BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Bahan Pustaka Bahan Pustaka merupakan komponen utama yang dimiliki oleh perpustakaan. Segala informasi yang akan diberikan kepada para pencari informasi adalah bersumber dari bahan pustaka yang dimiliki oleh suatu perpustakaan. Bahan pustaka adalah bagian dari koleksi bahan pustaka yang ada di perpustakaan yang disediakan untuk kepentingan belajar, informasi dan rekreasi. Suatu perpustakaan belum dapat melakukan kegiatannya, apabila perpustakaan tersebut belum memiliki bahan pustaka yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna dalam mencari informasi yang dibutuhkan. Menurut Yulia (1992, 3) “Bahan pustaka adalah kitab, buku”. Bahan pustaka yang tersedia di perpustakaan perguruan tinggi haruslah relevan dengan kebutuhan setiap program studi mahasiswa dari perguruan tinggi tersebut. Hal ini dilakukan agar mahasiswa dapat memanfaatkan berbagai bahan pusaka yang disediakan oleh perguruan tinggi. Bahan pustaka di perguruan tinggi dimanfaatkan oleh mahasiswa dalam membantu kegiatan belajar sivitas akademika. Untuk memberikan pelayanan informasi semaksimal mungkin kepada penggunanya dalam rangka mencapai tujuan perpustakaan perguruan tinggi, perpustakaan harus berusaha untuk menyediakan berbagai informasi dan bahan pustaka yang sesuai dengan kebutuhan lingkungan perguruan tinggi dimana perpustakaan berada. Perpustakaan perguruan tinggi akan dapat memenuhi fungsinya dengan 7 Universitas Sumatera Utara
baik bila jenis dan mutu bahan pustaka yang dilayankan kepada para pengguna sesuai atau relevan dengan kebutuhan mahasiswa dari perguruan tinggi tersebut.
2.1.1 Jenis Bahan Pustaka Suatu perpustakaan harus mampu memberikan pelayanan informasi semaksimal mungkin kepada pengguna. Untuk dapat memberikan informasi semaksimal mungkin kepada penggunanya, maka perpustakaan harus berusaha menyediakan bahan pustaka yang beraneka ragam jenis dan bentuk, serta kandungan informasinya sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pada era globalisasi ini koleksi perpustakaan tidak hanya terbatas dalam bentuk buku saja, tetapi sudah meliputi bahan elektronik. Menurut Wiji Suwarno yang dikutip oleh Prabowo (2013, 3) koleksi perpustakaan terdiri dari: a. Karya cetak berupa buku teks, buku referensi atau buku rujukan seperti ensiklopedia, kamus, almanak, direktori, biografi, majalah, surat kabar dan laporan karya ilmiah. b. Karya rekam berupa kaset audio, kaset video, VCD, DVD dan sebagainya. c. Media elektronik adalah media penyimpanan informasi melalui pangkalan data yang dapat diakses melalui monitor komputer.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya perkembangan kemajuan teknologi informasi yang sangat pesat saat ini, mengakibatkan perpustakaan juga mengalami perubahan dalam perkembangannya yaitu koleksi perpustakaan tidak terbatas pada koleksi tercetak saja seperti buku, melainkan koleksi juga tersedia dalam bentuk elektronik juga misalnya e-book, ejournal dan lain sebagainya. Semua koleksi tersebut dapat digunakan oleh pengguna dalam membantu studinya serta dapat menambah informasi pengguna.
8 Universitas Sumatera Utara
2.1.1.1 Bahan Tercetak Menurut Nelwaty (2002, 15) yang dimaksud dengan bahan tercetak adalah terbitan yang merupakan satu kesatuan yang paling umum terdapat dalam koleksi perpustakaan. Jadi koleksi tercetak umumnya berupa buku yang terbuat dari bahan kertas sebagai media rekam informasi yang setiap babnya merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan pokok bahasannya. Yusuf (2010, 146-148) menyatakan untuk lebih memudahkan mencari, mengenali, menelusuri, dan menemukan informasi, berikut diuraikan jenis-jenis koleksi tercetak yang terdapat di perpustakaan yaitu: 1. Buku Fiksi Buku-buku fiksi adalah jenis buku yang ditulis bukan berdasarkan fakta atau kenyataan. Buku fiksi ditulis atas dasar kehendak dan khayalan pengarangnya saja. Buku-buku fiksi ini biasanya disajikan dalam bentuk cerita, baik pendek maupun lengkap. Nama lain untuk buku-buku fiksi ini sering dikaitkan dengan novel, roman. 2. Buku Non Fiksi Buku-buku non fiksi adalah buku yang pembahasannya berdasarkan fakta atau kenyataan. Jadi, informasinya tidak didasarkan pada khyalan atau rekaan penulisnya, tetapi benar-benar berupa uraian tentang fakta atau peristiwa yang sebenarnya. Dengan demikian, informasi yang terkandung di dalamya pun berupa data, fakta, ataupun keterangan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
9 Universitas Sumatera Utara
Di dunia perpustakaan, Yusuf (2010, 150) menyatakan buku-buku yang tergolong dalam jenis non fiksi ini biasa dikelompokkan kedalam dua kelompok besar yaitu: 1. Buku teks Buku teks adalah buku yang membahas suatu bidang ilmu tertentu yang ditulis dengan tujuan untuk memudahkan pencapaian proses belajar dan mengajar antara murid dan guru termasuk juga antara mahasiswa dan dosen. 2. Buku referensi Buku referensi adalah buku yang isi maupun penyajiannya bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bersifat spesifik atau khusus).
