BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1
Kajian Teori
2.1.1 Hakekat Matematika Mathematika berdasarkan etimologis (Elea Tinggih dalam Erman Suherman, 2003:16) mengemukakan:″perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar″. Hudoyo (1990) mengemukakan:″Matematika berkenaan dengan ide gagasangagasan), aturan-aturan, hubungan-hubungan yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak″. Sujono (1988:5) mengemukakan:″Matematika diartikan sebagai cabang ilmu pengetahuan yang abstrak dan terorganisir secara sistematik″. Menurut H.W. Fowler dalam Pandoyo ( 1997:1) mengemukakan:"Matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa. Untuk itu diperlukan model dan media pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator pembelajaran". Johnson dan Rising (1972) dalam bukunya mengemukakan ″matematika adalah pola pikir, pola mengorganisasikan, pembuktian yang logik, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide dari pada mengenai bunyi″. Reys, dkk. (1984) mengemukakan:″matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola pikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat″. Dari berbagai pandangan tersebut dapat penulis simpulkan bahwa matematika adalah ilmu yang mempelajari benda abstrak yang berkaitan berkaitan logika simbolik, dan bilangan serta menggunakan penalaran yang sistematis, deduktif dalam memecahakan masalah.
6
7
2.1.2 Tujuan Pembelajaran Matematika di SD Tujuan pembelajaran matematika di SD dapat dilihat di dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan 2006 SD. Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut, (1) memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirikan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika sifat-sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta memberikan tekanan pada ketrampilan dalam penerapan matematika juga memuat tujuan khusus matematika SD yaitu: (1) menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari, (2) menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, (3) mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut, (4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin. 2.1.3 Hakikat Belajar Brunner dalam Hidayat (2004:8) mengemukakan:″ belajar merupakan proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya″. Pengetahuan perlu dipelajari dalam tahap-tahap tertentu agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran manusia yang mempelajarainya. Proses internalisasi akan terjadi secara optimal apabila pengetahuan itu dipelajari dalam tahap-tahap sebagai berikut : 1.
Tahap Enaktif, suatu tahap dimana pengetahuan dipelajari secara aktif dengan menggunakan benda-benda konkret atau situasi nyata.
8
2.
Tahap Ikonik, suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan diwujudkan dalam bentuk bayangan visual, gambar atau diagram yang menggambarkan kagiatan konkret yang terdapat pada tahap enektif.
3.
Tahap Simbolik, suatu tahap pembelajaran dimana pengetahuan itu diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, baik vertal, lambang-lambang matematika atau lambang-lambang abstrak lainnya (Hidayat, 2004 :9). Carl Rogers, seorang ahli psikoterapi mengemukakan:″ siswa yang belajar
hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas″. Siswa juga diharapkan dapat membebaskan dirinya hingga ia dapat mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggung jawab atas keputusan – keputusan yang ia ambil atau pilih. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003 : 729) menyebutkan ”belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu tertentu dengan tergantung pada kekuatan harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti oleh suatu hasil tertentu dan pada daya tarik hasil itu bagi orang bersangkutan”. Hilgard
dan
Brower
yang
dikutip
oleh
Oemar
Hamalik
(2009:45)
mengemukakan:″belajar sebagai perubahan dalam perbuatan melalui aktivitas, praktik, dan pengalaman". Lisnawaty Simanjuntak (1998: 38) berpendapat:″belajar adalah perubahan yang relatif menetap dalam potensi tingkah laku yang terjadi sebagai akibat dari latihan dengan penguatan yang tidak termasuk perubahan-perubahan karena kematangan, kelelahan, dan kerasukan pada susunan syaraf atau dengan kata lain mengetahui dan memahami sesuatu sehingga terjadi perubahan dalam diri seseorang yang belajar″. Ischak dan Warji R seperti dikutip oleh Supriadin (2002:14) mengemukakan: ″apabila waktu yang disediakan cukup dan pelayanan terhadap faktor ketahuan, kesempatan belajar, kualitas pengajaran dan kemampuan memahami pelajaran maka setiap siswa akan mampu menguasai materi pelajaran yang diberikan″. Dari teori-teori belajar tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku manusia yang relatif tetap dalam bentuk kebiasaan, pengetahuan atau ketrampilan, dan sikap berdasarkan latihan dan pengalaman.
