BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian Yang Relevan 1.
Analisis Proses Keruangan Dalamkamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer menjabarkan pengertian
analisis
sebagai
berikut:
analisis
merupakan
proses
pemecahanmasalah yang dimulai dengan hipotesis (dugaan, dan sebagainya) sampai terbukti kebenarannya melalui beberapa kepastian (pengamatan, percobaan, dan sebagainya). Proses secara umum adalah runtutan perubahan atau peristiwa dalam perkembangan sesuatu. Dalam proses terkandung makna adanya perubahan berdasarkan mengalirnya waktu (temporal change) dan kegiatan yang saling berkaitan (interconected activities.) di dalam proses terdapat saling keterkaitan antara unsur-unsur yang membentuknya, dan keseluruhan wujud bukan hanya sekedar penjumlahan unsur-unsur bagiannya. Menurut Yunus (2010:60) secara komprehensif definisi tersebut mengemukakan bahwa proses adalah perkembangan yang terjadi secara terus menerus dalam rentetan peristiwa atau suatu perubahan yang bersifat gradual dan berlangsung terusmenerus secara ajek menuju ke hasil akhir atau hasil tertentu. Oleh karena itu di dalamya terkandung makna perkembangan yang dapat diketahui dari rentetan kejadian, maka setiap analisis proses harus mempunyai dimensi kewaktuan. Paling tidak ada dua tonggak/periode waktu yang digunakan sebagai dasar analisis. Pendekatan proses keruangan (spasial process) menekankan adanya perubahan ruang. Hal yang paling penting dalam analisis proses keruangan adalah adanya dimensi kewaktuan. Prosedur ilmiah yang ditempuh untuk analisis proses kerungan menekankan pada abstraksi fenomena dalam peta, identifikasi
kekhasan
proses
dan
(Yunus,2010:60)
8
menjawab
pertanyaan
geografis
9
2.
Wilayah Pesisir Wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupaun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasangsurut, angin laut, dan perembesan air asin. Ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih yang dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupunyang disebkan karena kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.hal ini menunjukkan bahwa garis batas nyata wilayah pesisir tidak ada. Batas wilayah pesisir hanyalah garis khayal yang letaknya ditentukan oleh kondisi dan situasi setempat (Supriharyono, 2009:18). Menurut
kesepakatan
internasional
terakhir,
wilayah
pesisir
didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara laut dan daratan, ke arah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dan ke arah laut meliputi paparan benua (Icontinental shelf) (Beatley et al.,1994 dalam Dahuri et al., 1996:9) Kondisi suatu wilayah pesisir erat kaitannya dengan sistem sungai yang bermuara diwilayah itu. Perubahan sifat sungai yang mungkin terjadi, air yang disebabkan karena proses alamimaupun sebagai akibat kegiatan manusia, baik yangterjadi di daerah hulu maupun di daerah hilir, akan mempengaruhi wilayah pesisir yang bersangkutan. Oleh karenanya, wilayah pesisir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu sistem wilayah sungai (Supriharyono, 2009). Bentuk wilayah pesisir yang terletak di antara daratan dan lautan selain ditentukan oleh kekerasan (risestivity) batuan, pola morfologi, juga ditentukan oleh tahapan tektoniknya apakah labil atau stabil. Dalam batasan geologi bentuk pesisir terdiri dari: 1) bentuk pantai berundak, terjadi di wilayah pengangkatan aktif, dan prosesnya sampai saat ini masih terus berjalan, 2) bentuk pantai terjal, selain dikontrololeh adanya struktur geologi, seperti adanya pensesaran/patahan, juga keberadaan batuan dasarnya yang sangat resisten terhadap abrasi gelomang laut, 3) bentuk pantai landai, selain
10
dikontrol oleh jenis batuan alasnya yang relatif lunak juga terletak di daerah yang relatif stabil dari kegiatan tektonik atau daerahtingkat pasca tektonik (post tectonic stage), sehingga proses erosi-pengangkatan-pengendapan berjalan tanpa gangguan kegiatan tektonik ( Dahuri et al., 1996:22). Wilayah pesisir merupakan wilayah yang menyimpan sumberdaya alam yang melimpah yang karakter wilayahnya dipengaruhi oleh prosesproses pembentukan daerah pesisir seperti proses geologi, misalnya naik turun paras laut, erosi, abrasi, arah dan kecepatan arus dan gelombang, sedimentasi, pasang surut, dan pertumbuhan vegetasi.
3.
Abrasi Pantai Abrasi adalah peristiwa terkikisnya alur-alur pantai yang disertai dengan erosi sebagai akibat dari lapuknya batuan dan permukaan pantai yang tidak memiliki tumbuhan penutup sehingga dengan mudah tersapuoleh ombak
dan
menimbulkan
longsornya
permukaan
pantai.
Kekuatan
abrasipantai ditentukan oleh besar kecilnya ombak yang menghempas ke pantai dan dipengaruhi juga oleh butiran-butiran material batuan yang terkandung bersama gelombang yang terhempas ke batuan-batuan pantai (Muryani, 2012). Abrasi pantai tidak hanya membuat garis-garis pantai menjadi semakin menyempit, tapi bila dibiarkan begitu saja akibatnya bisa menjadi berbahaya. Salah satu pencegah abrasi pantai yang paling efektif adalah tanaman mangrove yang mana tanaman tersebut sangat bermanfaat tidak hanya sebagai penghalang ombak yang mengakibatkan abrasi tetapi juga sebagai pelindung ikan-ikan dari ombak dan pemangsa yang besar karena akar mangrove merupakan bilik ikan yang sangat aman sebagai tempat berkembang biaknya ikan (Muryani, 2012). Abrasi pantai dapat diakibatkan oleh proses alami, aktifitas manusia, atau kombinasi keduanya. Erosi kawasan pesisir di Indonesia utamanya disebabkan oleh gerakan gelombang pada pantai terbuka, seperti pantai selatan Jawa, selatan Bali dan beberapa areal Kepulauan Sunda. Di samping
11
itu, karena keterkaitan ekosistem, maka perubahan hidrologis dan oseanografis juga dapat mengakibatkan erosi kawasan pesisir (Dahuri et,al 1996). Abrasi pantai adalah hilangnya daratan pantai karena adanya proses marine, proses marine yang bekerja dalam abrasi pantai ini adalah ombak dan arus laut. Selama lebih dari 2 (dua) dasa warsa, pantai utara Demak mengalami abrasi yang sangat cepat, dari hasil analisis Gamal dan Sparke (2012) dalam risearch collaboration menghasilkan kesimpulan bahwa abrasi pantai yang terjadi di Kabupaten Demak selama 12 tahun terakhir mencapai 16 desa, dengan lebar areal lebih kurang 3 kilometer dan sepanjang garis pantai 17 kilo meter. Beberapa kampung/desa sebagian masih ada namun dua kampung, yakni Senik dan Tambaksari di Demak Jawa Tengah raib dan dihapus dari peta Indonesia.
