BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.
PARADIGMA KAJIAN Paradigma adalah pandangan mendasar mengenai pokok persoalan,
tujuan, dan sifat dasar bahan kajian. Paradigma penelitian kualitatif dilakukan melalui proses induktif, yaitu berangkat dari konsep khusus ke umum, konseptualisasi, kategorisasi, dan deskripsi yang dikembangkan berdasarkan masalah yang terjadi di lokasi penelitian. Paradigma kualitatif mencanangkan pendekatan humanistik untuk memahami realitas sosial para idealis, yang memberikan suatu tekanan pada pandangan yang terbuka tentang kehidupan sosial dan paradigma kualitatif ini memandang kehidupan sosial sebagai kreatifitas bersama individu-individu. Oleh karena itu, melalui paradigma kualitatif dapat menghasilkan suatu realitas yang dipandang secara objektif dan dapat diketahui yang melakukan interaksi sosial (Ghony dan Almanshur, 2012:73). Menurut Maxwell (1996), kelebihan paradigma adalah pemahaman makna, dimana makna merujuk pada kognisi, afeksi, intense, dan apa saja yang berada di bawah paying perspektif partisipan. Peneliti bukan saja tertarik pada aspek fisik pada kejadian itu, melainkan bagaimana mereka memaknai semua itu, dan bagaimana makna itu mempengaruhi tingkah laku informan. Fokus pada makna
seperti
itu
disebut
intrepretif
(Maxwell
dalam
Ghony
dan
Almanshur,2012:77). Dalam kegiatan kajian, paradigma kualitatif dijabarkan ke dalam langkah-langkah (Ghony dan Almanshur,2012:77): (1) penentuan pumpun kajian (focus of study), yang mencakup kegiatan memilih masalah yang memenuhi syarat kelayakan dan kebermaknaan, (2) pengembangan kepekaan teoretik dengan menelaah bahan pustaka yang relevan dan hasil kajian sebelumnya, (3) penentuan kasus atau bahan kajian, yang meliputi kegiatan memilih dari mana dan dari siapa data diperoleh, (4) pengembangan protokol pemerolehan dan pengolahan data, yang mencakup kegiatan menetapkan piranti, langkah dan teknik pemerolehan dan pengolahan data yang digunakan, (5) pelaksanaan kegiatan pemerolehan data, yang terdiri atas kegiatan mengumpulkan data lapangan atau melakukan
Universitas sumatera Utara
pembacaan naskah yang dikaji, (6) pengolahan data perolehan, yang meliputi kegiatan penyandian (coding), pengkategorian (categorizing), pembandingan (comparing), dan pembahasan (discussing), (7) negosiasi hasil kajian dengan subjek kajian, dan (8) perumusan simpulan kajian, yang meliputi kegiatan penafsiran dan penyatu-paduan (interpreting and intergrating) temuan ke dalam bangunan pengetahuan sebelumnya, serta saran bagi kajian berikutnya. Karena sifat dasar bahan yang dikaji serta tujuan yang ingin dicapai, bisa saja langkah-langkah tersebut diubah menurut dinamika di lapangan. Fokus kajian, misalnya mungkin mengalami penajaman dan perumusan ulang setelah peneliti melakukan penjajakan lapangan. Tentu saja, penajaman ulang perlu dilakukan berdasarkan ketersediaan data, serta dimaksudkan untuk meningkatkan kebermaknaan kajian. Setiap kajian berparadigma interpretif harus memenuhi kriteria: (1) keterpercayaan (credibility), (2) kebergantungan (dependability), dan (3) kepastian (confirmability), dan (4) keteralihan (transferability) (Ghony dan Almanshur,2012:77). Kepercayaan membuktikan bahwa data perolehan dan simpulan kajian benar-benar dapat dipercaya. Ketergantungan membuktikan bahwa temuan dan simpulan kajian benar-benar bersandar pada data mentah. Kepastian membuktikan bahwa kebenaran temuan dan simpulan kajian bisa dilacak berdasarkan data perolehan. Sedangkan keteralihan membuktikan bahwa temuan dan simpulan penelitian bisa diberlakukan pada kasus lain yang memiliki ciri-ciri sama dengan kasus
yang
dikaji
(http://wajburni.wordpress.com/2012/01/17/paradigma-
penelitian-kualitatif/).
2.2
KAJIAN PUSTAKA
2.2.1 KOMUNIKASI Komunikasi merupakan salah satu aspek terpenting dan kompleks bagi kehidupan manusia. Manusia sangat dipengaruhi oleh komunikasi yang dilakukannya dengan manusia lain, baik yang sudah dikenal maupun yang tidak dikenal sama sekali. Komunikasi memiliki peran yang sangat vital bagi kehidupan manusia, karena itu harus memberikan perhatian yang seksama terhadap komunikasi.
Universitas sumatera Utara
2.2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara etimologis, istilah komunikasi atau dalam Bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna. Jadi, komunikasi adalah proses atau tindakan untuk mengalihkan pesan dari suatu sumber kepada penerima melalui saluran dalam situasi adanya gangguan dan interfensi. Komunikasi juga merupakan transimisi pesan yang bertujuan untuk memperoleh makna perubahan tertentu. (Liliweri,2011:31). Berikut ini adalah 6 defenisi komunikasi menurut para ahli (Mulyana, 2007 : 62-66) : 1. Theodore M. Newcomb Setiap tindakan komunikasi dipandang sebagai suatu transmisi informasi, terdiri dari rangsangan yang diskriminatif, dari sumber kepada penerima. 2. Gerald R. Miller Komunikasi terjadi ketika suatu sumber menyampaikan suatu pesan kepada penerima dengan niat yang disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima. 3. Everett M. Rogers Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. 4. Raymond S. Ross Komunikasi adalah suatu proses menyortir, memilih dan mengirimkan simbol-simbol sedemikian rupa sehingga membantu pendengar membangkitkan makna atau respon dari pikirannya yang serupa dengan yang dimaksudkan komunikator. 5. Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss Komunikasi adalah proses pembentukan makna diantara dua orang atau lebih. 6. Harold Lasswell Cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab pertanyaan sebagai berikut : Who Says What in Which Channel To Whom With What Effect?
Universitas sumatera Utara
Paradigma Lasswell ini menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur dasar : a. Who (Siapa) : Komunikator; orang yang menyampaikan pesan. b. Says What (Mengatakan Apa) : Pesan, pernyataan yang didukung oleh lambang, dapat berupa ide atau gagasan. c. In Which Channel (Saluran) : Media; sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikasn jauh tempatnya atau banyak jumlahnya. d. To Whom (Kepada Siapa) : Komunikan; orang yang menerima pesan. e. With What Effect (Dampak) : Efek; dampak sebagai pengaruh dari pesan atau dapat juga dikatakan sebagai hasil dari proses komunikasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melaluui media yang menimbulkan efek tertentu.
2.2.1.2 Proses Komunikasi Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa berupa gagasan, informasi, opini, dan lain-lain yang muncul dari benaknya.
