BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pengertian IPA IPA merupakan konsep pembelajaran alam dan mempunyai hubungan yang sangat luas terkait dengan kehidupan manusia. Pembelajaran IPA sangat berperan dalam proses pendidikan dan juga perkembangan Teknologi, karena IPA memiliki upaya untuk membangkitkan minat manusia serta kemampuan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pemahaman tentang alam semesta yang mempunyai banyak fakta yang belum terungkap dan masih bersifat rahasia sehingga hasil penemuannya dapat dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan alam yang baru dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Samatowa (2011:1), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau sains dalam arti sempit sebagai disiplin ilmu dari Physical sciences dan life sciences. Yang termasuk physical sciences adalah ilmu-ilmu astronomi, kimia, geologi, mineralogy, meteorology, dan fisika, sedangkan life sciences meliputi biologi (anatomi, fisiologi, zoology, citologi, dan seterusnya). Menurut Trianto (2010:136), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan atau Sains yang semula berasal dari bahasa inggris ‘science’. Kata ‘science’ itu sendiri berasal dari kata dalam Bahasa Latin ‘scientia’ yang berarti saya tahu. ‘Science’ terdiri dari social science (ilmu pengetahuan social) dan natural science (ilmu pengetahuan alam). Menurut Samatowa (2011:3), Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa inggris yaitu natural science, artinya ilmu pengetahuan alam (IPA). Berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam, science artinya ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan alam (IPA) pengertianya dapat disebut sebagai ilmu tentng alam. Ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam ini.
6
7
Menurut Slamet, dkk (2009:1), IPA merupakan cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang fenomena-fenomena alam yang disusun melalui tahapan-tahapan metode ilmiah yang bersifat khas-khusus, penarikan kesimpulan, dan seterusnya. Fenomena-fenomena alam yang diungkap biasanya dapat dirumuskan dalam besaran-besaran fisika. Menurut Hardini dan Puspitasari (2012:151), menuliskan bahwa mata pelajaran IPA bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: 1) Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2) Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran terhadap adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4) Melakukan inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bersikap dan bertindak ilmiah serta berkomunikasi. 5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam. 6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7) Meningkatkan pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Karakteristik kajian Ilmu Pengetahuan Alam didefinisikan sebagai pengetahuan yang diperoleh melalui pengumpulan data dengan eksperimen, pengamatan dan deduksi untuk menghasilkan suatu penjelasan tentang sebuah gejala yang dapat dipercaya. Proses pembelajaran IPA selain mengaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa juga penemuan sesuatu yang bermakna. Pembelajaran IPA lebih menekankan eksperimen dan pengamatan untuk menemukan hal-hal yang baru bagi siswa. Kegiatan tersebut akan menunjang siswa untuk aktif dalam pembelajaran, karena siswa terlibat penuh dalam proses pembelajaran. IPA merupakan Ilmu Pengetahuan yang sangat memungkinkan untuk melakukan eksperimen dan pengamatan, serta dalam proses pembelajaran juga mudah dilakukan variasi-variasi yang menarik bagi siswa supaya perhatian siswa terfokus dalam pembelajaran.
8
2.1.2 Pembelajaran IPA di SD Rahyubi (2012:6), mengemukakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran juga dapat diartikan sebagai upaya membelajarkan siswa. Pembelajaran
merupakan
pekerjaan
yang
kompleks,
oleh
karena
itu
perencanaannya maupun pelaksanaanya memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang arif dan bijaksana. Menurut Sanjaya (2005:101), pembelajaran adalah proses penambahan informasi dan kemampuan/kompetensi baru. Ketika seorang guru berpikir informasi dan kompetensi apa yang harus dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga berpikir strategi apa yang harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien. Ilmu Pengetahuan Alam di SD hendaknya membuka kesempatan untuk memupuk rasa ingin tahu anak didik secara alamiah. Hal ini akan membantu mereka mengembangkan kemampuan bertanya dan mencari jawaban berdasarkan bukti serta mengembangkan cara berpikir ilmiah. Fokus program pengajaran IPA di SD bertujuan untuk memupuk minat dan pengembangan anak didik terhadap dunia mereka dimana mereka hidup. Setiap guru harus paham akan alasan mengapa IPA diajarkan di sekolah dasar. Ada berbagai alasan yang menyebabkan satu mata pelajaran itu dimasukkan kedalam kurikulum suatu sekolah. Alasan mengapa IPA diajarkan di SD menurut Samatowa (2010:4) adalah: 1. Bahwa IPA berfaedah bagi suatu bangsa. Kesejahteraan materiil suatu bangsa banyak sekali bergantung pada kemampuan bangsa dalam bidang IPA, sebab IPA merupakan dasar teknologi. Sedangkan teknologi sering disebut-sebut sebagai tulang punggung pembangunan. Suatu teknologi tidak akan berkembang pesat bila tidak didasari pengetahuan dasar yang memadai. Pengetahuan dasar untuk teknologi ialah IPA. 2. Bila diajarkan menurut cara yang tepat, IPA merupakan suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan untuk berfikir kritis. Misalnya IPA diajarkan dengan mengikuti metode “menemukan sendiri”. Dengan metode ini anak dihadapkan pada suatu masalah. Anak diminta untuk menyelidiki masalah tersebut. Dari berbagai saran dikemukakan anak mereka dituntun merancang percobaan. Akibatnya anak mengamati percobaan sampai memperoleh suatu kesimpulan.