9
2.1.4 Pembelajaran Matematika Pembelajaran merupakan padanan kata dari istilah instruction yang artinya lebih luas dari pengajaran (Sadirman, 1988). Istilah pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses pembelajaran subjek didik yang direncanakan atau didisain, dilaksanakan dan dievaluasi secara sistematis agar subjek didik dapat mencapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien. Gagne dan Briggs melukiskan pembelajaran sebagai upaya orang yang tujuannya adalah membantu orang belajar (Gredler,1991:205). Corey mengemukakan:″pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseoarang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisikondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu″. Salah satu komponen pembelajaran adalah pemanfaatan berbagai macam strategi dan metode pembelajaran secara dinamis dan fleksibel sesuai dengan materi, siswa dan konteks pembelajaran (Depdiknas,2003:1), sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat memilih model pembelajaran dan media yang cocok dengan materi/bahan ajar. Dalam pembelajaran, potensi siswa harus dapat dikembangkan secara optimal, didalam proses belajar matematika sesuai dituntut untuk mampu : 1. Melakukan kegiatan penelusuran pola dan hubungan. 2. Mengembangkan kreatifitas dengan imajinasi, intuisi dan penemuan. 3. Melakukan kegiatan pemecahan masalah. 4. Mengkomunikasikan pemikiran matematikanya kepada orang lain. Untuk itu dalam pembelajaran matematika perlu diciptakan situasi proses belajar yang menyenangkan, memperhatikan keinginan siswa, membangun pengetahuan siswa, memberikan kegiatan yang menantang, memberiharapan keberhasilan dan menghargai setiap pencapaian siswa (Depdiknas, 2003 : 5). Dari berbagai pengertian pembelajaran tersebut, hakikat pembelajaran matematika adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang melaksanakan kegiatan belajar matematika.
10
2.1.5 Hasil Belajar Anni (2005: 4) mengemukakan: hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan tersebut tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan. Hasil belajar ini sangat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan murid dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilaii apakah murid sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai tujuan yang telah ditetapkan. Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
hasil
belajar.
Haling
(2006:79)
mengemukakan:beberapa faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar murid, yaitu: 1.
Faktor yang berasal dari diri sendiri (internal faktor), yaitu : a.
Faktor jasmani baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh.
b.
Faktor psikologis, yakni terdiri atas kecerdasan dan bakat, sikap, kebiasaan, minat, motivasi, emosi dan penyesuaian diri.
c. 2.
Faktor kematangan fisik dan psikis.
Faktor yang berasal dari luar diri (eksternal faktor), yaitu : a.
Faktor sosial yang terdiri atas; lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat.
b.
Faktor adat istiadat yaitu adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan pengetahuan.
c.
Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah dan fasilitas belajar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar murid pada mata
pelajaran sangat ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu faktor dari dalam diri murid dan faktor yang datangnya dari luar diri murid. 2.1.6 Penilaian Hasil Belajar Penilaian hasil belajar matematika harus dilakukan untuk mengukur perkembangan hasil belajar siswa berupa pencapaian kecakapan atau kemahiran matematika yang meliputi pemahaman konsep, prosedur, penalaran dan komunikasi, pemecahan masalah dan menghargai kegunaan matematika.
11
Astuti (2006: 5) mengemukakan:hasil belajar murid selanjutnya dilaporkan kepada orang tua dalam bentuk rapor yang memuat 3 aspek yaitu: 1.
Pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan murid dalam memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien dan tepat. Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep adalah:
2.
a.
Menyatakan ulang sebuah konsep.
b.
Mengklasifikasi objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai konsepnya).
c.
Memberi contoh dan non-contoh dari konsep.
d.
Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
e.
Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep.
f.
Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
g.
Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.
Penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan gagasan matematika. Indikator yang menunjukkan penalaran dan komunikasi adalah : a.
Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar atau diagram.
b.
Mengajukan dugaan.
c.
Melakukan manipulasi matematika.
d.
Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi.
e.
Menarik kesimpulan dari pernyataan.
f.
Memeriksa kesahihan suatu argumen.
g.
Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi.
3.
Pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik yang ditunjukkan siswa dalam
memahami,
memilih
pendekatan
dan
strategi
pemecahan,
dan
menyelesaikan model untuk menyelesaikan masalah. Indikator yang menunjukkan penalaran dan komunikasi adalah: a.
Menunjukkan pemahaman masalah.
12
b.
Mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan dalam pemecahan masalah.
c.
Menyajikan masalah secara matematik dalam berbagai bentuk.
d.
Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat.
e.
Mengembangkan strategi pemecahan masalah.
f.
Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.
g.
Menyelesaikan masalah yang tidak rutin. Djamarah (2000: 45) mengemukakan:
Hasil adalah prestasi dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individu maupun kelompok. Hasil tidak akan pernah dihasilkan selama orang tidak melakukan sesuatu. Untuk menghasilkan sebuah prestasi dibutuhkan perjuangan dan pengorbanan yang sangat besar. Hanya dengan keuletan, sungguh–sungguh, kemauan yang tinggi dan rasa optimisme dirilah yang mampu untuk mancapainya. Arikunto ( 1990:133) mengatakan:″hasil belajar adalah hasil akhir setelah mengalami proses belajar, perubahan itu tampak dalam perbuatan yang dapat diaamati,dan dapat diukur″. Nasution ( 1995 : 25) mengemukakan:″hasil adalah suatu perubahan pada diri individu. Perubahan yang dimaksud tidak halnya perubahan pengetahuan, tetapi juga meliputi perubahan kecakapan, sikap, pengertian, dan penghargaan diri pada individu tersebut″. Gagne menyimpulkan ada lima macam hasil belajar, yaitu: 1)
Ketrampilan intelektual, atau pengetahuan prosedur yang mencakup belajar konsep, prinsip dan pemecahan masalah yang diperoleh melalui penyajian materi di sekolah.
2)
Strategi kognitif, yaitu kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah baru dengan
jalan
mengatur proses
internal
masing-masing
individu
dalam
memperhatikan, belajar, mengingat, dan berpikir. 3)
Informasi verbal, yaitu kemampauan untuk mendiskripsikan sesuatu dengan katakata dengan jalan mengatur informasi-informasi yang relevan.
4)
Ketrampilan
motorik,
yaitu
kemampuan
untuk
melaksanakan
mengkoordinasikan gerakan-gerakan yang berhubungan dengan otot.
dan
13
5)
Sikap, yaitu suatu kemampuan internal yang mempengaruhi tingkah laku seseorang yang didasari oleh emosi, kepercayaan-kepercayaan serta faktor intelektual. Hasil belajar yang dicapai siswa melalui proses belajar mengajar yang optimal
cenderung menunjukan hasil yang berciri sebagai berikut: 1)
Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi pada diri siswa.
2)
Menambah keyakinan akan kemampuan dirinya
3)
Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya seperti akan tahan lama diingatannya, membentuk prilakunya, bemanfat untuk mempelajarai aspek lain, dapat digunakan sebagai alat untuk memperoleh informasi dan pengetahuan yang lainya.
4)
Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan dirinya terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia
menerima pengalaman belajarnya. Individu yang belajar akan memperoleh hasil dari apa yang telah dipelajari selama proses belajar itu. Jadi hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil dari proses pembelajaran yang berupa kemampuan-kemampuan memahami konsep yang akan diukur dengan tes, yaitu nilai tes kondisi awal, nilai tes akhir siklus 1, dan nilai tes akhir siklus 2. 2.1.7 Hasil Belajar Matematika Hasil belajar matematika adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah ia menerima pembelajaram matematika yang berupa nilai matematika (aspek kuantitatif) yang diukur dengan tes hasil belajar. 2.1.8
Model Pembelajaran kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan kerjasama diantara para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri : 1)
Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif.
