BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Kelincahan
2.1.1
Pengertian Kelincahan Kelincahan merupakan salah satu unsur kondisi fisik yang berperan
penting dalam merespon suatu gerakan yang didapatkan dikarenakan harus mampu bergerak dengan cepat merubah arah atau melepaskan diri (Ismaningsih, 2015). Menurut Mappaompo (2011) kelincahan adalah suatu bentuk gerakan yang mengharuskan seorang atau pemain untuk bergerak dengan cepat dan mengubah arah serta tangkas. Pemain yang lincah adalah pemain yang bergerak tanpa kehilangan keseimbangan dan kesadaran akan posisi tubuhnya. Unsur atau komponen biomotorik yang saling terkait dengan unsur kelincahan terdiri atas koordinasi, keseimbangan, dan kecepatan (Sajoto, 1988). Ditinjau dari keterlibatannya atau perannya dalam beraktivitas, kelincahan dikelompokkan menjadi dua macam yaitu, kelincahan umum (General Agility) dan kelincahan khusus (Special Agility). Berdasarkan jenis kelincahan tersebut menunjukkan bahwa, kelincahan umum digunakan untuk aktivitas sehari-hari atau kegiatan olahraga secara umum yang melibatkan gerakan seluruh tubuh. Sedangkan kelincahan khusus merupakan kelincahan yang bersifat khusus
7
8
dibutuhkan dalam cabang olahraga tertentu. Kelincahan yang dibutuhkan memiliki karateristik tertentu sesuai tuntutan cabang olahraga yang dipelajari dan hanya melibatkan segmen tubuh tertentu (Ismaryanti, 2008). Seorang pemain yang mempunyai kelincahan yang baik mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: mudah melakukan gerakan yang sulit, tidak mudah jatuh atau cedera, dan mendukung teknik-teknik yang digunakannya terutama teknik menggiring bola. Ciri-ciri kelincahan dapat dilihat dari kemampuan bergerak dengan cepat, mengubah arah dan posisi, menghindari benturan antar pemain dan kemampuan berkelit dari pemain lawan di lapangan. Kemampuan bergerak mengubah arah dan posisi tergantung pada situasi dan kondisi
yang dihadapi
dalam
waktu
yang
relatif
singkat
dan
cepat
(Purwanto,2004) Berdasarkan definisi diatas, kelincahan merupakan kemampuan seseorang dalam merubah posisi dan arah tubuhnya dengan cepat dan tepat pada saat bergerak sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi saat di lapangan tanpa kehilangan keseimbangan tubuh. 2.1.2
Kelincahan Pada Pemain Basket Menurut Sharkey (1984), kelincahan adalah kemampuan tubuh mengubah
arah dengan cepat dan tepat tanpa kehilangan keseimbangan. Kelincahan merupakan bagian dasar dari semua macam olahraga maupun aktifitas yang memerlukan perubahan posisi badan secara cepat. Faktor dasar yang mempengaruhi kelincahan adalah daya tahan aerobik dan kebugaran otot yaitu kekuatan, daya tahan otot dan fleksibilitas. Komponen lain dari kecepatan reaksi
9
dan gerak, keseimbangan, power dan koordinasi, faktor-faktor tersebut saling berkaitan membentuk suatu kelincahan yang merupakan bagian penting pada performance seseorang. Untuk mencapai prestasi yang maksimal dalam pelatihan olahraga harus memperhatikan beberapa faktor, salah satunya adalah teknik dasar dari olahraga tertentu. Begitu juga dalam olahraga basket, agar mampu melakukan permainan dengan baik maka harus menguasi teknik dasar dari permainan basket dengan baik. Pada pemain basket, kelincahan juga berperan dalam kesiapan untuk bergerak dengan merubah posisi cepat, membantu meningkatkan kecepatan gerak dengan arah gerakan yang berkelok-kelok. Kelincahan digunakan untuk menghindari lawan yang mencoba menutupi arah gerak, berlari dan melompat tiba-tiba untuk mencetak poin dan menutup pergerakan lawan yang datang menyerang (Ellis and Smith, 2000). Menurut Muhammad Muhyi Faruq (2009: 15) para pemain dalam permainan bola basket membutuhkan tingkat kelincahan sangat tinggi, beberapa bentuk aktivitas di lapangan yang membutuhkan kelincahan pada saat memantulkan bola sampai berlari dengan cepat menuju ring basket melewati beberapa lawan yang menjaga di sekitar ring dengan formasi tertentu. Kelincahan sangat menentukan agar bisa menerobos menghindari hadangan dari lawan agar bisa memasukkan bola ke dalam ring basket.
10
2.1.3
Mekanisme dan Fisiologi Kelincahan Kelincahan
merupakan
salah
satu
komponen
biomotorik
yang
didefinisikan sebagai kemampuan mengubah arah secara efektif dan cepat. Kelincahan terjadi karena gerakan tenaga eksplosif (Ruslan, 2012). Menurut Lestari (2015), kelincahan juga merupakan kombinasi antara power dengan flexibility. Besarnya tenaga ditentukan oleh kekuatan dari kontraksi serabut otot. Kecepatan otot tergantung dari kekuatan dan kontraksi serabut otot. Kecepatan kontraksi otot tergantung dari daya rekat serabut-serabut otot dan kecepatan transmisi impuls saraf. Seseorang yang memiliki kelincahan yang cukup tinggi merupakan seseorang yang mampu mengubah arah posisi satu ke posisi yang berbeda dalam kecepatan tinggi dengan koordinasi gerak yang baik. Elastisitas otot sangat penting karena makin panjang otot tungkai dapat terulur, makin kuat dan cepat otot dapat memendek atau berkontraksi. Dengan diberikan pelatihan, otot-otot akan menjadi lebih elastis dan ruang gerak sendi akan semakin baik sehingga persendian akan menjadi sangat lentur sehingga menyebabkan ayunan tungkai dalam melakukan langkah-langkah menjadi sangat lebar. Dengan otot yang elastis, tidak akan menghambat gerakangerakan otot tungkai sehingga langkah kaki dapat dilakukan dengan cepat dan panjang. Keseimbangan dinamis juga akan terlatih karena dalam pelatihan ini harus mampu mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. Dengan meningkatnya komponen-komponen tersebut maka kelincahan akan mengalami peningkatan (Pratama et al., 2014).