Menurut Yusuf (2010,150-184) Jenis-Jenis buku referensi terdiri dari: a. Kamus adalah daftar alfabetis kata-kata yang disertai dengan arti, lafal, contoh penggunaanya dalam kalimat, dan keterangan lain yang berkaitan dengan kata tersebut. Kamus memuat bermacam informasi tentang kata dengan segala aspeknya yang disusun secara alfabetis. b. Ensiklopedia adalah daftar istilah-istilah ilmu pengetahuan dengan tambahan keterangan ringkas tentang arti dari istilah-istilah tadi. c. Buku Tahunan (yearbook) adalah buku yang memuat peristiwa-peristiwa selama setahun terakhir (yang telah lewat). Tujuan buku tahunan ini adalah untuk merekam segala kegiatan tahunan berdasarkan negara, subjek, atau bidang khusus. d. Buku Pedoman adalah buku yang memuat fakta atau peristiwa bahkan proses kegiatan secara terperinci dari suatu bidang tertentu. e. Direktori adalah buku yang berisi tentang keterangan mengenai orang, organisasi, dan keanggotaannya, alamat kantor, serta data tentang organisasi setempat. f. Almanak adalah suatu publikasi tertentu yang memuat bermacam keterangan yang antara lain tentang data statistik, ramalan cuaca, dan berbagai peristiwa penting lainnya di suatu saat dan tempat tertentu, termasuk informasi bidang ilmu pengetahuan dalam jangka waktu tertentu. g. Bibliografi
10 Universitas Sumatera Utara
adalah daftar buku-buku (juga termasuk media lainnya) yang ada di suatu tempat. Disusun berdasarkan urutan abjad nama pengarang, judul, subjek, atau keterangan lain tentang buku. h. Katalog adalah data yang menggambarkan bentuk fisik buku. Katalog memuat semua informasi tentang buku. i. Indeks adalah daftar istilah yang disusun berdasarkan urutan abjad atau dengan susunan tertentu yang disertai dengan keterangan yang menunjukan istilah tadi berada. j. Abstrak adalah uraian yang dipadatkan dari suatu karangan atau artikel yang biasanya bersifat ilmiah. Dengan membaca abstrak, orang telah tahu hasil atau isi dari karya aslinya. k. Laporan Hasil Penelitian Laporan hasil penelitian disebut juga dengan karya ilmiah yang didasarkan pengalaman empiris. Jenis karya ini biasanya merupakan hasil dari studi ilmiah yang dilakukan oleh kalangan ilmuwan, peneliti, dosen, mahasiswa S-1, S-2, maupun S-3. l. Terbitan Berkala adalah bentuk publikasi yang pada umumnya memuat berbagai tulisan atau artikel, baik yang umum maupun yang khusus dari beberapa pengarang berupa berita atau keterangan lain yang dianggap penting. m. Terbitan Pemerintah adalah karya yang dicetak dan diterbitkan atas biaya dan kewenangan pemerintah atau badan-badan pemerintah. 2.1.1.2 Bahan Elektronik Pada umumnya, masyarakat hanya mengenal
perpustakaan memiliki
koleksi tercetak. Namun, dengan merambahnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang sangat pesat yang terjadi di masa sekarang ini menuntut perkembangan sumber daya informasi yang tersedia di dalam maupun diluar perpustakaan pula yang tersedia dalam format elektronik. Perkembangan teknologi menjadikan akses informasi yang tersedia dalam bentuk elektronik sebagai salah satu alternatif yang dianggap semakin penting dalam pemenuhan kebutuhan akan informasi. Dengan adanya perkembangan TIK memunculkan
11 Universitas Sumatera Utara
sistem akses dan temu-balik terhadap informasi dalam bentuk elektronik menjadi semakin cepat dari sumber ke pengguna tanpa terbatas jarak, ruang, dan waktu. Di masa sekarang telah terjadi perubahan dalam pengelolaan sumber daya informasi di perpustakaan. Hasugian (2008, 12) menyatakan sumber daya informasi berbasis kertas (paper-based) yang selama ini menjadi primadona perpustakaan tradisional sekarang ditantang oleh sumber informasi yang tersedia dalam format elektronik. Sumber daya informasi dalam format elektronik ini menawarkan cara yang berbeda dalam penyimpanan dan temu-kembali informasi dibandingkan dengan sumber daya informasi berbasis kertas (paper-based). Situasi ini menjadikan akses informasi dalam bentuk elektronik semakin penting dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan informasi, tanpa mengabaikan akses informasi yang telah berlangsung selama ini secara konvensional. Brophy dkk (2000,5) menyatakan sumber daya informasi elektronik adalah “every document in electronic form which needs special equipment to be used. Electronic resources include digital documents, electronic serials, databases, patents in electronic form and networked audiovisual documents”. Pendapat di atas dapat diartikan bahwa sumber daya informasi elektronik adalah setiap dokumen dalam bentuk elektronik yang membutuhkan peralatan khusus untuk menggunakannya yang meliputi dokumen digital, terbitan berseri elektronik, database (pangkalan data), hak paten dalam format elektronik dan dokumen jaringan kerja audiovisual
12 Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 11 tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik dicantumkan definisi mengenai informasi elektronik. Berikut kutipannya : Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Dari kutipan di atas dikatakan bahwa informasi elektronik
berupa
sekumpulan data dalam bentuk elektronik yang tidak terbatas hanya pada tulisan tetapi juga termasuk suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti sehingga dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Teknologi internet menghubungkan pengguna dengan sumber bahan elektronik, sehingga informasi dalam bentuk elektronik dapat di akses selama pengguna terhubung dengan jaringan internet. Pemanfaatan dan akses terhadap bahan elektronik jauh lebih luas jika dibandingkan dengan bahan tercetak. Bahan elektronik dapat digunakan oleh banyak pengguna (multi user) dalam waktu yang bersamaan dan dapat dimanfaatkan dengan akses jarak jauh (remote access) tanpa harus datang ke perpustakaan. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa bahan elektronik adalah sumber informasi yang dapat dimanfaatkan para pencari
13 Universitas Sumatera Utara
informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi, yang tersedia dalam format elektronik yang hanya dapat diakses melalui komputer atau sistem elektronik yang tidak terbatas pada jarak dan waktu. Dengan adanya sumber informasi dalam bentuk elektronik dapat diperoleh informasi berupa karya-karya digital, misalnya E-journal, E-books, E-articles, dan lain-lain. 1. Jurnal Elektronik (E-Journal) Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat, sumber informasi tidak hanya terbatas pada format tercetak melainkan juga tersedia dalam format elektronik. Pengguna perpustakaan di dunia pendidikan perguruan tinggi yaitu civitas akademika sebagai subjek pencari informasi sangat membutuhkan akan pengaksesan informasi secara cepat, hemat waktu, biaya serta tenaga. Pada era teknologi informasi ini, koleksi dalan bentuk tercetak pada perpustakaan tidak cukup untuk menjawab tantangan akan perkembangan zaman. Menurut Lasa yang dikutip oleh Rusydi (2014, 202) menyatakan bahwa jurnal elektronik atau e-journal adalah jurnal yang segala aspek (penyiapan, review, penerbitan, dan penyebaran) dilakukan secara elektronik. Latar belakang yang memunculkan jurnal elektronik adalah mahalnya percetakan jurnal, kemajuan teknologi komputer dan meluasnya teknologi jaringan world wide web (www). Perbedaan media pelayanan antara jurnal dari bahan tercetak dan ejournal (elektronik jurnal) adalah dalam bentuk media penyimpanannya saja yakni elektronik. Reitz dalam Siswadi (2008, 23) menggunakan istilah jurnal elektronik
14 Universitas Sumatera Utara
(electronic journal) untuk online journals. Mendefinisikan bahwa jurnal elektronik sebagai versi digital dari jurnal tercetak, atau jurnal seperti dalam bentuk publikasi elektronik tanpa versi tercetaknya, tersedia melalui email, web atau akses internet. Baik online journal maupun jurnal tercetak merupakan jurnal dalam cakupan terbitan berseri. Perbedaannya terletak pada media aksesnya dimana jurnal tercetak dalam bentuk tercetak berbahan baku kertas dan dapat dibaca secara langsung, sedangkan online journal berupa jurnal dalam bentuk digital dan untuk membacanya diperlukan akses internet terlebih dahulu. Keduanya memiliki sumber informasi yang sama yaitu jurnal. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa jurnal elektronik adalah versi digital dari jurnal tercetak yang merupakan cakupan dari terbitan berseri dan dalam proses pengaksesannya diperlukan akses internet terlebih dahulu. Menurut Surjono (2009, 1) “E-journal adalah publikasi dalam format elektronik dan mempunyai ISSN (International Standard Serial Number)”. Dari defenisi ini, dapat diketahui bahwa informasi yang terdapat di dalam e-journal (jurnal elektronik) adalah sekumpulan artikel ilmiah yang dapat berupa karya ilmiah dalam format elektronik yang mempunyai nomor standar. Oleh karena itu, informasi yang terkandung di dalam jurnal elektronik tersebut dapat dipercaya karena telah diakui dengan adanya ISSN pada jurnal elektronik tersebut. Informasi yang terdapat pada e-journal relatif mutakhir dan merupakan informasi yang dapat dipercaya. Oleh karena itu, jurnal elektronik sangat sesuai dengan kebutuhan para akademisi
di
perguruan tinggi
sebagai
pusat
pengembangan ilmu pengetahuan. Sebagai masyarakat ilmiah, masyarakat
15 Universitas Sumatera Utara
perguruan tinggi (dosen, mahasiswa dan peneliti) sangat membutuhkan sumber referensi yang dapat diakses dengan cepat. E-Journal memberikan kemungkinan besar untuk memperoleh sumber informasi yang bersifat mutakhir dan dapat diakses dengan lebih cepat dan mudah jika dibandingkan dengan jurnal tercetak. Jurnal elektronik (e-journal) memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan jurnal tercetak. Perbandingan jurnal elektronik dengan jurnal tercetak dapat dilihat dari tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Perbandingan Jurnal Elektronik dan Jurnal Tercetak No
Kriteria
Elektronik
Tercetak
1.