Perasaan
bisa
berupa
keyakinan,
kepastian,
keragu-raguan,
kekhawatiran, kemarahan, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Yang menjadi permasalahan ialah bagaimana caranya agar “gambaran dalam benak” dan “isi kesadaran” pada komunikator itu dapat dimengerti, diterima, dan bahkan dilakukan oleh komunikan (Effendy, 2005:11). Wilbur
Schramm
(Effendy,
1992:32-33)
dalam
karyanya
“How
Communication Works”mengatakan the condition of success in communication diringkaskan sebagai berikut : e.
Pesan harus dirancangkan dan disampaikan sedemikian rupa sehingga
dapat menarik perhatian sasaran yang dimaksud. f.
Pesan harus menggunakan tanda-tanda yang tertuju kepada pengalaman
yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama dapat dimengerti.
Universitas sumatera Utara
g.
Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi pihak komunikan, dan
menyarankan suatu cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut. h.
Pesan harus menyarankan suatu cara untuk memperoleh kebutuhan tadi
yang layak bagi situasi kelompok tempat komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki. Komunikasi yang efektif adalah sejauh mana komunikator mampu berorientasi kepada komunikannya. Berorientasi maksudnya melihat dan memahami pesan yang disampaikan, terkait dengan bentuk pesan, makna pesan, cara penyajian pesan termasuk penentuan saluran yang ditentukan oleh komunikator (Vardiansyah, 2004:111).
2.2.1.3 Unsur-unsur Komunikasi Komunikasi dapat berjalan baik dan lancar jika pesan yang disampaikan seseorang yang didasari dengan tujuan tertentu dapat diterimanya dengan baik dan dimengerti. Suksesnya suatu komunikasi apabila dalam penyampaiannya menyertakan unsur-unsur berikut (Liliweri,2011:39-43) : 1.
Sumber Sumber sering disebut pengirim, komunikator, atau source, sender, atau
encoder. Pengirim adalah orang yang membuat pesan. Pengirim merupakan pemrakarsa yang ingin menyajikan pikiran dan pendapat tentang suatu peristiwa atau objek 2.
Pesan Pesan adalah gagasan, perasaan, atau pemikiran yang telah di-encode
oleh pengirim atau di-decode oleh penerima. Pada umumnya pesan-pesan berbentuk sinyal, simbol, tanda-tanda atau kombinasi dari semuanya dan berfungsi sebagai stimulus yang akan direspon oleh penerima. . 3.
Media / Saluran Komunikasi Media yang dimaksud adalah alat yang digunakan untuk memindahkan
pesan dari sumber kepada penerima. Terdapat beberapa pendapat mengenai saluran atau media. Ada yang menilai bahwa media bisa bermacam-macam bentuknya, misalnya dalam komunikasi antarpribadi, panca indera dianggap
Universitas sumatera Utara
sebagai media komunikasi. Termasuk juga telepon, surat kabar, dan media massa lainnya. 4.
Penerima Penerima adalah pihak yang menjadi sasaran pesan yang dikirim oleh
sumber. Penerima biasanya terdiri satu orang atau lebih, bisa dalam bentuk kelompok, partai bahkan negara. Sering juga disebut sebagai khalayak, sasaran, komunikan, atau audience. Jika suatu pesan tidak diterima oleh penerima, maka akan menimbulkan berbagai macam masalah yang seringkali menuntut perubahan, apakah pada sumber, pesan, atau saluran. 5.
Pengaruh Pengaruh atau efek adalah perbedaan antara apa yang dipikirkan,
dirasakan, dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh ini biasa terjadi pada pengetahuan, sikap, dan tindakan seseorang sebgai akibat penerimaan pesan. 6.
Feedback Umpan balik adalah respon yang diberikan oleh penerima terhadap pesan
yang dikirimkan oleh pengirim. Aristoteles (Cangara, 2003:22) mengatakan suatu pesan akan terlaksana dengan baik hanya cukup dengan tiga unsur saja, yaitu sumber, pesan, dan penerima. Sedangkan Claude E.Shannon dan Warren Weaver menyatakan bahwa proses komunikasi memerlukan unsur pengirim, transmitte, sinyal, penerima dan tujuan.
2.2.1.4 Fungsi Komunikasi Fungsi komunikasi (Effendy, 2011:8), yaitu : 1. Menyampaikan inform asi (to inform) 2. Mendidik (to educate) 3. Menghibur (to entertain) 4. Mempengaruhi (to influence) 2.2.1.5 Tujuan Komunikasi Tujuan komunikasi (Effendy, 2011:8), yaitu : 1. Perubahan sikap (attitude change) 2. Perubahan pendapat (opinion change) 3. Perubahan perilaku (behavior change) 4. Perubahan sosial (social change)
Universitas sumatera Utara
2.2.2
KOMUNIKASI ANTARPRIBADI
2.2.2.1 Defenisi Komunikasi Antarpribadi Para ahli teori komunikasi mendefenisikan komunikasi antarpribadi secara berbeda-beda. Adapun defenisi komunikasi antarpribadi menurut tiga ancangan utama (Devito,1997:231-232), yaitu: 1.
Defenisi Berdasarkan Komponen Defenisi berdasarkan komponen menjelaskan komunikasi antarpribadi
dengan mengamati komponen-komponen utamanya dan dalam hal ini, penyampaian pesan oleh satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera. 2. Defenisi Berdasarkan Hubungan Diadik Defenisi berdasarkan hubungan ini, komunikasi antarpribadi sebagai komunikasi yang berlangsung di antara dua orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas. Adakalanya defenisi hubungan ini diperluas sehingga mencakup juga sekelompok kecil orang seperti anggota keluarga atau kelompokkelompok yang terdiri dari atas tiga atau empat orang. 3.
Defenisi Berdasarkan Pengembangan Dalam ancangan pengembangan, komunikasi antarpribadi dilihat sebagai
akhir dari perkembangan dari komunikasi yang bersifat tak-pribadi pada satu ekstrim menjadi komunikasi pribadi atau intim pada ekstrim yang lain. Perkembangan
ini
mengisyaratkan
atau
mendefenisikan
pengembangan
komunikasi antarpribadi. Ada beberapa defenisi komunikasi antar pribadi menurut para ahli, yaitu : 1.
Menurut
Joseph
A.Devito
dalam
bukunya
The
Interpersonal
Communication Book (Devito, 1989:4), komunikasi antarpribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang- orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (the process of sending and receiving messages between two persons, or among a small group of persons, with some effect and some immediate feedback).
Universitas sumatera Utara
2.
Menurut Effendy, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang komunikan (Liliweri,1991:12).
3.
Menurut
Dean
C.
Barnlund,
komunikasi
antarpribadi
biasanya
dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang, atau tiga orang atau mungkin empat orang yang terjadi secara sangat spontan dan tidak berstruktur (Liliweri,1991:12). 4.
Menurut Tan, komunikasi antarpribadi merupakan komunikasi tatap muka antara dua atau lebih orang (Liliweri,1991:13).
5.