11
Pelatihan fisik yang teratur akan menyebabkan terjadinya hipertropi fisiologi otot, yang dikarenakan jumlah miofibril, ukuran miofibril, kepadatan pembuluh darah kapiler, saraf tendon dan ligamen, dan jumlah total kontraktil terutama protein kontraktil myosin meningkat secara proposional. Perubahan pada serabut otot tidak semuanya terjadi pada tingkat yang sama, peningkatan yang lebih besar terjadi pada serabut otot putih (fast twitch) sehingga terjadi peningkatan kecepatan kontraksi otot. Sehingga meningkatnya ukuran serabut otot yang pada akhirnya akan meningkatkan kecepatan kontraksi otot sehingga menyebabkan peningkatan kelincahan (Womsiwor, 2014). Selain itu, terjadinya adaptasi persyarafan ditandai dengan peningkatan teknik dan tingkat keterampilan seseorang (Sukadiyanto, 2005). Menurut McArdle (2010), pemberian pelatihan fisik secara teratur dan terukur dengan takaran dan waktu yang cukup, dapat menyebabkan perubahan fisiologis yang mengarah pada kemampuan untuk menghasilkan energi yang lebih besar dan untuk memperbaiki penampilan fisik. Jenis pelatihan fisik yang diberikan secara cepat dan kuat, akan memberikan perubahan yang meliputi peningkatan subtrak anareobik seperti ATP-PC, kreatin dan glikogen serta peningkatan pada jumlah dan aktivitas enzim. Jadi, telah dibuktikan secara teoritis bahwa dengan dilakukan pelatihan fisik maka unsur kebugaran jasmani seperti kekuatan otot tungkai, kecepatan, fleksibilitas sendi lutut dan pinggul, elastisitas otot dan keseimbangan dinamis akan mengalami peningkatan fungsi secara fisiologis sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan kelincahan kaki.
12
2.1.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi kelincahan Kelincahan termasuk suatu gerak yang rumit, dimana dalam kelincahan
unsur-unsur yang lain seperti kelentukan, koordinasi dan kecepatan yang bereaksi secara bersamaan. Kelincahan yang dilakukan oleh pemain basket saat berlatih atau bertanding tergantung pula kemampuan mengkoordinasikan sistem gerak tubuh dengan respon terhadap situasi dan kondisi yang dihadapi. Kelincahan ditentukan oleh faktor kecepatan bereaksi, kemampuan untuk menguasai situasi dan mampu mengendalikan gerakan secara tiba-tiba ( Fajri, 2015). Ada beberapa komponen biomotorik yang mempengaruhi kelincahan yaitu kekuatan otot, kecepatan, fleksibilitas, kecepatan reaksi, keseimbangan, dan koordinasi. a.
Kekuatan Otot Kekuatan
merupakan
kemampuan
otot
atau
group
otot
dalam
menghasilkan tegangan dan tenaga selama usaha maksimal baik secara dinamis maupun statis. Kekuatan otot adalah kekuatan maksimal otot yang di tunjang oleh cross sectional otot yang merupakan otot untuk menahan beban maksimal pada aksis sendi (Ismaningsih, 2015). b.
Kecepatan Kecepatan merupakan kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan
yang sejenis secara berturut-turut dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu sesingkat-singkatnya. Kecepatan bukan hanya berarti menggerakkan anggota-anggota tubuh dalam
13
waktu yang sesingkat-singkatnya. Kecepatan tergantung dari faktor yang mempengaruhinya yaitu kekuatan, waktu reaksi (reaction time) dan fleksibilitas (Willmore, 2004). c. Fleksibilitas Menurut Ismaningsih (2015), fleksibilitas adalah kemampuan untuk menggerakkan sendi-sendi dalam jangkauan gerakan penuh dan bebas. Keluwesan otot dan kebebasan gerak persendian sering dikaitkan dengan hasil pergerakkan yang terkoordinasi dan efisien. Kelenturan di arahkan kepada kebebasan luas gerak sendi atau ROM. Fleksibilitas menjadi faktor yang juga penting dalam mempengaruhi kelincahan. Kelentukan (fleksibilitas) adalah kemampuan seseorang untuk dapat melakukan gerak dengan ruang gerak seluas-luasnya dalam persendiannya. Faktor utamanya yaitu bentuk sendi, elastisitas otot, dan ligamen. Ciri-ciri latihan kelentukan adalah : meregang persendian, mengulur sekelompok otot. Kelentukan ini sangat diperlukan oleh setiap atlet agar mereka mudah untuk mempelajari berbagai gerak, meningkatkan keterampilan, mengurangi resiko cedera, dan mengoptimalkan kekuatan, kecepatan, dan koordinasi. Kelentukan dapat dikembangkan melalui latihan peregangan (stretching) yaitu peregangan dinamik dan peregangan statik (Lestari, 2015). d. Kecepatan reaksi Menurut Wahjoedi (2000), kecepatan reaksi merupakan waktu yang diperlukan untuk memberikan respon kinetik setelah menerima suatu stimulus atau rangsangan. Karena melalui rangsangan (stimulus) reaksi tersebut
14
mendapat sumber dari pendengaran, pandangan (visual), rabaan maupun gabungan antara pendengaran dan rabaan. Kecepatan reaksi sangat penting dalam kelincahan, dimana perubahan karateristik kekuatan kecepatan komponen kontraktil otot yang disebabkan oleh bentangan aksi otot konsentris dengan menggunakan reflex regangan. Reflex regangan adalah respon paksa tubuh untuk stimulus eksternal yang membentang pada otot (Ismaningsih, 2015). Semakin cepat waktu yang diberikan untuk memberikan respon kinetik pada suatu rangsangan (stimulus) maka akan terjadi kecepatan dalam melakukan pergerakan yang akan meningkatkan kelincahan. e. Keseimbangan Keseimbangan adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan posisi tubuh baik dalam kondisi statik maupun dinamik. Dalam keseimbangan ini yang perlu diperhatikan adalah waktu refleks, waktu reaksi, dan kecepatan bergerak. Dan biasanya latihan keseimbangan dilakukan bersama dengan latihan kelincahan dan kecepatan, bahkan kelentukan. Keseimbangan dapat dibagi menjadi dua yaitu keseimbangan statis adalah mempertahankan sikap pada posisi diam di tempat. Ruang geraknya biasanya sangat kecil, seperti berdiri di atas alas yang sempit. Sedangkan keseimbangan dinamis adalah kemampuan seseorang untuk mempertahankan posisi tubuhnya pada waktu bergerak (Lestari, 2015). f. Koordinasi Menurut Harsono (1988), koordinasi merupakan kemampuan biomotorik yang sangat kompleks. Koordinasi erat kaitannya dengan kecepatan, kekuatan,
15
daya tahan, dan kelentukan. Oleh karena itu, bentuk latihan koordinasi harus dirancang dan disesuaikan dengan unsur-unsur kecepatan, kekuatan, daya tahan, kelincahan dan kelentukan (Bompa, 1994). Faktor yang mempengaruhi kelincahan juga dikelompokkan menjadi 2 yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu genetik, tipe tubuh, umur, jenis kelamin, berat badan, kelelahan, motivasi sedangkan faktor eksternal yaitu, suhu dan kelembaban udara, arah dan kecepatan angin, ketinggian tempat, lingkungan sosial. Berikut uraian dari faktor-faktor tersebut: 1. Faktor internal : a. Tipe tubuh Tipe tubuh umumnya diklasifikasikan menjadi tiga komponen tersebut diistilahkan berturut-turut sebagai: mesomorf, ectomorf, dan endomorph. Tipe tubuh merupakan kapasitas fisik umum dan hanya sebagai satu indikasi kecocokan seorang atlet dengan prestasi yang tinggi. berat badan dan tipe memainkan peranan penting dalam pemilihan cabang olahraga tertentu (Lestari, 2014) Menurut Jensen & Fisher, 979), orang yang memiliki bentuk tubuh tinggi ramping (ectomorf) cenderung kurang lincah seperti halnya orang yang bentuk tubuhnya bundar (endomorf). Sebaliknya, orang yang bertubuh sedang namun memiliki perototan yang baik (mesomorf) cenderung memiliki kelincahan yang lebih baik. Secara khusus oleh Craig yang sependapat dengan Bloomfield (dalam Pyke, 1991) menyatakan bahwa atlet atletik yang bertipe ectomesomorf cenderung lebih lincah dibanding yang bertipe endomesomorf.