Kemuktahiran
Mutakhir
Mutakhir
2.
Kecepatan diterima
Cepat
Lambat
3.
Penyimpanan
Sangat mengirit tempat
Makan tempat
4.
Pemanfaatan
24 Jam
Terbatas jam buka
5.
Kesempatan akses
Bisa bersamaan
Antri
6.
Penelusuran
Otomatis tersedia
Harus dibuat
7.
Waku penelusuran
Cepat
Lama
8.
Keamanan
Lebih aman
Kurang aman
9.
Manipulasi dokumen
Sangat mudah
Tidak bisa
10. Langganan
dengan Judul bisa lebih banyak
Judul lebih sedikit
harga yang sama 11. Harga total langganan
Jauh lebih murah
Lebih mahal
Sumber: Tresnawan (2005, 2)
16 Universitas Sumatera Utara
Dengan melihat tabel 2.1 di atas, dapat disimpulkan bahwa jurnal elektronik lebih banyak memiliki nilai lebih jika dibandingkan dengan jurnal tercetak. Kelebihan jurnal elekronik dibandingkan dengan jurnal tercetak yaitu dari aspek kemutakhiran, akses, penyimpanan, serta pemanfaatannya. Dengan adanya kelebihan yang dimiliki jurnal elekronik dapat lebih memudahkan pengguna dalam mencari informasi yang dibutuhkan, namun disamping kelebihan tersebut jurnal elektronik memiliki kelemahan yaitu dalam proses pengaksesan jurnal harus melalui perangkat komputer yang tentunya membutuhkan listrik, jadi apabila terjadi pemadaman listrik jurnal elektronik pun tidak dapat diakses. Galvin yang dikutip oleh Andriaty (2005, 26) menegaskan bahwa keuntungan utama dari jurnal elektronik adalah: 1. Bagi pihak penerbit dapat menghemat biaya cetak 2. Bagi perpustakaan akan menghemat biaya pemeliharaan seperti penjilidan dan pemeliharaan di rak. 3. Bagi penulis dapat mengurangi panjangnya waktu/proses penerbitan naskah dalam suatu jurnal sehingga penundaan penerbitan dapat dihindari. Menurut Jenifer E. Rowley yang dikutip oleh Hasan (2013, 26) bahwa pada saat ini jurnal terdiri dari: 1. Jurnal yang diterbitkan dalam bentuk tercetak, seperti buku. 2. Jurnal yang diterbitkan dalam bentuk digital atau cd-room. 3. Jurnal yang hanya diterbitkan dalam bentuk online.
Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa menurut bentuk penyajiannya jurnal elektronik dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni
17 Universitas Sumatera Utara
pertama jurnal elektronik berbasis web, dan kedua jurnal elektronik berbasis cdroom. 2. Buku Elektronik (E-Book) Sejalan dengan perkembangan e-journal, telah berkembang pula e-book. Pertumbuhan e-book tidak secepat dibandingkan dengan pertumbuhan e-journal, tetapi perkembangan teknologi perangkat keras dan lunak saat ini memungkinkan popoularitas e-book di masa depan. Ball, Rafael (2009, 1)menyatakan bahwa: Since the end of the 1990s, the media, publishers, and libraries have been unable to imagine a world without „e-books‟. Rafael Ball define e-books as hardware, as a reading device for electronically available texts-quickly became a general term for the use of book content in electronic form. Ball, Rafael berpendapat bahwa media, penerbit, serta perpustakaan telah membayangkan sulitnya ketersediaan informasi tanpa menggunakan buku elekronik. Rafael Ball mendefinisikan e-book sebagai perangkat keras yang mampu membaca teks berbentuk elektronik. Menurut Suwarno yang dikutip oleh Prabowo (2013, 4) e-book adalah versi elektronik dari buku. Jika buku pada umumnya berbahan baku kertas yang berisi teks atau gambar, e-book berisi informasi dalam format digital yang juga dapat berisi teks atau gambar. Surachman (2010, 9) menyatakan bahwa: E‐book atau buku elektronik merupakan satu sumber digital atau elektronik yang dapat digunakan oleh pengguna yang ingin mendapatkan informasi dari sebuah buku yang dikemas dalam format elektronik atau digital. Pengguna dapat melakukan penelusuran sekaligus membaca bahkan mendownload file buku elektronik yang tersedia di banyak situs di internet. Buku elektronik ini bisa berasal dari buku tercetak yang
18 Universitas Sumatera Utara
dielektronikan atau didigitalkan, atau bisa juga hanya terbit dalam versi digital/elektronik.
