BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
2.1.1 Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam Kardi dan Nur dalam Trianto (2010:136) mengemukakan bahwa ”IPA mempelajari alam semesta, benda-benda yang ada di permukaan bumi, di dalam perut bumi dan di luar angkasa, baik yang dapat diamati indera maupun yang tidak dapat diamati dengan indera.” Menurut H. W. Fowler dalam Trianto (2010:136), ”IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejalagejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan deduksi.” Adapun Wahyana dalam Trianto (2010:136) mengatakan bahwa ”IPA adalah suatu
kumpulan
pengetahuan
tersusun
secara
sistematik,
dan
dalam
penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah.” Trianto (2010:136) menyimpulkan bahwa ”IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejalagejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya.” 2.1.2 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam Secara khusus fungsi dan tujuan IPA berdasarkan kurikulum berbasis kompetensi dalam Depdiknas yang dikutip Trianto (2010:138) adalah sebagai berikut:
1)Menanamkan
keyakinan
terhadap
Tuhan
Yang
Maha
Esa,
2)Mengembangkan keterampilan, sikap dan nilai ilmiah, 3)Mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang melek sains dan teknologi, 4)Menguasai konsep sains untuk bekal hidup di masyarakat dan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.
6
7
Fungsi dan tujuan tersebut kiranya semakin jelas bahwa hakikat IPA semata-mata tidaklah pada dimensi pengetahuan (keilmuan), tetapi lebih dari itu, IPA lebih menekankan pada dimensis nilai ukhrawi, di mana dengan memperhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin meningkatkan keyakinan akan adanya sebuah kekuatan yang maha dahsyat yang tidak dapat dibantah lagi, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dengan dimensi ini IPA hakihatnya mentautkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual, yang sementara ini dianggap cakrawala kosong, karena suatu anggapan antara IPA dan agama merupakan dua sisi yang berbeda dan tidak mungkin dipersatukan satu sama lain dalam satu bidang kajian. Padahal senyatanya terdapat benang merah ketertautan di antara keduanya. IPA adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari gejala-gelaja melalui serangkaian proses yang dikenal dengan proses ilmiah yang dibangun atas dasar sikap ilmiah dan hasilnya terwujud sebagai produk ilmiah yang tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal. 2.1.3 Hakikat Pembelajaran IPA Pembelajaran IPA secara khusus sebagaimana tujuan pendidikan secara umum sebagaimana tercantum dalam taksonomi bloom bahwa: diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan serta keteraturannya. Di samping itu, pembelajaran IPA diharapkan pula memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi.(Prihanto Laksmi dalam Trianto, 2010:142) Berdasarkan uraian tentang pembelajaran IPA, maka Trianto (2010:143) mengemukakan tentang hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut:
8
a) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prindip dan konsep, fakta yang ada di alam. Hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi. c) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi. d) Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitif, obyektif, jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama. e) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam. f)
Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.
2.1.4 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 untuk SD/MI dijelaskan mengenai pembelajaran IPA, yaitu: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alamsecara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. BSNP (2007:13) Proses belajar mengajar IPA lebih ditekankan pada pendekatan keterampilan proses, hingga siswa dapat menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang akhirnya dapat berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan.
9
Pembelajaran IPA dilakukan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. 2.1.5 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Tujuan mata pelajaran IPA di SD dalam kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 yaitu: 1.
Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya.
2.
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengarui antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4.
Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5.
Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
6.
Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturan sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7.
Memperoleh bakal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjudkan pendidikan ke SMP/MTs.
2.1.6 Ruang Lingkup Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006, mata pelajar IPA pada satuan pendidikan SD/MI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1.
Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan
2.
Benda atau materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas
3.
Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik, cahaya dan pesawat sederhana
10
4.
Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya Berdasarkan ruang lingkup pembelajaran IPA di tingkat SD/MI,
maka materi tentang kenampakan permukaan bumi merupakan materi yang dijelaskan di kelas tiga pada semester dua dengan standar kompetensi yaitu memahami kenampakan permukaan bumi, cuaca dan pengaruhnya bagi manusia, serta hubungannya dengan cara manusia memelihara dan melestarikan alam, dan kompetensi dasar adalah mendeskripsikan kenampakan permukaan bumi di lingkungan sekitar.