9
3. Pelajaran IPA modern lebih mementingkan kemampuan berfikir dari pada menghafal. Disamping itu dipentingkan juga kemampuan mengadakan pengamatan secara teliti, menggunakan prinsip memecahkan percobaan sederhana, menyusun data, mengemukakan dugaan dan lain-lainnya. 4. Mata pelajaran ini memiliki nilai-nilai pendidikan yaitu mempunyau potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara keseluruhan. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Ilmu Pengetahuan Alam untuk anak-anak didefinisikan oleh Plato dan Marten yang terdapat dalam Carin (1993:5) yaitu: (1) mengamati apa yang terjadi, (2) mencoba memahami apa yang diamati, (3) mempergunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang akan terjadi, (4) Menguji ramalan-ramalan dibawah kondisi untuk melihat apakah ramalan tersebut benar (Samatowa, 2010:5). Menurut Hamzah (2006:17-21), setidaknya ada tiga variabel yang harus diperhatikan dalam aktivitas pembelajaran, yaitu a. Variabel metode pembelajaran, yang meliputi: 1) Strategi pengorganisasian (organizational strategy), adalah metode untuk mengorganisasi isi bidang studi yang telah dipilih untuk pembelajaran. 2) Strategi penyampaian (delivery strategy), adalah metode untuk menyampaikan pembelajaran kepada siswa dan/atau untuk menerima serta merespons masukan yang berasal dari siswa. Media pembelajaran merupakan bidang kajian utama dari strategi ini. 3) Strategi pengelolaan (managemen strategy), adalah metode untuk menata interaksi antara sibelajar dengan variabel metode pembelajaran lainnya, variabel strategi pengorganisasian dan penyampaian isi pembelajaran. b. Variabel kondisi pembelajaran, yang meliputi: 1) Tujuan pembelajaran, adalah pernyataan tentang hasil pembelajaran apa yang diharapkan. 2) Kendala dan karakteristik bidang studi, adalah aspek-aspek suatu bidang studi yang dapat memberikan landasan yang berguna sekali dalam mempresepsikan strategi pembelajaran. Kendala adalah keterbatasan sumber-sumber, seperti waktu, media, personalia, dan uang. 3) Karakteristik siswa, adalah aspel-aspek atau kualitas perseorangan siswa seperti bakat, motivasi, dan hasil belajar yang telah dimilikinya. c. Variabel hasil pembelajaran, yang meliputi: 1) Keefektifan, biasanya diukur dengan tingkat pencapaian isi belajar.
10
2) Efisiensi pembelajaran, biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang dipakai si belajar dan/atau jumlah biaya pembelajaran yang digunakan. 3) Daya tarik pembelajran, biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan siswa untuk tetap belajar. Daya tarik pembelajaran erat sekali kaitannya dengan daya tarik bidang studi, dimana kualitas pembelajaran biasanya akan mempengaruhi keduanya. Menurut Ali (2008:5), pelaksanaan pengajaran selayaknya berpegang pada apa yang tertuang dalam perencanaan. Namun, situasi yang dihadapi guru dalam melaksanakan pengajaran mempunyai pengaruh besar terhadap proses belajar mengajar. Faktor yang mempengaruhi situasi pengajaran menurut Ali (2008:5-6), adalah: a. Faktor guru Setiap guru mempunyai pola mengajar sendiri-sendiri. Pola mengajar ini tercermin dalam tingkah laku pada waktu melaksanakan pengajaran. b. Faktor siswa Setiap siswa mempunyai keragaman dalam hal kecakapan maupun kepribadian. Kecakapan yang dimiliki masing-masing siswa mliputi kecakapan potensial yang memungkinkan untuk dikembangkan, seperti bakat dan kecerdasan, maupun kecakapan yang diperoleh dari hasil belajar. adapun yang dimaksud dengan kepribadian adalah cirriciri khusus yang dimiliki oleh individu yang bersifat menonjol, yang membedakan dirinya dengan orang lain. Keberagaman dan kepribadian ini yang dapat mempengaruhi terhadap situasi yang dihadapi dalam dalam proses belajar mengajar. c. Faktor kurikulum Kurikulum menggambarkan isi atau pelajaran dan interaksi antara guru dan siswa untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian baik bahan maupun pola interaksi guru dan siswa beraneka ragam. Hal ini dapat menimbulkan situasi yang bervariasi dalam proses belajar mengajar. d. Faktor lingkungan Lingkungan ini meliputi keadaan ruangan, tata ruang, dan berbagai situasi fisik yang ada disekitar kelas atau sekitar tempat berlangsungnya proses belajar mengajar. Dari keempat faktor diatas dapat dikaji bahwa guru memegang peranan penting dalam menciptakan situasi, sehingga proses belajar mengajar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Berbagai macam perubahan yang terjadi, yang disebabkan olek keempat faktor tersebut seharusnya dapat terbaca oleh guru,
11