4.
Perubahan Garis Pantai Garis pantai adalah garis batas pertemuan antaran daratan dan airlaut, dimana posisinya tidak tetapdan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air laut dan erosi pantai yang terjadi (Triatmodjo, 1999 : 1).Garis pantai selalu berubah-ubah, baik sementara akibat pasang surut, maupu perubahan yang permanen dalam jangka waktu yang panjang akibat abrasi dan akresi pantai atau keduanya (Bird, 1980 dalam Novita 2002). Seiring berkembangnya waktu garis pantai selalu berubah. Perubahan garis pantai terjadi akibat interaksi antara gelombang laut dan daratan sehingga pantai membuat keseimbangan baru. Perubahan garis pantai juga terjadi akibat gangguan ekosistem pantai sepertipembuatan tanggul dan kanal serta bangunan- bangunan yang ada disekitar pantai. Perubahan garis pantai dipengaruhi oleh faktor fisik dan sosial. Proses fisik berkaitan dengan proses lingkungan antara lain faktor geologi, geomorfologi, iklim, biotik, pasang surut, gelombang, arus laut dan salinitas. Faktor sosialberkaitan dengan aktivitas manusia seperti pertambangan pasir, pembuatan tanggul, konversi lahan (Muryani, 2012:47).Ancaman mundurnya
12
garis pantai ini semakin berkembang karena perubahan iklim global dan kegiatan antropogenik lainnya yang mengubahproses alami pertahanan pantai (Prasad, 2014). Menurut Muryani (2012) dampak yang ditimbulkan akibat dari perubahan garis pantai adalah: a. Perubahan batas wilayah suatau daerah Garis pantai dapat berfungsi sebagai garis dasar batas wilayah suatu negara yang berbatasan dengan lautan. Seperti di Indonesia, kesepakatan wilayah perairan Indonesia meliputi batas teritorial, batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif menggunakan garis pantai
sebagai
penentuan
wilayah.
Wilayah
Indonesia
akan
mengalamiperubahan ketika garis pantai terjadi perubahan baik mundur maupun maju ke arah lautan. Kewenangan dan hak kedaulatan didalam batas wilayah menjadi berubah. b. Hilangnya kekayaan suatu negara Pemerintah mempunyai kewenangan dan hak kedaulatan terhadap kekayaan alam yang ada di dalam wilayahnya seperti biota laut. Jika garis pantai mengalami kemunduran maka hak terhadap kekayaan alam menjadi berkurang. c. Hilangnya pulau penghalang Perubahan garis pantai maju disebabkan oleh kondisi air laut berubah menjadi tinggi daripada daratan. Pulau-pulaukecil yang rendah semakin lama akan tenggelam oleh kenaikan muka air laut. d. Perubahan ekosistem pesisir Garis pantai yang berubah maju menyebabkan terjadinya pendangkalan di daerah laut tepi. Pendangkalan yang terjadi mengganggu keberadaan ekosisitem pesisir. Biota-biota perairan dangkal akan kehilangan habitatnya sehingga potensi sumber daya alam pesisir menurun.
13
e. Kerusakan pantai Erosi
dan
sedimentasi
merupakan
faktor
utama
yang
mempengaruhi terjadinya perubahan garis pantai. Erosi terjadi ketika kemampuan daya dukung lahan lebih kecil daripada tenaga yang dibawa oleh gelombang. Umumnya terjadi pada daerah yang mempunyai struktur tanah lunak dan berpasir halus. f. Hilangnya pantai Pantai mempunyai peran penting terhadap daratan, seperti tempat rekreasi, hilangnya infrastruktur dan usaha masyarakat. g. Perubahan aktivitas sosial dan perekonomian masyarakat Infrastruktur pariwisata dan rekreasi seperti cottage, restaurant dapat menarik peluang kerja bagi masyarakat sekitar. Infrastruktur dan usaha masyarakat tergusur karena daratan tererosi dan berangsur-angsur menghilang. Kerugian ini dapat menurunkan perekonomian masyarakat. h. Perubahan penggunaan lahan Perubhan garis pantai maju dan mundur mempengaruhiperubahan luasan daratan. Manusia akan memanfaatkan perluasan pantai karena adanya perubahan garis pantai maju dengan pembangunan usaha-usaha dan infrastruktur baru seperti pertambakan garam, perkebunan kelapa. i. Meningkatnya biaya perlindungan pantai Pantai yang mengalami erosi membutuhkan perhatian dan perhatian darimasyarakat sekitar maupun dari pemerintah. Bentuk perhatian dan perlindungan ini seperti dilakukannya pembangunan bangunan pantai unuk mencegah semakin besarnya erosi yang terjadi. Perlindugan selanjutnya adalah terhadap biota-biota yang terdapat di wilayah daerah pantai. j. Munculnya konflik antar negara Garis pantai merupakan dasar batas wilayah suatu negara. Dua negara yang dibatasi suatu perairan mempunyai kesepakatan mengenai kewenangan dan hak kedaulatan masing-masing. Perubahan geris pantai dapat menyebabkan berubahnya kesepakatan diantara kedua negara.
14
Kondisi pantai yang secara ikonik sering berubah-ubah dan sering kali bertentangan dengan perjanjian yang telah disepakati kedua negara. Ketimpangan ini memicu terjadinya konflik.
5.
