BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Coping 2.1.1 Pengertian Coping Coping adalah proses untuk menata tuntutan yang dianggap membebani atau melebihi kemampuan sumber daya kita, Lazarus & Folkman; Lazarus & Launier (Taylor, Peplau, Sear 2009). Sedangkan pengertian coping stress menurut Pestonjee (dalam Setyowati, 2006) adalah usaha seseorang dalam menghadapi stres dan mengatasi ancaman maupun tantangan. 2.1.2 Strategi Coping Menurut Lazarus dan Folkman (Davidson, Neale, Kring 2006) mengidentifikasikan strategi coping. Selain itu dari dua upaya coping diatas Lazarus,
Dunkel-Schetter,
Delongis,
&
Gruen
(dalam
Taylor,
1991)
menambahkan dengan penjabaran yang lebih detail. 1. Coping yang berfokus pada masalah (Problem Focused Coping) mencakup bertindak secara langsung untuk mengatasi masalah atau mencari informasi yang relevan dengan solusi. Respon dari coping yang terfokus pada masalah terhadap serangkaian teguran keras dari atasan dapat berbentuk bekerja lebih keras, berusaha meningkatkan keahlian, atau mencari pekerjaan baru.
a. Konfrontatif (Confrontative Coping): menggambarkan usaha yang agresif dalam mengubah situasi, terkadang penuh resiko. b. Misalnya secara langsung mengutarakan keberatannya saat tak hak pribadinya diambil. c. Mencari Dukungan Sosial (Seeking Social Support) : usaha dalam memperoleh kenyamanan emosional dan informasi dari orang lain. Misalnya individu berbicara dengan orang lain dan mencari lebih banyak informasi mengenai kondisi yang sedang ia dihadapi. d. Merencanakan Pemecahan Masalah (Planful Problem Solving): individu melakukan analisa terhadap situasi untuk mendapatkan jalan keluar dan kemudian mengambil untuk mengatasi masalah yang ada. 2. Coping yang berfokus pada emosi (Emotion Focused Coping) merujuk pada berbagai upaya untuk mengurangi berbagai reaksi emosional terhadap stress. Tipe coping ini terjadi jika seseorang menyimpulkan bahwa tidak ada hal yang bisa dilakukan mengenai situasi itu sendiri. Salah satu strategi coping terfokus pada emosi adalah mengalihkan perhatian dari masalah; menyerah; dan menyangkal bahwa ada masalah. respon dari coping yang terfokus pada emosi dapat berbentuk penolakan untuk memikirkan teguran atau meyakinkan diri bahwa sebenarnya atasannya tidak bermaksud untuk terlalu kritis. a. Mengontrol Diri (Self Control): usaha dalam mengatur dan mengontrol perasaan diri sendiri terhadap suatu masalah.
