5
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran IPA a. Latar Belakang Pembelajaran IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan haanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip saja tetap juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didk untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas RI No. 22, 2006) bahwa “IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta, konsep, atau prinsIPAaja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan”. Selain itu IPA juga merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam. Fakta dan gejala alam tersebut menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi juga faktual. Hal ini menunjukkan bahwa, hakikat IPA sebagai proses diperlukan untuk menciptakan pembelajaran IPA yang empirik dan faktual. IPA diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusa melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat diidentifikasikan. Penerapan IPA perlu dilakukan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan. Di tingkat SD/MI diharapkan ada penekanan pembelajaran 5
6
yang diarahkan pada pengalaman belajar bagi siswa untuk memecahkan masalah yang dihadapi melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana. b.
Tujuan Mata Pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut: a.
Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
b.
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
c.
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.
d.
Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar memecahkan masalah dan membuat keputusan.
e.
Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam.
f.
Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
g.
Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
( Depdiknas: 2011) c Ruang Lingkup Ruang lingkup bahan kajian IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut: a.
Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
b.
Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat, dan gas.
c.
Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bumi, panas, magnet, listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.
7
d.
Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-benda langit lainnya.
d Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pencapaian tujuan IPA dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). Kompetensi dasar ini merupakan standar minium yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. Secara rinci SK dan KD untuk mata pelajaran IPA yang diitujukan bagi bagi siswa kelas VI SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 SK dan KD mata pelajaran IPA Kelas VI Semester 2 No.
Standar Kompetensi 8.
Memahami pentingnya penghematan energi
Kompetensi Dasar 8.1.
Mengidentifikasi kegunaan energi listrik dan berpartisipasi dalam penghematannya dalam kehidupan sehari-hari
8.2. Membuat suatu karya/model yang menggunakan energi listrik (bel listrik/alarm/model lampu lalu lintas/ kapal terbang/mobil-mobilan/model penerangan rumah) (Permendiknas No. 22 Tahun 2006) 2.1.2 Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004:22). Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Proses penilaian terhadap hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuan-tujuan belajarnya melalui kegiatan belajar. Selanjutnya dari informasi tersebut
8
guru dapat menyusun dan membina kegiatan-kegiatan siswa lebih lanjut, baik untuk keseluruhan kelas maupun individu. Menurut Dimyati dan Mudjiono, hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesikannya bahan pelajaran. Menurut Oemar Hamalik hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar akan terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Menurut Purwanto (1989:3), menyatakan bahwa hasil belajar adalah suatu yang digunakan untuk menilai hasil pelajaran yang telah diberikan kepada siswa dalam waktu tertentu. Menurut Surahmad (1997:88) berpendapat hasil belajar adalah hasil dimana guru melihat bentuk akhir dari pengalaman interaktif edukatif yang diperlihatkan adalah menempatkan tingkah laku. Hasil belajar merupakan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar (Chatarina, dkk, 2004:4). Perolehan aspek-aspek perilaku tergantung pada apa yang dipelajari oleh pembelajar. Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotorik (Sudjana 1999:3). Pada dasarnya kemampuan kognitif merupakan hasil belajar. Secara keseluruhan hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa, setelah ia menerima pengalaman belajarnya Benyamin S. Bloom (dalam Anni 2005: 9)
mengusulkan hasil belajar
dikelompokkan ke dalam tiga taksonomi yang disebut dengan ranah belajar yaitu ranah kognitif, ranah afektif, ranah psikomotorik. Ranah kognitif berkaitan dengan hasil belajar berupa pengetahuan, kemampuan dan kemahiran intelektual. Ranah kognitif mencakup kategori pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian (evaluation). Kategori tujuan pembelajaran ranah afektif meliputi penerimaan (receiving), penanggapan (responding), penilaian (evaluing), pengorganisasian (organization), dan pembentukan pola hidup (organization by a value complex).