Hutan Mangrove a. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah interdal yang cukup mendapatkan genangan air laut secara berkala dan aliran air tawar, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Karena itu mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk dangkal, esturia, delta dan daerah pantai yang terlindung. (Bengen, 2000 dalam harahap, 2010:28). Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Dalam bahasa Portugis, kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan dan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. (FAO 2003 dalam Kustanti 2011:1). Hutan mangrove merupakan sumber daya alam hayati yang dapat diperbarui (reneweble resources). Vegetasi penyusun hutan mangrove tersebut terdiri lebih kurang 60 jenis pepohonan dan semak, dan lebih dari 20 terdiri dari jenis tambahan yang merupakan asosiasi mangrove. Selain vegetasi yang terdapat lebih dari 2.000 biota air yang tergantung terhadap
keberadaan
hutan
mangrove
tersebut,
misalnya:
ikan,
invertebrata, dan tumbuhan epifit (Barth 1982 diacu dalam kustanti. 2011:29). Mangrove hidup didaerah antara level pasang naik tertinggi
15
(maximum spring tide) sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata (mean sea level). Komunitas (tumbuhan) hutan mangrove hidup didaerah pantai terlindung di daerah tropis dan subtropis (Supriharyono, 2009). Bengen
(2000)
dalam
Harahap
(2010:52)
menyebutkan
karakteristik hutan mangrove sebagai berikut: 1) Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir 2) Daerahnya tanang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove 3) Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat 4) Terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Air bersalinitas payau (2-22 permil) hingga asin (mencapai 38 permil) Tumbuhan mangrove memiliki daya adaptasi yang khas untuk dapat terus hidup diperairan laut yang dangkal. Daya adaptasi tersebut meliputi: (Nybakken, 1988; dan Dahuri et al. 1996): 1) Perakaran pendek dan melebar luas, dengan akar penyangga atau tudung akar yang tumbuh dari batang dan dahan sehingga menjamin kokohnya batang 2) Berdaun kuat dan mengandung banyak air 3) Mempunyai jaringan internal penyimpan air dan konsentrasi garam yang tinggi. Beberapa tumbuhan mangrove mempunyai kelenjar garam yang menolong menjaga keseimbangan osmotik dengan mengeluarkan garam. Kustanti
(2011:10)
menyebutkan
klasifikasi
mangrove
berdasarkan vegetasidominan penyusunnya sebagi berikut: 1) Kelompok mayor ( vegetasi dominan) Merupakan
komponen
yang
memperlihatkan
karakter
morfologi, seperti mangrove yang memiliki sistem perakaran udara dan mekanisme fisiologi khusus untuk mengeluarkan garam agar
16
dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Komponen penyusunnya taksonomi dengan tumbuhan daratan, hanya terjadidi hutan mangrove serta membentuk tegakan murni, tetpi tidak pernah meluas sampai kedalam komunitas daratan. Di Indonesia mangrove yang termasuk ke dalam kelompok mayor adalah Rizopora Apiculata, R. Mucronata, Sonneratia alba, Avicennia marina, A. Officinalis, Bruguiera gymnorrhiza, B. Cylinrica, B. Parvifolia, B. Sexangula, Ceriops Tagal, Kandelia Candel, Xylocarpus Granatum, dan X. Moluccensis. 2) Kelompok minor (vegetasi marginal) Merupakan komponen yang tidak termasuk elemen yang menyolok dari tumbuh-tumbuhan yang mungkin terdapat di sekeliling habitatnya dan jarang berbentuk tegakan murni. Jenis-jenis ini biasanya bersekutu dengan mangrove yang tumbuh pada pinggiran yang mengarah ke darat dan terdapat secara musiman pada rawa air tawar, pantai, dataran landai, dan lokasi-lokasi mangrove yang marginal. Walaupun jenis ini ada di mangrove, tetapi jenis-jenis ini tidak terbatas pada zona litoral. Jenis-jenis ini yang penting di Indonesia adalah Bruguiera cylindrica, Lumnitzera recemosa, Xylocarpus moluccensis, Pandanus spp., Camulus erinaceus, Glochidion littorate, Scolopia macrophylla, dan Oncosperma tigillaria. 3) Asosiasi Mangrove Merupakankomponen yang jarang ditemukan spesies yang tumbuh di dalam komunitas mangrove yang sebenarnya dan kebanyakan sering ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan darat. Beberapa jenis yang terdapat di Indonesia adalah Ipomoea pescaprae (tapak kuda), Acanthus illiciafolius (jeruju), Nypa fruticans (nipah), Sesuvium portulacastrum (gelang laut).
17
Ada tiga parameter lingkungan utama yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove (Dahuri et al, 2001 dalam Harahap 2010:54):
1) Suplai air tawar dan salinitas Ketersediaan air tawar dan konsentrasi air garam (salinitas) mengendalikan
efisiensi
metabolik
(metabolic
eficiency)
dari
ekosistem hutan mangrove. Ketersediaan air tawar tergantung dari (a) frekuensi dan volume air dari sungai dan sistem irigasi darat, (b) frekuensi dan volume air dari pertukaran pasang surut, dan (c) tingkat evaporasi
ke
atmosfer.
Perubahan
penggunaan
lahan
darat
mengakibatkan terjadinya modifikasi masukan air tawar, tidak hanya mengubah kadar garam yang ada, tetapi dapat mengubah aliran nutrien dan sedimen. 2) Pasokan nutrien Pasukan nutrien bagi ekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi input dan ion-ion mineral organik dan bahan organik serta pendaur ulang nutrien secara internal melalui jaring-jaring makan berbasis detritus. Konsentrasi relatif dan rasio optimal dari nutrien yang diperlukan untuk pemiliharaan produktivitas ekosistem mangrove dutentukan oleh (a) frekuensi, jumlah dan lamanya penggenangan oleh air asin dan tawar, dan (b) dinamika sirkulasi internal dari kompleks detritus. 3) Stabilitas substrat Kestabilan substrat, rasio antara erosi dan perubahan letak sedimen diatur oleh velositas air tawar, muatan sedimen, semburan air pasang surut dan gerak angin. Arti penting bagi perubahan sedimentasi
terhadap
spesies
hutan
mangrove
tergabar
dari
kemampuan hutan mangrove untukmenahan akibat yang menimpa ekosistemnya. Pokok-pokok perubahan sedimentasi dalam ambang batas kritis meliputi (a) pengumpulan sedimen yang diikuti oleh
18
kolonisasi oleh hutan mangrove, (b) nutrien, bahan pencemar dan endapan lumpur yang dapat menyimpan nutrien dan penyaringbahan beracun (waste tonic).
b. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove Fungsi hutan mangrove dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu fungsi
biologis/ekologis,fungsi
fisik
dan
fungsi
sosial-ekonomis
(Kustanti 2011): 1) Fungsi biologis/ ekologis Hutan mangrove sebagai sebuah ekosistem terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik terdiri dari vegetasi mangrove yang meliputi pepohonan, semak, dan fauna. Sedangkan komponen
abiotik
yang
mempengaruhi
pertumbuhan
dan
perkembangan hutuan mangrove adalahpasang surut air laut, lumpur berpasir, ombak laut, patai yang landai, salinitas laut dan lain sebagainya. 2) Fungsi sosial dan ekonomi Hasil hutan mngrove baik hasil kayu dan non kayu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagi bahan konstruksi, kayu bakar, bahan baku kertas, bahan makanan, kerajinan, obat-obatan, pariwisata danmasih banyak lagi. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan hasil hutan dan jasa mangrove memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar hutan. Pembangunan lokasi ekowisata mangrove dan hutan pendidikan dapat pula menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar hutan mangrove. 3) Fungsi fisik Mangrove memiliki peranan penting dalam melindungi pantai dari gelombang besar, angin kencang dan badai. Fungsi fisik keberadaan hutan mangrove adalah: a)menjaga garis pantai dan tebing sungai dari erosi/abrasi agar tetap stabil, b) mempercepat perluasan
19
lahan, c) mengendalikan intrusi air laut, d) melindungi daerah di belakang hutan mangrove dari hempasan gelombang dan angin kencang, dan e) mengolah limbah organik. Menurut Arief (2001), hutan mangrove mempunyai fungsifungsi penting atau fungsi ganda, antara lain adalah: 1) Fungsi fisisk, yaitu sebagai pencegahan proses intrusi (perembesan air laut) dan proses abrasi (erosi laut). 2) Fungsi biologis, yaitu sebagai tempat pembenihan ikan, udang, kerang dan tempat bersarang burung-burung serta berbagai jenis biota. Penghasil bahan pelapukan sebagai sumber makanan penting bagi kehidupan sekitar lingkungannya. 3) Fungsi kimia, yaitu sebagai tempat proses dekomposisi bahan organik dan proses-proses kimia lainnya yang berkaitan dengan tanah mangrove. 4) Fungsi ekonomi, yaitu sebagai sumber bahan bakar dan bangunan, lahan pertanian dan perikanan, obat-obatan dan bahan penyamak. Saat ini hasil dari mangrove, terutama kayunya, telah diusahakan sebagai bahan baku industri penghasil bubur kertas (plup). Manfaat hutan mangrove dapat dibedakan atas manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung dikategorikan sebagai manfaat yang secara langsung dapat dirasakan kegunaannya, dan nilainya dapat dikuantifikasikan dalam pemenuhan kebutuhan manusia akan suatu produksi dan atau jasa pelayanan. Manfaat tidak langsung sering kali sulit
dirasakan
dan
dikuantifikasikan,
walaupun
manfaat
itu
sesungguhnya mempunyai nilai strategis yang dpat menentukan dalam menunjang kehidupan manusia, seperti dalam kaitannya sebagai sumber plasma nutfah, ilmu pengetahuan, pendidikan, hidrologis, iklim dan lain sebagainya.
20
Menurut Hudspeth, et al., (2007) dalam Harahap (2010) bahwa ekosistem mangrove menyediakan sejumlah barang dan jasa yang penting bagi manusia dan mahluk hidup yang lainnya, yaitu: 1) Mangrove menyimpan CO2 dan pertumbuhannya menghasilkan O2 dan juga dapat membersihkan gas SO2 dari atmosfer. 2) Mangrove memainkan peranan penting dalam sistem iklim global melalui rangkaian karbon. 3) Mangrove sebagai penyangga terhadap dampak badai bahkan tsunami. 4) Mangrove mampu mengubah sinar matahari, karbon dioksida dan baham organik dalam barang yang lebih tahan lama, kayu bangunan yang tahan terhadap air, arang, dan sebagai habiatan untuk mencari makan segolongan kepiting dan cacing. 5) Melalui proses penguapan dapat meningkatkan curah hujan. 6) Mempunyai kapasitas terhadap penyerapan limbah. 7) Mampu menahan erosi dan sedimentasi. 8) Melalui siklus nutrisi, mampu menangkap dan menggunakan kembali nutrisi yang mungkin mencemari lingkungan. 9) Sebagai kontrol biologi, tempat hidup habitat biota, sumber genetik sebagai bahan obat-obatan. 10) Tempat rekreasi dan nilai-nilai budaya. c. Perkembangan Hutan Mangrove Berdasarkan laporan terakhir dari ditjen RPLS, Departemen Kehutanan pada tahun 2006, luas dan penyebaran lahan bervegetasi mangrove di Indonesiaadalah:
21
Tabel 2.1 Penyebaran Vegetasi Mangrove di Indonesia Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam Sumatra Utara Bengkulu Jambi Riau Kepulauan Riau Sumatra Barat Bangka Belitung Sumatra Selatan Lampung DKI Jakarta Banten Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara timur Kalimantan Baraet Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi tengah Sulawesi Selatan Sulawesi tenggara Sulawesi Barat Maluku Utara Maluku Papua dan Papua Barat Total
PSSDAL BAKOSURTANAL (2009) 22.950,321 50.369,793 2.321,870 12.528,323 206.292,642 54.681,915 3.002,689 64.567,396 149.707,431 10.533,676 500,675 2.936,188 7.932,953 4.857,939 18.253,871 1.925,046 11.921,179 20.678,450 149.344,189 68.132,451 56.552,064 364.254,989 7.348,676 12.315,465 67.320.130 12.821,497 44.303,338 3.182,201 39.659,729 139.090,920 1.634.003,454 3.244.108,454
RLPS (2007)
Ditjen Intag (1996)
422.703,00 54.300 364.581,15 136.900 02.600 0 52.566,880 5.600 261.285,32 219.000 178.417,54 7 61.534,000 5.600 9 273.692,82 1.693.112,1 200.700 0 866.149,00 48.600 10 259,930 0 1.180,484 13.883,195 50.690,000 272.230,30 2.215,500 300 0 18.356,880 4.300 40.640,850 1.600 342.600,12 188.700 30.497,710 61.400 0 116.824,00 109.600 883.379,00 1.600 0 32.384,490 26.300 0 32.934,620 29.621,560 35.200 28.978,300 82.500 74.348,820 166.800 3.000,000 43.887,000 128.035,00 211.000 1.438.421,0 1.350.600 0 7.758.410,5 3.533.000 00 Sumber : Dahuri (2003); Saputro et al (2009) dalam Ghufron95(2012)
Salah satu penyebab beragamnya angka taksiran luas hutan mangrove adalah perbedaan penafsiran batas terdalam/lebar formasi mintikat (zonasi mangrove). Selain itu luasaan mangrove juga terus mengalami perubahan baik yang disebabkan oleh perbedaan data maupun disebabkan oleh berkurangnya luasan di alam karena konversi (DKP, Direktorat Bina Pesisir, Dikjen KPPPK. 2005).