Putut Laxman Pendit (2007, 81) menyatakan secara teknologi, e-book sebenarnya adalah sekumpulan teks digital. E-book tersedia dalam dua jenis, pertama yaitu e-book yang bersifat tertutup hanya dapat dibaca dengan alat dan program khusus. Setiap berkas hanya dapat dibaca dengan perangkat yang disiapkan khusus (e-book reader). Jenis kedua yaitu e-book yang dapat dibaca oleh berbagai peralatan digital. E-book jenis ini yang tersedia di internet adalah yang untuk dibaca diberbagai alat digital, mulai dari PC desktop, laptop. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa E-Book (buku elektronik) adalah sebuah bentuk buku yang dikemas dalam format elektronik yang dapat pengguna peroleh dan pengguna buka secara elektronik dengan memanfaatkan komputer. Konten e-book dapat selalu diakses tanpa menghiraukan waktu dan tempat, dapat dibaca pada PC (personal computer) atau melalui alat baca buku yang mudah dibawa-bawa (portable). E-book memiliki kelebihan dalam hal accessibility, functionality, and cost-effectiveness. Di antara pengguna ada yang menyukai e-book, tetapi di sisi lain juga masih banyak pengguna yang lebih menyukai pemakaian buku tercetak (print books) karena memiliki kelebihan dalam kemudahan dan kenikmatan dalam membaca (ease and enjoyability of reading), di samping itu pengguna tidak memiliki keahlian dalam menelusur e-book.
19 Universitas Sumatera Utara
3. Artikel Elektronik (E-Article) Artikel elektronik (e-article) adalah artikel yang dikemas dalam format elektronik. Artikel elektronik dapat kita temukan dalam jurnal elektronik atau dalam bentuk artikel lepas. Arikel Elekronik hanya dapat diakses melalui transmisi elektronik. Artikel elektronik merupakan bentuk khusus dari dokumen elektronik, dengan konten khusus, tujuan, format dan metadata. Artikel elektronik ini ditujukan untuk penyediaan informasi, baik untuk kegiatan pendidikan maupun sebagai bahan rujukan untuk penelitian akademik. Artikel elektronik dapat ditemukan dalam jurnal online (elektronik), sebagai versi online dari artikel yang terbit dalam jurnal tercetak.
2.1.2 Pemanfaatan Bahan Pustaka Menurut Handoko yang dikutip oleh Prawati (2003, 27) bahwa pengguna dalam memanfaatkan bahan pustaka dipengaruhi oleh fakor internal dan faktor eksternal. 1. Faktor internal Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Yang termasuk faktor internal meliputi: a. Kebutuhan Yang dimaksud dengan kebutuhan disini adalah kebutuhan pengguna akan bahan pustaka yang akan digunakan sebagai sumber belajar dan sumber referensi bagi mahasiswa. Menurut Yusuf (2010, 24) menyatakan bahwa:
20 Universitas Sumatera Utara
Kebutuhan informasi merupakan suatu keadaan yang terjadi dalam struktur kognisi seseorang yang dirasakan ada kekosongan informasi atau pengetahuan sebagai akibat tugas atau sekadar ingin tahu. Kebutuhan informasi setiap orang berbeda-beda, setiap orang dalam kehidupannya akan memenuhi kebutuhan informasi yang dibutuhkannya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan kebutuhan adalah sesuatu yang dibutuhkan oleh pengguna berupa informasi yang belum diketahui dan dalam kehidupannya, pengguna akan berusaha memenuhi kebutuhan informasi yang dibutuhkannya. b. Motif Menurut Priyatna (1996, 6-7) motif adalah sesuatu yang melingkupi semua penggerak, alasan-alasan atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Menurut Effendy (2006, 27) “motif adalah tujuan yang mendorong seseorang menentukan pilihannya dan keinginannya”. Dalam dunia perpustakaan motif adalah alasan dalam diri pengguna menggunakan berbagai jenis bahan pustaka yang berbeda-beda yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Menurut Ernawati (2007, 7) “jika ditelusuri lebih dalam, motif timbul bukan hanya dari kebutuhan yang ada, tetapi ditentukan pula adanya faktor harapan akan dapat dipenuhinya suatu kebutuhan”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motif adalah sesuatu yang mendasari atau alasan perbuatan dan tindakan seseorang sehingga menyebabkan ia berbuat sesuatu.
21 Universitas Sumatera Utara
c. Minat Dalam
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
Online,
minat
adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Menurut Winkel (2004, 212) minat diartikan sebagai “kecenderungan subyek yang menetap, untuk tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu”. Sedangkan menurut Hurlock (1997, 14), “minat merupakan sumber motivasi yang mendorong orang untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa minat adalah rasa ketertarikan seseorang terhadap sesuatu bukan karena paksaan tapi kesadaran yang tinggi karena keinginan yang kuat untuk mencapai tujuannya. 2. Faktor eksternal Faktor Eksternal yaitu faktor yang bukan berasal dari dalam diri seseorang melainkan berasal dari lingkungan sekitarnya. Yang termasuk faktor eksternal tersebut yaitu: a. Ketersediaan koleksi Ketersediaan
koleksi
merupakan
koleksi
yang
disediakan
oleh
perpustakaan untuk dilayankan kepada pengguna sehingga dapat dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan informasinya. Suatu perpustakaan dapat dikatakan berhasil bila perpustakaan tersebut dimanfaatkan oleh penggunanya. Salah satu
22 Universitas Sumatera Utara
aspek penting untuk membuat perpustakan dimanfaatkan oleh penggunanya yaitu ketersediaan koleksi yang relevan dengan kebutuhan pengguna. Agar perpustakaan dimanfaatkan oleh penggunanya, perpustakaan memiliki tugas pokok yaitu melakukan kegiatan pengadaan untuk menambah ketersediaan koleksi. Perpustakaan yang menyediakan koleksi yang lengkap biasanya memiliki pengguna yang akan cukup sering memanfaatkan koleksi perpustakaan tersebut. Sutarno (2007, 26) menyatakan bahwa “tujuan ketersediaan koleksi adalah untuk memenuhi kebutuhan pengguna perpustakaan yang akan dilayaninya, sehingga pengguna senang memanfaatkan koleksi yang telah dimiliki oleh perpustakaan tersebut”. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa agar pengguna memiliki minat untuk memanfaatkan koleksi yang dimiliki oleh suatu perpustakaan, ketersediaan koleksi di perpustakaan harus sesuai atau relevan dengan kebutuhan para pencari informasi b. Keterampilan pustakawan dalam melayani pengguna Salah satu komponen yang dianggap penting dari sebuah perpustakaan adalah pustakawan. Pustakawan diperlukan untuk memberikan pelayanan (jasa) semaksimal mungkin dalam membantu para pengguna perpustakaan. Seorang pustakawan harus mampu mengedepankan kebutuhan pengguna. Keterampilan pustakawan dalam melayani pengguna dapat dilihat dari bagaimana kecepatan dan ketepatan pustakawan dalam memberikan layanan kepada pengguna. 23 Universitas Sumatera Utara
Menurut Suherman (2009, 13), kualitas dan keterampilan mendasar yang diharapkan dari seorang pustakawan adalah “kemampuan untuk mengelola emosi yang berhubungan dengan orang lain, baik individu atau kelompok, sehingga dapat terjalin suatu interaksi sosial dan komunikasi yang baik dan efektif”. Purwono (2005, 17) menyatakan: Peranan pustakawan adalah kewajiban atau tugas pustakawan dalam memberikan layanan kepada pengguna perpustakan dimana salah satu tugasnya adalah memberikan informasi, bimbingan, dan bekerjasama dengan pengguna dalam memilih sumber yang diperlukan serta cara mencari dan memanfaatkan informasi tersebut. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang pustakawan dalam menjalankan tuganya diharapkan mampu memberikan jiwa pelayanan yang baik, komunikasi yang baik, serta mampu memahami berbagai macam persoalan yang dihadapi oleh pengguna perpustakaan. Hal ini dilakukan agar pengguna yang datang ke perpustakaan merasa nyaman. Selain itu, pustakawan diharapkan cepat tanggap dalam merespon pertanyaan tentang informasi yang dibutuhkan oleh pengguna, serta dapat memberikan jawaban dan penelusuran informasi yang dibutuhkan dengan cepat dan tepat. Pustakawan juga harus mempunyai kemampuan teknis mengenai perpustakaan, dan mempunyai kemampuan dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang saat ini berkembang. Dengan kemampuan tersebut maka pustakawan diharapkan mampu memberikan pelayanan semaksimalnya kepada penggunanya.