9
Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya kemampuan fisik seperti kemampuan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan koordinasi syaraf. Kategori jenis perilaku untuk ranah psikomotorik menurut Elizabeth Simpson (Anni 2005: 9) meliputi persepsi (perseption), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided response), gerakan terbiasa (mechanism), gerakan kompleks (complex overt response), penyesuaian (adaptation), dan kreativitas (creativity). Hasil belajar digunakan oleh guru untuk menjadikan ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar diperoleh dari aktivitas pengukuran. Secara sederhana, pengukuran diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda. Pengukuran adalah penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaan individu (Allen dan Yen, 1979). Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap dan angket. Tes adalah salah satu contoh instrumen atau alat pengukuran yang paling banyak dipergunakan untuk mengetahui kemampuan intelektual seseorang. Tes adalah seperangkat pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau sifat atau atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Suryanto Adi, dkk., 2009). Penetapan angka kemampuan belajar peserta didik dapat dilakukan dengan berbagai cara atau model yang sistematis, baik berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Model penetapan angka tersebut pada prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan belajar peserta didik terhadap pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Penilaian suatu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain kognitif, afektif, maupun psikomotor (Balitbang Depdiknas, 2006). Secara umum model penilaian dapat di kelompokkan menjadi dua, yaitu model tes dan nontes. 1. Tes Tes bisa terdiri atas tes lisan (menuntut jawaban secara lisan), tes tulisan (menuntut jawaban secara tulisan), dan tes tindakan (menuntut jawaban dalam
10
bentuk perbuatan). Soal-soal tes ada yang disusun dalam bentuk (a) objektif, ada juga yang disusun dalam bentuk (b) esai atau uraian. 2. Bukan tes (nontes). Bukan tes sebagai alat penilaian mencakup observasi atau pengamatan, angket, kuesioner, interviews (wawancara), skala penilaian, sosiometri, studi kasus,
work sample analysis (analisa sampel kerja), task
analysis (analisis tugas), checklists dan rating scales dan portofolio Model penilaian juga dapat dibedakan menjadi: 1. Tes tertulis Tes tertulis adalah model penilaian yang menuntut jawaban secara tertulis, baik berupa tes objektif dan uraian pada peserta didik di lembaga penyelenggara pendidikan keterampilan. Ujian tertulis, untuk memperoleh informasi tentang pengetahuan peserta didik berkenaan dengan tugas/pekerjaan dengan cara merespon secara tertulis tentang aspek-aspek yang diujikan. 2. Tes kinerja/tindakan Tes
kinerja
adalah
model
penilaian
yang
menuntut
peserta
didik
mendemonstrasikan kemahirannya dalam melakukan kegiatan atau pekerjaan tertentu, misalnya kemahiran mengidentifikasi kerusakan pada alat-alat yang diperlukan untuk melakukan kinerja tertentu, bersimulasi, ataupun melakukan pekerjaan yang sesungguhnya. Tes kinerja dapat dilakukan untuk menilai proses, produk, serta proses dan produk. Tes kinerja, untuk memperoleh data tentang kinerja atas bidang keterampilan tertentu yang dipertunjukkan oleh seseorang peserta didik. Penilai mengajukan sejumlah tugas atau pekerjaan untuk dilakukan oleh peserta didik dengan cara memperagakan secara psikomotor. Misal seorang peserta didik disuruh memperagakan cara perambatan panas melalui zat padat. 3. Tes lisan Tes lisan dilaksanakan melalui komunikasi langsung tatap muka antara peserta didik dengan seorang atau beberapa penguji. Pertanyaan dan jawaban diberikan secara lisan dan spontan. Ujian lisan, untuk memperoleh data tentang performansi tertentu, dengan cara berkomunikasi dua arah antara penilai atau guru dengan peserta didik melalui tanya jawab atau wawancara langsung, berkenaan dengan
11
pemahaman, perilaku, kinerja, dan tugas tertentu yang berkaitan dengan materi pelajaran yang telah dipelajari. 4. Observasi Observasi adalah model penilaian yang dilakukan dengan cara mencatat hasil pengamatan terhadap objek tertentu. Pelaksanaan observasi dilakukan dengan cara menggunakan instrumen yang sudah dirancang sebelumnya sesuai dengan jenis perilaku yang akan diamati dan situasi yang akan diobservasi, misalnya dalam kelas, waktu bekerja dalam bengkel/laboratorium. Metode pencatatan, berapa lama dan berapa kali observasi dilakukan disesuaikan dengan tujuan observasi. Metode ini digunakan juga untuk memeriksa proses melalui analisis tugas tentang beroperasinya suatu kegiatan/pekerjaan tertentu maupun produk yang dihasilkannya. Penilaian atau guru dapat secara langsung mengamati dan mencatat perilaku yang muncul, dan dapat juga menggunakan lembar observasi atau daftar ceklis mengenai aspek-aspek tugas atau pekerjaan tertentu yang akan diamati. 