Menurut Rogers, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi (Liliweri,1991:13). Komunikasi
antarpribadi
sebenarnya
merupakan
suatu
proses
sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Proses saling psikologis
mempengaruhi
ini
merupakan
suatu
proses
bersifat
dan karenanya juga merupakan permulaan dari ikatan psikologis
antarmanusia yang memiliki suatu pribadi
2.2.2.2 Fungsi dan Keampuhan Komunikasi Antarpribadi Dibandingkan dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan. Alasannya adalah komunikasi antarpribadi umumnya berlangsung secara tatap muka (face-to-face). Oleh karena itu individu (komunikator) dengan individu (komunikan) saling bertatap muka, maka terjadilah
kontak pribadi (personal contact); pribadi komunikator menyentuh
pribadi komunikan. Ketika komunikator menyampaikan pesan, umpan balik berlangsung seketika (immediate feedback); komunikator mengetahui pada saat itu tanggapan komunikan terhadap pesan, ekspresi wajah, dan gaya bicara komunikator. Apabila umpan baliknya positif, artinya tanggapan komunikan menyenangkan
komunikator,sehingga komunikator mempertahankan
gaya
komunikasinya; sebaliknya jika tanggapan komunikan negatif, komunikator harus mengubah gaya komunikasinya sampai berhasil.
Universitas sumatera Utara
Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini, dan perilaku komunikan itulah maka bentuk komunikasi antarpribadi acapkali dipergunakan untuk melancarkan komunikasi persuasif yakni
suatu
teknik
komunikasi secara psikologis manusiawi yang sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan. (Effendy, 2003:61)Adapun fungsi komunikasi antarpribadi ialah berusaha meningkatkan hubungan insan (human relations), menghindari dan mengatasi konflik-konflik pribadi, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Melalui komunikasi antarpribadi, individu berusaha membina hubungan yang baik dengan individu lainnya, sehingga menghindari dan mengatasi terjadinya konflik-konflik di antara individu-individu tersebut. (Cangara, 2005:56).
2.2.2.3 Karakteristik Komunikasi Antarpribadi Karakteristik komunikasi antarpribadi yang efektif dilihat dari tiga sudut pandang (Devito,1997:259-268) : 1.
Sudut pandang humanistik Sudut pandang ini menekankan pada interaksi yang bermakna jujur dan
memuaskan yang menentukan terciptakan hubungan antarmanusia yang superior. Ada lima kualitas umum dari sudut pandang humanistik, yaitu : a. Keterbukaan Kualitas keterbukaan ini yang pertama mengacu pada komunikator antarpribadi yang efektif
harus terbuka kepada orang lain yang diajak
berinteraksi. Yang kedua, mengacu pada kesediaan komunikator untuk bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang. Yang ketiga, menyangkut “kepemilikkan” perasaan dan pikiran. Terbuka mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang dilontarkan merupakan milik dan tanggung jawab atasnya. b. Empati Henry Backrack mendefenisikan empati sebagai kemampuan seseorang untuk mengetahui apa yang sedang dialami orang lain pada suatu saat tertentu, dari sudut pandang orang lain itu, melalui kacamata orang lain.
Universitas sumatera Utara
Untuk mencapai empati harus bisa menahan godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsirkan, mengkritik , mencoba mengerti alasan yang membuat orang itu merasa seperti yang dirasakan dan merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain dari sudut pandangnya. c. Sikap Mendukung Hubungan antarpribadi yang efektif adalah hubungan di mana terdapat sikap mendukung. Sikap mendukung terlihat dari sikap yang deskriptif bukan evaluatif, spontan bukan strategik, dan provisonal bukan sangat yakin. d. Sikap Positif Sikap positif dalam komunikasi antarpribadi dinyatakan melalui dua cara, yaitu yang pertama melalui sikap positif. Orang yang merasa negatif terhadap diri sendiri selalu mengkomunikasikan perasaan kepada orang lain dan akan mengembangkan perasaan negatif yang sama. Sebaliknya, orang merasa positif terhadap diri sendiri mengisyaratkan perasaan kepada orang lain, yanng selanjutnya akan merefleksikan perasaan positif. Yang kedua, dorongan merupakan hal yang dipandang penting dalam analisis transaksional dan dalam interaksi antarmanusia secara umum. Perilajku mendorong menghargai keberadaan dan pentingnya orang lain. e. Kesetaraan Komunikasi antarpribadi akan lebih efektif bila suasannya setara. Artinya, harus ada pengakuan diam-diam bahwa kedua pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing pihak mempunyai sesuatu yang penting disumbangkan 2.
Sudut Pandang Pragmatis Sudut pandang ini menekankan pada manajemen dan kesegaran interaksi,
dan secara umum, kualitas-kualitas yang menetukan pencapaian tujuan yang spesifik. Ada lima kualitas efeftivitas, yaitu : a. Kepercayaan diri Komunikator yang efektif selalu merasa nyaman bersama orang lain dan merasa nyaman dalam situasi komunikasi pada umumnya. Komunikator yang percaya diri bersikap santai, tidak kaku, fleksibel dalam bersuara dan gerak tubuh, terkendali, tidak gugup.
Universitas sumatera Utara
b. Kebersatuan Kebersatuan mengacu pada penggabungan antara pembicara dengan pendengar sehingga terciptanya rasa kebersamaan dan kesatuan. c. Manajemen Interaksi Komunikator yang efektif mengendalikan interaksi untuk kepuasan kedua pihak. Dalam manajemen interaksi yang efektif, tidak seorangpun merasa diabaikan atau merasa menjadi tokoh penting, masing-masing mempunyai kontribusi dalam berkomunikasi. d. Daya Ekspresi Daya ekspresi mengacu pada keterampilan mengkomunikasikan keterlibatan tulus dalam interaksi antarpribadi. Daya ekspresi sama dengan keterbukaan dalama hal penekannya pada keterlibatan. e. Orientasi Kepada Orang Lain Orientasi ini mengacu pada kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lawan bicara selama perjumpaan antarpribadi. Orientasi ini mencakup pengkomunikasian perhatian dan minat terhadap apa yang dikatakan lawan bicara. 3.
Sudut Pandang Pergaulan Sosial dan Sudut Pandang Kesetaraan Sudut pandang ini mengasumsikan bahwa suatu hubungan merupakan
kemitraan di mana imbalan dan biaya saling dipertukarkan. 2.2.2.4. Sifat-sifat Komunikasi Antar Pribadi Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang merupakan komunikasi antar pribadi (Liliweri, 1991:31-43): 1.
Komunikasi antar pribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal maupun non verbal. Dalam pelaksanaan komunikasi antar pribadi setiap hari terbanyak
melibatkan perilaku nonverbal
sebagai penguat pesan-pesan verbal yang
diucapkan. Komunikasi antar pribadi dalam memanfaatkan tanda-tanda informasi verbal maupun nonverbal sebenarnya sangat memperhatikan isi dan hubungannya
Universitas sumatera Utara
dengan suatu pesan . Unsur isi terdiri atas apa ayng dikatakan dan dibuat, sedangkan unsur hubungan/relasi terdiri atas bagaimana sesuatu itu diktakan dan dibuat. Jadi, baik perilaku verbal maupun nonverbal masing-masing dapat menunjukkan seberapa jauh hubungan antara pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. 2.