24 Universitas Sumatera Utara
c. Ketersediaan fasilitas pencarian temu kembali informasi Zaenab (2002, 41) menjelaskan bahwa “temu kembali sebagai suatu proses pencarian dokumen dengan menggunakan istilah-istilah pencarian untuk mendefinisikan dokumen sesuai dengan subjek yang diinginkan”. Sedangkan Rowley yang dikutip Hasugian (2006, 5), menyatakan : Suatu sistem temu kembali informasi dinyatakan efektif apabila hasil penelusuran mampu menunjukkan ketepatan (precision) yang tinggi sekalipun perolehannya rendah (recall). Kondisi ideal dari keefektifan suatu sistem temu kembali informasi adalah apabila rasio recall dan precision sama besarnya (1:1). Hasugian (2006, 6) menjelaskan bahwa: Perolehan (recall) berhubungan dengan kemampuan sistem untuk memanggil dokumen yang relevan dengan query, sedangkan ketepatan (precision) berkaitan dengan kemampuan sistem untuk tidak memanggil dokumen yang tidak relevan dengan kebutuhan pengguna. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa temu kembali informasi merupakan proses pencarian dokumen menggunakan istilah yang ingin dicari dengan tujuan untuk mendapatkan dokumen yang relevan atau sesuai dengan yang diinginkan pencari informasi. 2.1.2.1 Pemanfaatan Bahan Pustaka Tercetak Tujuan utama disediakannya bahan pustaka tercetak adalah untuk memenuhi kebutuhan pengguna. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, pemanfaatan kata dasar dari manfaat yang diberi tambahan awalan ”pe” dan akhiran “an” yang berarti proses, cara dan perbuatan memanfaatkan. Pemanfaatan koleksi tercetak merupakan kegiatan atau aktivitas pengguna memanfaatkan bahan tercetak (buku) untuk mencari informasi yang dibutuhkan. Informasi dalam
25 Universitas Sumatera Utara
buku dapat bersifat ilmiah yang mencakup berbagai ilmu pengetahuan maupun bersifat hiburan. Menurut Hajiri (2011, 11) pemanfaatan koleksi perpustakaan dapat digolongkan ke dalam dua golongan yaitu: a. Pemanfaatan di luar perpustakaan (out of library) Pemanfaatan jenis ini adalah peminjaman koleksi perpustakaan, koleksi dibawa keluar perpustakaan dan terjadi transaksi peminjaman atau sirkulasi. b. Pemanfaatan di dalam perpustakaan (in library use) Pemanfaatan koleksi di dalam perpustakaan adalah penggunaan koleksi di dalam perpustakaan tanpa terjadi transaksi peminjaman.
Lancaster (1993, 77) membatasi pengertian pemanfaatan koleksi di ruang baca perpustakaan dengan bentuk pertanyaan di bawah ini: 1. If a book is removed from the shelves, casually at and immediately returned, has it been “used”? 2. If it is removed, some portion of it read at the shelves, and then put back, has it been used? 3. If it is carried to table, along with others, glanced at and pushed to one side, has it been used? Pendapat di atas diartikan sebagai berikut: 1. Jika koleksi diambil dari rak dan dikembalikan lagi, apakah koleksi itu sudah dimanfaatkan? 2. Jika koleksi diambil dari rak dan sebagian dibaca, apakah koleksi itu sudah dimanfaatkan? 3. Jika koleksi ada di atas meja atau di ruang baca dan dibaca sekilas, apakah koleksi itu sudah dimanfaatkan?
26 Universitas Sumatera Utara
Untuk melihat pemanfaatan bahan tercetak yang dilakukan oleh pengguna, Hasan (2013, 27) menguraikan indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengguna memanfaatkan bahan tercetak yaitu sebagai berikut: a. Frekuensi pemanfaatan bahan tercetak Setiap pengguna dalam memanfaatkan bahan tercetak untuk memenuhi kebutuhan informasinya meemiliki memiliki frekuensi pemanfaatan yang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada kebutuhan informasi, waktu dan kesempatan yang dimiliki oleh pengguna perpustakaan. Oleh karena itu, frekuensi pemanfaatan bahan tercetak merupakan indikator untuk mengetahui sejauh mana pengguna memanfaatkan bahan tercetak di perpustakaan. Ketersediaan koleksi tercetak pada perpustakaan perguruan tinggi juga mempengaruhi tingkat pemanfaatan. Perpustakaan perguruan tinggi yang memiliki koleksi yang tersedia dengan baik dan lengkap yang akan dilayankan kepada pengguna cenderung akan sering dimanfaatkan oleh pengguna. Semakin baik perpustakaan dalam memenuhi kebutuhan informasi penggunanya maka semakin sering pengguna tersebut datang memanfaatkan perpustakaan karena mereka merasa informasi yang mereka butuhkan tersedia pada perpustakaan tersebut. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online menyebutkan bahwa frekuensi mengandung arti yaitu “kekerapan”. Frekuensi pemanfaatan bahan tercetak berarti memiliki makna kekerapan penggunaan bahan tercetak oleh pengguna dalam memenuhi kebutuhan informasinya. Semakin sering suatu bahan
27 Universitas Sumatera Utara
tercetak di perpustakaan digunakan, hal itu menandakan bahwa informasi yang tersedia dalam bahan tercetak tersebut benar-benar bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna. b. Tujuan pemanfaatan bahan tercetak Sebagai pusat sumber dan pemanfaatan informasi, perpustakaan harus mampu
menyebarluaskan
informasi
kepada
pengguna
sehingga
tujuan
pemanfaatan koleksi perpustakaan dapat tercapai. Tujuan utama disediakannya koleksi di perpustakaan perguruan tinggi adalah untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna perpustakaan. Untuk itu perpustakaan terus berusaha untuk menyediakan berbagai sumber informasi dan bahan-bahan yang relevan bagi penggunanya sehingga pengguna lebih efektif dalam pemanfaatan koleksi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, “Tujuan bermakna arahan, haluan (jurusan), yang dituju, maksud, tuntutan (yang dituntut)”. Dari pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pemanfaatan bahan tercetak adalah maksud dari perbuatan pengguna dalam kegiatan pemanfaatan koleksi bahan tercetak. c. Kemampuan pengguna dalam penelusuran bahan tercetak Dalam membantu memudahkan pengguna untuk melakukan penelusuran bahan tercetak di perpustakaan, pengguna menggunakan Online Public Access Catalog (OPAC). Dengan menggunakan OPAC, pengguna dapat dengan mudah untuk menemukan informasi dalam bentuk tercetak yang dibutuhkan. Setiap pengguna perpustakaan memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang 28 Universitas Sumatera Utara