14
2)
Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah (heterogen).
3)
Dari tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda.
4)
Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan. Belajar kooperatif (cooperatif learning) mengandung pengertian sebagai suatu
pembelajaran yang menggunakan grup kecil dimana siswa bekerjasama belajar satu sama lain, berdiskusi dan saling berbagi ilmu pengetahuan, saling berkomunikasi, saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Belajar kooperatif mempunyai pengertian lebih luas dari hanya sekedar kerja kelompok. Di dalam belajar kooperatif setiap anggota kelompok bertanggungiawab terhadap keberhasilan anggota-anggota kelompoknya dalam mencapai tujuan pembelajaran (Chairani, 2003:10). Ibrahim, dkk(2007:7)mengemukakan:″Pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, dan pengembangan ketrampilan sosial″. Slavin mendefinisikan belajar kooperatif (Cooperatif Learning) sebagai suatu teknik pembelajaran dimana siswa bekerja dalam suatu kelompok yang heterogen yang beranggotakan 4-6 orang. Heterogenitas anggota kelompok dapat ditinjau dari jenis kelamin, etnis, prestasi akademik maupun status sosial (Chairani, 2003:3). Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran kooperatif tersebut di atas terlihat adanya pergeseran peran guru yang dominan kepada peran guru yang mengelola aktivitas belajar siswa melalui kerja sama kelompok di kelas. Ibrahim, dkk (2000: 6-7) mengemukakan: ciri-ciri metode pembelajaran kooperatif antara lain: 1)
Siswa bekerja sama dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajamya.
2)
Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
3)
Bilamana mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya suku dan jenis kelamin berbeda.
4)
Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok ketimbang individu. Pada praktiknya metode pembelajaran kooperatif ini memiliki banyak metode
atau teknik. Chairarri (2003: 3) ada beberapa model dalam pembelajaran kooperatif yaitu:
15
TGT(Teams-Games-Tournament), TAI(Teams Assisted Individualization), LT(Learning Together), Gl (Group Investigasion), Jigsaw, STAD (Student-Teams-AchievementDivision). 2.1.9
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Rachmadiarti (2001) mengemukakan:″Pembelajarankooperatif tipe STAD
(Student Teams Achievment Division) merupakan pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran″.Pada STAD siswa dalam suatu kelas tertentu dibagi menjadi kelompok dengan 4-5 orang, dan setiap kelompok haruslah heterogen yang terdiri laki-laki dan perempuan, berasal dan berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya, dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan melakukan diskusi (Rachmadiarti, 2001). Metode diskusi yang digunakan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD ini dengan ceramah, tanya jawab, diskusi, dan sebagainya, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa (Permana, 2004). (Permana, 2005) mengemukakan: ada lima langkah utama di dalam pembelajaran yang menggunakan model STAD, yaitu: 1)
Penyajian Kelas Tujuannya adalah menyajikan materi berdasarkan pembelajaran yang telah disusun. Setiap pembelajaran dengan model STAD, selalu dimulai dengan penyajian kelas. Sebelum menyajikan materi, guru dapat memulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran, memberikan motivasi untuk berkooperatif dan bentuk kegiatan yang akan ditempuh dalam pembelajaran.
2)
Tahapan Kegiatan Belajar Kelompok Dalam kegiatan belajar kelompok, materi yang digunakan adalah LKS (Lembar Kerja Siswa) untuk setiap kelompok.
3)
Tahapan Menguji Kinerja Individu
16
Untuk menguji kinerja individu pada umumnya digunakan tes atau kuis. Setiap siswa wajib mengerjakan tes atau kuis. Setiap siswa berusaha untuk bertanggung jawab secara individual, melakukan yang terbaik sebagai kontribusinya kepada kelompok. 4)
Penskoran Peningkatan Individu Tujuan memberikan skor peningkatan individu adalah memberikan kesempatan bagi setiap siswa untuk menunjukkan gambaran kinerja pecapaian tujuan dan hasil kerja maksimal yang telah dilakukan setiap individu untuk kelompoknya.