sehingga guru dapat menyesuaikan pola interaksinya dengan siswa sesuai dengan situasi yang dihadapi. 2.1.3 Model Explicit Instruction (Pengajaran Langsung) dan penerapannya Sebenarnya istilah model juga banyak digunakan dalam pembelajaran. Mills dalam Suprijono (2012:45), berpendapat bahwa model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang dipeeroleh dari beberapa system. Menurut Suprijono (2012:46), model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupum tutorial. Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Amri dan Ahmadi (2010:42), pengajaran langsung identik dengan pengajaran ceramah. Pengajaran langsung didesain berorientasi pada guru, dalam praktiknya sangat bergantung pada kemampuan guru mengelola pembelajaran. Menurut Rosenshina & Stevens (1986) dalam Widodo, Rahmat (2009), “Explicit instruction adalah Pembelajaran langsung yang khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan proseduran dan pengetahuan deklaratif yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangklah. Hal ini sejalan dengan pendapat Arends dalam Trianto (2007:29), yang mengatakan bahwa model pembelajaran langsung adalah salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi selangkah. Menurut Amri dan Ahmadi (2010:42), yang dimaksud dengan pengetahuan deklaratif (dapat diungkapkan dengan kata-kata) adalah
12
pengetahuan tentang sesuatu, sedangkan pengetahuan procedural adalah pengetahuan tntang bagaimana melakukan sesuatu. Menurut Amri dan Ahmadi (2010:43), model pengajaran langsung memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur penilaian hasil belajar 2) Fase atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran 3) System pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil. Menurut Suprijono (2012:50), Sintak dari pembelajaran langsung ini adalah: Tabel 1 Sintak pembelajaran Langsung
Fase-Fase
Perilaku Guru
Fase 1: establishing set Menyampaikan tujuan dan menyiapkan peserta didik
Menjelaskan tujuan pempelajaran, informasi latar belakang pelajaran, mempersiapkan peserta didik untuk belajar
Fase 2: demonstrating Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan
Mendemonstrasikan keterampilan yang benar, menyajikan informasi tahap demi tahap
Fase 3: guided practice Membimbing pelatihan
Merencanakan dan memberi pelatihan awal
Fase 4: feed back Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik
Mengecek apakah peserta didik telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik
Fase 5: extended practice Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
Mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan kepada situasi lebih kompleks dalam kehidupan sehari-hari
13
Menurut Amri dan Ahmadi (2010:43), model pengajaran langsung memiliki lima fase yang sangat penting, yaitu guru mengawali pengajaran dengan penjelasan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta menerima siswa untuk menerima penjelasan guru. Selanjutnya diikuti oleh persentasi materi ajar yang diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan tertentu. Pelajaran itu termasuk juga pemberian kesempatan kepada siswa untuk melakukan pelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Sejalan dengan pemikiran diatas Suprijono (2012:130) menyatakan, Secara garis besar terdapat lima langkah dalam pengajaran Explicit Instruction, antara lain sebagai berikut: (1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan
siswa,
(2)
Guru
mendemonstrasikan
pengetahuan
dan
keterampilan, (3) Guru membimbing murid dalam pelatihan, (4) Guru mengecek pemahaman murid dan memberikan umpan balik, (5) Guru memberikan kesempatan kepada murid untuk latihan lanjutan. Kelima langkah diatas dapat dijelaskan secara detail menurut Amri dan Ahmadi (2010:43-47), yaitu: 1) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa a. Menjelaskan tujuan Para siswa perlu mengetahui dengan jelas mengapa mereka berppartisipasi dalam suatu pelajaran tertentu, dan mereka perlu mengetahui apa yang harus dapat mereka lakukan setelah selesai berperan serta dalam pelajaran. b. Menyiapkan siswa Kegiatan ini bertujuan untuk menarik perhatian siswa, memusatkan perhatian siswa pada pokok pembicaraan dan mengingatkan kembali pada hasil belajar yang telah dimilikinya. 2) Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan Kunci keberhasilan pada fase ini adalah dengan mendemonstrasikan pengatahuan dan keterampilan sejelas mungkin dan mengikuti langkahlangkah demonstrasi yang efektif, seperti berikut ini: a. Menyampaikan informasi dengan jelas Kejelasan informasi yang atau persentasi yang diberikan guru kepada siswa dapat dicapai melalui perencanaan dan pengorganisasian pembelajaran yang baik. b. Melakukan demonstrasi Agar dapat mendemonstrasikan suatu keterampilan atau konsep dengan berhasil, guru perlu sepenuhnya menguasai konsep atau
14
keterampilan yang akan didemonstrasikan, dan berlatih melakukan demonstrasi untuk menguasai komponen-komponennya. 3) Menyediakan latihan terbimbing Salah satu tahap penting dalam pengajaran langsung adalah cara guru mempersiapkan dan melaksanakan pelatihan terbimbing. Keterlibatan siswa secara aktif dalam pelatihan dapat meningkatkan retensi, membuat belajar berlangsung dengan lancar, dan memungkinkan siswa menerapkan konsep/keterampilan pada sitasi yang baru. 4) Menganalisis pemahaman dan memberikan umpan balik Guru dapat menggunakan berbagai cara untuk memberikan umpan balik kepada siswa. 5) Memberikan kesempatan latihan mandiri Kebanyakan latihan mandiri yang diberikan sebagai fase akhir pada pembelajaran langsung adalah pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah atau berlatih secara mendiri merupakan kesempatan bagi siswa untuk menerapkan keterampilan baru yang diperolehnya secara mandiri. Dari uraian diatas dapat dikaji bahwa Explicit Instruction adalah model pembelajaran langsung yang diajarkan secara tahap demi tahap dan mengaktifkan siswa dikelas selama proses pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran ini secara garis besar memiliki lima tahapan dalam pembelajaran. proses pembelajaran dengan model pengajaran langsung yang memuat pemahaman pengetahuan deklaratif dan procedural diharapkan dapat