b. Melepaskan Diri (Distancing): usaha dalam melepaskan diri dari situasi yang menyebabkan stres, melakukan usaha-usaha kognitif untuk mengalihkan perhatian seseorang dalam suatu masalah dan berusaha membuat tampilan yang positif. Misalnya seseorang pergi dan mengikuti berbagai kegiatan untuk menyibukkan diri dan pikiran sehinggadapat berusaha melupakan masalah yang sedang dialaminya. c. Penilaian Kembali Secara Positif (Positive Reappraisal): usaha dalam menemukan makna positif dari pengalaman d. dengan memfokuskan pada perkembangan diri, seringkali secara religius. Misalnya manusia berfikir bahwa tuhan memberikan cobaan kepadanya agar dinaikkan derajatnya dan imannya semakin kuat. e. Menerima Tanggung Jawab (Accepting Responsibility): mengakui adanya peran diri dalam suatu masalah, pada jenis coping ini seseorang mencari tahu posisinya dalam suatu masalah dan pada saat yang bersamaan mencoba melakukan koreksi pada situasi yang terjadi. f. Menghindar (Escape atau Avoidance): keadaan menyesali atau usaha dalam menyelamatkan diri ataupun menghindar dari situasi yang terjadi. Misalnya dengan berangan-angan sesuatu tidak akan pernah terjadi dengan mengkonsumsi alkohol. 2.2 Lansia
2.2.1 Pengertian Lansia dan Batasan Lansia Menurut Depkes RI (1999), pengertian lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas. Sedangkan UU Kesejahteraan Lanjut Usia No. 13 tahun 1998, lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita, masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa ataupun tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain. Dari dua pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian lansia adalah seorang pria atau wanita yang berusia 60 tahun ke atas baik secara fisik masih berkemampuan maupun karena sesuatu hal yang tidak lagi mampu berperan aktif dalam kegiatan sehingga memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Batasan usia yang digunakan untuk patokan sebagai lansia berbeda-beda menurut Menurut Hurlock (1980, dalam Nugroho, 2008), lansia dibagi dalam 2 tahap, yaitu early old age (usia 60 -70 tahun), advanced old age (usia 70 tahun ke atas). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lansia menjadi 4 yaitu : usia pertengahan (middle age) adalah 45 -59 tahun, lanjut usia (elderly) adalah 60 -74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun. Sedangkan Burnside (1979, dalam Nugroho, 2008) membagi lansia menjadi 4 tahap, yaitu: young old (usia 60-69 tahun), middle age old (usia 70-79 tahun), old-old (usia 80-89 tahun), dan very old-old (usia 90 tahun ke atas). Dari beberapa batasan usia lansia diatas dapat disimpulkan bahwa batasan usia lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas, dibagi ke dalam tiga kategori yakni lansia muda, lansia tua dan lansia sangat tua.
2.2.2 Masalah yang dihadapi usia lanjut Masalah ekonomi, usia lanjut ditandai dengan menurunnya produktivitas kerja, memasuki masa pensiun atau berhentinya pekerjaan utama. Hal ini berakibat pada menurunnya pendapatan yang kemudian terkait dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, seperti sandang, papan, pangan, kesehatan rekreasi dan kebutuhan sosial. Pada hal di sisi lain, usia lanjut dihadapkan kepada berbagai kebutuhan yang semakin meningkat, seperti kebutuhan akan makanan yang bergizi dan seimbang, pemeriksaan kesehatan secara rutin, perawatan bagi yang menderita penyakut ketuaan, kebutuhan sosial dan rekreasi. Penghasilan usia lanjut pada umumnya berasal dari pensiun, tabungan, bantuan dari anak atau anggota keluarga lainnya. Secara ekonomis, penduduk usia lanjut dapat diklasifikasikan kepada tingkat ketergantungan atau kemandirian mereka. Dalam kaitan ini penduduk usia lanjut dikelompokkan ke dalam tiga kelompok yaitu kelompok lanjut usia yang sudah uzur, pikun (senile) yaitu mereka yang sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka; kelompok lanjut usia yang produktif, yaitu mereka yang mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan tidak tergantung pada pihak lain; kelompok lanjut usia yang miskin (destitute) yaitu termasuk mereka yang secara relative tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, seperti pekerjaan atau pendapatan yang tidak dapat kehidupannya (Wirakartakusumah, 1994).