5. Penugasan Penugasan adalah model penilaian yang menuntut peserta didik menyelesaikan tugas di luar kegiatan pembelajaran di kelas, laboratorium atau bengkel. Penugasan dapat diberikan dalam bentuk individual atau kelompok dan dapat berupa tugas rumah atau projek. Tugas rumah adalah tugas yang harus diselesaikan peserta didik di luar kegiatan kelas. Tugas projek adalah tugas yang melibatkan kegiatan perancangan, pelaksanaan, dan pelaporan secara tertulis maupun lisan dalam waktu tertentu. Proyek, untuk memperoleh data tentang kinerja atas suatu tugas/pekerjaan tertentu yang dikerjakan dalam jangka waktu tertentu, baik melalui pengawasan maupun tanpa pengawasan. Misalnya penilai mempersiapkan dan merancang suatu tugas/pekerjaan tertentu untuk dikerjakaan peserta didik kemudian hasil dari pekerjaannya dinilai. 6. Penilaian portofolio Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengan cara menilai hasil karya peserta didik. Portofolio adalah kumpulan karya peserta didik dalam bidang tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan, prestasi,
12
dan kreativitas peserta didik. Portofolio, untuk memperoleh data dengan cara mengumpulan bukti-bukti fisik yang bersifat pribadi, atau hasil karya dan pencapaian dijadikan sebagai dasar untuk menilai kinerja seseorang sebelum, dan setelah mengikuti pendidikan. 7. Penilaian diri Penilaian diri merupakan model penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya. Penilaian diri untuk memperoleh data tentang kelebihan dan kekurangan yang dimiliki peserta didik dan bersumber dari peserta didik sendiri. Dalam penilaian diri peserta didik menyampaikan sendiri secara jujur apa yang telah dikuasai dan yang belum dikuasai setelah atau sebelum mengikuti pembelajaran. Bentuk penilaian diri adalah laporan tentang keadaan diri peserta didik yang disusun sendiri oleh peserta didik. Misal laporan tentang keterampilan yang telah dikuasai dan yang belum dalam membuat tusuk rantai pada pelajaran keterampilan. 8. Penilaian antar teman Penilaian antar teman merupakan model penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan temannya. Model penilaian antar teman dilakukan dengan melalukan observasi terhadap temannya sendiri. Instrumen observasi, skala penilaian, dan daftar ceklist yang digunakan berisikan aspek-aspek kemampuan atau kelebihan dan kesulitan atau kekurangan temannya dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Misal peserta didik diberikan tugas untuk menilai kinerja temannya dalam merawat tanaman hias dengan menyiraminya mempergunakan skala penilaian. Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui model atau cara pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap atau penilaian portofolio. Dengan demikian, Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes, pengamatan, diskusi, dan laporan. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan dengan alat ukur atau instrumen. Ada instrumen butir-butir soal apabila cara pengukurannya menggunakan tes, apabila pengukurannya
dengan cara
13
mengamati atau mengobservasi akan menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan cara/model skala sikap akan menggunakan instrumen butir-butir pernyataan. Instrumen sebagai alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah valid, artinya instrumen ini adalah instrumen yang dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Menurut Arikunto, S. dalam Wardani Naniek Sulistya dkk, (2010, 4.30) langkah-langkah yang harus dilalui dalam menyusun instrumen adalah: 1. Merumuskan tujuan. Contoh tujuan menyusun angket untuk mengumpulkan data tentang besarnya minat belajar dengan modul. 2. Membuat kisi-kisi. Membuat kisi-kisi yang mencanangkan tentang perincian SK/KD dan indikator dan jenis instrumen yang akan digunakan untuk mengukur setiap indikator yang bersangkutan. 3. Membuat butir-butir instrumen. Menyusun instrumen bukanlah pekerjaan yang mudah. Bagi penilai pemula, tugas menyusun instrumen merupakan pekerjaan yang membosankan dan menyebalkan. Sebelum memulai pekerjaannya, mereka menganggap bahwa menyusun instrumen itu mudah. Setelah tahu bahwa langkah awal adalah membuat kisi-kisi yang menuntut kejelian yang luar biasa. Tidak mengherankan kalau banyak di antara penilai yang merasa kesulitan. 4. Menyunting instrumen Langkah ini merupakan pekerjaan terakhir dari penyusunan instrumen. Hal-hal yang dilakukan dalam penyuntingan instrumen adalah: a. Mengurutkan butir menurut sistematika yang dikehendaki penilai atau pengawas untuk mempermudah pengolahan data. b. Menuliskan petunjuk pengisian, identitas dan sebagainya. c. Membuat pengantar permohonan pengisian bagi angket yang diberikan kepada orang lain. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai topik atau