5)
Tahapan Mengukur Kinerja Kelompok Setelah kegiatan penskoran peningkatan individu selesai, langkah selanjutnya adalah pemberian penghargaan kepada kelompok. Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan skor peningkatan kelompok yang diperoleh. Alasan dipilih penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD karena
pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, disamping itu dapat digunakan untuk memberikan pemahaman konsep materi yang sulit kepada siswa dimana materi tersebut telah dipersiapkan melalui LKS atau perangkat pembelajaran yang lain. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Slavin (dalam Kamdi, 2009: 5) adalah sebagai berikut: 1)
Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi murid. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengomunikasikan kompetrensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi murid.
2)
Langkah 2 Menyajikan informasi. Guru menyajikan informasi kepada murid.
3)
Langkah 3 Mengorganisasikan murid ke dalam kelompok-kelompok belajar. Guru menginformasikan pengelompokan murid.
4)
Langkah 4 Membimbing kelompok belajar. Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja murid untuk materi pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.
5)
Langkah 5 Evaluasi. Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.
6)
Langkah 6 Memberikan penghargaan. Guru memberi penghargaan hasil belajar individu dan kelompok. Menurut Slavin (1995) guru memberikan penghargaan pada kelompok berdasarkan
17
perolehan nilai peningkatan hasil belajar dari nilai dasar (awal) ke nilai kuis/tes setelah siswa bekerja dalam kelompok. Cara-cara penentuan nilai penghargaan kepada kelompok dijelaskan sebagai berikut. Langkah-langkah memberi penghargaan kelompok: a.
Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat berupa nilai tes/kuis awal atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya.
b.
Menentukan nilai tes/kuis setelah siswa bekerja dalam kelompok, misalnya nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan kuis II kepada setiap siswa, yang kita sebut nilai kuis terkini.
c.
Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis terkini dan nilai dasar (awal) masing-masing siswa dengan menggunakan kriteria berikut: Kriteria Nilai kuis terkini turun lebih dari 10 poin di bawah nilai awal Nilai kuis terkini turun 1 sampai dengan 10 poin di bawah nilai awal Nilai kuis terkini sama dengan nilai awal sampai dengan 10 di atas nilai awal Nilai kuis terkini lebih dari 10 di atas nilai awal
Nilai peningkatan 5 10 20 30
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan yang diperoleh masing-masing kelompok dengan memberikan predikat cukup, baik, sangat baik, dan sempurna. Kriteria untuk status kelompok (Muslimin dkk,2000): 1)
Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 (rata-rata nilai peningkatan kelompok < 20.
2)
Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20 (15 ≤ rata-rata nilai peningkatan kelompok < 20.
3)
Sangat baik bila, rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25 (20 ≤ rata-rata nilai peningkatan kelompok < 25).
4)
Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih atau sama dengan 25 (rata-rata nilai peningkatan kelompok ≥ 25).
18
Menurut Rachmadiarti (2001), terdapat 6 langkah utama atau tahapan di dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif kooperatif tipe STAD, yaitu: 1.
Fase 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa: Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.
2.
Fase 2 Menyajikan informasi: Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bacaan.
3.
Fase 3 Mengkoordinasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar: Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok.
4.
Fase 4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar: Guru membimbing kelompokkelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas.
5.
Fase 5 Evaluasi: Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
6.
Fase 6 Memberikan penghargaan: Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok. Berdasarkan sintak yang dikemukan para ahli tersebut, maka dapat ditarik
kesimpulan sintak pembelajaran kooperatif tie STAD pada dasarnya meliputi tahapan, yaitu: 1.
Mengajar, artinya guru menyampaikan materi pembelajaran
2.
Belajar dalam kelompok
3.
Tes
4.
Penghargaan kelompok Kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 6 fase, adapun fase-fase kegiatansebagai berikut: Fase 1: Menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapaidalam kegiatan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar.