beragam dalam melakukan penelusuran OPAC. Kemampuan tersebut sangat berhubungan erat dengan tingkat keberhasilan dalam mencari informasi yang dibutuhkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Online menyatakan kemampuan mempunyai kata dasar mampu yaitu “kuasa, sanggup, bisa”. Kemudian mendapatkan imbuhan ke-an menjadi kemampuan yang berarti kekuasaan, kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Dari pernyataan di atas kemampuan pengguna dalam penelusuran bahan tercetak dapat diartikan sebagai kesanggupan atau keahlian pengguna dalam menggunakan OPAC untuk menemukan informasi dalam bentuk tercetak yang dibutuhkan oleh pengguna. d. Cara pemanfaatan bahan tercetak Dalam memanfaatkan bahan pustaka tercetak, pengguna menggunakan cara-cara yang umum yang dapat dilihat dari kebiasaan para pengguna. Cara pemanfaatan bahan pustaka tersebut bagi setiap pengguna kadang-kadang berbeda dikarenakan faktor-faktor tertentu. Menurut Santi, Triana (2013, 85), cara memanfaatkan bahan pustaka secara umum dikategorikan sebagai berikut: a. Meminjam Biasanya pengguna melakukan peminjaman melalui meja sirkulasi untuk mendapatkan buku yang diinginkan. Dengan melakukan peminjaman, pengguna memiliki waktu lebih banyak untuk membaca buku yang di pinjam. Buku tersebut dapat diperpanjang masa peminjamannya dan kemudian dikembalikan lagi ke meja sirkulasi. b. Membaca ditempat Bagi pengguna yang memiliki waktu luang cenderung membaca langsung bahan pustaka di tempat. Pengguna dapat memilih beberapa bahan pustaka untuk dibaca dan menghabiskan waktu untuk membaca
29 Universitas Sumatera Utara
buku tersebut di perpustakaan. Pada perpustakaan yang memiliki ruang baca yang nyaman, akan menambah pengguna yang akan membaca buku di perpustakaan tanpa harus meminjam. Cara seperti ini dibatasi oleh jam layanan perpustakaan. c. Mencatat informasi dari bahan pustaka Terkadang pengguna hanya melakukan pencatatan informasi yang ia dapat dari bahan pustaka. Dengan cara seperti ini, pengguna mendapatkan informasi ringkas tentang berbagai masalah dari beberapa bahan pustaka. d. Memperbanyak (menggunakan jasa fotocopy) Dengan menggunakan fasilitas mesin fotocopy, pengguna dapat memiliki sendiri informasi-informasi yang diinginkan. Cara seperti ini biasanya dilakukan oleh pengguna yang memiliki waktu terbatas untuk ke perpustakaan. Sedangkan perpustakaan sering menyediakan layanan fotocopy untuk koleksi yang tidak bisa dipinjam oleh pengguna seperi koleksi refrensi. Bagi perpustakaan dan pengguna cara seperti ini.terkadang dianggap melanggar hak cipta.
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat ada beberapa cara pemanfaatan koleksi tercetak yang biasa dilakukan oleh pengguna. Cara-cara yang ditempuh oleh pengguna tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang diantaranya adaalah waktu, kenyamanan, dan materi.
2.1.2.2 Pemanfaatan Bahan Elektronik a. Frekuensi pemanfaatan bahan elektronik Para pencari informasi dalam memanfaatkan bahan elektronik untuk memenuhi kebutuhan informasi memiliki frekuensi yang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada kebutuhan informasi, waktu dan kesempatan yang mereka miliki. Oleh karena itu, frekuensi pemanfaatan bahan elektronik merupakan indikator untuk mengetahui sejauh mana pengguna memanfaatkan bahan elektronik.
30 Universitas Sumatera Utara
Semakin mutakhir informasi yang terkandung dalam bentuk elektronik maka akan sering dimanfaatkan oleh pengguna. Dalam hal ini yang dimaksud dengan frekuensi pemanfaatan bahan elektronik berarti memiliki makna kekerapan penggunaan bahan elektronik oleh pengguna dalam memenuhi kebutuhan informasinya. Semakin sering suatu bahan elektronik digunakan, hal itu menandakan bahwa informasi yang tersedia dalam bahan elekronik tersebut benar-benar bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan informasi pengguna. b. Tujuan pemanfaatan bahan elektronik Bahan elektronik dipergunakan oleh pengguna untuk tujuan yang berbedabeda. Dalam pendidikan perguruan tinggi, bahan elektronik digunakan oleh mahasiswa dengan tujuan yang beragam, selain sebagai pendukung materi perkuliahan, mahasiswa juga menggunakan bahan elektronik untuk menambah pengetahuan yang diberikan dosen kepada mahasiswa. Dalam hal ini yang dimaksud dengan tujuan pemanfaatan bahan elektronik adalah maksud dari perbuatan pengguna dalam kegiatan pemanfaatan bahan elektronik. c. Kemampuan pengguna dalam penelusuran bahan elektronik Setiap pengguna memiliki tingkat pengetahuan dan keterampilan yang beragam dalam melakukan penelusuran berbagai informasi. Kemampuan itu sendiri berhubungan erat dengan tingkat keberhasilannya dalam mencari informasi yang dibutuhkan. Kemampuan dalam hal ini adalah kesanggupan pengguna dalam menelusur bahan elektronik. 31 Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini dapat disimpulkan yang dimaksud dengan kemampuan pengguna dalam penelusuran bahan elektronik adalah kesanggupan/kecakapan yang dimiliki pengguna tentang sistem komputer maupun metode penelusuran informasi. Dalam konteks penelusuran informasi berbasis komputer, Colle dikutip dalam Hasan (2013, 28 )mengatakan ada 4 kategori pengguna yaitu: 1. Native user, pengguna yang tidak atau sedikit mempunyai pengetahuan maupun keahlian tentang komputer dan penelusuran. 2. Casual expert, pengguna yang tidak memiliki pengetahuan tentang sistem komputer akan tetapi mempunyai kemampuan dalam penerapan komputer (aplikasi penelusuran) 3. Assosiative expert, pengguna yang mempunyai pengetahuan dalam bidang komputer, akan tetapi sedikit keahliannya dalam hal aplikasi penelusuran. 4. Experienced professional, pengguna yang memiliki pengetahuan dan keterampilan baik dalam bidang komputer maupun penelusuran.