16
b. Umur Massa otot semakin besar seiring dengan bertambahnya umur seseorang. Pembesaran otot ini erat sekali kaitannya dengan kekuatan otot, di mana kekuatan otot merupakan komponen penting dalam peningkatan daya ledak. Kekuatan otot akan meningkat sesuai dengan pertambahan umur (Kamen dan Roy, 2000). Selain ditentukan oleh pertumbuhan fisik, kekuatan otot ini ditentukan oleh aktivitas ototnya. Laki-laki dan perempuan akan mencapai puncak kekuatan otot pada usia 20-30 tahun. Kemudian di atas umur tersebut mengalami penurunan, kecuali diberikan pelatihan. Namun umur di atas 65 tahun kekuatan ototnya sudah mulai berkurang sebanyak 20% dibandingkan sewaktu muda (Nala, 2011). c. Jenis kelamin Anak laki-laki memperlihatkan kelincahan sedikit lebih dari pada perempuan sebelum umur pubertas. Setelah umur pubertas perbedaan kelincahan lebih mencolok. d. Berat badan Berat badan mengurangi kelincahan. Semakin tinggi angka berat badan seseorang, maka semakin berkurangnya kelincahan yang dimilikinya. e. Kelelahan Kelelahan dapat mengurangi kelincahan. Oleh karena itu, sangat penting memelihara daya tahan jantung dan daya tahan otot, agar kelelahan tidak mudah timbul.
17
f. Motivasi Menurut Gunarsa (2004), motivasi olahraga merupakan keseluruhan daya penggerak (motif–motif) di dalam diri individu yang menimbulkan kegiatan berolahraga, menjamin kelangsungan latihan dan memberi arah pada kegiatan latihan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Dengan motivasi yang baik akan mencapai hasil latihan maksimal. g. Genetik Genetik
manusia,
unit
yang
kecil
yang
tersusun
atas
sekuen
Deoxyribonucleic Acid (DNA) adalah bahan paling mendasar dalam menentukan hereditas. Keunggulan genetik yang bersifat pembawaan atau genetik tertentu diperlukan untuk berhasil dalam cabang olahraga tertentu. Beberapa komponen dasar seperti proporsi tubuh, karakter, psikologis, otot merah, otot putih dan suku, sering menjadi pertimbangan untuk pemilihan atlet (Widhiyanti 2013). Tubuh seseorang secara genetik rata-rata tersusun oleh 50% serabut otot tipe lambat dan 50% serabut otot tipe cepat pada otot yang digunakan untuk bergerak (Quinn, 2013). 2. Faktor eksternal : a. Pelatihan Pelatihan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam peningkatan kelincahan. Pelatihan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperbaiki sistem organ alat-alat tubuh dan fungsinya dengan tujuan untuk mengoptimalkan penampilan atau kinerja atlet (Nala, 2008). Tujuan latihan fisik meningkatkan fungsi potensial yang dimiliki atlet dan
18
mengembangkan kemampuan biomotoriknya sehingga mencapai standar tertentu (Nala, 2002). b. Suhu dan Kelembapan Relatif Menurut Widhiyanti (2013), suhu sangat berpengaruh terhadap performa otot. Suhu yang terlalu panas dapat menyebabkan seseorang mengalami dehidrasi saat latihan. Dan suhu yang terlalu dingin menyebabkan seorang atlet susah mempertahankan suhu tubuhnya, bahkan menyebabkan kram otot. Pada umumnya upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi orang Indonesia terhadap suhu tropis sekitar 290-300C dan kelembaban relatif antara 85%-95%. c. Arah dan Kecepatan Angin Arah dan kecepatan angin berpengaruh terhadap kelincahan seseorang karena pelatihan berlangsung di lapangan terbuka. Arah angin diukur dengan bendera angin/kantong angin sedangkan kecepatannya dengan anemometer (Kanginan, 2000). Diharapkan dalam penelitian ini, arah dan kecepatan angin berada dalam batas toleransi, sehingga pengaruh yang di terjadi dapat ditekan sekecil-kecilnya atau tempat pengambilan data berada pada kondisi yang sama atau satu tempat. d. Ketinggian Tempat Menurut Shepard (1978), setiap peningkatan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut terjadi penurunan percepatan gravitasi sebesar 0,3 cm/dtk. Hal ini akan mempengaruhi penampilan atlet. Tempat yang percepatan gravitasinya rendah akan lebih mudah mengangkat tubuh
19
karena beratnya berkurang sebanding dengan penurunan percepatan gravitasi. Keuntungan ini dibayar dengan kerugian yang lebih besar. e. Lingkungan Faktor lingkungan social juga sangat berpengaruh dalam kebiasaan hidup aktif. Komponen utama dalam lingkungan social ini adalah keluarga, dimana dukungan dari keluarga dapat memberikan semangat dan dukungan anak atau keluarganya. Seorang pelatih merupakan kekuatan inti dari seorang pemain. Dimana seorang pelatih yang baik mampu memberikan pengaruh dan dapat memberikan doronan semangat kepada pemainnya. Media massa merupakan sumber kekuatan yang tersembunyi, namun juga efektif dalam mempengaruhi kesadaran dan sikap. 2.1.5
Usia Pelatihan Kelincahan Pada tahap usia sekolah akhir (15-18 tahun) merupakan tahap pemberian
latihan yang lebih spesial karena akan menapaki awal karier prestasi. Oleh karena itu penyempurnaan teknik dan keterampilan (technically and skill) harus lebih diperhatikan dengan didukung oleh peningkatan kemampuan fisik yang prima (Murykuswari, 2012). 2.1.6
Pengukuran Kelincahan Kelincahan merupakan kecepatan reaksi yang dimiliki seseorang untuk
mengubah arah gerakan. Kelincahan sangat dibutuhkan dalam berolahraga karena akan melakukan pergerakan dalam keadaan berdiri atau dalam keadaan berlari merubah arah secara cepat dan tepat (Ismaningsih, 2015).
20
Hal tersebut berkaitan dengan fleksibilitas, keseimbangan, kecepatan reaksi, kekuatan otot dan koordinasi. Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur komponen-komponen tersebut adalah Illinois agility run test. Illinois agility run test merupakan salah satu tes kelincahan yang sangat mudah dilakukan yaitu dengan berlari secepat mungkin, lalu dengan cepat mengubah arah gerakan sesuai dengan alur yang telah disiapkan yaitu pada panjang lahan 10 meter, lebar 5 meter dan dengan 4 cones yang digunakan sebagai tanda start, finish, dan untuk titik memutar 2 cones. 4 cones lainnya disimpan di tengah-tengah diantara titik start dan finish. Jarak tiap cones yang di tengah adalah 3.3 meter (Ikal,2015).