22
Mengingat fungsi hutan mangrove yang sangat penting, maka perlu strategi pengamanan dan pengembangannya (Arief, 2001), antara lain: 1) Mengamankan, yaitu melindungi genetik, species habitat, dan ekositemnya terutama menjaga penurunan kualitas komponenkomponen utama dan mengembalikan species-species yang hialang ataupun punah ke habitat aslinya serta memelihara di genetic bank. 2) Mempelajari, yaitu berusaha mendokumentasikan karakteristik sifat biologis, ekonomi, dan sosial ekonomi yang berupa pengertian peran dan manfaat genetik, species dan ekosistem. 3) Memanfaatkan, yaitu pengembangan secara lestari dan seimbang dengan teknik-teknik yang mampu mempertahankan keberadaan ekosistem yang ada sebagai penunjang kehidupan secara adil. d. Kerusakan Hutan Mangrove Meningkatnya pembangunan ekonomi di kawasan pesisir, semakin meningkatkan pula ancaman terhadap degradasi ekosistem dan sumber daya pesisir dan laut. Oleh karena itu , untuk mempertahankan dan melindungi keberadaan dan kualitas ekosistem, sumberdaya pesisir dan laut yang bernilai ekologis penting, diperlukan suatu perencanaan dan pengelolaan yang berkelanjutan. Salah satu upaya penting dilakukan adalah dengan melakukan kebijakan konversi pada kawasan mangrove. Dengan demikian pemanfaatan terhadap kawasan, tidak berarti mengabaikan sisi pengawetan kawasan itu sendiri (Dahuri, 1998 dalam Khairuddin 2003) Kawasan mangrove kurang mendapatkan perhatian dalam bagian perencanaan yang penting dalam pengelolaan pada wilayah provinsi dan kabupaten. Pada beberapa daerah, kawasan hutan mangrove menjadi bagian dari tata ruang kawasan yang perlu dipertahankan kelestariannya, namun pada kenyataannya hutan mangrove banyak dimanfaatkan tidak sesuai dengan semestinya.
23
Kerusakan mangrove disebabkan oleh banyak faktor, baik berdiri-sendiri tumpang tindih maupun saling mendukung. Pengambilan kayu, baik untuk kontruksi bangunan, kayu bakar dan produksi arang yang dilakukan oleh masyarakat. Faktor yang menyebabkan kerusakan hutan mangrove ini erat kaitannya dengan aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kerusakan secara langsung ini disebabkan
karenaadanya
penebangan
pohon
mangrove
untuk
pengambilan kayu, pembangunan permukiman, pembuatantambak, pembangunan pelabuhan dan jalan, dan penangkapan biota di ekosistem tersebut. Kerusakan secara tidak langsung disebabkan oleh aktivitas di luar ekosiste mangrove, seperti pengerukan pantai, pembuangan sampah dan limbah industri di laut dan pesisir, pertambangan di pesisir dan laut, penggundulan hutan dan lain sebagainya. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan luas hutan mangrove, seperti yang dikemukakan oleh Dahuri et al (1996), sebagai berikut: 1) Konversi kawasan hutan mangrove menjadi berbagai peruntukan lain, seperti tambak, permukiman, kawasan industri secara tidak terkendali, 2) Belum adanya kejelasan tata ruang dan rencana pengembangan wilayah pesisir, sehingga banyak terjadi tumpang tindih pemanfaatan hutan mangrove untuk berbagai kegiatan pembangunan, 3) Penebangan hutan mangrove untuk kayu bakar, bahan bangunan, dan kegunaan lainnya melebihi kemampuan untuk pulih (renewable capacity), 4) Pencemaran akibat buangan limbah minyak, industri dan rumah tangga. 5) Sedimentasi akibat pengelolaan kegiatan lahan atas yang kuran baik. 6) Proyek pembangunanyang dapat menghalangi atau mengurangi sirkulasi arus pasang laut.
24
7) Data, informasi, dan IPTEK yang berkaitan dengan hutan mangrove masih terbatas, sehingga belum dpat mendukung kebijakan atau program penataan ruang, pembinaan dan pemanfaatan hutan mangrove secara berkelanjutan. Menurut Kusmana (1995) dalam Nazili (2004:40) menyebutkan penyebab kerusakan ekosistem hutan mangrove dapat dikategorikan kedalam 3 jenis gangguan, yaitu: 1.
Gangguan fisik-mekanis a. Abrasi pantai/ pinggir sungai b. Sedimentasi denganlaju yang tidak terkendali c. Banjir yang menyebabkan melimpah air tawar d. Gempa bumi / tsunami
2.
Gangguan kimia a. Pencemaran air, tanah dan udara b. Hujan asam
3.
Gangguan biologi a. Reklamasi mangrove untuk permukiman, industri, pertambakan, pertanian, sarana angkutan dan penggunaan hasil hutan b. Penebangan pohon yang tidak memperhatikan azas kelestarian hutan. Aktifitas Manusia Terhadap Ekosistem Hutan Mangrove Beserta
Dampak yang Ditimbulkan. Berikut ditampilkan pada tabel 2.2.
25
Tabel 2.2. Beberapa Dampak Kegiatan Manusia Terhadap Ekosistem Hutan Mangrove Kegiatan Tebang Tepis
Dampak Potensial a. Berubahnya komposisi tumbuhan; pohon-pohon mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies yang nilai ekonominya rendah dan hutan mangrove yang ditebang ini tidak lagi berfungsi sebagai daerah mencari makan (nursery ground) yang optimal bagi bermacam ikan dan udang stadium muda yang penting secara ekonomi. b. Menurunnya tingkat kesuburan hutan mangrove karena pasokan zat-zat hara melaluai aliran air tawar berkurang
Pengalihan aliran air a. Peningkatan salinitas hutan (rawa) mangrove tawar, misalnya pada
menyebabkan dominasi spesies-spesies yang lebih
pembangunan
toleran terhadap air yang menjadi lebih asin;ikan
irigasi.
dan udang dalam stadium larvadan juvenil mungkin tidak dapat mentoleransi peningkatan salinitas, karena mereka lebih sensitif terhadap perubahan lingkungan. b. Menurunnya tingkat kesuburan hutan mangrove karena pasokan zat-zat hara melalui aliran air tawar berkurang.
Konversi lahan perikanan.
menjadi a. Mengancam regenerasi stok-stok ikan dan udang di pertanian,
perairan lepas pantai yang memerlukan hutan (rawa) mangrove sebagai nusey ground larva dan /atau stadium muda ikan dan udang b. Pencemaran laut oleh bahan-bahan pencemaryang sebelum hutan mangrove dikonversi dapat diikat oleh substrat hutan mangrove.
26
c. Pendangkalan perairan pantai karena pengendapan sedimen yang sebelum hutan mangrove dikonversi mengendap dihutan mangrove. d. Intrusi garam melalui saluran-saluran alam yang bertahankan keberadaannya atau melalui saluransaluran buatan manusia yang bermuara di laut. e. Erosi garis pantai yang sebelumnya ada mangrove Pembuangan sampah a. Penurunan kandungan ksigen terlarut dalam air, cair (Sewage)
bahkandapat terjadi keadaan anoksik dalam air sehingga bahan organik yang terdapat dalam sampah cair mengalami dekomposisi anaerobik yang antara lain menghasilkan hidrogen sulfida (H2S) dan animia (NH3) yang keduanya merupakan racun bagi organisme hewani dalam air. Bau H2S seperti telur busuk yang dapat dijadikan indikasi berlangsungnya dekomposisi anaerobik.