14
pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini dimaksudkan sebagai pedoman merakit atau menulis soal menjadi perangkat tes. Langkah-langkah untuk menyusun kisi-kisi soal menurut Wardani Naniek Sulistya dkk, (2010, 3.5-3.6) adalah sebagai berikut: 1. Pemilihan sampel atau contoh materi yang akan ditulis butir soalnya hendaknya dilakukan dengan mengacu pada tujuan pembelajaran atau kompetensi yang ingin dicapai. 2. Jenis asesmen yang akan digunakan. Pemilihan jenis asesmen berhubungan erat dengan jumlah sampel materi yang dapat diukur, tingkat kognitif yang akan diukur, jumlah peserta tes, serta jumlah butir soal yang akan dibuat, dan juga sangat terkait dengan tujuan pembelajaran yang akan di ukur. 3. Jenjang kemampuan berpikir atau perilaku yang ingin dicapai. Setiap kompetensi mempunyai penekanan kemampuan yang berbeda dalam mengembangkan proses berpikir peserta didik. Secara singkat dapat dikatakan bahwa kumpulan butir soal yang akan digunakan dalam tes, harus dapat mengukur proses berpikir yang relevan dengan proses berpikir yang dikembangkan selama proses pembelajaran. Dalam Standar Isi, kemampuan berpikir yang akan diukur dapat dilihat pada "perilaku yang terdapat pada rumusan kompetensi dasar atau pada standar kompetensi". 4. Indikator perilaku dalam kisi-kisi merupakan pedoman dalam merumuskan soal yang dikehendaki. Untuk merumuskan indikator dengan tepat, guru harus memperhatikan materi yang akan diujikan, indikator pembelajaran, kompetensi dasar, dan standar kompetensi. Indikator yang baik dirumuskan secara singkat dan jelas. Dalam hubungan ini kita mengenal ranah kognitif yang dikembangkan oleh Benyamin S. Bloom dan kawan-kawan yang kemudian direvisi oleh Krathwoll (2001). Revisi Krathwoll terhadap tingkatan dalam ranah kognitif adalah ingatan (C1), pemahaman (C2), penerapan (C3), analisis (C4), evaluasi (C5), dan kreasi (C6). 5. Sebaran tingkat kesukaran butir soal. Dalam menentukan sebaran tingkat kesukaran butir soal dalam set soal, harus mempertimbangkan interpretasi hasil
15
tes mana yang akan dipergunakan, interpretasi hasil tes lebih kepada ketercapaian tujuan yang telah ditetapkan dalam pembelajaran. 6. Waktu atau durasi yang disediakan untuk pelaksanaan tes. Lamanya waktu tes merupakan faktor pembatas yang harus diperhatikan dalam membuat perencanaan tes. Waktu pelaksanaan tes, disesuaikan dengan jenis tes yang ditentukan. Jika asesmen formatif yang akan diterapkan kepada peserta didik, maka asesmen dilaksanakan setelah guru selesai mengajarkan satu unit pembelajaran, atau diterapkan pada akhir setiap standar kompetensi ataupun kompetensi dasar pada setiap satuan pembelajaran (RPP), atau dilakukan di tengah-tengah perjalanan program pengajaran atau tengah semester. 7. Jumlah butir soal. Penentuan jumlah butir soal yang tepat dalam satu kali tes tergantung pada beberapa hal, antara lain tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, ragam soal yang akan digunakan, proses berpikir yang ingin diukur, dan sebaran tingkat kesukaran dalam set tes tersebut. 8. Contoh format kisi-kisi soal untuk penilaian proses pembelajaran dalam tabel ini. Format Kisi-Kisi Soal IPA Kelas VI Sekolah
: SDN Tumbrep 02
Jumlah soal
:
10
Kelas
: VI
Bentuk soal/tes
:
Isian
Mapel
: IPA
Pengajar/guru
:
Dalimin
Waktu
: 20 menit
Pengembang
:
Dalimin
Catatan : Bentuk soal objektif, jika tujuan pembelajaran mengukur proses berfikir rendah dan sedang, dan bentuk uraian, jika tujuan pembelajaran mengukur proses berfikir tinggi (analisis, evaluasi dan kreasi). Ditentukan juga oleh jumlah soal yang akan diujikan. Kompetensi
Pokok
Dasar/
Bahasan/
Indikator
Proses Berfikir
Sub Pokok
C
C
C C
C
C
Bahasan
1
2
3 4
5
6
Tingkat Kesukaran Soal
Bentuk
Sed
Instrumen
Rendah
ang Tinggi
16
8.1
Kolom proses berfikir dan tingkat kesukaran soal diisi dengan jumlah soal
Catatan :
Hasil dari pengukuran tersebut dipergunakan sebagai dasar penilaian atau evaluasi. Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris). Stufflebeam (Fernandes 1984) mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses penggambaran, pencarian, dan pemberian informasi yang sangat bermanfaat bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif keputusan (judgement alternative). Sedangkan Tyler seperti dikutip oleh Mardapi, D. (2004) menyatakan bahwa evaluasi merupakan proses penentuan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai.