Gambar 2.1 Illinois Agility Run Test
2.2
Kajian Anatomi dan Fisiologi
2.2.1
Anatomi Otot Tungkai Daerah tungkai memiliki beberapa grup otot besar yang dapat memberikan
kontribusi terhadap kelincahan. Beberapa grup otot besar yang terlibat adalah:
21
1. Group Otot Ekstensor Knee dan Fleksor Hip (Quadriceps Femoris) Otot quadriceps femoris adalah salah satu otot rangka yang terdapat pada bagian depan paha manusia. Otot ini mempunyai fungsi dominan ekstensi pada knee (Watson, 2002). Otot quadriceps terdiri atas empat otot, yaitu:
Gambar 2.2 Grup otot quadriceps femoris (Watson, 2002)
a) Otot Rectus Femoris Terletak paling superfisial pada facies ventalis berada diantara otot quadriceps yang lain yaitu otot vastus lateralis dan medialis. Berorigo pada Spina Illiaca Anterior Inferior (caput rectum) dan pada os ilium di cranialis acetabulum (caput obliquum) dan mengadakan insersio pada tuberositas tibia dengan perantaran ligamentum patellae. Otot ini digolongkan ke dalam otot tipe 1 (Watson, 2002).
22
b) Otot Vastus Lateralis Tipe otot ini adalah otot tipe II yang berada pada sisi lateral yang mengadakan perlekatan pada facies ventro lateral trochanter major dan labium lateral linea aspera femoris (Watson, 2002). c) Otot Vastus Medial Melekat pada labium medial linea aspera (dua pertiga bagian bawah) dan termasuk otot tipe II (Watson, 2002). d) Otot Vastus Intermedius Mengadakan perlekatan pada facies ventro-lateral corpus femoris juga merupakan otot tipe II (Watson, 2002). 2. Grup Otot Fleksor Knee dan Ekstensor Hip (Hamstring) Hamstring merupakan otot paha bagian belakang yang berfungsi sebagai fleksor knee dan ekstensor hip. Secara umum hamstring bertipe otot serabut otot tipe II (Watson, 2002). Hamstring terbagi atas tiga otot yaitu:
Gambar 2.3 Grup otot hamstring (Watson, 2002)
23
a) Otot Biceps Femoris Mempunyai dua buah caput. Caput longum dan breve, caput longum berorigo pada pars medialis tuber Ichiadicum dan M. semitendinosus sedangkan caput breve berorigo pada labium lateral linea aspera femoris, insersio otot ini pada capitulum fibula (Watson, 2002). b)
Otot Semitendinosus Otot ini berorigo pada pars medialis tuber ichiadicum dan berinsersio pada
facies medialis ujung proximal tibia (Watson, 2002). c) Otot Semimembranosus Melekat di sebelah pars lateralis tuber ichiadicum turun ke arah sisi medial regio posterior femoris dan berinsersio pada facies posterior condylus medialis tibia (Watson, 2002). 3.
Grup Otot Plantar Fleksor Ankle
Gambar 2.4 Grup otot plantar fleksor ankle (Watson, 2002) a) Otot Gastrocnemius Otot ini merupakan serabut otot fast-twitch yang sangat kuat untuk plantar fleksi kaki pada ankle joint. Otot gastrocnemius merupakan otot yang paling
24
superfisial pada dorsal tungkai dan terdiri dari dua caput pada bagian atas calf. Dua caput tersebut bersamaan dengan soleus membentuk triceps surae. Bagian lateral dan medial otot masih terpisah satu sama lain sejauh memanjang ke bawah pada middle dorsal tungkai. Kemudian menyatu di bawah membentuk tendon yang besar yaitu tendon Achilles (Hamilton, 2002). b) Otot Soleus Seperti otot gastrocnemius, otot soleus berfungsi pada gerakan plantar fleksi kaki pada ankle joint. Otot ini terletak di dalam gastrocnemius, kecuali di sepanjang aspek lateral dari ½ bawah calf, di mana bagian lateral soleus terletak pada bagian atas dari tendon calcaneus. Serabut otot soleus masuk ke dalam tendon calcaneal dalam pola bipenniform. Otot ini dominan memiliki serabut slow-twitch (Hamilton, 2002). 4. Group Otot Dorsi Fleksor Ankle
Gambar 2.5 Grup otot dorsi fleksor ankle (Watson, 2002)
25
a) Tibialis Anterior Otot ini terletak di sepanjang permukaan anterior tibia dari condylus lateral kebawah pada aspek medial regio tarsometatarsal. Sekitar ½ sampai 2
/3 ke bawah tungkai otot ini menjadi tendinous. Tendon berjalan di depan
malleolus medial sampai pada cuneiform pertama. Otot ini berperan dalam gerakan dorsi fleksi ankle dan kaki, serta supinasi (inversi dan adduksi) tarsal joint ketika kaki dorsi fleksi. Dalam penelitian EMG, otot ini ditemukan aktif pada ½ orang yang berdiri bebas dan ketika dalam posisi forward lean (Hamilton, 2002). b) Extensor Digitorum Longus Otot ini memanjang pada empat jari-jari kaki. Otot ini juga berperan pada gerakan dorsi fleksi ankle joint dan tarsal joint serta membantu eversi dan abduksi kaki. Otot ini berbentuk penniform, terletak di lateral dari tibialis anterior pada bagian atas tungkai dan lateral dari extensor hallucis longus pada bagian bawahnya. Tepat di depan ankle joint tendon ini membagi empat tendon pada masing-masing jari-jari kaki (Hamilton, 2002). c) Extensor Hallucis Longus Otot ini berperan dalam gerakan ekstensi dan hiperekstensi ibu jari kaki. Otot extensor hallucis longus juga berperan pada gerakan dorsi fleksi ankle dan tarsal joint. Seperti otot diatas, otot ini juga berbentuk penniform. Pada bagian atas otot ini terletak di dalam tibialis anterior dan extensor digitorum longus, tetapi sekitar ½ bawah tungkai tendon ini menyebar diantara dua otot tersebut di atas sehingga otot ini menjadi superfisial. Setelah mencapai ankle
26
tendonnya ke arah medial melewati permukaan dorsal kaki sampai pada ujung ibu jari kaki (Hamilton, 2012). Selain otot tungkai, otot yang berperan dalam gerakan kelincahan adalah otot gluteus maximus, gluteus medius dan minimus, Otot-otot ini berperan sebagai pembentuk bokong. a. Gluteus maximus Otot ini merupakan otot yang terbesar yang terdapat di sebelah luar ilium membentuk perineum. Fungsinya, antagonis dari iliopsoas yaitu rotasi fleksi dan endorotasi femur. Fungsi utama dari gluteus maximus adalah untuk menjaga bagian belakang tubuh tetap tegap, atau untuk mendorong kedudukan pinggul ke posisi yang tepat.