meningkatkan
keterampilan dasar dan keterampilan akademik siswa. Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan yang sangat teliti dipihak guru. Agar efektif, pengajaran langsung mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi agar didefinisikan secara seksama. Demonstrasi dan jadwal pelatihan harus direncanakan dan dilaksanakan secara seksama. Kelebihan pembelajan langsung menurut Hamruni (2012:8), adalah mudah untuk direncanakan dan digunakan, sedangkan kelemahan utamanya adalah dalam mengembangkan kemampuan, proses, dan sikap yang diperlukan untuk pemikiran kritis dan hubungan interpersonal serta belajar kelompok. Berdasarkan uraian diatas, maka penggunaan model Explicit Instruction dalam proses pembelajaran dapat mudah untuk direncanakan dan digunakan. Namun tidak dipungkiri bahwa model explicit instruction memiliki kelemahan yaitu ruang untuk siswa aktif memang terlalu sempit yang berdampak tidak mengembangkan keterampilan sosial siswa. Walaupun explicit instruction
15
memiliki kelemahan tidak mengembangkan keterampilan sosial siswa tetapi itu tidak menjadi penghalang karena guru akan berperan aktif dalam proses pengembangan diri setiap siswa untuk memperoleh hasil yang baik dengan menggunakan pembelajaran ini. Menurut Hamruni (2012:265-269), ada tiga strategi pelibatan belajar langsung yaitu: 1) Active Knowladge Sharing Adalah sebuah cara yang bagus unuk menarik para peserta didik dengan segera kepada materi pelajaran. Strategi ini bekerja dengan beberapa pembelajaran dan dengan beberapa materi pembelajaran. Adapun prosedur pembelajarannya sebagai berikut: a. Siapkan daftar pertanyaan yang berkaitan dengan materi pelajaran yang akan diajarkan b. Mintalah peserta didik menjawab berbagai pertanyaan tersebut. Kemudian, ajaklah mereka berkeliling ruangan, dengan mencari peserta didik yang lain yang dapat menjawab berbagai pertanyaan yang tidak mereka ketahui bagaimana menjawabnya. Doronglah peserta didik untuk membantu satu sama lain c. Kumpulkan kembali kekelas dan ulas jawaban-jawabannya 2) Lightening The Learning Climate Sebuah kelas dapat dengan cepat mencapai suatu iklim belajar yang informal, tidak mengancam dengan mengajak peserta didik untuk menggunakan humor kreatif tenta pelajaran secara langsung. Strategi ini tidak hanya mengerjakan sesuatu, namun pada saat yang sama mengajak peserta didk untuk berpikir. Adapun prosedur pelaksanaannya sebagai berikut: a. Jelaskan kepada peserta didik bahwa anda akan melakukan sebuah latihan pembuka yang menyenangkan dengan mereka sebelum semakin serius tentang materi pelajaran b. Bagilah mereka kedalam sub-sub kelompok. Berilah mereka sebuah penugasan yang dengan penuh pertimbangan meminta mereka bergembira dengan satu topik, konsep, atau isu penting dalam pelajaran yang diajarkan c. Ajaklah sub-sub kelompok untuk menyampaikan kreasi-kreasi mereka 3) Go To Your Post Sebuah strategi terkenal untuk menggabungkan gerakan fisik pada permulaan suatu pelajaran. Strategi ini cukup fleksibel untuk digunakan bagi berbagai macam kegiatan yang dirancang untuk merangsang minat awal dalam materi pelajaran. Adapun prosedur pelaksanaannya sebagai berikut: a. Letakkan tanda-tanda disekitar ruang kelas. Disini bisa menggunakan dua tanda untuk menciptakan sebuah pilihan
16
dikotomis atau beberapa tanda untuk memberikan lebih banyak pilihan. Tanda-tanda ini dapat menunjukkan berbagai macam preferensi b. Mintalah peserta didik untuk melihat tanda-tanda itu dan pilihlah satu. c. Suruh sub-sub kelompok yang telah dibuat berdiskusi diantara mereka sendiri mengapa menempatkan diri dengan tanda mereka. d. Mintalah seorang wakil tiap kelompok mnyimpulkan alasannya. Ada banyak model dan strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh para ahli dalam usaha untuk mengoptimalkan pembelajaran pada siswa. Banyaknya model atau strategi pembelajaran yang dikembangkan tidak berarti semua pengajar menerapkan semua untuk setiap mata pelajaran karena tidak semua model cocok untuk setiap topik pembelajaran. Berdasarkan pengertian model pembelajaran yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan, bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang melukiskan prosedur yang sistematis untuk mencapai tujuan pembelajaran dan berfungsi sebagai pedoman para perancang dan pelaksana pembelajaran. Dalam konteks pembelajaran berdasarkan standar proses pendidikan, guru berperan secara optimal, begitu juga dengan siswa. Oleh karena itu, proses pembelajaran yang dilakukan siswa tidak mungkin terjadi tanpa perlakuan guru,karena guru memiliki tugas utama sebagai (1) perencana pembelajaran,
(2) pelaksana pembelajaran, dan (3) penilai pembelajaran.