2.2
Model Pembelajaran Kooperatif
2.2.1 Model Pembelajaran Menurut Mills (Suprijono, 2009:45) berpendapat bahwa “model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu”. Model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Menurut Suprijono (2009:45), Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penuruna teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Model pembelajaran adalah suatu rencana yang digunakan untuk membentuk kurikulum dan dapat digunakan sebagai pedoman guru dalam merencanakan pembelajaran di kelas. 2.2.2 Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuaannya berbeda. Dalam menyelesaiakan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus
11
saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pembelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum mengusai bahan pelajaran (Isjoni, 2012:12) Rusman
(2012:202)
menyatakan
bahwa
pembelajaran
kooperatif
merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Menurut Slavin (2010:100), pembelajaran kooperatif bukan hanya sebuah teknik pengajaran yang ditujukan untuk meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, ini juga merupakan cara untuk menciptakan keceriaan, lingkungan yang prososial di dalam kelas, yang merupakan salah satu manfaat penting untuk memperluas perkembangan interpersonal dan keefektivan siswa. Sunal dan Hans (2000) dalam Isjoni (2012:12) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian strategi khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada peserta didik agar bekerja sama selama proses pembelajaran. Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu. Dengan struktur siswa heterogen dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. 2.2.3 Ciri-ciri Model pembelajaran Kooperatif Menurut Hamdani (2011:30) ciri-ciri pembelajaran kooperatif antara lain: (1) setiap anggota memiliki peran, (2) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (3) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas cara belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya, (4) guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan (4) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Siswa tidak hanya belajar dari buku, namun juga dari sesama teman. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan
12
dan kesalahpahaman yang dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat. Tiga
konsep
sentral
karakteristik
pembelajaran
kooperatif,
sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995) dalam Isjoni (2012:21-22), yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil. a. Penghargaan kelompok Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan ini diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, membantu dan peduli. a. Pertanggungjawaban individu Keberhasilan kelompok bergantung pada pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan aktivitas anggota
kelompok
yang saling membantu
dalam
belajar.
Adanya
pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya. b. Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skorsing yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan
metode skorsing ini, siswa yang
berprestasi rendah, sedang atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya. 2.2.4 Unsur Pembelajaran Kooperatif Roger dan David Johnson (dalam Suprijono, 2009:58) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran cooperative learning harus diterapkan, yaitu : 1. Positive interdependence (saling ketergantungan positif)
13
2. Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan) 3. Face to face promotive interaction (tatap muka) 4. Interpersonal skill (komunikasi antar anggota) 5. Group processing (pemrosesan kelompok) 2.2.5 Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih mengembangkan kemampuannya dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok. Jarolimek dan Parker (1993) dalam Isjoni (2012:24), keunggulan yag diperoleh dalam pembelajaran kooperatif adalah: (1) saling ketergantungan yang positif, (2) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu, (3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, (4) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, (5) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan guru, dan (6) memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan. Penggunaan pembelajaran kooperatif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, memiliki berbagai kelebihan atau manfaat. Kelebihan berorientasi pada optimalnya kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif melalui dukungan guru dan siswa dalam pembelajaran. Selain kelebihannya, pendekatan pembelajaran kooperatif juga memiliki kelemahan. Kelemahan model pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam, yaitu: (1) guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, di samping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu, (2) agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai, (3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan (4)
14
saat diskusi kelas, terkadang didominasi seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif. Kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran kooperatif sebagai strategi mengajar guru, maka hal tersebut dapat menjadi pertimbangan bagi guru dalam penggunaannya. Namun, faktor profesionalisme guru menggunakan model tersebut sangat menentukan dan kesadaran murid mengikuti pembelajaran melalui strategi kelompok. Sasaran pembelajaran adalah meningkatkan kemampuan belajar siswa sehingga penggunaan model ini akan memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif dan mandiri dalam belajar sesuai tuntutan materi pelajaran atau kurikulum. 2.2.6 Langkah-Langkah Model Pembelajaran Kooperatif Peran guru dalam pembelajaran kooperatif sebagai fasilitator pembelajaran sangatlah penting. Guru yang menentukan berhasil tidaknya pembelajaran kooperatif, sehingga guru perlu memperhatikan langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah itu ditunjukan pada tabel berikut. Tabel 2.1 Sintaks Pembelajaran Kooperatif Fase Tingkah laku guru Fase-1 Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran Menyampaikan tujuan dan yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa memotivasi siswa belajar Fase-2 Guru menyajikan informasi kepada siswa Menyajikan informasi dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Fase ke-3 Guru menjelaskan kepada siwa bagaimana Mengorganisasikan siswa ke caranya membentuk kelompok belajar dan dalam kelompok kooperatif membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien Fase ke-4 Guru membimbing kelompok-kelompok Membimbing kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas bekerja dan belajar mereka Fase ke-5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi Evaluasi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase ke-6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik Memberikan penghargaan upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
15
2.3
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture Picture and Picture adalah suatu metode belajar yang menggunakan
gambar yang dipasangkan atau diurutkan menjadi urutan logis (Hamdani, 2010:89). Menurut Eko Budiono, model pembelajaran picture and picture adalah
suatu
metode
dipasangkan/diurutkan
belajar
menjadi
yang
urutan
menggunakan
logis.