Gambar 2.6 otot gluteus maximus (Watson, 2002) b. Gluteus medius dan minimus Otot ini terdapat di bagian belakang dari sendi ilium di bawah gluteus maksimus. Fungsinya, abduksi dan endorotasi dari femur dan bagian medius eksorotasi femur.
27
Gambar 2.7 otot gluteus medius dan minimus (Watson, 2002)
2.2.2
Fisiologi Otot Rangka Karakteristik otot rangka secara fisiologis ada 4 aspek yaitu: contractility
yaitu kemampuan otot untuk mengadakan respon (memendek) bila dirangsang (otot polos 1/6 kali; otot rangka 1/10 kali). Exstensibility (distensibility) yaitu kemampuan otot untuk memanjang bila otot ditarik atau ada gaya yang bekerja pada otot tersebut bila otot rangka diberi beban. Elasticity yaitu kemampuan otot untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah mengalami exstensibility atau distensibility (memanjang) atau contractility (memendek). Exsitability electric yaitu kemampuan untuk merespon terhadap rangsangan tertentu dengan memproduksi sinyal-sinyal listrik disebut tindakan potensi (Tortora dan Derrickson, 2009). Otot rangka memperlihatkan kemampuan berubah yang besar dalam memberi respon terhadap berbagai bentuk latihan (Sudarsono, 2009). Beberapa unit organ tubuh akan mengalami perubahan akibat dilakukan pelatihan. Dengan latihan yang teratur, akan memberikan beberapa efek positif terhadap otot, bahkan perubahan adaptif jangka panjang dapat terjadi pada serat otot, yang
28
memungkinkan untuk respon lebih efisien terhadap berbagai jenis kebutuhan pada otot (Wiarto, 2013). 2.3
Pelatihan
2.3.1
Pengertian Pelatihan Pelatihan merupakam suatu usaha untuk memperbaiki sistem organ alat-
alat tubuh dan fungsinya dengan tujuan untuk mengoptimalkan penampilan atau kinerja atlet (Nala, 2008). Pelatihan merupakan suatu proses sistematis dari pengulangan, suatu kinerja progresif yang juga menyangkut proses belajar serta memiliki tujuan memperbaiki sistem dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet mencapai optimal, secara fisiologis pelatihan fisik merupakan suatu proses pembentukan reflex bersyarat, proses belajar bergerak serta menghafal gerak (Bompa, 1990). Menurut Lestari (2014), kata kunci yang harus dipahami yaitu pelatihan merupakan suatu proses yang sistematis, repetitif, durasi, progresif dan individual: (1) sistematis adalah cara atau metode pelatihan terencana secara detail; (2) repetitif adalah suatu gerakan berulang yang sama dilakukan lebih dari satu kali; (3) durasi adalah lamanya aktivitas pelatihan (termasuk istirahat) yang harus dilakukan dalam satu sesi atau sekali pelatihan; (4) progresif adalah peningkatan atau penambahan beban pelatihan yang dilakukan secara bertahap yang diawali dengan pemberian beban yang ringan kemudian ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan kemampuan atlet atau dimulai dengan pelatihan yang mudah (sederhana) kemudian secara bertahap diberikan pelatihan yang semakin berat (pelatihan yang semakin sulit).
29
Pemberian beban pelatihan tidak dapat disamaratakan untuk setiap atlet, walaupun
mereka
dalam
satu
regu
cabang
olahraga
(Nala,
1998).
Secara garis besar pelatihan dapat dibagi atas : (1) Pelatihan fisik (physical training); (2) Pelatihan teknik (technical training); (3) Pelatihan taktik atau strategi (tactical training); (4) Pelatihan mental atau psikis termasuk rohani (psychological training) (Nala, 2002). 2.3.1
Tujuan Pelatihan Menurut Nala (2002), pelatihan fisik adalah suatu aktivitas fisik yang
dilakukan secara sistematis dalam jangka waktu yang lama secara individual dengan kian lama kian bertambah bebannya. Tujuan latihan fisik meningkatkan fungsi
potensial
yang dimiliki
atlet
dan mengembangkan kemampuan
biomotoriknya sehingga mencapai standar tertentu. Perkembangan kondisi fisik secara menyeluruh sangatlah penting, karena tanpa kondisi fisik yang baik tidak akan dapat mengikuti pelatihan dengan optimal. Dalam olahraga, pelatihan fisik diarahkan untuk meningkatkan komponen-komponen kondisi fisik. Dengan demikian pelatihan fisik bertujuan untuk meningkatkan fungsi kerja faal tubuh dan keterampilan kerja (Lestari, 2015). Menurut Nossek (1982), tujuan pelatihan fisik meliputi tujuan jangka panjang dan jangka pendek. Tujuan pelatihan jangka panjang adalah agar tercapainya status juara, sedangkan tujuan pelatihan jangka pendek berisi aspek yang terkait dengan kinerja olahraga seperti peningkatan kekuatan, daya tahan,
30
daya ledak, kecepatan, kelentukan, reaksi, kelincahan dan sebagainya termasuk keterampilan (Nossek, 1982). Pelatihan fisik bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fungsional fisik dan penyesuaian diri terhadap pembebanan sehingga dicapai kinerja yang tinggi. Hal ini juga didukung oleh pendapat Nossek (1982) yang mengatakan bahwa pelatihan fisik bertujuan untuk peningkatan kesiapan dan kapasitas kinerja olahragawan. Tujuan pelatihan fisik adalah untuk memperbaiki sistem dan fungsi dari organ tubuh agar penampilan atlet mencapai optimal (Bompa, 1990). Tujuan utama pelatihan fisik adalah untuk membantu memaksimalkan peningkatan keterampilan dan prestasi atlet (Harsono, 1996). 2.3.2
Prinsip Pelatihan Latihan fisik pada hakikatnya merupakan pemberian tahanan pada tubuh
secara teratur, sistematis, berkesinambungan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kinerja, oleh karena itu perlu dipahami prinsip-prinsip latihan (Brooks, 1984). Ada beberapa prinsip latihan yang perlu dipahami dengan baik dan benar oleh para atlet yang akan meningkatkan prestasinya. Menurut pendapat beberapa ahli bahwa prinsip-prinsip pelatihan tersebut adalah: a) Prinsip beban berlebih (the overload principle). Prinsip latihan ini bertujuan untuk mendapatkan pengaruh latihan yang baik, organ tubuh harus mendapat beban yang biasanya diterima dalam aktivitas sehari-hari. Beban yang diterima bersifat individual, tetapi pada prinsipnya diberi beban sampai mendekati maksimal.