Sebelum melaksanakan pembelajaran, terlebih dahulu guru mempersiapkan perencanaan pembelajaran (RPP) sebagai pedoman dalam mengajar, dalam RPP langkah pembelajaran yang digunakan sesuai dengan model pembelajaran yang akan dipakai dalam PBM. Dalam kesempatan ini peneiti menggunakan model pembelajaran Explicit Instruction, setelah itu guru melaksanakam pembelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat. Guru juga yang melakukan evaluasi dan dan menilai evaluasi siswa.
17
Tabel 2 Langkah-langkah pembelajaran Explicit Instruction sesuai Standar Proses No
Langkah Pembelajaran
Keterangan
1
a. Mengucap salam dan berdoa b. Mengisi absensi siswa c. Guru mengkondisikan siswa untuk siap mengikuti pelajaran. d. Memberikan apersepsi dan motifasi kepada siswa e. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Pendahuluan
2
3
4
5
Mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan (Mendemonstrasikan keterampilan yang benar, menyajikan informasi tahap demi tahap) Guru membimbing pelatihan dengan menggunakan strategi pembelajaran Lightening The Learning Climate Mengecek pemahaman siswa dengan mengerjakan soal evaluasi dan memberikan umpan balik a. Merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk remedial b. Menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya
Eksplorasi
Elaborasi
Konfirmasi
Penutup
Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan informasi, ide, keterampilan, cara berpikir dan mengekspresikan ide. Model pempelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas belajar.
18
2.1.4 Hasil Belajar 2.1.4.1 Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh individu setelah proses belajar berlangsung yang dapat memberikan perubahan tingkah laku baik pemahaman, pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa sehingga menjadi lebih baik dari yang sebelumnya. Menurut Slameto (2010:2), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Menurut Sanjaya (2005:88), belajar adalah hasil bukan proses. Keberhasilan belajar diukur dari hasil yang diperoleh. Semakin banyak informasi yang dapat dihafal maka semakin bagus hasil belajar. Bukan hanya itu, kemampuan mengungkapkan hasil belajar juga ditentukan oleh kecepatan dan ketepatan. Semakin cepat dan tepat individu mengungkapkan informasi yang dihafalnya, semakin bagus hasil belajar. Dengan demikian belajar lebih berorientasi pada hasil yang harus dicapai. Menurut Gredler (1994) dalam Warsita (2008:62), belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap. Sedangkan menurut Mayer belajar menuntut adanya perubahan yang relative permanen pada pengetahuan atau perilaku seseorang karena pengalaman. Sejalan dengan pemikiran Kimble dan Garmezy dalam Ali (2008:14), sifat perubahan perilaku dalam belajar relative permanen. Dengan demikian hasil belajar dapat diidentifikasi dari adanya kemampuan melakukan sesuatu secara permanen, dapat diuluang-ulang dengan hasil yang sama. Menurut Sagala (2010:30), hasil belajar akan terus menetap sampai ia dilupakan atau muncul hasil belajar baru yang menggantikan hasil belajar yang lama. Jadi, keadaan temporer dan proses belajar akan memodifkasi perilaku, tetapi lewat belajar itulah modifikasi tersebut akan lebih permanen. Namun durasi modifikasi yang muncul dari belajar atau keadaan tubuh yang temporer itu tidak bisa ditentukan secara pasti.