Model
gambar
Pembelajaran
dan ini
mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambargambar ini menjadi faktor utama dalam proses pembelajaran. Menurut Aprudin, picture and picture adalah suatu model pembelajaran dengan menggunaan media gambar. Dalam oprasionalnya gambargambar dipasangkan satu sama lain atau bisa jadi di urutkan menjadi urutan yang logis Model pembelajaran picture and picture adalah suatu metode pembelajaran yang menggunakan gambar sebagai faktor utama dalam pembelajaran, gambar-gambar tersebut di pasangkan atau diurutkan menjadi urutan yang logis. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran picture and picture menurut (Hamdani, 2010:89). Kelebihan: 1) Guru lebih mengetahui kemampuan tiap-tiap siswa, 2)Melatih siswa untuk berpikir logis dan sistematis. Kelemahan: 1) Memakan banyak waktu, 2)Banyak siswa yang pasif. Sedangkan menurut
Istarani
(Aprudin,
2012) kelebihan dan
kekurangan picture and picture yaitu: Kelebihan Model Pembelajaran picture and picture 1)
Materi yang diajarkan lebih terarah karena pada awal pembelajaran guru menjelaskan kompetensi yang harus dicapai dan materi secara singkat terlebih dahulu.
2)
Siswa lebih cepat menangkap materi ajar karena guru menunjukkan gambargambar mengenai materi yang dipelajari.
16
3)
Dapat meningkat daya nalar atau daya pikir siswa karena siswa disuruh guru untuk menganalisa gambar yang ada.
4)
Dapat meningkatkan tanggung jawab siswa, sebab guru menanyakan alasan siswa mengurutkan gambar.
5)
Pembelajaran lebih berkesan, sebab siswa dapat mengamati langsung gambar yang telah dipersiapkan oleh guru
Kelemahan Model Pembelajaran picture and picture 1) Sulit menemukan gambar-gambar yang bagus dan berkulitas serta sesuai dengan materi pelajaran. 2) Sulit menemukan gambar-gambar yang sesuai dengan daya nalar atau kompetensi siswa yang dimiliki. 3) Baik guru ataupun siswa kurang terbiasa dalam menggunakan gambar sebagai bahan utama dalam membahas suatu materi pelajaran. 4) Tidak tersedianya dana khusus untuk menemukan atau mengadakan gambargambar yang diinginkan Langkah-langkah Pembelajaran dengan picture and picture (Hamdani, 2010:89) antara lain: 1)
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
2)
Guru menyajikan materi sebagai pengantar.
3)
Guru menunjukkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
4)
Guru menunjuk atau memanggil siswa secara bergantian untuk memasang atau mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
5)
Guru menanyakan alasan atau dasar pemikiran urutan gambar tersebut.
6)
Dari alasan atau urutan gambar tersebut, guru menanamkan konsep atau materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai.
7) 2.3.1
Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah diajarkan. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture and Picture pada IPA dalam Proses Pembelajaran Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dikemas berdasar
prosedur yang tepat dan sesuai. Sebelum kegiatan dilaksanakan langkah awal ialah membuat perencanaan berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
17
Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan baka, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan, (BSNP No 41, 2007). (1) Kegiatan Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran (BSNP No 41, 2007). (2) Kegiatan Inti Sesuai BSNP No 14 Tahun 2007 bahwa kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi. (3) Kegiatan Akhir Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut (BSNP No. 41, 2007). Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RRP. Pelaksanaan pembelajarannya adalah sebagai berikiut: 1)
Kegiatan awal a. Membuka pelajaran dengan salam b. Melakukan absensi siswa
18
c. Melakukan apersepsi dan motivasi 2)
Kegiatan inti (1) Eksplorasi Dalam kegiatan eksplorasi, guru: a.
Melibatkan siswa mencari informasi yang luas tentang topik/tema materi IPA yang sedang dipelajari.
b.