Komunikasi antar pribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted dan contrived. Suatu perilaku spontan ditimbulkan karena kekuasaan emosi yang bebas
dari campur tangan kognisi, kita berbuat sesuatu karena tekanan emosi belaka yang bisa verbal dan nonverbal, meskipun kadang-kadang perilaku ini tidak masuk dalam pertimbangan akal sehat seseorang. Kemudian perilaku scripted disebabkan karena suatu hasil belajar seseorang secara terus-menerus sebelumnya. Dan terakhir perilaku yang contrived karena dikuasai sebagian besarnya oleh keputusan-keputusan yang rasional. 3.
Komunikasi antar pribadi sebagai suatu proses yang berkembang. Sifat yang ketiga ini menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi
sebenarnya tidaklah statis, melainkan dinamis. Suatu proses dalam komunikasi antar pribadi terus berkembang, semakin hidup karena perkenalan telah merasuki pertambahan kognisi pihak lain, kemudian perasaan afektifnya dan pada gilirannya akan terlihat dalam perilaku verbal maupun nonverbal. Dengan demikian jika hubungan bersifat statis maka hubungan di antara mereka tidak bermutu, tidak maju, karena tidak bertambahnya suatu informasi baru atau yang lebih bermutu daripada sebelumnya. 4.
Komunikasi antar pribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai interaksi, dan koherensi. Suatu komunikasi antar pribadi ditandai dengan adanya umpan balik.
Umpan balik mengacu pada respon verbal dan nonverbal dari seorang komunikan maupun komunikator secara bergantian. Umpan balik tidak mungkin ada jika tidak ada interaksi atau kegiatan dan tindakan yang menyertinya. Adanya interaksi
Universitas sumatera Utara
menunjukkan bahwa komunikasi antar pribadi harus menghasilkan suatu keterpengaruhan tertentu. Tanpa adanya pengaruh sebaliknya interaksi juga tidak ada manfaatnya. Karena interaksi dalam komunikasi antar pribadi mengandalkan suatu perubahan dalam sikap, pendapat dan pikiran, perasaan dan minat maupun tindakan tertentu. Pada tahap inilah suatu kegiatan komunikasi antar pribadi bisa dirancang, apakah komunikasi hanya mengharapkan perubahan pikiran dan pendapat saja, atau ditekankan pada minat dan perasaan, ataukah hanya pada tindakan saja. 5.
Komunikasi antar pribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Intrinsik dimaksudkan suatu standar dari perilaku yang dikembangkan
oleh seseorang sebagai pandu bagaimana mereka melaksanakan komunikasi. Dengan demikian tata aturan intrinsik biasanya disepakati di antara peserta komunikasi antar pribadi untuk meneruskan dan menghentikan tema-tema percakapan, perilaku verbal dan nonverbla selanjutnya. Ekstrinsik yang dimaksudkan dengan adanya standar atau aturan lain yang ditimbulkan karena danya pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi sehingga komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah harus dihentikan. 6.
Komunikasi antar pribadi menunjukkan adanya suatu tindakan. Sifat keenam dari komunikasi antar pribadi adalah harus adanya sesuatu
yang dibuat oleh mereka yang terlibat dalam proses komunikasi itu. Jadi kedua pihak harus sama-sama mempunyai kegiatan, aksi tertentu sehingga tanda bahwa mereka memang berkomunikasi. Para ahli melukiskan bahwa yang disebut komunikasi itu merupakan suatu upaya untuk memulai suatu pesan dari sumber dan berakhir pada reaksi dari penerimanya. Hal ini berarti komunikasi tidak memerlukan perhatian hanya pada sebab datangnya suatu pesan kepada akibat terpaan pesan, namun lebih dari itu harus memperhatikan seluruh proses dari komunikasi itu. 7.
Komunikasi antar pribadi merupakan persuasi antar manusia.
Universitas sumatera Utara
Komunikasi antar pribadi melibatkan usaha yang bersifat persuasif, karena untuk mencapai sukses harus dikenal latar belakang psikologis, sosiologis seseorang. Daripadanya seorang komunikator menyiapkan pesan yang baik sehingga mampu mengena keadaan, lapangan psikologis dan sosiologis komunikan. Artinya memanfaatkan pengetahuan, pendapat, perasaan serta kebiasaan seseorang darimana perasaan itu perlu disesuaikan agar dapat diterima. Pada saat sekarang para ahli komunikasi menghendaki supaya seorang yang berkomunikasi harus mampu merubah cara berpikir, perasaan atau perilaku sesama, hal itu akan tercapai kalau ia juga memberikan kesempatan pada pihak lain untuk dapat mengungkapkan pikiran, pendapat, perasaan dan perilakunya. 2.2.4.
KONSEP DIRI
2.2.4.1 Pengertian Konsep Diri Konsep diri merupakan gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman – pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungan. Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, melainkan berkembang dari pengalaman yang terus-menerus dan terdiferensiasi. Dasar dari konsep diri individu ditanamkan pada saat-saat dini kehidupan anak dan menjadi dasar yang mempengaruhi tingkah lakunya di kemudian hari. Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita. Ini disebut konsep diri (Rakhmat,1991:99). Konsep diri merupakan proses yang terus berlanjut di sepanjang kehidupan manusia. Menurut Symonds dan Fitts, menyatakan bahwa persepsi tentang diri tidak langsung muncul pada saat kelahiran tetapi mulai berkembang secara bertahap dengan munculnya kemampuan perseptif (Agustiani,2009:18). Menurut Charles Horton Cooley (Rakhmat,1991:99), kita melakukannya dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain. Cooley menyebut gejala ini looking-glass self (diri cermin); seakan-akan kita menaruh cermin di depan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa.
Universitas sumatera Utara
Mead
mendefenisikan
diri
(self)
sebagai
kemampuan
untuk
merefleksikan diri kita sendiri melalui perspektif orang lain. Mead berteori mengenai diri, ia mengamati bahwa melalui bahsa orang mempunyai kemampuan untuk menjadi subjek dan objek bagi dirinya sendiri. Mead menyebut subjek, atau diri yang bertindak, sebagai I , bersifat spontan, implusif dan kreatif, objek, atau diri yang mengamati, adalah Me¸bersifat lebih reflektif dan peka secara sosial (West,2011:107). Terdapat beberapa defenisi konsep diri menurut beberapa para ahli, diantaranya adalah : 1. Menurut Arndt dalam Theories of Personality, konsep diri adalah cerminan dari tuntunan significant person terhadap diri individu (Agustiani,2009:20). 2. Menurut William H. Fitts mengemukakan bahwa konsep diri merupakan aspek penting dalam diri seseorang karena konsep diri seseorang merupakan kerangka acuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fitts mengatakan bahwa ketika individu mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberikan arti dan penilaian serta membentuk abstraksi tentang dirinya, berarti ia menunjukkan suatu kesadaran diri dan kemampuan terhadap dunia di luar dirinya. Fitts juga mengatakan bahwa konsep
diri
berpengaruh
kuat
terhadap
tingkah
laku
seseorang
(Agustiani,2009:138-139). 3. Menurut William D. Brooks (Rakhmat,1991:99) mendefenisikan konsep diri sebagai “those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interactions with others”. Jadi, konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. 4. Menurut Anita Taylor (Rakhmat,1991:100) mendefenisikan konsep diri sebagai “all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself”. 5. Menurut Goss dan O’Hair (Sobur,2010:507) mendefenisikan konsep diri sebagai acuan bagaimana cara Anda menilai diri Anda sendiri, seberapa besar Anda berpikir bahwa diri Anda berharga sebagai seseorang.