19
Menurut Daryanto dan Tasrial (2012:46-47), hasil belajar adalah kebutuhan pola tingkah laku. Apabila usaha murid telah menghasilkan pola tingkah laku yang dituju semula, proses belajar dapat mencapai titik akhir sementara. Pola tingkah laku tersebut terlihat pada perbuatan reaksi dan sikap murid secara fisik maupun mental. Bersamaan dengan hasil utama itu terjadi bermacam-macam proses mengiringi yang juga menghasilkan “tambahan” perubahan tingkah laku, sehingga akhirnya terdapat satu kesatuan yang menyeluruh. Ini menjelaskan bahwa hasil belajar itu tidak pernah terpisah-pisah. Hasil yang dicapai lebih kemudian akan mendapat tempat di dalam perbendaharaan pengetahuan murid dan setiap penambahan akan mempengaruhi struktur perbendaharaan itu secara menyeluruh lagi. Menurut Sanjaya (2005:90), belajar bukan hanya sebagai hasil, akan tetapi juga sebagai proses. Belajar mengembangkan dua sisi yang sama pentingnya yaitu sisi hasil dan proses. Oleh karena itu, keberhasilan belajar tidak hanya diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana proses penguasaan itu terjadi. Hal ini terutama diajukan untuk menentukan perubahan perilaku yang non kognitif. Menurut Suprijono (2012:5), hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Menurut Gagne dalam Suprijono (2012:5-6), hasil belajar berupa: (1) informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi symbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan. (2) keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analisis-sintetis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas. (3) strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah. (4) keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani. (5) sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan
20
eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilainilai sebagai standar perilaku. Hasil belajar menurut Sudjana (2012:22) adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar yang dicapai siswa menurut Sudjana (2012:56), melalui proses belajar mengajar yang optimal ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut. a.
b.
c.
d.
e.
Kepuasan dan kebanggaan yang dapat menumbuhkan motivasi belajar intrinsik pada diri siswa. Siswa tidak mengeluh dengan prestasi yang rendah dan ia akan berjuang lebih keras untuk memperbaikinya atau setidaknya mempertahankan apa yang telah dicapai. Menambah keyakinan dan kemampuan dirinya, artinya ia tahu kemampuan dirinya dan percaya bahwa ia mempunyai potensi yang tidak kalah dari orang lain apabila ia berusaha sebagaimana mestinya. Hasil belajar yang dicapai bermakna bagi dirinya, seperti akan tahan lama diingat, membentuk perilaku, bermanfaat untuk memelajari aspek lain, kemauan dan kemampuan untuk belajar sendiri dan mengembangkan kreativitasnya. Hasil belajar yang diperoleh siswa secara menyeluruh (komprehensif), yakni mencakup ranah kognitif, pengetahuan atau wawasan, ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotorik, keterampilan atau perilaku. Kemampuan siswa untuk mengontrol atau menilai dan mengendalikan diri terutama dalam menilai hasil yang dicapainya maupun menilai dan mengendalikan proses dan usaha belajarnya. Menurut Bloom dalam Suprijono (2012:6-7) ada tiga ranah (domain) hasil
belajar, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Perinciannya adalah sebagai berikut: a. Ranah Kognitif Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), menguraikan (analisys), mengorganisasikan (sintesis), dan penilaian (evaluation). b. Ranah afektif Berkenaan dengan sikap (receiving), memberikan respon (responding) dan nilai (valuing). Ranah afektif meliputi lima jenjang kemampuanya itu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai. c. Ranah Psikomotor Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, koordinasi neuromuscular (menghubungkan dan mengamati). Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan psikomotor karena lebih
21
menonjol, namun hasil belajar psikomotor dan afektif juga harus menjadi bagian dari hasil penilaian dalam proses pembelajaran di sekolah. Hasil belajar sangat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai tujuan yang ditetapkan. Menurut Rahyubi (2012:1), belajar merupakan proses hidup yang sadar atau tidak harus dijalani semua manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi, pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sejalan dengan pemikiran Morgan dalam Rahyubi (2012:5), belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar meliputi tiga domain, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah tingkatan perkembangan mental yang mengukur suatu proses tentang pengambilan keputusan untuk mengukur atau menilai kemampuan diri sendiri dengan pengukuran pada tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, afektif, serta psikomotorik. Evaluasi atau penilaian merupakan salah satu komponen dalam sistem pengajaran. Pengembangan alat evaluasi merupakan bagian integral dalam pengembangan system instruksional. Oleh sebab itu fungsi evaluasi adalah untuk mengetahui apakah tujuan yang dirumuskan dapat tercapai, evaluasi merupakan salah satu faktor penting dalam paroses belajar mengajar. Menurut Slameto (2010:54-72), Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi 2 golongan yaitu: 1) Faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri yang disebut faktor individu (Intern), yang meliputi: a. Faktor biologis, meliputi: kesehatan, gizi, pendengaran dan penglihatan. Jika salah satu dari faktor biologis terganggu akan mempengaruhi hasil prestasi belajar. b. Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat dan motivasi serta perhatian ingatan berfikir. c. Faktor kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan jasmani nampak dengan adanya lemah tubuh, lapar dan haus serta mengantuk. Sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya
22
kelesuan dan kebosanan sehingga minat dan dorongan untuk mengahsilkan sesuatu akan hilang. 2) Faktor yang ada pada luar individu yang disebut dengan faktor Ekstern, yang meliputi: a. Faktor keluarga. Keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan terutama. Merupakan lembaga pendidikan dalam ukuran kecil tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar. b. Faktor Sekolah, meliputi : metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, siswa dengan siswa dan berdisiplin di sekolah. c. Faktor Masyarakat, meliputi : bentuk kehidupan masyarakat sekitar dapat mempengaruhi prsetasi belajar siswa. Jika lingkungan siswa adalah lingkungan terpelajar maka siswa akan terpengaruh dan mendorong untuk lebih giat belajar. Berdasarkan faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar diatas dapat dikaji bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks. Aktivitas belajar individu memang tidak selamanya menguntungkan. Kadang-kadang juga lancar, kadang mudah menangkap apa yang dipelajari, kadang sulit mencerna mata pelajaran. Dalam keadaan dimana siswa dapat belajar sebagaimana mestinya, itulah yang disebut belajar. Menurut Suprijono (2012:7) yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Artinya, hasil pembelajaran yang dikategorisasi oleh para pakar pendidikan
tidak
dilihat
secara
fragmentaris
atau
terpisah,
melainkan
komprehensif. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil yang diperoleh siswa setelah terjadinya proses pembelajaran yang ditunjukkan dengan hasil evaluasi yang diberikan oleh guru setiap selesai memberikan materi pelajaran pada satu pokok bahasan. Gagne membagi lima kategori hasil belajar, yaitu informasi verbal, keerampilan intelektual, strategi kogntif, sikap dan keterampilan motoris. Sedangkan secara garis besar Bloom membaginya kedalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
23
2.1.4.2 Pengukuran Hasil Belajar Menurut Djamarah dan Aswan Zain (2010:105), suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pengajaran dikatakan berhasil apabila tujuan instruksional khusus (TIK) dapat tercapai. Yang menjadi petunjuk bahwa suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil menurut Djamarah dan Aswan Zain (2010:105-106) adalah hal-hal sebagai berikut: (1) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individual maupun secara kelompok. (2) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran/instruksional khusus (TIK) telah dicapai oleh siswa, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Aries (2011:1), guru bertugas mengukur apakah siswa telah menguasai ilmu yang telah dipelajarinya sesuai tujuan pembelajaran yang dirumuskan. Sejalan dengan pemikiran R. Ebel dalam Aries (2011:1), yang menegaskan bahwa pengajar yang baik selalu menggunakan pengujian untuk mengukur pencapaian siswa secara individu dalam pembelajaran dan efektifitas program pembelajaran. Menurut Djamarah dan Aswan Zain (2010:106), untuk mengukur dan mengevaluasi tingkat keberhasilan belajar dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar dapat digolongkan kedalam jenis penilaian sebagai berikut: 3) Tes fomatif Penilaian ini digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar bahan tertentu dalam waktu tertentu. 4) Tes Subsumatif Tes ini meliputi sejumlah bahan pelajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar siswa. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai rapor. 5) Tes Sumatif Tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokokpokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester, satu atau dua tahun pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tingkat atau taraf
24
keberhasilan belajar dalam satu periode tertentu. Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat atau sebagai ukuran mutu sekolah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil tes. Menurut Ebel dan Frisbic dalam Aries (2011:52), mengatakan bahwa reliabilitas bergantung pada ciri kelompok yang diuji, isi tes serta kondisi-kodisi dalam pelaksanaan tes, yang diuraikan sebagai berikut: 1) Penampilan peserta tes yang kurang prima Peserta tes tidak berada dalam keadaan prima pada saat tes dilaksanakan sehubungan dengan keadaan fisik dan emosi 2) Penilaian yang tidak objektif Penilai tidak berada dalam kondisi fisik dan emosi yang tidak stabil. Mereka mungkin sedang sakit, tidak konsentrasi. Letih, lapar, emosi tidak stabil, atau mengantuk saat memberi nilai. Jadi hal ini juga perlu dikondisikan oleh pelaksana. 3) Tes yang terlalu pendek Untuk tes-tes yang pendek, sebaiknya digunakan teknik yang lain, misalnya tes ulang. 4) Soal tes terlalu mudah atau terlalu sulit Tingkat kesulitan soal mempengaruhi tingkat reliabilitas soal. 5) Mencontek dalam tes Jika hal ini terjadi tes akan menhasilkan skor dengan reliabilitas rendah. Jadi, kejujuran peserta tes dalam menjawab soal tes ikut mempengaruhi tingkat reliabilitas. 6) Waktu dan tempat yangtidak menyenangkan Sebuah tes yang dilaksanakan dalam ruangan yang tidak nyaman atau pada wakt yang tidak menyenangkan akan menghasilkan skor tes dengan reliabilitas rendah. Menurut Sudjana (2012: 35), tes pada umumnya digunakan untuk menilai dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran. Dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau menilai hasil belajar bidang afeltif dan psikomotorik. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa keberhasilan pengajaran tidak hanya dilihat dari hasil belajar yang dicapai oleh siswa, tetapi juga dari segi prosesnya. Hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar. Ini berarti bahwa optimalnya hasil belajar siswa bergantung pula pada
25
proses belajar siswa dan proses mengajar guru. Oleh sebab itu perlu dilakukan penilaian terhadap proses belajar mengajar.