Pembuangan sampah a. Kemungkinan terlapisnya pneumatofora dengan padat.
sampah padat yang akan mengakibatkan kematian pohon-pohon mangrove. Perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat yang kemudian larut ke perairan di sekitar pembuangan sampah.
Pencemaran minyak a. Kematian dalam jumlah besar. Penambangan ekstrasi mineral.
pohon-pohon
mangrove
akibat
terlapisnya pneumatofora oleh lapisan minyak.
dan a. Kerusakan total di lokasi penambangan dan ekstraksi mineral yang dapat mengakibatkan: 1.) Musnahnya daerah asuhan (nursey ground) bagi larva dan bentuk-bentuk juvenil ikan dan udang yang bernilai ekonomi penting di lepas pantai, dan dengan demikian mengancam regenerasi ikan dan udang tersebut.
27
2.) Pengendapan
sedimen
yang
berlebihan
mengakibatkan: terlapisnya pneumatofora oleh sedimen yang pada akhirnya dapat mematikan pohon mangrove. Sumber: Berwick, 1983 dalam dahuri,et al., 1996 Dampak kerusakan ekosistem mangrove sangat berkaitan erat dengan nilai dan fungsinya. Kerusakan mangrove akan memberikan dampak secara fisik dan ekologis, perikanan, dan sosial ekonomi. Secara fisikdampak tersebut dapat dirasakan antara lain (i) erosi pantai; (ii) kerusakan perumahan dan harta milik akibat badai; dan (iii) terjadinya intrusi. Secara ekologi. Kerusakan ekosistem mangrove mengakibatkan menurutnya kesuburan perairan dan kualitas perairan pesisir. Kerusakan mangrove akan mengakibatkan menurunnya stok perikanan, penyediaan benih alami, menurunnya kualitas air laut yang akan digunakan sebagai media budidaya tambak dan keramba, dan menurunnya hasil tangkapan nelayan setempat. Masyarakat disekitar kawasan ekosistem mangrove juga akan kehilangan sumber bahan bakar kayu, tiang rumah/ kapal, sumber protein dari kerang, kepiting, moluska lainnya, perlindungan dari angin dan badai, serta hilangnya keindahan dan potensi lainnya (DKP, Direktorat Bina Pesisir, Dikjen KPPPK, 2005) e. Pengelolaan Hutan Mangrove Menurut laporan dari DKP, Direktorat Bina Pesisir, Dikjen KPPPK. (2005), tujuan mendasar dari pengelolaan mangrove adalah untuk
meningkatkan
konservasi,
rehabilitasi,
dan
pemanfaatan
berkelanjutan ekosistem mangrove. Tujuan ini dicapai melalui prinsip: 1) Pengelolaan mangrove yang mengedapankan prinsip kehati-hatian (precautionary) dengan mempertimbangkan praktek pengelolaan yang sudah ada, kearifan, keyakinan, dan kebiasaan masyarakat setempat.
28
2) Pengelolaan mangrove yang didasarkan pada pendekatan ekosistem dengan mempertimbangkan kegiatan dan dampaknya bail kawasan hulu maupun hilir. 3) Pengelolaan mangrove yang berorientasi pada keberlanjutan fungsi lingkungan dan nilai-nilai ekologi untuk mendukung kesejahteraan masyarakat, utamanya masyarakat pesisir. 4) Upaya mitigasi dampak lingkungan akibat aktivitas pembangunan di kawasan ekosistem mangrove. 5) Pengelolaan mangrove merupakan prosesberulang (iterative process) yang terdiri atasperencanaan, pelaksanaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan lestari serta didukung dengan upaya-upaya pembinaan dan pengendalian yang konsisten dan berkelanjutan. 6) Pengelolaan mangrove yang berlandasan pasal asas keterpaduan, keberlanjutan, desentralisasi, dan perencanaan berbasis masyarakat. Pengelolan hutan mangrove melibatkan banyak kepentingandan instansi. Pemahaman akan kondisi sumber daya hutan dan lingkungan sekitarnya akan memberikan inspirasi dalam pembangunan yang tepat dan mengenai sasaran dalam pencapaian tujuan pengelolaan. Sumber daya manusia dalam pengengelolaan mangrove di wilayah pesisir merupakan halyang perlu diperhatikan. Sumber daya manusia tersebut meliputi masyarakat sekitar hutan mangrove, pengambil kebijakan (pemerintah), akademi (perguruan tinggi), LSM, pengusaha, pemerhati, lembaga internasional, dan lain sebagainya. Menurut Tulungen, dkk (2003) dalam Kustanti (2011) Programprogram pengelolaan terpadu hutan mangrove di wilayah pesisir sudah seharusnya mengacu berdasarkan pendekatan karakteristik bioekologi, sosial budaya, dan ekonomi masyarakat serta stakeholder yang terlibat. Pelibatan stakeholder dalam pengelolaan terpadu hutanmangrove di wilayah pesisir diperlukan demi menjamin keberlangsungan kegiatan tersebut. Adapun strategi pengelolaan yang dapat dilakukan adalah: 1) Partisipasi dari berbagai pemangku kepentingan
29
2) Koordinasi berbagai sektor (masyarakat, dunia usaha, LSM) 3) Desentralisasi pengelolaan 4) Komitmen memperkuat kelembagaan 5) Kebijakan berbasis informasi dan ilmu pengetahuan
Kebijakan pengelolaan hutan mangrove di Indonesia disusun berdasarkan analisis terhadap isu-isu pokok yang dihadapi dalam implementasi dalam pengelolaan ekosistem hutan mangrove. Ada 5 macam isu pokok dalam penyususnan strategi pengelolaan hutan mangrove di Indonesia, antara lain adalah (StrategiNasional Pengelolaan Ekosistem mangrove Indonesia 2004 dalam Kustanti 2011): 1) Isu ekologi, meliputi: a) Lebih dari 50% dari total luas hutan mangrove di Indonesia rusak, sehingga fungsi ekologis menurun b) Konservasi dan rehabilitasi ekosistem mangrove yang diharapkan mampu meningkatkan fungsi ekologi masih dianggap beban, bukan tanggung jawab c) Upaya rehabilitasi mangrove yang rusak masihbelum mampu mengimbangi laju kerusakan yang terjadi 2) Isu sosial ekonomi, meliputi: a) Adanya perbedaan pemahaman tentang nilai dan fungsi ekosistem mangrove di antara penentu kebijakan (policy maker) dan masyarakat b) Partisispasi masyarakat lokal dan perencanaan dan implementasi pengelolaan ekosistem mangrove belum optimal c) Sebagian besar kondisi masyarakat di sekitar ekosistem mangrove tergolong miskin d) Kegiatan pemanfaatan sumber daya mangrove yang ramah lingkungan belum berkembang
30
3) Isu kelembagaan, meliputi: a) Koordinasi diantara lembaga terkait dalam pengelolaan ekosistem mangrove belum efektif b) Kebijkan antar sektor dalam pengelolaan ekosistem mangrove masih belum sinergis c) Instansi kunci dan peranannya dalam pengelolaan ekosistem mangrove belum disepakati d) Kelembagaan pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove belum berkembang dan berfungsi secara optimal 4) Isu peraturan perundang-undangan, meliputi: a) Belum adanya peraturan perundang-undangan pengelolaaan ekosistem mangrove secara terintegrasi di antara sektor terkait b) Penegakan hukum dlam pengelolaan ekosistem mangrove belum efektif c) Belum adanya payung hukum yang memadai untuk Strategi Nasional pengelolaan Ekosistem Mangrove Indonesia. Menurut Harahap (2010) Tujuan utama pengelolaan ekosistem hutan mangrove adalah: a.