Menyampaikan materi pembelajaran mata pelajararan IPA.
c.
Melibatkan siswa secara
aktif
dalam setiap kegiatan
pembelajaran. (2) Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru: a. Memberi petunjuk kepada siswa tentang kegiatan yang akan dilakukan (mengurutkan gambar-gambar). b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengurutkan gambar-gambar yang tersedia menjadi urutan yang logis. c. Bertanya kepada siswa mengenai alasan penyusunan gambargambar yang telah dilakukannya. (3) Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru: a. Membenarkan pemahaman siswa yang masih salah tentang materi yang telah dipelajari. b. Memberi penguatan tentang materi yang telah dipelajari. c. Bersama siswa mebuat kesimpulan tentang materi yang telah dipelajari. d. Bersama siswa membuat rangkuman materi yang telah dipelajari. 3) Kegiatan akhir Dalam kegiatan akhir, guru : a. Melakukan evaluasi akhir pertemuan. b. Melakukan refleksi.
19
2.4
Metode Diskusi
2.4.1 Pengertian Metode Diskusi Moedjiono dan Dirto Hadisusanto (1985:1) mengatakan bahwa metode diskusi merupakan suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada siswa (dalam kelompok besar atau kecil) untuk mengadakan perbincangan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan, atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah. Hamdani (2011:159) mengatakan metode diskusi merupakan interaksi siswa dengan guru, untuk menganalisis, memecahkan masalah, menggali, atau memperdebatkan topik atau permasalahan tertentu. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2010:87) mengatakan metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswa-siswa dihadapkan kepada suatu masalah yang bisa berupa pertanyaan atau pernyataan yang bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Metode diskusi adalah metode pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam pembelajaran di mana guru dan para siswa, atau antara siswa dengan siswa yang lain berbincang satu sama lain dan berbagi pendapat dalam menyelesaikan setiap permasalahan secara berkelompok. 2.4.2 Jenis Metode Diskusi Jenis-jenis diskusi menurut Moedjiono dan Dirto Hadisusanto (1985:5) adalah: 1) Diskusi Kelas Diskusi kelas adalah percakapan yang direncanakan mengenai topik tertentu dengan guru sebagai pemimpinnya. Digunakan untuk mengenal masalah, membuat topik menarik, menciptakan suasana informal, membantu peserta mengemukakan pendapat terutama bagi mereka yang tidak suka bicara. 2) Diskusi Kelompok Diskusi kelompok adalah percakapan yang disiapkan di antara tiga orang atau lebih tentang topik tertentu dengan seorang pemimpin. Digunakan dengan tujuan memberi kesempatan peserta untuk saling mengemukakan pendapat dalam mengenal dan memecahkan masalah. 3) Buzz Group
20
Suatu kelompok besar dibagi menjadi beberapa kelompok kecil, terdiri atas 34 orang. Tempat duduk diatur sedemikian agar murid dapat bertukar pikiran dan berhadapan muka dengan mudah. Diskusi diadakan di tengah-tengah pelajaran atau di akhir pelajaran dengan maksud menajamkan kerangka bahan pelajaran, memperjelas pelajaran atau menjawab pertanyaan-pertanyaan. 4) Panel Suatu kelompok kecil (biasanya 3-6 orang) mendiskusikan suatu topik tertentu, duduk dalam susunan semi melingkar dipimpin oleh seorang moderator. Panel ini secara fisik dapat berhadapan dengan audience, dapat juga secara tidak langsung (misalnya panel di televisi). Suatu panel yang murni tidak turut serta dalam diskusi dalam panel forum, audience terlibat dalam diskusi. Panel digunakan apabila pokok pembicaraan dianggap terlalu luas untuk dibicarakan dalam kelompok, dan dipandang lebih baik untuk mengajak audience “melihat kedalam permasalahan” tanpa ikut memberikan tanggapan verbal di dalam diskusi (panel). 5) Syndicate Group Suatu kelompok (kelas) dibagi menjadi beberapa kelompok terdiri dari 3-6 orang. Masing-masing kelompok melaksanakan tugas tertentu, tugas komplementer. Guru menjelaskan garis besar masalah kepada kelas, ia menggambarkan aspek-aspek masalah, kemudian tiap-tiap kelompok (syndicate) diberi tugas untuk mempelajari suatu aspek tertentu. Guru menyediakan sumber-sumber lain. 6) Syimposium Beberapa orang membahas tetntang aspek dari suatu subyek tertentu dan membacakan di muka peserta symposium secara singkat (5-20 menit). Kemudian diikuti sanggahan dan pertanyaan dari para penyanggah dan juga dari pendengar. Bahasan dan sanggahan selanjutnya dirumuskan oleh panitia perumus sebagai hasil symposium. 7) Informal Debate Kelas dibagi menjadi dua kelompok yang agak sama besarnya dan mendiskusikan subyek yang cocok untuk diperdebatkan tanpa terlalu
21
memperhatikan
peraturan
perdebatan
formal.