2.1.5 Hubungan Model pembelajaran Explicit Instruction dengan Hasil belajar Tujuan pembelajaran menurut Robert F. Mager dalam Hamzah (2006:35) adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Jadi apabila hasil dari suatu kompetensi baik, maka tujuan pembelajaran sudah tercapai. Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran merupakan proses melibatkan guru dengan semua komponen tujuan, bahan, metode dan alat serta penilaian. Dari uraian diatas dapat dikaji bahwa dalam kegiatan pembelajaran perlu dipilih strategi yang tepat agar tujuan dapat dicapai. Strategi pembelajaran adalah suatu cara atau metode yang dilakukan oleh pendidik (guru) kepada peserta didik (murid) yang lain dalam upaya terjadinya perubahan pada aspek kognitif, afektif dan motorik secara berkesinambungan. Sehingga model pembelajaran Explicit Instruction dipakai sebagai strategi dalam penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Karena dalam meningkatkan hasil belajar siswa, adanya variasi model pembelajaran dan pemanfaatan media sangat besar pengaruhnya dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, dimungkinkan dengan adanya variasi model pembelajaran dan pemanfaatan media yang maksimal hasil belajar siswa akan meningkat lebih baik dibanding dengan proses belajar mengajar yang monoton.
2.2 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan variabel penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: Hasil penelitian yang dilakukan oleh Galuh Widiana, Universitas Negeri Malang dengan judul Peningkatan Hasil Belajar Matematika melalui Model Pembelajaran Explicit Instruction Siswa Kelas IV SDN Brodot 1 yang menyimpulkan bahwa melalui model pembelajaran Explicit Instruction dapat
26
meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV dalam Mata Pelajaran Matematika materi perkalian. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan hasil belajar siswa yang sangat baik yaitu persentase ketuntasan belajar siswa pada pra tindakan hanya sebesar 28%, pada siklus I pertemuan I sebesar 52%, pada siklus I pertemuan II sebesar 60%, pada siklus II pertemuan I sebesar 72% dan siklus II pertemuan II meningkat menjadi 84%. Pada penelitian yang dilakukan oleh Ninjo Tarigan dengan judul Menerapkan Model Pembelajaran Langsung Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa kelas VII-6 SMPN 1 Tiga Panah Pada Pelajaran Matematika. Dari hasil analisis data penelitian yang dilakukan ditunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami
peningkatan
dari
siklus
I
ke
siklus
II
yang
dibuktikan
dengan perolehan nilai rata-rata kelas dari 63,75 pada siklus I menjadi 77,05 pada siklus II. Siwa yang tuntas pada siklus I sebanyak 6 orang dan pada siklus II menjadi 27 orang. Ini berarti penerapan model pembelajaran langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran matematika. Ada pula penelitian yang dilakukan oleh Ella Nurlaela dengan judul Pengggunaan Model Pengajaran Langsung dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas VII B SMP Negeri 5 Cipatujah pada Konsep Mikroskop. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa Pembelajaran IPA pada konsep mikroskop dengan menggunakan strategi pembelajaran dengan model pengajaran langsung dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang dapat dilihat dari kenaikan rata–rata hasil belajar tes pada siklus I dan siklus II. Yaitu dari siklus I rata-rata kelas hanya 8,4 pada siklus II meningkat menjadi 9,3. Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian di atas, diperoleh hasil bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Explicit Instruction dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar ini dapat dilihat dari perubahan angka ketuntasan pada siklus I hingga siklus II. Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran Explicit Instruction dapat meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Namun, masih perlu dibuktikan lagi melalui penelitian tindakan kelas yang dilakukan ini.
27
2.3 Kerangka Berpikir Pada pembelajaran IPA tidak hanya belajar secara kognitif saja, akan tetapi diharapkan pada keaktifan siswa. Penerapan model pembelajaran Explicit Instruction diharapkan dapat memaksimalkan pencapaian hasil belajar siswa pada pembelajaran IPA. Pembelajaran yang dirancang secara langsung melibatkan siswa dalam pembelajaran diharapkan dapat mengaktifkan siswa dalam pembelajaran dan dapat meningkatkan hasil belajar.
Model pembelajaran Explicit Instruction oleh guru
Pelibatan siswa dalam penjelasan materi
Siswa menjadi lebih aktif dalam pembelajaran
Guru memberikan pelatihan-pelatihan terbimbing dan mandiri
Hasil belajar siswa meningkat
Siswa mengerti lebih dalam materi yang diajarkan
Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir
2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka pikir, maka hipotesis penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Pembelajaran IPA dengan menggunakan model pembelajaran Explicit Instruction diduga dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SDN Sumogawe 03 Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang karena model pembelajaran Explicit Instruction membuat siswa aktif dan siswa terlibat secara langsung dalam pembelajaran. Model pembelajaran Explicit Instruction dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa kelas 5 dengan cara melakukan pembelajaran sesuai dengan langkahlangkah pembelajaran secara urut.