Mengoptimalkan manfaat produksi dan manfaat ekologis dari ekosistem hutan mangrove dengan menggunakan pendekatan ekosisitem berdasarkan prinsip kelestarian hasil dan fungsi ekosistem yang bersangkutan
b.
Merehabilitasi hutan mangrove yang rusak
c.
Membangun dan memperkuat rangka kelembagaan beserta iptek yang kondusif bagi penyelenggaraan pengelolaan mangrove secara baik.
31
Menurut Mahmud (2002) dalam Harahap (2010) kendala dalam pengelolaan ekosistem mangrove adalah: 1) Kendala aspek teknis a) Kondisi habitat yang tidak begitu ramah, yaitu tanah anaerob dan
labil
dengan
salinitas
yang relatif
tinggi
apabila
dibandingkan dengan tanah mineral, adanya pengaruh pasang surut dan sedimentasi serta abrasi pada berbagai lokasi tertentu. b) Adanya percampuran komponen ekosistem akuatik (ekosistem laut)
dan
ekosistem
daratan,
yang
mengakibatkan
pengelolaannya menjadi lebih kompleks. c) Kawasan pantai dimana mangrove berada umumnya mendukung populasi penduduk yang cukup tinggi, tetapi dengan tingkat kesejahteraan dan tingkat pendidikan yang rendah 2) Kendala aspek kelembagaan a) Tata ruang kawasan pesisir di banyak lokasi belum tersusun secara baik,bahkan ada yang belum sama sekali b) Status kepemilikan lahan dan tata bahas yang tidak jelas c) Banyaknya pihak yang berkepentingan dengan kawasan dan sumberdaya mangrove d) Belum
jelas
wewenang
dan
tanggungjawab
berbagai
stakeholder yang terkait e) Masih lemahnya law enforcement dari peraturan perundangan yang ada f)
Masih lemahnya koordinasi di antara berbagai instansi yang berkompetensi dalam pengelolaan mangrove
g) Praktik perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian dlam pengelolaan
mangrove
belum
banyak
mengikutsertakan
partisipasi aktif masyarakat yang berkepentingan dengan kawasan tersebut.
32
6. Penelitian yang Relevan 1. Tengku Khairuddin
(2003) dalam penelitiaanya yang berjudul: “Telaah
Dinamika dan Pengelolaan Kawasan Mangrove di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau”. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi perubahan kondisi hutan mangrove Kabupaten Bengkalis, baik dari sisi luasan dan sebarannya dengan memanfaatkan citra satelit Landsat (TM) tahun 1992 dan 2000, menentukan wilayah prioritas yang tepat untuk ditetapkansebagai wilayah konservasi dan rehabilitasi serta untuk menetapkan kawasan pengelolaan mangrove dengan pendekatan konservasi dan rehabilitasi berbasiskan aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Hasil Penelitiannya adalah: a) perubahan hutan mangrove pada tahun 1992 sampai 2000 mengalami peningkatan 30%. b) Penetapan pengelolaan kawasan konservasi pada prioritas 1 dan 2. c) Prioritas 3-5 untuk kawasan rehabilitasi dalam rangka mengatasi degradasi lahan. 2. Priyono (2006) dalam penelitiannya yang berjudul : “Kajian Potensi Kawasan Mangrove dalam Kaitannya dengan Pengelolaan Wilayah Pantai di Desa Panggung, Bulakbaru, Tanggultlare, Kabupaten Jepara”. Bertujuan untuk menganalisis kondisi sumberdaya hutan mangrove di Desa Panggung, Bulakbaru dan Tanggultlare Kecamatan kedung Kabupaten Jepara, untuk menilai secara ekonomi manfaat langsung dari sumber daya hutan mangrove di Desa Panggung, Bulakbaru, dan Tanggultlare, dan untuk menganalisis strategi alternatif dalam pelestarian areal mangrove ditinjau dari pendekatan ekologi di Desa Panggung, Bulakbaru, dan Tanggultlare. Hasil penelitiannya: a)
Perubahan garis pantai akibat terjadinya degradasi yang dipengaruhi kegiatan manusia seperti perluasan tambak.
b) Pemanfaatan
sumberdaya
mangrove
secara
langsung
tidak
mempengaruhi pendapatan masyarakat. c)
strategi pengelolaanhutan mangrove yang mempunyai kemungkinan besar untuk diterapkan adalah : meningkatkan ilmu pengetahuan dan
33
teknologi, kemampuan sumber daya manusia dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya yang sejalan dengan perlindungan ekosistem mangrove dan untuk menanggulangi degradasi lingkungan dan berkurangnya sumber daya alam akibat rusaknya ekosistem mangrove, dimanfaatkan
mendayagunakan untuk
potensi
melestarikan
kawasan
ekosistem
yang mangrove
belum dan
meningkatkan sumber daya alam guna dimanfaatkan dalam pengelolaan sumber daya perikanan tambak. 3. Maulida Dewi Kuninggar (2014). Melakukan penelitian yang berjudul: “Analisis Proses Keruangan Terhadap Perkembangan dan Pengelolaan Hutan Mangrove di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak Tahun 2014 (Untuk
Memperkaya
Pembelajaran
Geografi
Kompetensi
Dasar
Menganalisis Pelestarian Lingkungan Hidup dalam Kaitannya dengan Pembangunan Berkelanjutan Kelas II Semester II”. Bertujuan untuk mengetahui perubahan garis pantai Kecamatan Sayung dari tahun 2001, 2007 dan 2014, mengetahui perubahan hutan mangrove Kecamatan Sayung tahun 2001, 2007 dan 2014, mengetahui pengelolaan hutan mangrove di Kecamatan Sayung tahun 2014.