menunjang kelangsungan
Masalah sosial, memasuki masa tua ditandai dengan berkurangnya kontak sosial, baik dengan anggota keluarga, anggota masyarakat maupun teman kerja sebagai akibat terputusnya hubungan kerja karena pensiun. Disamping itu kecenderungan meluasnya keluarga inti atau keluarga batih (nucleus family) daripada keluarga luas (extended family) juga akan mengurangi kontak sosial usia lanjut. Perubahan nilai sosial masyarakat yang mengarah kepada tantanan masyarakat individualistik, berpengaruh bagi para usia lanjut yang kurang mendapatkan perhatian, sehingga sering tersisih dari kehidupan masyarakat dan terlantar. Kurangnya kontak sosial ini menimbulkan perasaan kesepian, murung. Kontak sosial ini sangat berguna bagi usia lanjut agar memiliki kesempatan untuk saling bertukar informasi, saling belajar dan saling bercanda. Masalah kesehatan, pada usia lanjut terjadi kemunduran sel-sel karena proses penuaan yang berakibat pada kelemahan organ, kemunduran fisik, timbulnya berbagai macam penyakit degeneratif. Masa tua ditandai oleh penurunan fisik dan rentan terhadap berbagai penyakitt. Kerentanan terhadap penyakit ini disebabkan oleh menurunnya fungsi berbagai organ tubuh. Kebutuhan psikologis merupakan kebutuhan akan rasa aman (the safety needs); kebutuhan akan rasa memiliki dan dimiliki serta rasa kasih sayang (the belongingness and love needs); kebutuhan akan aktualisasi diri (the need for self actualization). Kebutuhan akan rasa aman meliputi kebutuhan akan keselamatan, seperti keamanan, kemantapan, ketergantungan, perlindungan, bebas dari rasa takut, kecemasan, kakalutan, ketertiban dan sebagainya.
2.2.4 Perubahan pada lansia 1. Perubahan fisik Proses menjadi dua disebabkan oleh faktor biologis yang terdiri atas 3 fase, yaitu (1) fase progresif, (2) fase stabil, dan (3) fase regresif. Dalam fase regresif, mekanisme lebih kearah kemunduran yang dialami oleh sel, komponen terkecil dari tubuh manusia. Penurunan pada aspek fisik meliputi perubahan pada kerangka tubuh, tulang menjadi keras dan mudah patah. Sistem syaraf pusat berkurang yang mengakibatkan menurunnya kecepatan belajar dan mengingat, sehingga usia lanjut mudah lupa. Kulit kehilangan elastisitasnya, kering dan keriput sehingga tidak tahan panas dan dingin. Organ alat indera mengalami penurunan fungsi sehingga menurun dalam sensitifitas dan efisiensinya. Penurunan pada aspek fisik meliputi perubahan pada kerangka tubuh, tulang menjadi keras dan mudah patah. Sistem syaraf pusat berkurang yang mengakibatkan menurunnya kecepatan belajar dan mengingat, sehingga usia lanjut mudah lupa. Kulit kehilangan elastisitasnya, kering dan keriput sehingga tidak tahan panas dan dingin. Organ alat indera mengalami penurunan fungsi sehingga menurun dalam sensitifitas dan efisiensinya. Kecepatan motorik menurun, sehingga kecepatan reaksi dan koordinasi gerak kurang baik dan terkesan lamban. Gejalanya yaitu mudah merasa lelah, gerakan lamban
dan kurang lincah, kerampingan tubuh berkurang bahkan menghilang, terjadi timbunan lemak terutama dibagian pinggul. 2. Penurunan berbagai fungsi indrawi a.
Penglihatan
Penurunan fungsi penglihatan, terutama pada objek dengan tingkat penerangan yang rendah, juga menurunnya sensitivitas terhadap warna. Masalah penglihatan medium sering kali dapat diatasi dengan bantuan kacamata, perawatan medis atau bedah, atau perubahan pada lingkungan. Kebanyakan
gangguan
penglihatan
(termasuk
kebutaan)
disebabkan oleh katarak, degenerasi macular yang disebabkan usia, glaukoma, dan retinopati diabetes (komplikasi diabetes yang tidak berhubungan dengan usia). b.
Pendengaran
Kemampuan pendengaran juga berkurang sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan syaraf. Pendengaran pada laki-laki menurun lebih
awal
dan
lebih
cepat
daripada
perempuan.
Salah
satu
membedakannya berhubungan dengan kebiasaan merokok, sering mendengar suara keras yang banyak terjadi ditempat kerja (biasanya lakilaki), pada orang tua adanya tekanan darah tinggi atau stroke yang merusak jaringan otak. c.