Universitas sumatera Utara
6. Menurut Rogers (Sobur,2010:507), mendefenisikan konsep diri sebagai bagaian sadar dari ruang fenomenal yang disadari dan disimbolisasikan, yaitu “aku” merupakan pusat refrensi setiap pengalaman. Konsep diri meliputi apa yang Anda pikirkan dan apa yang Anda rasakan tentang diri Anda. Dengan demikian ada dua komponen konsep diri : Komponen kognitif dan komponen afektif. Komponen kognitif disebut citra diri (self image) dan komponen afektif disebut harga diri (self esteem) (Rakhmat,1991:100).
2.2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukkan Konsep Diri Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukkan konsep diri (Devito,2009:55-57), yaitu : 1.
Others Images Menurut Charles Horton Cooley, others images merupakan orang yang
mengatakan siapa Anda, melihat citra diri Anda dengan mengungkapkannya melalui perilaku dan aksi. Konsep diri seseorang dibentuk karena adanya orangorang yang paling penting dalam hidup seseorang seperti orang tua. Menurut D.H. Demo menekankan pada maksud bahwa konsep diri dibentuk, dipelihara, diperkuat, dan/atau diubah oleh komunikasi para anggota keluarga. Mereka itulah yang disebut sebagai significant others. (Budyatna,2011:169). significant others yang dimaksud merupakan orangtua. Orangtua adalah faktor utama yang membentuk
dan
mengembangkan
konsep
diri
seorang
anak.
Dalam
perkembangan, significant others meliputi semua orang yang mempengaruhi perilaku, pikiran, dan perasaan kita. Mereka mengarahkan tindakan kita, membentuk pikiran kita dan menyentuh kita secara emosional. 2.
Orang lain Menurut Gabriel Marcel menulis tentang peranan orang lain dalam
memahami diri kita,”The fact is that we can understand ourselves by starting from the other, or from others, and only by starting from them.” Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Harry Stack Sullivan (1953) menjelaskan bahwa jika kita diterima orang lain, dihormati , dan disenangi karena keadaan diri kita, kita akan cenderung bersikap menghormati dan menerima diri
Universitas sumatera Utara
kita. Sebaliknya, bila orang lain selalu meremehkan kita, menyalahkan kita dan menolak kita, kita akan cenderung tidak akan menyenangi diri kita. Ketika kita tumbuh menjadi dewasa, kita mencoba menghimpun penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengan kita. Sebagai contoh, Minah memperoleh informasi tentang dirinya dari kedua orang tuanya dan orang di sekitarnya bahwa Minah anak yang pintar. Minah berpikir, “Saya pintar.”. Ia menilai dirinya dari persepsi orang lain. Richard Dewey dan W.J. Humber menamai orang lain sebagai affective others, dimana orang lain yang mengenal kita mempunyai ikatan emosional. Dari merekalah, secara perlahan-lahan membentuk konsep diri kita melalui senyuman, pujian, penghargaan, pelukan yang menyebabkan kita menilai diri kita secara positif. Ejekan, cemoohan, dan hardikan, membuat kita memandang diri kita secara negatif. Pandangan diri kita tentang keseluruhan pandangan orang lain terhadap kita disebut generalized others. Konsep ini berasal dari George Herbert Mead. Memandang diri kita seperti orang lain memandangnya, berarti mencoba menempatkan diri kita sebagai orang lain. Bila saya seorang ibu, bagaimanakah ibu memandang saya. 3.
Budaya Melalui orang tua, pendidikan, latar belakang budaya, maka akan
ditanamkan keyakinan, nilai, agama, ras, sifat nasional untuk membentuk konsep diri seseorang. Contohnya, ketika seseorang mempunyai latar belakang budaya yang baik dan memiliki etika maka orang tersebut memiliki konsep diri positif. 4.
Mengevaluasi pikiran dan perilaku diri sendiri. Konsep diri terbentuk karena adanya interpretasi dan evaluasi dari
perilaku diri sendiri berdasarkan apa yang dilakukan, bagaimana perilaku orang tersebut
2.2.4.3 Proses Terbentuknya Konsep Diri Konsep diri terbentuk dalam waktu yang relatif lama, dan pembentukan ini tidak bisa diartikan bahwa reaksi yang tidak biasa dari seseorang konsep diri.
Universitas sumatera Utara
Namun reaksi ini muncul kerena orang lain yang memiliki arti (sifnificant other) yang mungkin berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri. Konsep
diri
pada
dasarnya
tersusun
atas
berbagai
tahapan
(Sobur,2010:510-511), yaitu :
1.
Konsep diri primer Konsep ini terbentuk atas dasar pengalamannya terhadap lingkungan,
yaitu lingkungan rumahnya sendiri. Pengalaman yang berbeda diterima melalui anggota rumah, dari orangtua, nenek, paman atau saudara kandung. Konsep tentang bagaimana dirinya banyak bermula dari perbandingan antara dirinya dan saudara-saudara lainnya. Adapun konsep bagaimana perannya, aspirasi-aspirasinya ataupun tanggung jawabnya dalam kehidupan, ditentukan atas dasar didikan yang datang dari orang tuanya. 2. Konsep diri sekunder Konsep ini banyak ditentukan oleh konsep diri primernya. Misalnya apabila konsep diri primer seseorang adalah pendiam, tidak nakal, tidak suka keributan, maka ia akan memilih teman bermain yang sesuai dengan konsep diri yang sudah dimiliknya dan teman-teman baru yang nantinya menunjang terbentuknya konsep diri sekunder. Menurut Clara R. Pudjijogyanti (Sobur,2010:511-512), konsep diri terbentuk atas dua komponen yaitu komponen kognitif merupakan pengetahuan individu tentang keadaan dirinya. Misalnya, saya bodoh. Komponen kognitif merupakan penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberi gambaran tentang diri saya. Komponen kognitif merupakan data yang data yang bersifat objektif. Komponen afektif merupakan penilaian individu terhadap diri. Penilaian tersebut akan membentuk penerimaan terhadap diri serta penghargaan diri individu. Komponen afektif merupakan data yang bersifat subjektif. Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orangorang di sekitarnya. Apa yang diperssepsi individu lain mengani diri individu, tidak terlepas dari struktur, peran, dan status sosial yang disandang seorang individu (Sobur,2010:512)
Universitas sumatera Utara
2.2.4.4 Proses Pengembangan Konsep Diri Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk dari pengalaman individu dalam berhubungan dengan individu lainnya. Tanggapan yang diberikan dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Dengan demikian, konsep diri terbentuk karena suatu proses umpan balik dari individu lain. Pada dasarnya, pengembangan konsep diri merupakan proses yang relatif pasif. Pada pokoknya, individu akan berperilaku dengan cara tertentu dan mengamati reaksi orang lain terhadap perilaku (Sobur,2010:514). Ada
dua
hal
yang
mendasari
pengembangan
konsep
diri
(Sobur,2010:515-516), yaitu : 1.