7
Tabel 2.3: Perbandingan Penelitian yang Sebelumnya dengan Penelitian yang dilakukan. Tengku Khairuddin (2003) Judul
Tujuan
Metode
Priyono (2006 )
Telaah Dinamika dan Pengelolaan Kajian Potensi Kawasan Mangrove Dalam Kawasan Mangrove di Kabupaten Kaitannya Dengan Pengelolaan Wilayah Bengkalis, Provinsi Riau Pantai di Desa Panggung, Bulakbaru, Tanggultlare, Kabupaten Jepara
Maulida Dewi Kuninggar (2014) Analisi Proses Keruangan Terhadap Perkembangan dan Pengelolaan Hutan Mangrove di Kecamatan Sayung Kabupaten Demak Tahun 2014
1. Identivikasi perubahan mangrove dari tahun 1992 sampai dengan 2000 2. Analisa untuk menentukan wilayah prioritas untuk ditetapkan sebagai kawasan konservasi 3. Penetapan kawasan pengelolaan mangrove dengan pendekatan konservasi dan rehabilitasi berbasiskan aspek ekologi, ekonomi dan sosial/budaya.
1. Menganalisis kondisi sumberdaya 1. Mengetahui perubahan garis pantai hutan mangrove di Desa Panggung, Kecamatan Sayung dari tahun Bulakbaru, dan Tanggultlare 2001 hingga tahun 2014 kecamatan Kedung Kabupaten Jepara 2. Mengetahui perubahan hutan 2. Menilai secara ekonomi manfaat mangrove Kecamatan Sayung dari langsung dari sumber daya hutan tahun 2001 hingga tahun 2014 mangrove di Desa Panggung, 3. Mengetahui pengelolaan hutan Bulakbaru, dan Tanggultlare mangrove di Kecamatan Sayung 3. Menganalisis strategi alternatif dalam dari tahun 2014 pelestarian areal mangrove ditinjau dari pendekatan ekologi di Desa Panggung, Bulakbaru, dan Tanggultlare. Penginderaan jarak jauh dengan ER Metode deskriptif dan studi kasus Metode deskriptif dan studi kasus Mapper 5,5 dan Sistem Informasi Geografi (SIG) dengan ArcView 3.2. serta teknik evaluasi multi kriteria (TEMK)
34
8 Hasil
1. Perubahan hutan mangrove pada tahun 1992 sampai 2000 mengalami peningkatan 30%. 2. Penetapan pengelolaan kawasan konservasi pada prioritas 1 dan 2. 3. Prioritas 3-5 untuk kawasan rehabilitasi dalam rangka mengatasi degradasi lahan.
1. Perubahan garis pantai akibat terjadinya degradasi yang dipengaruhi kegiatan manusia seperti perluasan tambak. 2. Pemanfaatan sumberdaya mangrove secara langsung tidak mempengaruhi pendapatan masyarakat. 3. Strategi pengelolaanhutan mangrove yang mempunyai kemungkinan besar untuk diterapkan adalah : meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, kemampuan sumber daya manusia dan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sumber daya yang sejalan dengan perlindungan ekosistem mangrove dan untuk menanggulangi degradasi lingkungan dan berkurangnya sumber daya alam akibat rusaknya ekosistem mangrove, mendayagunakan potensi kawasan yang belum dimanfaatkan untuk melestarikan ekosistem mangrove dan meningkatkan sumber daya alam guna dimanfaatkan dalam pengelolaan sumber daya perikanan tambak.
35
B. Kerangka Berfikir Kecamatan Sayung merupakan salah satu wilayah pesisir di Kabupaten Demak yang letak geografisnya di pantai utara Jawa dan berhubungan langsung dengan Laut Jawa. Perubahan yang terjadi pada wilayah pesisir atau laut tidak hanya sekedar gejala alam saja, tetapi juga adanya aktifitas manusia yang ada disekitarnya. Pesisir pantai dan laut mendapatkan tekanan dari adanya aktivitas gejala alam yaitu: abrasi, gelombang pasang , tsunami dan lain sebagainya.Aktivitas manusia yaitu: reklamasi, konversi, pencemaran dan lain sebagainya. Pesisir Kecamatan Sayung mempunyai permasalahan abrasi yang cukup parah. Abrasi merupakan pengikisan atau pengurangan daratan pantai akibat aktivitas gelombang, arus dan pasang surut air laut. Abrasi pantai di pesisir Kecamatan Sayung mengakibatkan perubahan garis pantai dan hilangnya sebagian daratan pesisir pantai serta menyebabkan kerusakan ekosistem yang ada di wilayah pesisir pantai yaitu ekosistem terumbu karang, padang lamun dan hutan mangrove. Abrasi di pesisir Kecamatan Sayung ini mempengaruhi perubahangaris pantai yang semakin masuk kearah daratan dan menyebabkan kerusakan ekosistem hutan mangrove. Hutan mangrove mengalami degradasi yang berlangsung dari tahun 1990-an dan berlangsung hingga tahun 2005. Rusaknya hutan mangrove menyebabkan hilangnya lahan permukiman, pertambakan dan mata pencaharian masyarakat setempat. Banyaknya dampak yang muncul akibat perubahan garis pantai dan kerusakan hutan mangrove ini membuat pemerintah dan masyarakat untuk mengurangi dampak tersebut dengan melakukan rehabilitasi dan penanaman mangrove. Rehabilitasi dan pengelolaan mangrove di pesisir Kecamatan Sayung ini yang di mulai sejak tahun 2000an. Pada awal mulai rehabilitasi mangrove masih banyak masyarakat yang belum sadar akan manfaat dan fungsi dari mangrove sebagai upaya mengurangi dampak permasalahan yang terjadi di pesisir Kecamatan Sayung terutama untuk mengurangi dampak abrasi pantai. Semakin bertambah tahun kesadaran masyarakat semakin berkembang sehingga rehabilitasi
36
37
dan pengelolaan mangrove juga semakin tahun semakin berkembang serta luasan mangrove semakin tahun pun semakin bertambah luasannya.
Pesisir Kecamatan Sayung Kabupaten Demak
Abrasi
Perubahan Garis Pantai
Kerusakan Hutan Mangrove
Perkembangan Hutan Mangrove Tahun 2001, 2007, 2014
Gambar 2.1. Bagan Aliran Kerangka Berpikir
Pengelolaan Hutan Mangrove tahun 2014