31
b) Prinsip beban bertambah (the principle of progressive resistance). Prinsip latihan ini adalah beban kerja dalam latihan ditingkatkan secara bertahap dan disesuaikan dengan kemampuan fisiologi dan psikologi setiap atlet. c) Prinsip latihan beraturan (the principle of arrangement of exercise). Dalam setiap melaksanakan latihan, ada tiga tahap yang harus dilalui, yaitu : pemanasan, latihan inti dan pendinginan. Latihan hendaknya dimulai dari kelompok otot yang besar, kemudian dilanjutkan pada kelompok otot yang kecil. d) Prinsip kekhususan (the principle of specificity). Kekhususan adalah latihan satu cabang olahraga, mengarah pada perubahan morfologi dan fungsional yang berkaitan dengan kekhususan cabang olahraga tersebut. Kekhususan tersebut meliputi kelompok otot yang dilatih dan latihan yang diberikan harus sesuai dengan keterampilan khusus. e) Prinsip individualisasi (the principle of Individuality). Faktor individu mempunyai karakteristik yang berbeda, baik secara fisik maupun secara psikologis. Dalam hal ini yang harus diperhatikan adalah kapasitas kerja serta perkembangan kepribadian, penyesuaian kapasitas fungsional individu dan kekhususan organisme. f) Prinsip kembali asal (reversible principle). Kualitas yang diperoleh dari latihan akan dapat menurun apabila tidak melakukan latihan dalam waktu tertentu, demikian harus berkesinambungan. g) Prinsip beragam (variety principle). Latihan memerlukan proses panjang yang dilakukan berulang-ulang, hal ini sering menimbulkan kebosanan.
32
Untuk mengatasinya
pelatih
harus
mampu
menciptakan
suasana
yang
menyenangkan serta membuat aneka macam bentuk latihan. Dalam melakukan pelatihan harus sesuai dengan prosedur pelatihan, yaitu sebelum melakukan pelatihan inti perlu dilakukan pemanasan yang berupa gerakan-gerakan ringan selama 5-10 menit termasuk peregangan otot-otot (Nala,1986). Menurut Nala (2002), pemanasan merupakan suatu latihan yang sangat bersifat fisiologis yang telah secara luas diterima dalam program olahraga. Pemanasan menghasilkan penampilan berupa latihan dengan intensitas ringan sampai sedang sebelum pertandingan dengan intensitas yang lebih tinggi. Pemanasan sangat menguntungkan penampilan karena meningkatkan suhu otot aktif. Kenaikan suhu otot memungkinkan otot berkontraksi dan mengendor lebih. Pemanasan juga mempermudah lepasnya oksigen dari hemoglobin dan menaikkan volume oksigen sehingga kebutuhan energi aerobik berkurang pada permulaan latihan keras, lagi pula pemanasan awal dapat mengurangi resiko cedera tendon dan otot. Pemanasan atau warming up sangat perlu dilakukan oleh setiap atlet baik sebelum berlatih maupun sebelum pertandingan. Sistema tubuh pada waktu istirahat berada dalam keadaan inersia atau tidak begitu aktif. Dalam penelitian ini yaitu olahraga bola basket, akan dilakukan pemanasan selama kurang lebih 10 menit, untuk meningkatkan suhu dan aliran darah ke seluruh otot lurik terutama otot-otot pada anggota gerak bawah sehingga memungkinkan unit motorik otot tungkai mempersiapkan fungsinya.
33
Untuk mengembalikan kondisi tubuh setelah melakukan pelatihan perlu dilakukan pendingan. Pendinginan merupakan kegiatan penutupan berisi kegiatan yang tujuannya untuk menyesuaikan keadaan tubuh secara bertahap agar kembali ke kondisi normal. Kegiatan pendinginan ini bermanfaat untuk mencegah otot terasa pegal dan kaku. Kegiatannya seperti dengan berbaring, duduk dengan kaki lebih tinggi. Bisa juga diakhiri dengan jalan kaki lamban selama 3-5 menit, atau hingga denyut jantung kembali normal (Lutan, 2002). Arti fisiologis yang dapat ditelusuri dari latihan penutupan ini ialah gerakan-gerakan ringan itu akan membantu memperlancar sirkulasi (mengaktifkan pompa vena), sehingga akan membantu mempercepat pembuangan sampah-sampah sisa olahdaya dari otot-otot yang aktif pada waktu melakukan olahraga sebelumnya. Dengan tersingkirnya sampah-sampah sisa olahdaya, maka rasa pegal setelah olahraga dapat dicegah atau dikurangi. Itulah arti fisiologis dari latihan pendinginan yang pada hakikatnya berupa auto-massage yaitu memijit oleh diri sendiri (Giriwijoyo, 1992). Pendinginan atau cooling down dilakukan setelah selesai melakukan pelatihan atau aktivitas fisik lainnya. Tujuan dari pendinginan adalah menarik kembali secepatnya darah yang terkumpul di otot skeletal yang telah aktif sebelumnya ke peredaran darah sentral. Selain itu, berfungsi juga untuk membersihkan darah dari sisa hasil metabolisme berupa tumpukan asam laktat yang berada di dalam otot dan darah. Latihan pendinginan dalam penelitian ini dilakukan kurang lebih 10 menit. Kegiatan yang dilakukan dalam latihan penutupan ini adalah berjalan kaki lamban selama 3 menit, duduk sambil
34
melakukan peregangan statis dan pelemasan terutama pada anggota gerak tubuh bagian bawah selama 7 menit. 2.4 Zig-Zag Run Exercise 2.4.1 Pengertian Zig-Zag Run Exercise Menurut Siswantoyo (2003: 20) zig-zag run adalah gerakan lari berkelokkelok mengikuti lintasan. Latihan zig-zag run dapat digunakan untuk meningkatkan kelincahan karena unsur gerak yang terkandung dalam latihan zigzag run merupakan komponen gerak kelincahan yaitu lari dengan mengubah arah dan posisi tubuh, kecepatan, keseimbangan yang juga merupakan komponen gerak kelincahan. Tujuan latihan lari zig-zag adalah untuk menguasai keterampilan lari, menghindar dari berbagai halangan baik orang maupun benda yang ada di sekeliling (Saputra, 2002). Sesuai dengan tujuannya lari zig-zag dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Latihan lari zig-zag untuk mengukur kelincahan seseorang 2. Latihan lari zig-zag untuk merubah arah gerak tubuh atau bagian tubuh. Menurut Harsono (1988) keuntungan dan kerugian zig-zag run, yaitu: 1) Keuntungan: a. Kemungkinan cidera lebih kecil karena sudut ketajaman berbelok arah lebih kecil (45 dan 90 derajat). b. Banyak membutuhkan koordinasi gerak tubuh, sehingga mempermudah dalam tes kelincahan dribbling. 2) Kerugian: a. Secara psikis arah lari perlu pengingatan lebih.
35
b. Atlet tidak terbiasa dengan ketajaman sudut lari yang besar sehingga pada saat melakukan tes kelincahan dribbling atlet menganggap sudut lari tes kelincahan dribbling lebih sulit. Akibatnya atlet konsentrasinya terpusat pada arah belok dan bukan pada kecepatan larinya. 2.4.2. Aplikasi Zig-Zag Run Exercise Prosedur pelaksanaan zig-zag run Exercise untuk meningkatkan kelincahan sebagai berikut : a. Cones disusun berbentuk garis zig-zag dengan jarak antar titik 2 meter. b. Peserta berdiri di belakang garis start. c. Setelah ada aba-aba “ya” peserta berlari secepat mungkin mengikuti arah/cones yang telah disusun secara zig- zag sesuai dengan diagram sampai batas finish.