Pengalaman Secara Situasional Pengalaman yang pernah dialami, tidak seluruhnya mempunyai pengaruh
dalam diri seseorang. Jika pengalaman tersebut sesuatu yang konsisten dengan nilai-nilai dan konsep diri yang ada, secara rasional dapat diterima, dan sebaliknya. Apa yang diperlukan dan tidak bisa dipertahankan, akan timbul keinginan untuk mengubah konsep diri agar bisa disesuaikan dengan pengalaman mutakhir sepanjang ada kesadaran untuk merespon pengalaman melalui pancaindera yang dapat dimengerti dan diterima. Penerimaan pengalaman mutakhir ke dalam konsep diri mungkin akan dapat mengubah sistem nilai yang kaku, yang dianut sebelumnya. Pengalaman ini, akan menjadi lebih terbuka untuk mengubah nilai-nilai, dan mengubah konsep diri. 2.
Interaksi Dengan Orang Lain Segala aktivitas dalam masyarakat memunculkan adanya interkasi
seseorang dengan orang lain. Dari interaksi yang muncul, terdapat usaha untuk mempengaruhi antara seseorang dengan orang lain tersebut. Dalam situasi tersebut, konsep diri berkembang dalam proses saling memperngaruhi. Pandangan terhadap diri sendiri adalah dasar konsep diri seseorang untu memperoleh pengertian mengenai dirinya sendiri melalui interaksi dengan orang lain yang disertai persepsi dan kesadaran terhadap cara orang lain tersebut.
Universitas sumatera Utara
2.2.4.5 Jenis-Jenis Konsep Diri Sukses komunikasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri (Rakhmat,2008:105-106) yaitu :
1.
Konsep Diri Negatif Menurut William D. Brooks dan Philip Emmert ada beberapa tanda yang
memiliki konsep diri negatif, yaitu : a.
Peka terhadap kritikan Orang ini tidak tahan dikritik yang diterimanya, dan mudah marah.
b.
Responsif terhadap pujian Walaupun ia mungkin berpura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya pada waktu menerima pujian.
c.
Sikap Hiperkritis Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan pada kelebihan orang lain.
d.
Pesimis Menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. Orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog
yang terbuka , dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai justifikasi atau logika yang keliru. 2. Konsep Diri Positif Konsep diri positif ditandai dengan : a. b. c. d.
Ia yakin akan kemampuannya mengatasi masalah; Ia merasa setara dengan orang lain; Ia menerima pujian tanpa rasa malu; Ia menyadari, bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat; e. Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia sangguo mengungkapkan aspekaspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya. Menurut D.E. Hamachek, ada sebelas karakteristik konsep diri positif, yaitu : a. Ia menyakini betul-betul nilai-nilai dan prinsip-prinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya, walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat.
Universitas sumatera Utara
b. Ia mampu bertindak berdasarkan penilaian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya. c. Ia tidak menghabiskan waktu untuk mencemaskan apa yang terjadi besok, apa yang telah terjadi waktu lalu dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang. d. Ia memiliki kenyakinan pada kemampuannya untuk mengatasi persoalan. e. Ia merasa sama dengan orang lain walaupun terdapat perbedaan latar belakang keluarga, ataupun yang lain. f. Ia sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain. g. Ia dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa bersalah. h. Ia cenderung menolak usaha orang lain untuk mendominasinya. i. Ia sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan keinginan, dari kekecewaan yang mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula. j. Ia mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan, permainan, pengungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekadae mengisi waktu. k. Ia peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain. Konsep diri positif menghasilkan pola perilaku komunikasi interpersonal yang positif pula, yakni melakukan persepsi yang lebih cermat, dan mengungkapkan petunjuk-petunjuk yang membuat orang lain menafsirkan dengan cermat pula.
2.2.4.6. Pengaruh Konsep Diri dalam Komunikasi Antarpribadi Konsep diri adalah pandangan dan perasaan individu tentang dirinya. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif, ditandai dengan lima hal, yaitu: yakin akan kemampuan mengatasi masalah; merasa setara dengan orang lain; menerima pujian tanpa rasa malu; menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat; mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubah. Konsep diri merupakan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi antarpribadi (Rakhmat, 2005: 104-109), yaitu:
Universitas sumatera Utara
a. Nubuat yang dipenuhi sendiri. Karena setiap orang bertingkah laku sedapat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Bila seseorang mahasiswa menganggap dirinya sebagai orang yang rajin, ia akan berusaha menghadiri kuliah secara teratur, membuat catatan yang baik,
mempelajari materi kuliah dengan
sungguh-sungguh, sehingga memperoleh nilai akademis yang baik. b. Membuka diri. Pengetahuan tentang diri kita akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman dan gagasan baru. c. Percaya diri (self confidence). Keinginan untuk menutup diri, selain karena konsep diri yang negatif timbul dari kurangnya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension. Orang yang aprehensif dalam komunikasi disebabkan oleh kurangnya rasa percaya diri. Tentu tidak semua aprehensi komunikasi disebabkan kurangnya percaya diri; tetapi di antara berbagai faktor, percaya diri adalah yang paling menentukan. Untuk meningkatkan percaya diri, menumbuhkan konsep diri yang sehat menjadi perlu seperti yang dikatakan Maxwell
Maltz, seorang tokoh Psikosibernetik, ”Believe in yourself and you’ll
succeed” d. Selektivitas. Konsep diri mempengaruhi perilaku komunikasi kita karena konsep diri mempengaruhi kepada pesan apa kita bersedia membuka diri (terpaan selektif), bagaimana kita mempersepsi pesan (persepsi selektif), dan apa yang kita ingat (ingatan selektif).
2.2.5.
TEORI DISONANSI KOGNITIF
2.2.5.1. Pengertian Teori Disonansi Kognitif Menurut Leon Festinger (West,2011:137), disonansi kognitif merupakan perasaan yang dimiliki orang ketika mereka menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang mereka ketahui, atau mempunyai pendapat yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka
Universitas sumatera Utara
pegang. Festinger berpedapat bahwa disonansi adalah sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan itu. Menurut Roger Brown (West,2011:137), keadaan disonansi kognitif dikatakan sebagai keadaan ketidaknyamanan psikologis atau ketegangan yang memotivasi usaha-usaha untuk mencapai konsonansi. Browns menyatakan teori ini memiliki dua elemen untuk memiliki tiga hubungan yang berbedan satu sama lain yaitu konsonan, disonan, tidak relevan, Hubungan konsonan ada antar dua elemen yang berada pada posisi seimbang satu sama lain. Misalnya, jika seseorang yakin bahwa kesehatan itu penting makan orang tersebut akan rajin berolahraga. Hubungan disonan mempunyai elemen-elemen yang tidak seimbang satu dengan lainnya. Contohnya, penganut agama Katolok mendukung hak perempuan untuk memilih melakukan aborsi. Sementara agama lainnya tidak memperbolehkan melakukan aborsi. Hubungan tidak relevan ada ketika dua elemen tidak mempunyai makna hubungan satu sama lain.