Masalah
yang
cocok
diperdebatkan mislanya masalah nilai-nilai. 8) Fish Bowl Beberapa orang peserta dipimpin oleh seorang ketua mengadakan suatu diskusi untuk mengambil keputusan. Tempat duduk diatur stengah lingkaran dengan dua atau tiga kursi kosong menghadap peserta diskusi. Kelompok pendengar duduk mengelilingi kelompok diskusi, seolah-olah melihat ikan yang berada pada sebuah mangkuk (Fish Bowl). Selama kelompok diskusi berdiskusi, kelompok pendengar ingin menyumbangkan pikiran dapat duduk di kursi kosong. 9) The Open-Discussion Group Kegiatan ini mendorong siswa menjadi lebih tertarik untuk berdiskusi dan belajar ketrampilan dasar dalam menemukakan pendapat, mendengarkan dengan baik, dan memperhatikan suatu pokok pembicaraan dengan tekun. Jumlah anggota kelompok yang baik sekitar 2-9 orang . 10) Brainstroming Group Teknik ini baik digunakan kalau jumlah peserta antara 8-12 orang. Setiap anggota kelompok diharapkan menyumbangkan ide dalam pemecahan masalah tanpa dinilai segera. Hasil belajar yang diinginkan adalah menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan rasa percaya diri dalam mengembangkan ide-ide yang ditemukan atau dianggapnya benar. 11) Qolloqium Kata kolokium (Qolloqium) berasal dari kata “colloquy” yang artinya percakapan atau perbincangan. Kolokium digunakan oleh guru yang memberikan tugas agak mendalam kepada murid-muridnya. Apabila muridnya itu telah menyelesaikan proyek yang dikerjakan, ia dianggap telah menguasai masalah.
2.4.3 Kegunaan Metode Diskusi Moedjiono
dan Dirto Hadisusanto (1985:17) mengatakan, diskusi
sebagai metode belajar lebih cocok dan diperlukan apabila guru hendak:
22
1) Memanfaatkan berbagai kemampuan yang dimiliki para siswa 2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan kemampuannya 3) Mendapatkan balikan dari siswa apakah tujuan intruksional yang sudah dirumuskan telah tercapai 4) Membantu siswa berpikir teoritis dan praktis lewat berbagai mata pelajaran dan kegiatan di sekolah 5) Membantu siswa belajar menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman-temannya 6) Membantu siswa menyadari dan mampu merumuskan berbagai masalah yang dijumpai baik dari pengalaman sendiri maupun pelajaran di sekolah. 2.4.4 Kelebihan dan Kekurangan Metode Diskusi 2.4.4.1 Kelebihan Metode Diskusi Moedjiono dan Dirto Hadisusanto (1985:28) menyebutkan beberapa kelebihan metode diskusi antara lain: 1) Metode diskusi melibatkan semua anggota secara langsung dalam proses belajar. 2) Setiap anggota dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasaan bahan pelajaran masing-masing. 3) Dapat menumbuhkan dan mengembangkan cara berpikir dan sikap ilmiah. 4) Dengan mengajukan dan mempertahankan pendapatnya dalam diskusi para anggota akan memperoleh kepercayaan diri sendiri. 5) Menunjang usaha pengembangan sikap sosial dan sikap demokratis. 6) Dapat menghasilkan kepuasan yang lebih baik karena kelompok diskusi memiliki gagasan yang lebih kaya dari pada individu. 7) Anggota yang pemalu, kurang suka berbicara lebih bebas menemukakan pendapatnya pada kelompok kecil. 8) Para anggota akan lebih terikat terhadap pelaksanaan keputusan kelompok, karena mereka terlibat dalam proses pengambilan keputusan. 9) Lebih memahami dalam masalah yang sedang dibahas, juga dapat meningkatkan pemahaman terhadap diri sendiri, maupun pemahaman terhadap orang lain.
23
2.4.4.2 Kekurangan Metode Diskusi Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain (2010:88) mengatakan bahwa metode diskusi memiliki keterbatasan sebagai berikut : 1)
Pembicaraan terkadang menyimpang, sehingga memerlukan waktu yang panjang.