Kulit
Pada usia 40 tahunan hal ini menjadi nyata, dan muncul garis-garis di seputar mata. Seacara berangsur-angsur kulit kehilangan elastisitasnya dan mulai kendur, terutama pada wajah, tangan dan kaki, sesudah 50 tahunan timbul noda atau bintik hitam yaitu kumpulan pigmen dibawah kulit meningkat. Pembuluh darah dikulit menjadi lebih nampak karena jaringan lemak yang menipis. d.
Perasa
Fungsi alat perasa juga menurun sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan tunas perasa yang terletak dilidah dan dipermukaan bagian dalam pipi. Berhentinya syaraf perasa ini terus-menerus sejalan dengan bertambahnya usia. Kemampuan penciuman juga menurun. Indera peraba mengalami penurunan kepekaan karena kulit semakin kering dan keras. e.
Keropos Tulang
Ketika terjadi akumulasi sel-sel baru pada jaringan luar, tulang membesar, tetapi kandungan mineralnya menurun sehingga menjadi keropos. Hal ini terjadi sejak usia 30 tahunan secara berangsur-angsur dan dipercepat pada usia 50 tahunan, khususnya pada perempuan. Perempuan menyimpan cadangan mineral tulang lebih sedikit daripada laki-laki. f.
Membau dan mengcecap
Penurunan dalam hal membau dan merasakan akan lebih terasa bagi mereka yang kurang baik daripada yang kondisi kesehatan lebih baik.
g.
Aktivitas seksual dan fungsi reproduksi
Bagi usia lanjut kegiatan seksual tetap perlu dilakukan meski mengalami berbagai penurunan dan perubahan. Perubahan fisik dan psikis dalam kehidupan suami istri mungkin mempengaruhi kegiatan seksual, namun bukan untuk menghentikannya. Produksi hormon seks pada lakilaki dan perempuan menurun. Dorongan untuk melakukan aktivitas seksual lebih besar pada laki-laki daripada perempuan. Meskipun timbulnya dorongan aktivitas seksual tidak lagi sekuat ketika masa muda, aktivitas seksual berjalan normal, namun karena kondisinya diperlukan stimulan untuk membantu timbulnya dorongan seksual tersebut. 3. Penurunan kondisi kesehatan Masalah kesehatan ini bersumber dari berbagai fungsi organ tubuh seperti jantung, ginjal, paru dan kekebalan tubuh. Penyakit tersebut adalah infeksi, jantung, osteoporosis, tekanan darah tinggi, stroke dan juga diabetes atau sakit gula. 4. Penurunan fungsi kognitif Terjadi perubahan ketika seseorang memasuki usia lanjut. Kesulitan dengan fungsi ingatan atau dalam mengekspresikan secara verbal atau berbicara merupakan bentuk-bentuk penurunan fungsi kognitif. Penurunan efisiensi dalam berfikir, dalam hal perhatian, jumlah informasi yang dapat dilakukan oleh kerja ingatan (memori), penggunaan strategi memori, dan pengungkapan kembali memori jangka panjang.
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian mengenai gambaran coping pada lanjut usia ini terlebih dahulu akan menyajikan pengertian coping, faktor yang mempengaruhi coping yaitu kesehatan fisik, keyakinan atau pandangan yang positif, keterampilan dalam memecahkan, keterampilan sosial, dukungan sosial, dan materi. Strategi coping ada dua yaitu problem focused coping dan emotional focused coping. Problem focused coping dibagi menjadi tiga yaitu konfrontatif (confrontative coping), mencari dukungan sosial (seeking social support), merencanakan pemecahan masalah (planful problem solving). Sedangkan emotional problem coping di bagi menjadi lima yaitu mengontol diri (self control), melepaskan diri (distancing), penilaian kembali secara positif (possitive reappraisal), menerima tanggung jawab (aceepting responsibility), dan menghindar (escape atau avoidance).