2.2.5.2. Asumsi dari Teori Disonansi Kognitif Teori disonansi kognitif adalah penjelasan mengenai bagaimana keyakinan dan perilaku mengubah sikap. Ada empat asumsi dasar dari teori disonansi kognitif ini (West,2011:139-140), yaitu : 1.
Manusia memiliki hasrat akan adanya konsistensi pada keyakinan, sikap dan perilakunya Asumsi ini menekankan pada sebuah model mengenai sifat dasar dari
manusia yang mementingkan adanya stabilitas dan konsistensi. 2.
Disonansi diciptakan oleh inkonsistensi psikologis Asumsi ini berbicara mengenai jenis konsistensi yang paling penting bagi
orang. Teori ini tidak berpegang pada konsistensi logis yang kaku. Sebaliknya teori ini merujuk pada fakta bahwa kognisi-kognisi harus tidak konsisten secara psikologis. 3.
Disonansi adalah perasaaan tidak suka yang mendorong orang untuk melakukan tindakan-tindakan dengan dampak yang dapat diukur.
Universitas sumatera Utara
Asumsi ini menyatakan bahwa ketika orang mengalami inkonsistensi psikologis disonansi yang tercipta menimbulkan perasaan tidak suka. Jadi, orang tidak senang berada dalam keadaan disonansi, hal ini merupakan suatu keadaan yang tidak nyaman. 4.
Disonansi akan mendorong usaha untuk memperoleh konsonansi dan
usaha untuk menngurangi disonansi. Teori ini mengasumsikan bahwa ransangan yang diciptakan oleh disonansi akan memotivasi orang untuk menghindari situasi yang menciptakan inkonsistensi dan berusaha mencari situasi yang mengembalikan konsistensi.
2.2.5.3. Disonansi Kognitif dan Persepsi Teori disonansi kognitif ini memprediksi bahwa orang akan menghindari informasi yang meningkatkan disonansi. Ada beberapa proses perseptual yang merupakan dasar dari penghindaran ini (West,2011:142-143), yaitu : 1.
Terpaan Selektif, metode ini untuk mengurangi disonansi dengan
mencari informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini. 2.
Perhatiaan
Selektif,
metode
ini
mengurangi
disonansi
dengan
memberikan perhatian pada informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini. 3.
Interpretasi Selektif, metode ini untuk mengurangi disonansi dengan
menginterpretasikan informasi yang ambigu sehingga informasi ini menjadi konsisten dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini. 4.
Retensi Selektif, metode untuk mengurangi disonansi dengan mengingat
informasi yang konsonan dengan keyakinan dan tindakan yang ada saat ini.
2.2.6.
TEORI INTERAKSI SIMBOLIK
2.2.6.1 Pengertian Teori Interaksi Simbolik Komunikasi merupakan bentuk interaksi. Komunikasi adalah kendaraan atau alat yang digunakan untuk bertingkah laku dan untuk memahami serta memberi makna terhadap segala sesuatu (Morissan dan Wardhany,2009:11).
Universitas sumatera Utara
Interaksi simbolik adalah suatu cara berpikir mengenai pikiran (mind), diri dan masyarakat yang telah memberikan banyak kontribusi kepada tradisi sosiokultural
dalam
membangun
teori
komunikasi
(Morissan
dan
Wardhany,2009:74). George Herbert Mead dipandang sebagai pembangun paham interaksi simbolik ini. Ia mengajarkan bahwa makna muncul sebagai hasil interaksi di antara manusia, baik secara verbal maupun non verbal. Melalui aksi dan respon yang terjadi, maka memberikan makna ke dalam kata-kata atau tindakan, dan karenanya dapat memahami suatu peristiwa dengan cara-cara tertentu Morissan dan Wardhany,2009:75).
2.2.6.2 Prinsip Dasar Teori Interaksi Simbolik Menurut Blumer (Santoso dan Setiansah,2010:22-23) ada tiga prinsip dasar interaksionisme simbolik yaitu : 1.
Meaning Blumer mengawali teorinya dengan premis bahwa perilaku seseorang
terhadap sebuah obyek atau orang lain ditentukan oleh makna yang dia pahami tentang obyek atau orang tersebut. 2.
Languange Seseorang memperoleh makna atas sesuatu hal melalui interaksi. Makna
adalah
hasil
interaksi.
Makna
tidak
melekat
pada
obyek,
melainkan
diinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Bahasa adalah bentuk dari simbol. 3.
Thought Menurut Blumer, “an individual’s interpretation of symbol is modified by
his or her own thought processes”. Interaksi simbolik menjelaskan proses berpikir sebagai inner conversation. Secara sederhana proses menjelaskan bahwa seseorang melakukan dialog dengan dirinya sendiri ketika berhadapan dengan sebuah situasi dan berusaha untuk memaknai situasi tersebut. Untuk bisa berpikir maka seseorang memerlukan bahasa dan mampu untuk berinteraksi secara simbolik.
2.2.6.3 Asumsi Teori Interaksi Simbolik
Universitas sumatera Utara
Interaksi simbolik didasarkan pada ide-ide
mengenai diri dan
hubungannya dengan masyarakat. Karena ide ini dapat diinterpretasikan secara luas, akan dijelaskan secara detail tema-tema teori ini, dalam prosesnya, dan dijelaskan kerangka asumsi teori ini. Menurut Ralph LaRossa dan Donald C. Reitzes (West,2011:98) telah mempelajari teori interaksi simbolik yang berhubungan dengan kajian orang tua dan memperlihatkan tiga tema besar, yaitu :
1.
1.
Pentingnya makna bagi perilaku manusia
2.
Pentingnya konsep mengenai diri
3.
Hubungan antara individu dengan masyarakat
Pentingnya Makna Bagi Perilaku Manusia Suatu objek dapat berupa aspek tertentu dari realitas individu apakah itu
benda, kualitas, peristiwa, situasi atau keadaan. Bagi Kuhn, penamaan objek adalah penting guna menyampaikan makna suatu objek (Morissan,2009:75). Menurut pandangan interaksi simbolik, makna suatu objek sosial serta sikap dan rencana tindakan tidak merupakan ssesuatu yang terisolir satu sama lain. Seluruh ide paham interaksi simbolik menyatakan bahwa makna muncul melalui interaksi. Tujuan dari interaksi menurut interaksi simbolik untuk menciptakan makna yang sama karena tanpa makna yang sama berkomunikasi akan menjadi sangat sulit , atau bahkan tidak mungkin (West,2011:99). Menurut LaRossa dan Reitzes, ada tiga asumsi yang mendukung pentingnya makna bagi perilaku manusia yang diambil dari karya Herbert Blumer, (West,2011:99-100)yaitu : a.