19
Fase 2 Menyajikan materi, guru menyampaikan dan menyajikan materi pelajaran secara klasikal. Fase 3: Mengelompokkan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil. Kegiatan-kegiatan dalam fase ini diantaranya adalah sebagai berikut: Membentuk 5 kelompok kecil, tiap kelompok terdiri dari 4 siswasecara heterogen yang telah ditentukan oleh guru. Menginformasikan pada siswa untuk mengerjakan tugas secara berkelompok dan setiap anggota kelompok bertanggungjawab pada kelompok masingmasing dan terhadap diri sendiri. Menyuruh siswa mengerjakan soal dalam LKS secara berkelompok. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya siswa mengerjakan secara mandiri dan selanjutnya dicocokkan dan didiskusikan ketepatan jawabannya dengan teman sekelompok. Jika ada anggota kelompok yang belum memahami, maka teman sekelompoknya yang sudah faham menjelaskan, sebelum meminta bantuan kepada guru. Fase 4: Membimbing siswa dalam belajar dan bekerja dalam kelompok. Guru bertindak sebagai fasilitator mengawasi, mengamati, dan membimbing siswa yang mengalami kesulitan. Fase 5: Evaluasi.Evaluasi digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa dalam menyerap materi pembelajaran dan indikator pencapaian hasil belajar. Fase 6: Penghargaan kelompok, penghargaan kelompok dilakukan dalam dua tahap perhitungan, yaitu: 1) Menghitung skor individu dan skor kelompok Cara pemberian skor pada pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat berperan untuk memotivasi siswa bekerja sama dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran yang diberikan. Setelah siswa mempelajari materi secara berkelompok, setiap siswa mengerjakan kuis secara individual dan memperoleh skor kuis serta nilai perkembangan. Nilai perkembangan bergantung pada kemajuan yang dicapai siswa dengan memperhatikan skor kuis atau skor dasar siswa. Skor dasar siswa adalah rata-rata skor siswa yang bersangkutan untuk kuis-kuis terdahulu, dengan syarat materi yang
20
diujikan pada kuis-kuis tersebut masih berada dalam satu topik. Jika belum pernah diadakan kuis untuk topik tersebut, maka skor dasar siswa adalah skor tes awal. 2) Menghargai prestasi kelompok Kemudian berkaitan dengan banyaknya tingkat penghargaan kelompok,menurut (Muslimin dkk, 2002 ) tingkat penghargaan yang disediakan didasarkan pada skor rata-rata kelompok dengan kualifikasi cukup, baik, sangat baik dan sempurna. Berdasarkan fase-fase model pembelajaran kooperatif tipe STAD tersebut, maka skenario model pembelajarannya adalah sebagai berikut: 1.
Pendahuluan a.
Guru mengomunikasikan tujuan belajar dan hasil belajar yang diharapkan akan dicapai oleh setiap siswa.
b.
Guru menginformasikan cara belajar yang akan ditempuh (pembelajaran kooperatif tipe STAD).
c. 2.
Tanya jawab mengecek kesiapan siswa.
Kegiatan Inti a.
Siswa memperhatikan penyampaian informasi materi pembelajaran mengenai pengertian data, penyajian data, pengolahan data serta cara membuat tabel, diagram garis, diagram batang,serta cara mencari rata-rata hitung, mean dan modus dengan memberikan contoh-contoh.
b.
Pengelompokan siswa dalam 5 kelompok (setiap kelompok terdiri dari 4 siswa yang kemampuannya heterogen (kemampuan akademik tinggi, sedang, rendah, laki-laki dan perempuan)
c.
Siswa mengerjakan bahan-bahan LKS dalam kelompoknya dengan berdiskusi, bekerjasama dan saling membantu. Siswa yang sudah faham menjelaskan temannya yang belum faham.
d.
Siswa dalam kelompok mendapat bimbingan belajar dari guru jika ada yang mengalami kesulitan.
3.
Penutup a.
Secara acak guru menunjuk perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil pekerjaan kelompoknya, sedangkan kelompok lain menanggapi.
21
b.
Siswa dengan arahan guru menyimpulkan materi pembelajaran mengenai cara menyajikan data dalam bentuk tabel, diagram garis, batang, lingkaran serta menentukan rata-rata, median dan modus sekumpulan data.
2.2
c.