2)
Tidak dapat dipakai pada kelompok yang besar.
3)
Peserta mendapat informasi yang terbatas.
4)
Mungkin dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara atau ingin menonjolkan diri.
2.4.5 Langkah-Langkah Metode Diskusi Muchlisin Riadi menguraikan langkah-langkah penggunaan metode diskusi sebagai berikut: 1. Guru mengemukakan masalah yang akan didiskusikan dan memberikan pengarahan seperlunya mengenai cara-cara pemecahannya. 2. Dengan pimpinan guru, siswa membentuk kelompok diskusi, memilih pemimpin diskusi (ketua, sekretaris/ pencatat, pelapor dan sebagainya (bila perlu), mengatur tempat duduk, ruangan sarana dan sebagainya. 3. Para siswa berdiskusi di kelompoknya masing-masing sedangkan guru berkeliling dari kelompok satu ke kelompok yang lain untuk menjaga serta memberi dorongan dan bantuan sepenuhnya agar setiap anggota kelompok berpartisipasi aktif supaya diskusi bejalan dengan lancar. 4. Kemudian tiap kelompok diskusi melaporkan hasil diskusinya. Hasil-hasil diskusi yang dilaporkan ditanggapi oleh semua siswa (terutama bagi kelompok lain). Guru memberi ulasan dan menjelaskan tahap-tahap laporan-laporan tersebut. 5. Para siswa mencatat hasil diskusi tersebut, dan para guru mengumpulkan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok, sesudah siswanya mencatat untuk fail kelas.
24
2.5
Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Keberhasilan pengajaran dapat dilihat dari segi hasil. Anggapan dasar
ialah proses pengajaran yang optimal memungkinkan hasil belajar yang optimal pula. Ada korelasi antara proses pengajaran dengan hasil yang dicapai. Makin besar usaha untuk menciptakan kondisi proses pengajaran, makin tinggi pula hasil atau produk dari pengajaran itu. Menurut Purwanto (2008:38), hasil belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Sedangkan menurut Sudjana (2011:22), hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Setiap guru pasti memiliki keinginan agar dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang dibimbingnya. Karena itu guru harus memiliki hubungan dengan siswa yang dapat terjadi melalui proses belajar mengajar. Setiap proses belajar mengajar keberhasilannya diukur dari seberapa jauh hasil belajar yang dicapai siswa. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Hasil belajar, untuk sebagian adalah berkat tindak guru, suatu pencapaian tujuan pengajaran. Pada bagian lain, merupakan peningkatan kemampuan mental siswa. Bloom (Sudjana, 2005:22-23) mendifinisikan hasil belajar sebagai hasil perubahan tingkah laku yang meliputi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif meliputi pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Pengetahuan, pemahaman dan aplikasi, digolongkan sebagai tingkat kognitif rendah. Analisis, sintesis dan evaluasi disebut sebagai tingkat kognitif tinggi. Ranah afektif meliputi penerimaan, perhatian, penanggapan, penyesuaian, penghargaan dan penyatuan. Ranah psikomotor naturalisasi.
meliputi
peniruan,
penggunaan,
ketelitian,
koordinasi,
dan
25
Berdasarkan uraian tentang hasil belajar, maka dapat ditegaskan bahwa salah satu fungsi hasil belajar siswa diantaranya ialah siswa dapat mencapai prestasi yang maksimal sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki, serta siswa dapat mengatasi berbagai macam kesulitan belajar yang mereka alami. Aktivitas siswa mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, tanpa adanya aktivitas siswa maka proses belajar mengajar tidak akan berjalan dengan baik, akibatnya hasil belajar yang dicapai siswa rendah. Untuk mengetahui keberhasilan proses dan hasil belajar siswa digunakan alat penilaian untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai atau tidak. Hasil belajar yang berupa aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotorik menggunakan alat penilaian yang berbeda-beda. Untuk aspek kognitif digunakan alat penilaian yang berupa tes, sedangkan untuk aspek afektif digunakan alat penilaian yaitu skala sikap (ceklist) untuk mengetahui sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik digunakan lembar observasi. Berdasarkan uraian tentang hasil belajar dapat disimpulkan hasil belajar merupakan hasil akhir dari proses kegiatan belajar siswa dari seluruh kegiatan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas dan menerima suatu pelajaran untuk mencapai kompetensi yang berupa aspek kognitif yang diungkapkan dengan menggunakan suatu alat penilaian yaitu tes evaluasi dengan hasil yang dinyatakan dalam bentuk nilai, aspek afektif yang menunjukkan sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran, dan aspek psikomotorik yang menunjukkan keterampilan dan kemampuan bertindak siswa dalam mengikuti pembelajaran.