Gambar 2.8 Latihan zig-zag run (Gilang, 2007) 2.4.2
Efek Zig-zag Run Exercise Terhadap Kelincahan Dengan diberikan pelatihan zig-zag run maka unsur kebugaran
jasmani seperti kekuatan otot tungkai, kecepatan, fleksibilitas sendi lutut dan pinggul, elastisitas otot dan keseimbangan dinamis akan mengalami
36
peningkatan fungsi secara fisiologis sehingga akan berpengaruh terhadap peningkatan
kelincahan
kaki.
Kekuatan
merupakan
kemampuan
neuromuskuler untuk mengatasi tahanan beban luar dan beban dalam. Akan terjadi penigkatan kemampuan dan respon fisiologis pada pelatihan ini yaitu terjadi hypertrophy (pembesaran otot), dan adaptasi persyarafan. Terjadinya hypertrophy disebabkan oleh bertambahnya jumlah myofibril pada setiap serabut otot, meningkatnya kepadatan kapiler pada serabut otot dan meningkatnya jumlah serabut otot. Terjadinya adaptasi persyarafan ditandai dengan peningkatan teknik dan tingkat keterampilan seseorang (Sukadiyanto, 2005). Kecepatan sebagai hasil perpanduan dari panjang ayunan tungkai dan jumlah langkah. Fleksibilitas merupakan kemampuan persendian untuk bergerak dalam ruang gerak sendi secara maksimal dan elastisitas merupakan kemampuan otot untuk berkontraksi dan berelaksasi secara maksimal. Dengan diberikan pelatihan zig-zag run otot-otot akan menjadi lebih elastis dan ruang gerak sendi akan semakin baik sehingga persendian akan menjadi sangat lentur sehigga menyebabkan ayunan tungkai dalam melakukan langkah-langkah menjadi sangat lebar. Keseimbangan dinamis juga akan terlatih karena dalam pelatihan ini harus mampu mengontrol keadaan tubuh saat melakukan pergerakan. Otot-otot sinergis berkontraksi lebih tepat, dan meningkatnya inhibisi otot-otot antagonis. Dengan meningkatnya komponen-komponen tersebut maka kelincahan akan mengalami peningkatan.
37
Menurut Hanafi (2010) elastisitas otot sangat penting karena makin panjang otot tungkai dapat terulur, makin kuat dan cepat ia dapat memendek atau berkontraksi. Dengan otot yang elastis, tidak akan menghambat gerakan-gerakan otot tungkai sehingga langkah kaki dapat dilakukan dengan cepat dan panjang. Kelincahan kaki merupakan hal yang sangat penting, sebab pemain tersebut akan dapat dengan mudah untuk mengontrol keadaannya disaat melakukan teknik-teknik saat mengontrol bola. Kecepatan reaksi secara fisiologis ditentukan oleh tingkat kemampuan penerima rangsang penghantaran stimulus ke sistem syaraf pusat, penyampaian stimulus melalui syaraf sampai terjadinya sinyal, penghantaran sinyal dari sistem syaraf pusat ke otot, dan kepekaan otot menerima rangsang untuk menjawab dalam bentuk gerak (Sukadiyanto, 2005). Semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk mereaksi stimulus maka semakin baik kecepatan reaksinya. Waktu yang diperlukan untuk mereaksi stimulus akan menjadi semakin singkat karena terlatihnya kepekaan saraf sensorik dalam menghantarkan stimulus ke otak dan terlatihnya saraf motorik dalam menghantarkan perintah/sinyal dari otok ke otot. Dengan meningkatnya komponen kemampuan fisiologis tersebut maka akan menyebabkan peningkatan pada kecepatan reaksi. Dari penelitian sebelumnya yaitu Utama (2013), dikatakan bahwa dengan melakukan pelatihan zig-zag run exercise akan meningkatkan kelincahan sebanyak 3,02 detik dari hasil sebelum melakukan pelatihan.
38
2.5
Shuttle Run Exercise
2.5.1 Pengertian Shuttle Run Exercise Shuttle run adalah lari secepatnya bolak-balik dari suatu titik ke titik lainnya, artinya dimulai dari satu titik, kemudian lari ke satu titik lainnya yang jaraknya 4-5 meter (Maulana,2014). Latihan ini bertujuan untuk melatih mengubah arah gerak dengan cepat sambil melakukan gerakan. Menurut Harsono (1988: 172) keuntungan dan kerugian shuttle run exercise, yaitu : 1)
Keuntungan:
a.
Secara psikis gerakan shuttle run lebih mudah di ingat sehingga memungkinkan atlet dapat berkonsentrasi penuh pada kecepatan lari.
2)
Kerugian:
a.
Pada waktu melakukan latihan, kemungkinan atlet cidera otot lebih besar karena shuttle run menuntut kekuatan otot untuk berhenti secara mendadak lalu berbelok arah untuk berlari kearah yang berlawanan.
b.
Banyak membutuhkan konsentrasi pada saat berbalik arah.Hal ini dikarenakan sering terjadi kehilangan keseimbangan.
2.5.2
Aplikasi Shuttle Run Exercise Prosedur pelaksanaan shuttle run exercise untuk meningkatkan kelincahan
sebagai berikut : a. Lari bolak-balik dilakukan dengan secepat mungkin sebanyak 6-8 kali (jarak 4-5 meter).
39
b. Setiap kali sampai pada suatu titik sebagai bata, si pelari harus secepatnya berusaha mengubah arah untuk berlari menuju titik larinya. c. Perlu diperhatikan bahwa jarak antara kedua titik tidak boleh terlalu jauh, dan jumlah ulangan tidak terlampau banyak sehingga menyebabkan kelelahan bagi si pelari. d. Dalam latihan ini yang diperhatikan ialah kemampuan mengubah arah dengan cepat pada waktu bergerak.
Gambar 2.9 Latihan shuttle run (Gilang, 2007) 2.5.3 Efek Shuttle Run Exercise Terhadap Kelincahan Latihan shuttle rum dapat menimbulkan perubahan-perubahan fisiologis, juga menimbulkan akumulasi nilai dari manfaat latihan sehingga akan meningkatkan “dayakarsa” untuk mengikuti latihan. Perubahan fisiologis yang terjadi akibat latihan ditandai dengan meningkatnya fungsi organ tubuh dan otot, yang pada gilirannya akan memberikan efisiensi gerak bagi pelakunya.