Evaluasi berupa kuis, tes akhir siklus 1 dan siklus 2.
d.
Guru memberikan penghargaan kelompok.
e.
Guru memberikanpenugasan/pekerjaan rumah.
Kajian Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian Tindakan Kelas ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hasaruddin Hafif dan Komariah Asikin yang dilakukan pada siswa kelas IV SD Inpres BTN IKIP 1 Makassar sebanyak 25 siswa tahun 2010. Berdasarkan penelitian mereka yang berjudul Upaya Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD, disimpulkan bahwa dengan penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika, hal tersebut dapat dibuktikan adanya peningkatan hasil belajar pada siklus 1 nilai rata-rata kelas 64,4 meningkat menjadi 74,80 pada siklus II. Relevan juga hasil penelitian yang dilakukan oleh Suci Wijayanti pada siswa kelas IV SD N 3 Bugel Kedung Jepara yang berjumlah 33 anak dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD disimpulkan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa, sebelum tindakan ketuntasan klasikal 42%, setelah diadakan tindakan pada akhir silkus I ketuntasan meningkat menjadi 70%, dan pada siklus II mengalami peningkatan menjadi 85%. Selain peningkatan hasil belajar juga terjadi peningkatan aktivitas siswa dan guru dalam kegiatan pembelajaran.
Aktivitas siswa Aktivitas guru
Siklus I 62%(baik) 75%(baik)
Siklus II 76%(sangat baik) 83%(sangat baik)
Hasil penelitian tersebut mendorong penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VI semester II tahun pelajaran 2011/2012.
22
2.3
Kerangka Berpikir Salah satu penyebab rendahnya hasil belajar siswa pada mata pelajaran
matematika umumnya sangat dipengaruhi oleh ketidaktepatan model pembelajaran yang digunakan guru sehingga rasa jenuh untuk belajar timbul pada diri murid, terlebih lagi dalam mata pelajaran matematika yang sangat membutuhkan keseriusan murid untuk dapat memahami materi pelajaran yang diajarkan, sehingga diperlukan suatu pembelajaran yang lebih memberikan kesempatan kepada murid untuk dapat mengembangkan potensi dan wawasannya dalam belajar, dan yang dimaksudkan dalam hal ini adalah pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa pendekatan, namun terkait dengan penelitian yang dilakukan peneliti, maka pendekatan yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Divisions) karena tipe STAD dalam pembelajaran kooperatif adalah yang paling sederhana dan mudah untuk dilaksanakan guru dalam proses belajar mengajar karena hanya menekankan pada pembelajaran kelompok kepada murid secara heterogen (kemampuan akademik tinggi, sedang, rendah, laki-laki dan perempuan) Dalam pelaksanaannya, pembelajaran kooperatif tipe STAD dioptimalkan sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara maksimal. Murid dibagi menjadi beberapa kelompok belajar yang akan berfungsi saat menyelesaikan tugas yang diberikan guru maupun saat mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan kelas, sehingga dari kegiatan tersebut diperoleh penilaian aktivitas belajar murid. Jika menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, maka siswa akan aktif dalam kegiatan pembelajaran, jika siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, maka motivasi dan minat belajar tinggi, jika motivasi dan minat belajar tinggi, siswa akan mudah menyerap materi pembelajaran, jika siswa mudah menyerap materi pembelajaran dengan baik maka hasil belajar siswa akan meningkat, jika hasil belajar meningkat, maka daya serap siswa akan tinggi maka indikator kriteria keberhasilan mata pelajaran matematika kurikulum KTSP kelas enam akan tercapai.
23
Skema Kerangka Berpikir tentang Hubungan Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dan Hasil Belajar Siswa
Kondisi Awal
Guru mengajar Masih konvensional
Hasil Belajar Siswa Rendah
A
Tindakan
Siklus 1
A
Kondisi Akhir A
2.4
Siklus 2 Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD
Hasil belajar matematika meningkat
Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori, maka hipotesis pada penelitian ini adalah melalui
penggunaan model pembelajaran koperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas VI SD Negeri Simpar Kabupaten Batang semester 2/20112012.