Dengan
demikian,
dapat
disimpulkan
bahwa
dalam
melakukan
penelusuran informasi dalam bentuk elektronik, seorang pengguna perlu memiliki pengetahuan dalam menggunakan suatu sistem pangkalan data yang dipakai untuk melakukan penelusuran informasi yang dibutuhkan. d. Cara pemanfaatan bahan elektronik Cara pemanfaatan yang dilakukan oleh pengguna terhadap koleksi dalam bentuk elektronik berbeda dengan bahan tercetak/konvensional. Informasi yang diperoleh dari hasil penelusuran dalam bentuk elekronik dapat di-download, dicetak dan/atau hanya dibaca di monitor. Hasugian (2005, 14) menyatakan pada dasarnya pengguna dapat secara bebas memperlakukan informasi yang didapatnya melalui penelusuran dari internet. 32 Universitas Sumatera Utara
1. Men-download Pada umumnya cara memanfaatkan koleksi dalam format elektronik yang paling sering dilakukan oleh pengguna adalah men-download. Hal ini dilakukan oleh pengguna apabila menemukan informasi dalam format elektronik yang relevan berdasarkan kebutuhan informasinya dalam format elektronik biasanya mereka akan men-download informasi tersebut untuk kemudian disimpan ke dalam media penyimpanan seperti flash disk, hard disk, CD ROM dan lainnya. Dengan melakukan download, pengguna dapat melihat ulang rekaman informasi yang telah disimpan dalam media penyimpanan tersebut kapan pun dibutuhkan. 2. Mencetak Dengan menggunakan mesin printer, hampir sebagian besar pengguna memilih untuk mencetak informasi elektronik yang mereka peroleh. Cara seperti ini dilakukan untuk memudahkan pengguna dalam membaca informasi elektronik yang telah diperolehnya. 3. Membaca di layar komputer Cara lain yang biasa dipergunakan oleh sebagian pengguna dalam memanfaatkan sumber daya informasi elektronik yaitu membaca informasi di layar komputer. Hal ini dilakukan oleh pengguna yang memiliki cukup waktu luang untuk membaca informasi tersebut. Hasugian (2005, 14) menyatakan biasanya informasi yang hanya dibaca di layar komputer adalah informasi yang kurang atau tidak penting untuk dimiliki. Ada kalanya suatu informasi yang ditampilkan dalam format elektronik tidak dapat di-download atau dicetak oleh pengguna sehingga pengguna hanya dapat mencatat informasi dari dokumen
33 Universitas Sumatera Utara
elektronik yang ditampilkan pada secarik kertas atau buku catatan. Dari penjelasan di atas, dapat dilihat cara pemanfaatan bahan elektronik dengan cara men-download, membaca informasi di layar komputer, mencatat informasi dari dokumen elektronik yang ditampilkan pada secarik kertas atau buku catatan dan mencetak (printing). Cara-cara yang ditempuh oleh pengguna tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor yang di antaranya adalah waktu, kenyamanan dan materi.
2.2 Digital Natives 2.2.1 Pengertian Digital Natives Menurut Jim Marteney yang dikutip oleh Mardina (2011, 7) generasi manusia dibagi dalam 6 kategori yaitu: 1. the Greatest generation (world war II, 1901-1924) 2. the Silent Generation (1925-1942) 3. the baby boomers (1943-1960) 4. Generasi X (1961-1981) 5. Millennial (1982-2002) 6. Digital Natives (Generasi Z atau Internet Generation) mulai tahun 1994 sampai akhir tahun sekarang Oblinger & Oblinger yang dikutip oleh Kumalawati (2014, 85) menyatakan digital natives atau internet generation atau generasi Z adalah generasi yang lahir dan tumbuh dalam tingginya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sehingga sebagian besar kegiatannya tidak dapat lepas dari penggunaan komputer dan internet. Mereka sangat menyukai segala sesuatu yang dapat diperoleh dengan mudah dan cepat.
34 Universitas Sumatera Utara
Wulandari melalui artikelnya yang berjudul Layanan Perpustakaan Perguruan Tinggi yang dikutip oleh Kumalawati (2014, 86) mengemukakan bahwa digital natives memiliki kebiasaan dan karakteristik yang berbeda dengan generasi sebelumnya khususnya dalam cara belajar dan melakukan penelusuran informasi sehingga membuat keberadaan perpustakaan sebagai sumber informasi tidak lagi mendominasi saat generasi ini membutuhkan informasi. Menurut Donkai yang dikutip oleh Kumalawati (2014, 87) menyatakan bahwa digital natives lebih menyukai tempat yang mendukung teknologi internet dan teknologi visual yang berkualitas tinggi. Hal ini berarti mengajak digital natives untuk datang dan memanfaatkan perpustakaan bukanlah hal mudah, lingkungan yang dikelilingi oleh teknologi informasi dan komunikasi yang mampu menembus batas ruang dan waktu membuat generasi ini bisa mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan dalam waktu singkat dan cepat. Perpustakaan yang masih mempertahankan bentuk ruangnya sebagai tempat menyimpan bahan pustaka dengan menyediakan beberapa meja dan kursi baca tentu tidak akan mendapat perhatian dari generasi ini. John Palfrey dan Urs Gasser yang dikutip oleh Nureni (2013, 463) lebih jauh menjabarkan digital natives sebagai sosok-sosok yang lahir setelah tahun 1980 (era digital), ketika teknologi digital seperti usenet dan bulletin board system hadir secara daring. Mereka mengakses teknologi jejaring digital, serta memiliki keterampilan dan pengetahuan tentang komputer.
