teknik self assessment dan keterampilan proses dengan teknik peer assessment telah sesuai dan baik. Kajian hasil penelitian relevan yang ke dua mengembangkan instrumen penilaian diri menggunakan pendekatan scientifik. Namun sama seperti kejian hasil penelitian relevan yang pertama, pengembangan yang dilakukan tidak fokus terhadap satu aspek saja, sehingga akan dilakukan pengembangan lanjutan instrumen sikap sosial dan tidak mengikutsertakan ketrampilan, karena memiliki dasar serta dimensi yang berbeda bagi siswa. Pengembangan sikap sosial akan menggunakan skala guttman yang dinilai sangat baik bagi siswa sekolah dasar.
2.3 Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan 2.3.1 Asumsi Tingkat sosial seseorang tidak dapat dikur oleh tes, maka harus diukur menggunakan instrumen non tes. Sekolah dasar terutama dalam penggunaan Kurikulum 2013 saat ini, skala yang digunakan untuk menskoring sikap sosial paling tepat menggunakan skala Guttman. Tepat menggunakan skala Guttman karena dalam penilaian siswa sekolah dasar harus mudah dan praktis. Harus ada kejelasan dalam pengisisan serta skala yang paten dan pasti. Skala Guttman juga hanya memiliki rentang interval 0 dan 1. Akan berisi 0 jika pernyataan diisi tidak atau tidak sesuai dengan yang diharapkan dan akan berisi 1 jika pernyataan berisi benar atau sesuai dengan apa yang seharusnya. Selain harus mudah dan praktis dalam penerapannya, kemapuan anak dalam sekolah dasar masih dalam kemampuan awal dan dasar. Skala dalam guttman ada 2, dengan jawaban ya dan tidak, sehingga instrumen penilaian menggunakan skala guttman paling tepat digunakan dalam instrumen penilain sikap sosial.
30
2.3.2 Keterbatasan Pengembangan Kompetensi afektif sosial dapat dicapai melalui kompetensi inti ke 1 dan 2, yaitu aspek sikap spiritual dan sikap sosial. Untuk mengukur aspek tersebut belum banyak alat ukur yang valid dan reliabel. Usia anak sekolah dasar juga memerlukan instrumen yang mudah untuk diisi dan dimengerti. Oleh karena itu dibutuhkan dan perlu dibuat instrumen yang valid dan reliabel dengan memilih salah satu aspek. Aspek sikap akan difokuskan hanya kedalam sikap sosial saja. Karena kompetensi yang ingin dicapai pada pembelajaran tematik dalam Kurikulum 2013 banyak, maka akan ada keterbatasan untuk hanya fokus pada salah satu atau beberapa kompetensi tertentu saja. Fokus terhadap beberapa kompetensi juga untuk memudahkan dalam siswa mengisi instrumen agar tidak terlalu banyak item yang ada dalam instrumen. Kesulitan usia anak sekolah dasar dalam mengisi instrumen juga menjadi salah satu keterbatsan dalam pengembangan, sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan fasilitator untuk mendapingi siswa dalam mengisi intstrumen penilaian sikap sosial.
2.4 Kerangka Berpikir Pembelajaran memiliki tujuan tertentu, terutama pembelajaran dalam kurikulum 2013 yang harusnya mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Aspek afektif misalnya diintegrasikan ke dalam kompetensi inti 1 dan 2. Kompetensi inti 1 merupakan sikap spiritual dan kompetensi inti 2 merupakan sikap sosial. Tujuan sikap sosial tentunya harus diukur, untuk mengetahui apakah tujuan yang ditetapkan dalam aspek sikap sosial sudah tercapai atau belum. Mengukur tercapainya tujuan dalam aspek sikap sosial akan dibutuhkan alat atau instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat pecapaian tujuan dalam aspek sosial yang nantinya juga terintegrasikan di dalam proses pembelajaran dari tema dan subtema serta standart kompetensi yang ada.
31
Pembelajaran Tematik Instrumen Sikap Sosial
Menentukan KI dan KD Uji Coba Lapangan Utama Kelas kecil Kelas sedang Kelas besar
Menetukan Indikator penilaian sikap sosial
Tujuan pembelajaran Ranah sikap Sosial Revisi
Kisi-kisi Pengukuran Sikap
Skala Pengukuran sikap (Skala Guttman) Validasi dan Reliabilitas
Pengembangan instrumen aspek Afektif
Uji Coba Instrumen Gambar 2.3 Kerangka Berpikir Pengembangan Instrumen Sikap Sosial
32