2.6
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Picture And Picture Melalui Metode Diskusi Hasil belajar IPA kelas 5 SD Negeri Mangunsari 01 masih belum
optimal. Hal ini disebabkan karena pembelajaran IPA di kelas tersebut kurang berkualitas. Pembelajaran menggunakan metode ceramah. Selain itu pada umumnya guru mengajar dengan tidak memperhatikan kemampuan berpikir siswa. Pembelajaran masih berpusat pada guru (teacher center). Guru mengajar dengan berceramah dan mengharapkan siswa hanya mendengarkan, mencatat dan
26
menghafalkan. Selain dari faktor pendidik, faktor lain adalah sebagian besar siswa kurang antusias menerimanya. Siswa lebih bersifat pasif, tidak mau mengungkapkan ide-ide ataupun penyelesaian atas soal-soal latihan yang diberikan. Dengan keadaan yang demikian guru harus merubah kebiasaan mengajar di kelas. Oleh karena itu penulis berinisiatif menggunakan pembelajaran kooperatif tipe picture and picture melalui metode diskusi. Diharapkan dengan model pembelajaran ini hasil belajar siswa akan meningkat. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe picture and picture melalui metode diskusi adalah sebagai berikut: a.
Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai.
b.
Guru menyajikan materi sebagai pengantar.
c.
Guru menunjukkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi.
d.
Guru membagi siwa menjadi beberapa kelompok secara heterogen (campur menurut prestasi, jenis kelamin)
e.
Guru memantau dan membimbing setiap kelompok dalam berdiskusi.
f.
Guru memanggil setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya kedepan kelas.
g.
Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah diajarkan
h.
Guru memberi evaluasi. Model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture merupakan
model pembelajaran yang memotivasi siswa dalam belajar. Karena penggunaan gambar-gambar dalam penyampaian materi pelajaran khususnya IPA, siswa lebih tertarik dan materi pelajaran akan mudah diserap oleh siswa. Melalui metode diskusi, secara langsung siswa dilibatkan dalam proses pembelajran. Siswa dapat belajar lebih aktif dan belajar untuk bekerjasama dengan teman-teman lainnya, karena dalam pembelajaran ini, siswa didorong untuk bagaimana memecahkan sebuah masalah bersama-sama dengan kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture melalui metode diskusi. Selain siswa aktif dalam kelompoknya di dalam proses
27
pembelajaran, materi yang disampaikan guru menjadi lebih mudah diterima oleh siswa, karena siswa akan termotivasi dalam mengikuti pelajaran dan belajar mandiri dalam memahami materi pelajaran. Dengan begitu, akan perpengaruh pada pencapaian hasil belajar siswa yang meningkat. Pada akhirnya dapat diduga pemahaman
IPA siswa kelas 5
meningkat, sebab guru mengajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif picture and picture melalui metode diskusi yang lebih menarik. Peneliti berpendapat bahwa pemberian suasana baru dengan model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture melalui metode diskusi dapat meningkatkan pemahaman siswa dalam mempelajari pelajaran IPA.