35 Universitas Sumatera Utara
Ku & Soulier (2009) yang dikutip oleh Mardina (2011, 7) menyatakan karakteristik digital natives sebagai orang yang opprtunistic dan omnivorous yang menikmati sesuatu dalam lingkungan yang serba online (ingin mendapatkan informasi dengan cepat), puas dengan sesuatu yang serba instan, akses secara random (hypertext). Berdasarkan pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa digital natives adalah individu yang lahir dan berkembang dalam perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Mulai dari pendidikan dasar mereka sudah dihadapkan dengan penggunaan komputer seperti video games, handphone, internet, e-mail, dan sebagainya. Generasi ini mengganggap teknologi digital sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupannya. Dalam kehidupan sehari-hari, digital natives tidak dapat terlepas dari penggunaan internet dan komputer. Hal ini dikarenakan mereka sangat menyukai segala sesuatu dengan mudah dan cepat. 2.2.2 Karakteristik Digital Natives Digital natives adalah generasi yang cerdas teknologi. Mereka sangat paham berinteraksi dengan gadget atau peralatan teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology). Mereka seakan dikendalikan oleh industri teknologi informasi dan komunikasi, dan mereka tidak dapat membayangkan kehidupan tanpa internet. Digital natives memiliki karakteristik dan ciri-ciri yang berbeda dengan generasi sebelumnya. Oblinger & Oblinger dalam Wulandari (2011, 2) mengemukakan ciri-ciri digital natives adalah sebagai berikut:
36 Universitas Sumatera Utara
1. Digital literate Digital natives tumbuh sebagai generasi yang memiliki kemampuan digital yang baik. Mereka dengan mudah menggunakan berbagai teknologi digital. Mereka memiliki kemampuan digital (digital literate) yang lebih baik dibandingkan dengan kemampuan mengunakan perpustakaan sebagai sumber informasi (library literate). Sehingga mereka lebih menyukai penggunaan sumber-sumber online dibandingkan dengan sumber informasi tercetak. 2. Selalu terhubung Digital natives selalu terhubung dengan dunia luar melalui internet mobile yang mereka bawa kemana-mana. Melalui laptop, mobile phone mereka selalu terkoneksi dengan informasi dan komunitas dunia maya. Keterhubungan dengan dunia maya inilah yang menyebabkan mereka sangat tergantung dengan keberadaan internet. 3. Segera Digital natives selalu menginginkan kecepatan, apakah itu berhubungan dengan respon yang mereka harapkan maupun kecepatan dalam memperoleh informasi. Mereka terbiasa melakukan multitasking dalam memperoleh informasi ataupun dalam melakukan apapun. Digital natives lebih mengutamakan kecepatan dibandingkan dengan ketepatan. 4. Experiential Kebanyakan digital natives lebih suka belajar dengan melakukan daripada dengan diberitahu apa yang harus mereka lakukan. Digital natives belajar baik melalui penemuan dengan mengeksplorasi untuk diri sendiri atau dengan teman sebaya mereka. Gaya eksplorasi mereka memungkinkan untuk lebih baik menyimpan informasi dan menggunakannya secara kreatif dan bermakna. 5. Sosial Digital natives sangat tertarik dengan interaksi sosial, apakah itu chatting dengan teman-teman lama, bekerja sama dalam sebuah game online, memposting buku harian web (blogging), berbagi informasi dan bersosialisasi melalui situs jejaring sosial semacam facebook, twitter dan lain-lain. Mereka terbuka terhadap keanekaragaman, perbedaan, dan mereka nyaman berinteraksi dengan orang asing yang tidak dikenal sekalipun. 6. Struktur Digital natives sangat berorientasi pada prestasi. Mereka ingin parameter, aturan, prioritas, dan prosedur. harus serba terjadwal, dan setiap orang harus memiliki agenda. Sebagai hasilnya, mereka ingin tahu apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuannya. 7. Mereka tidak menghargai HAKI Digital natives mudah melakukan sitasi tanpa menyebutkan sumber asli dimana informasi tersebut diperoleh. Kondisi ini dapat dilatarbelakangi karena kesenjangan pengetahuan mereka mengenai HAKI.
37 Universitas Sumatera Utara
8. Berpikir bahwa segala sesuatu ada di dalam web (dan semuanya gratis) Digital natives memiliki obsesi yang tinggi terhadap internet karena baginya internet adalah oksigen. Internet menjadi tujuan utama ketika digital natives dihadapkan pada tugas kuliah, maupun kebutuhan hidup lain seperti belanja online. Mereka beranggapan bahwa semua informasi dapat diperoleh di internet tanpa memperhatikan akurasi dan kredibilitasnya. Perpustakaan tidak menjadi tujuan utama saat digital natives dihadapkan pada tugas kuliah. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dambil kesimpulan bahwa ciriciri dari digital natives adalah dalam kehidupannya generasi digital memiliki kemampuan digital yang baik jika dibandingan dengan kemampuan menggunakan perpustakaan. Mereka selalu terhubung dengan dunia luar sehingga digital natives sangat tergantung dengan keberadaan internet, menginginkan kecepatan dalam memperoleh informasi sehinga generasi ini lebih mengutamakan kecepatan dibandingkan dengan ketepatan. Digital natives sangat tertarik dengan dunia sosial, sangat berorientasi pada prestasi, tidak menghargai HAKI, dan internet menjadi tujuan utama digital natives.
2.3 Penelitian Terdahulu Pada tahun 2006, Walton melakukan penelitian di perpustakaan Southwest Baptist University (SBU) mengenai penggunaan buku elektronik oleh mahasiswa, pengajar dan staf. Survey ini dilakukan dalam rangka memahami pandangan mereka tentang penggunaan buku elektronik dan buku teks untuk penelitian atau untuk
menambah
pengetahuan.
Survey
dilakukan
dengan
menanyakan
penggunaan buku elektronik untuk kegiatan penelitian dan penggunaan buku elektronik untuk kenyamanan pembaca. Penggunaan buku elektronik untuk kegiatan penelitian hasilnya menunjukkan sekitar 56,3% mahasiswa lebih
38 Universitas Sumatera Utara
menyukai buku, 24,5% lebih menyukai buku elektronik, 13,2% tidak menyukai keduanya dan 6,0% tidak menjawab. Sedangkan untuk hasil penelitian penggunaan buku elektronik untuk kenyamanan pembaca menunjukkan sekitar 80,1% mahasiswa lebih merasa nyaman membaca buku, 2,6% lebih nyaman membaca buku elektronik, 11,3% tidak merasa nyaman dengan keduanya, dan 6,0% tidak menjawab. Hal ini menunjukkan kebanyakan orang lebih menyukai dan merasa nyaman membaca dalam bentuk tercetak dibandingan bentuk elektronik. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam hal ini buku elekronik tidak akan bisa menggantikan buku tercetak. Nilgün melakukan sebuah penelitian di Tosun, Trakya University Faculty of Education mengenai pemilihan membaca buku tercetak atau elektronik oleh mahasiswa beserta alasan pemilihannya.
Hasilnya sekitar 79,1% mahasiswa
menjawab tidak menyukai membaca buku elektronik dan 20,9% mahasiswa menjawab menyukai buku elektronik. Mahasiswa lebih memilih buku tercetak karena lebih efektif dari segi biaya, untuk melindungi kesehatan mata dan lebih suka memegang buku di tangan. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Nilgün di Tosun Trakya University Faculty of Education adalah mahasiwa lebih memilih membaca buku tercetak dibandingan buku elektronik karena buku tercetak lebih efekif dari segi biaya dan melindungi kesehatan mata. Dalam Penelitian yang dilakukan oleh Arthur N. Olsen, Birgitte Kleivset dan Henry Langseth di University of Agder, 54% mahasiswa menggunakan bahan tercetak untuk keperluan studinya, 28% mahasiswa menggunakan kombinasi antara bahan tercetak dan elektronik dan 11% mahasiswa menggunakan bahan
39 Universitas Sumatera Utara
elektronik untuk keperluan studinya. Hal ini menunjukkan mahasiswa University of Agder lebih dominan menggunakan bahan tercetak untuk keperluan studinya dibandingkan dengan elektronik.
40 Universitas Sumatera Utara