40
Perubahan terjadi pada tingkat jaringan otot akibat latihan yang bersifat anaerobik
meliputi:
(1)
peningkatan
sistem
ATP-PC
seiring
dengan
meningkatnya cadangan ATP-PC, (2) peningkatan cadangan glukosa dan enzimenzim glikolitik, (3) meningkatnya kecepatan kontraksi otot, (4) hipertropi pada serabut-serabut otot cepat, (5) meningkatnya densitas kapiler per serabut otot, (6) meningkatnya kekuatan tendon dan ligamen, (7) meningkatkan kemampuan rekruitmen motor unit, dan (8) meningkatnya berat tubuh tanpa lemak (Davis et al., 1989). Perubahan fisiologis yang lain adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada struktur saraf motorik. Kebanyakan riset fisiologis dari latihan terfokuskan pada perubahanperubahan dalam otot skelet, namun demikian beberapa riset yang memusatkan perhatiannya pada
neuromuscular junction dan motoneuron tidak kalah
pentingnya, bahkan mungkin lebih penting, karena ditemukan bahwa kedua struktur saraf ini menunjukkan perubahan sebagai akibat hasil latihan. Perubahan-perubahan
ini
termasuk
adaptasi
seluler
dalam
strukturnya,
modifikasi-modifikasi dari transmisi dan perubahan kecepatan reflek, bahan kimia, respon biokimia dan yang terakhir dalam motoneuron itu sendiri (Fox, 1934). Pelatihan shuttle run ini menyebabkan perubahan dalam sistem saraf yang membuat seseorang lebih baik dalam kontrol koordinasi aktivasi kelompok ototnya, dengan demikian kelincahan dan powernya menjadi lebih tinggi. Kemungkinan terjadinya peningkatan, kelincahan dan berkaitan dengan “adaptasi saraf” (Sale, 1992). Perbaikan kontrol motorik dan peningkatan eksplosif
41
nampaknya berkaitan dengan latihan tipe ini, yang memiliki kaitan langsung dengan perubahan susunan saraf otot dan jalur sensor motorik yang kompleks (Radcliffe & Farentinos, 1985). Menurut Sale (1986) mekanisme “adaptasi saraf” yang terjadi akibat latihan menyebabkan meningkatnya gaya kontraksi otot yang disadari
(MVC)
secara
langsung.
Peningkatan
tersebut
terjadi
karena
meningkatnya aktivasi otot-otot penggerak utama. Menurut Jensen & Fisher (1979), peningkatan aktivasi reflex otot-otot penggerak utama merupakan peningkatan eksitasi jaringan motoneuron, yang pada gilirannya dapat menghasilkan peningkatan masukan eksitatori, mengurangi masukan inhibitori atau kedua-duanya. Implikasinya pada atlet yang tidak terlatih tidak dapat mengaktifkan otot-ototnya secara maksimal dalam kondisi normal. Secara fungsional simpanan energinya tidak dapat segera digunakan, meskipun diduga sebagai usaha maksimal yang disadari. Gerakan bolak balik yang terdapat padalatihan shuttle run memungkinkan terjadi kelelahan yang akan dirasakan oleh pelari. Kelelahan sangat berpengaruh pada kelincahan seseorang karena mampu menurunkan komponen-komponen kelincahan. Dari hasil penelitian sebelumnya yaitu Utama (2013), dikatakan bahwa dengan melakukan pelatihan shuttle run exercise akan meningkatkan kelincahan sebanyak 2,20 detik dari watu sebelum melakukan pelatihan. 2.6
Takaran Pelatihan Sebuah hasil latihan yang maksimal harus memiliki prinsip latihan. Tanpa
adanya prinsip atau patokan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait,
42
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada evaluasi pelatihan akan sulit mencapai hasil yang maksimal (Nala, 2011). 1. Intensitas Intensitas pada latihan shuttle run dan zig-zag run merupakan ukuran terhadap aktivitas yang dilakukan dalam satu kesatuan waktu. Kualitas suatu intensitas yang menyangkut kecepatan atau kekuatan dari suatu aktivitas ditentukan oleh besar kecilnya persentase (%) dari kemampuan maksimalnya. dalam takaran pelatihan kelincahan intensitas yang digunakan adalah intensitas sub-maksimum sampai maksimum. Intensitas tersebut diukur berdasarkan posisi, jarak, dan jumlah tiang yang digunakan (Nala, 2011). Dengan berbagai pertimbangan teoritis dan intern dari pemain basket SMA Negeri 3 Denpasar, maka pada latihan zig-zag run dalam penelitian ini banyaknya tiang yang digunakan sebanyak 5 buah dengan jarak setiap tiang sejauh 2 meter. Dan pada latihan shuttle run jarak tempuh yang akan digunakan adalah sejauh 3-4 meter. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kelelahan terhadap pemain tetapi pelatihan yang dilakukan tetap memberikan efek. 2. Volume Volume dalam pelatihan merupakan komponen takaran yang paling penting dalam setiap pelatihan. Unsur volume ini merupakan takaran kuantitatif, yakni satu kesatuan yang dapat diukur banyaknya, berapa lama, jauh, tinggi atau jumlah suatu aktivitas (Nala, 2011). Pada umumnya volume pelatihan ini terdiri dari atas : durasi atau lama waktu pelatihan, jarak tempuh dan berat beban, serta jumlah repetisi dan set.
43
Dalam penelitian ini volume yang digunakan adalah sebagai berikut : a) Repetisi Repetisi merupakan pengulangan yang dilakukan tiap set pelatihan. Untuk latihan kelincahan repetisi yang digunakan adalah 1-3 kali, tetapi untuk menghasilkan peningkatan yang maksimal repetisi yang sebaiknya digunakan adalah 3 repetisi untuk tiap set (Nala, 2011). b) Durasi Durasi atau lamanya waktu pelatihan dapat dinyatakan dalam detik, menit, jam, hari, minggu, bulan. c) Set Set adalah satu rangkaian dari repetisi (Nala, 1987). Untuk latihan kelincahan set yang dianjurkan adalah 3-5 kali, untuk menghasilkan peningkatan yang maksimal set yang sebaiknya digunakan adalah 5 set (Nala, 2011). d) Istirahat Waktu istirahat diperlukan dalam setiap set untuk memberikan waktu istirahat kepada otot-otot yang berperan dalam pelatihan kelincahan. Waktu istirahat yang dianjurkan adalah selama 1-3 menit antar set, untuk mencegah terlalu lamanya waktu istirahat (Nala, 2011). 3. Frekuensi Frekuensi merupakan kekerapan atau kerapnya pelatihan per-minggu. Dalam pelatihan kelincahan, frekuensi yang biasa digunakan adalah 3-5 kali seminggu (Nala, 2011). Hal ini sesuai bagi atlet sehingga menghasilkan peningkatan
44
kemampuan otot yang baik serta tanpa menimbulkan kelelahan yang berarti (Harsono, 1996) Dengan berbagai pertimbangan teoritis dan terkait intern pemain basket SMA Negeri 3 Denpasar, maka dalam penelitian ini latihan dilakukan tiga kali sesi pertemuan dalam satu minggu, dengan diberi jeda waktu tidak lebih dari 48 jam. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya waktu senggang selama 2 hari berturut-turut, ini mengakibatkan jika berturut-turut terdapat istirahat selama lebih dari dua hari dikhawatirkan kondisi fisik atlet akan kembali ke keadaan semula (Nala, 1998). Latihan ini dilaksanakan 4 minggu agar mengasilkan efek yang optimal.
45