Manusia Bertindak Terhadap Manusia Lainnya Berdasarkan Makna yang Diberikan Orang Lain Kepada Mereka. Asumsi ini menjelaskan perilaku sebagai suatu rangkain pemikiran dan
perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respons orang berkaitan dengan rangsangan tersebut. Mereka mencari makna dengan mempelajari psikologis dan sosiologis mengenai perilaku. Menurut Rogers
Universitas sumatera Utara
Thomas, membuat makna yang sesuai dengan kekuatan sosial yang membentuk dirinya. Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu. b.
Makna Diciptakan dalam Interaksi Antarmanusia Menurut Mead, makna dapat ada hanya ketika orang-orang mempunyai
interpretasi yang sama mengenai simbol yang dipertukarkan dalam interaksi. Menurut Blumer, ada tiga cara untuk menjelaskan asal sebuah makna, yaitu : 1.
Makna adalah sesuatu yang bersifat intrinsik dari suatu benda
2.
Makna terdapat dalam orang bukan benda, makna dijelaskan dengan mengisolasi elemen-elemen psikologis di dalam seorang individu yang menghasilkan makna.
3.
Melihat makna sebagai sesuatu yang terjadi diantara orang-orang . Makna adalah “produk sosial” atau “ciptaan yang dibentuk dalam dan
melalui pendefenisian aktivitas manusia ketika mereka berinteraksi. c.
Makna Dimodifikasi Melalui Proses Interpretif Blumer menyatakan bahwa proses interpretif ini memiliki dua langkah
yaitu yang pertama, menentukan benda-benda yang mempunyai makna. Blumer berargumen bahwa bagian dari proses ini berbeda ari pendekatan psikologis dan terdiri atas orang yang terlibat di dalam komunikasi dengan dirinya sendiri. Yag kedua, melibatkan si pelaku untuk memilih, mengecek, dan melakukan transformasi makna di dalam konteks di maba mereka berada. 2.
Pentingnya Konsep Diri Konsep diri merupakan seperangkat perspektif yang relatif stabil yang
dipercayai orang mengenai dirinya sendiri. Pertanyaan “siapakah saya?” dapat membentuk konsep diri. Orang-orang yang mengembangkan konsepndiri, dalam interaksi simbolik adalah orang – orang yang menggambarkan individu dengan diri yang aktif, didasarkan pada interaksi sosial. Menurut Ralph LaRossa dan Donald C. Reitzes (West,2011:101-102), ada dua asumsi mengenai konsep diri, yaitu :
Universitas sumatera Utara
a.
Individu-individu mengembangkan konsep diri melalui interaksi dengan
orang lain. Asumsi ini menyatakan orang-orang tidak terlahir dengan konsep diri; mereka belajar melalui kontak dengan orang lain. Seseorang mempunyai perasaan akan diri merupakan hasil dari kontaknya dengan orangtua, guru, dan lainnya. Peneliti-peneliti awal mengenai keluarga seperti Edgar Burgess menyatakan bahwa pentingnya keluarga sebagai sebuah institusi untuk bersosialisasi. Burgess juga menyatakan bahwa anak dan orangtua berselisih paham mengenai konsep diri. Konteks sosial dan interaksi adalah suatu yang penting untuk menyelidiki siapa diri kita. b.
Konsep Diri Memberikan Motif Penting Untuk Perilaku. Pemikiran
bahwa keyakinan,
nilai,
perasaan,
penilaian-penilaian
mengenai diri mempengaruhi perilaku adalah sebuah prinsip penting dalam interaksi simbolik. Meadn berpendapat bahwa karena manusia memiliki diri, mereka memiliki mekanisme perilaku dan sikap. Mead melihat diri, sebagai sebuah proses bukan struktur . Predikasi pemenuhan diri adalah prediksi mengenai diri sendiri yang menyebabkan diri tersebut berperilaku sedemikian sehingga hal tersebut benar-benar terjadi. 3.
Hubungan Antara Individu dan Masyarakat Hubungan antara individu dan masyarakat ini merupakan hubungan
kebebasan individu dan batasan sosial. Ada dua asumsi (West,2011:103-104), yaitu : a.
Orang dan kelompok dipengaruhi oleh proses budaya sosial Asumsi ini mengakui bahwa norma-norma sosial membatasi perilaku
individu. Budaya secara kuat mempengaruhi perilaku dan sikap yang dianggap penting dalam konsep diri. b.
Struktur Sosial Dihasilkan Melalui Interaksi Sosial Interaksi simbolik mempertanyakan pandangan bahwa struktur sosial
tidak berubah serta mengaku bahwa individu dapat memodifikasi situasi sosial. Interaksi simbolik percaya bahwa manusia adalah pembuat pilihan.
Universitas sumatera Utara
2.2.7.
MAHASISWA INDEKOS
2.2.7.1. Pengertian Mahasiswa Indekos Mahasiswa merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat. Pengertian Definisi Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar 18-30 tahun. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, indekos merupakan jasa yang menawarkan sebuah kamar atau tempat untuk ditinggali dengan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu (umumnya pembayaran per bulan atau per tahun). Jadi, mahasiswa indekos adalah mahasiswa yang tinggal pada sebuah kamar atau tempat untuk ditinggali dengan sejumlah pembayaran tertentu untuk setiap periode tertentu.
2.2.7.2. Peran dan Fungsi Sebagai Mahasiswa Secara garis besar, setidaknya ada tiga peran dan fungsi yang sangat penting bagi mahasiwa, yaitu : 1. Peranan moral Dunia kampus merupakan dunia di mana setiap mahasiswa dengan bebas memilih kehidupan yang mereka mau. Disinilah dituntut suatu tanggung jawab moral terhadap diri masing-masing sebagai indidu untuk dapat menjalankan kehidupan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan moral yang hidup dalam masyarakat. 2. Peranan sosial. Selain tanggung jawab individu, mahasiswa juga memiliki peranan sosial, yaitu bahwa keberadaan dan segala perbuatannya tidak hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri tetapi juga harus membawa manfaat bagi lingkungan sekitarnya.
Universitas sumatera Utara
3. Peranan intelektual Mahasiswa sebagai orang yang disebut-sebut sebagai insan intelek haruslah dapat mewujudkan status tersebut dalam ranah kehidupan nyata. Dalam arti menyadari betul bahwa fungsi dasar mahasiswa adalah bergelut dengan ilmu pengetahuan dan memberikan perubahan yang lebih baik dengan intelektualitas yang ia miliki selama menjalani pendidikan. 2.3.
Model Teoritik
Bagan Model Teoretik Penelitian Konsep Diri Mahasiswa Indekos di Universitas Sumatera Utara
Objek Penelitian Konsep diri mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara Tingkat Analisis Proses terbentuknya konsep diri mahasiswa indekos Universitas Sumatera Utara Analisis Data Model Miles dan Huberman -
Reduksi data Penyajian data Menarik kesimpulan/verifikasi
Konsep diri mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara sebelum dan sesudah menjadi anak kos 1.1. Bagan Model Teoretik Penelitian Proses Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Indekos Universitas Sumatera Utara
Universitas sumatera Utara