2.7 Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan Penelitian ini juga didasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sulastri (2011) yang berjudul ”Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Metode Pembelajaran Picture And Picture Siswa Kelas IV SD Negeri Slungkep 02 Kecamatan Kayen Kabupaten Pati Tahun 2011/2012.” Hasil penelitian menunjukkan penerapan metode Picture and Picture dengan KKM 6,5 dapat meningkatkan hasil belajar pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV semester 1 SD Slungkep 02 Kecamatan Kayen Kabupaten Pati tahun 2011/2012, hal ini dapat dilihaat dari kenaikan nilai hasil belajar setiap siklus dimana pra siklus ketuntasan belajar siswa pada pra siklus ada 6 siswa atau 27,3% naik menjadi 16 siswa atau 72,7% pada siklus 1, meningkat lagi pada siklus 2 menjadi 19 siswa atau 86,4%. Demikian juga peningkatan juga terjadi pada keaktifan siswa dimana pada pra siklus keaktifan siswa pada kategori baik dan baik sekali ada 7 siswa atau 31,8% naik menjadi 14 siswa atau 6,37% pada siklus 1 dan terakhir pada siklus 2 menjadi 20 siswa atau 90,9%. Dari hasil ini ketuntasan belajar dan keaktifan belajar siswa sudah mencapai indikator 80% ke atas. Dengan kata lain hasil belajar siswa dengan menggunakan metode Picture and Picture telah tuntas atau mencapai KKM yang diharapkan. Penelitian lain juga telah dilakukan oleh Budi Santoso (2012) dengan judul ”Diskusi Kelompok Sepahai Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
28
Matematika Tentang Sifat-Sifat Bangun Ruang Bagi Siswa Kelas V SDN Gringsing 01 Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang Semester IITahun 2011/2012.” Hasil penelitian yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terjadi peningkatan pemahaman yang ditandai dengan ketuntasan hasil belajar. Peningkatan pemahaman belajar siswa tersebut terjadi secara bertahap, dimana pada kondisi awal hanya terdapat 16 siswa (59,25%) yang telah tuntas dalam belajarnya, pada siklus I melalui 3 pertemuan ketuntasan belajar siswa meningkatkan menjadi 20 siswa (74,07%) yang telah tuntas, dan pada siklus II ketuntasan belajar siswa meningkat lagi menjadi 92,59%. Dengan kata lain, penggunaan metode diskusi dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Fida Reni Susanti (2012) juga telah melakukan penelitian yang berjudul ”Penggunaan Metode Picture and Picture Dengan Media Gambar Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS Pokok Bahasan Perkembangan Teknologi Produksi, Komunikasi, Dan Transportasi di Kelas IV SD Negeri Pojok Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2011/2012.” Berdasarkan penelitian diperoleh hasil bahwa penggunaan metode Picture and Picture dengan media gambar dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS pokok bahasan Perkembangan Teknologi Produksi, Komunikasi, Dan Transportasi di kelas IV SD Negeri Pojok Kecamatan Pulokulon Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2011/2012. Berdasarkan analisis data diperoleh peningkatan hasil belajar siswa. Pada kondisi awal siswa yang sudah mencapai KKM 65 sebanyak 5 siswa dengan persentase 33,33% dan siswa yang belum tuntas sebanyak 10 siswa dengan persentase 66,67%. Pada pelaksanaan siklus I siswa yang tuntas sebanyak 8 siswa dengan persentase 53,33% dan siswa yang belum tuntas sebanyak 7 siswa dengan persentase 46,67%. Pada pelaksanaan siklus II jumlah siswa yang sudah tuntas meningkat sebanyak 15 siswa dengan persentase 100%. Dengan kata lain, penggunaan model pembelajaran Picture and Picture dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan beberapa hasil penelitian di atas, diperoleh hasil bahwa pembelajaran dengan menggunakan model Picture and Picture dan metode
29
diskusi dapat meningkatkan hasil belajar. Meskipun demikian perlu dibuktikan lagi pada penelitian tindakan kelas ini apakah penggunaan Picture and Picture dapat meningkatkan hasil belajar IPA.
2.7 Kerangka Berikir Berdasarkan latar belakang dan kajian pustaka, maka dapat digambarkan bagan kerangka berfikir sebagai berikut: Pembelajaran Menggunakan Metode Konvensional
Guru kurang memaksimalkan kegiatan siswa di kelas
Hasil belajar IPA siswa rendah di bawah KKM ≤ 70
Siswa tidak dapat menemukan gagasan sendiri dari materi yang diajarkan
Diterapkan model pembelajaran picture and picture melalui metode diskusi dalam pelajaran IPA
Langkah-langkah model pembelajaran Picture and Picture melalui metode diskusi: a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai. b.Guru menyajikan materi sebagai pengantar. c. Guru menunjukkan gambar-gambar yang berkaitan dengan materi. d.Guru membagi siwa menjadi beberapa kelompok secara heterogen (campur menurut prestasi, jenis kelamin) e. Guru memantau dan membimbing setiap kelompok dalam berdiskusi. f. Guru memanggil setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya kedepan kelas. g.Guru bersama siswa menyimpulkan materi yang telah diajarkan h.Guru memberi evaluasi.
Kegiatan pembelajaran lebih bermakna
Hasil belajar IPA siswa tinggi di atas KKM ≥ 70
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
Siswa lebih aktif dalam pembelajaran
30
2.8 Hipotesis Penelitian atau Tindakan Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe picture and picture melalui metode dikusi dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD Negeri Mangunsari 01 Salatiga Tahun Pelajaran 2012 / 2013.