Wardani Naniek Sulistya dkk, (2010, 2.8)
mengartikannya, bahwa
evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria ini dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM, atau batas keberhasilan, dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Penilaian Acuan Patokan atau Penilaian Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Penilaian Acuan Norma/ Penilaian Acuan Relatif (PAN/PAR). Dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata
17
pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan nilai batas ambang kompetensi. 2.1.3 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw a. Pengertian Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997). Model mengajar jigsaw dikembangkan oleh Aronson et.al sebagai metode kooperatif learning. Model ini dapat digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Dalam model ini siswa bekerja sama dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan
untuk
mengolah
informasi
dan
meningkatkan
keterampilan
berkomunikasi. Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang dengan memperhatikan
keheterogenan,
bekerjasama
positif dan
setiap
anggota
bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan (Lie, A., 1994). Pembelajaran kooperatif jigsaw didasari oleh pemikiran filosofis “Getting Better Together” yang bararti untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik dalam belajar hendaknya dilakukan secara bersama-sama. Dalam bukunya Muhammad Nur (1999) juga dijelaskan bahwa siswa lebih mudah menemukan dan memahami
18
konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temanya. Model kooperatif tipe jigsaw adalah suatu strategi belajar yang menarik untuk digunakan jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi. Kelebihan strategi ini adalah dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada orang lain (Hizyam Zaini,dkk,2007). Pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw ini memandang bahwa
keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh oleh guru, melainkan bisa juga di pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yaitu teman. Jadi keberhasilan belajar dalam pendekatan ini bukan hanya ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan itu akan baik bila dilakukan secara bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur dengan baik. Jigsaw merupakan model pertukaran kelompok dengan kelompok namun ada perbedaan penting yakni setiap siswa mengajarkan sesuatu pada siswa yang lain. Tiap siswa mempelajari satu bagaian materi pelajaran , yang bila digabungkan dengan materi yang dipelajari siswa lain membentuk pengetahuan atau keterampilan yang padu. b. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Menurut Arends (1997) keunggulan kooperatif tipe jigsaw adalah: 1. Meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. 2. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. 3. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.
19
Para anggota dari kelompok-kelompok yang berbeda, tetapi mempunyai topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topik pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka, kemudian siswa-siswa itu kembali pada kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli. Guru harus mengetahui latar belakang siswa agar tercipta suasana yang baik bagi setiap angota kelompok. Disini, peran guru adalah mefasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahli agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang di dapatkan saat melakuakn diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan. Artinya para siswa harus memiliki tanggung jawab dan kerja sama yang positif dan saling ketergantungan untuk mendapatkan informasi dan memecahkan masalah yang diberikan. Gambaran secara umum model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini adalah dalam pembelajaran berbagai materi diberikan kepada siswa dalam bentuk teks, dan setiap siswa dalam kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari satu bagian materi. Anggota kelompok yang berbeda dan memiliki materi yang sama berkumpul membentuk kelompok yang disebut dengan kelompok ahli, untuk belajar dan saling membantu mempelajari materi tersebut. Setelah mereka berdiskusi dalam kelompok ahli, kemudian mereka kembali ke kelompok awal yaitu kelompok asal mereka dan menjelaskan semua yang telah mereka diskusikan atau pelajari dalam diskusi kelompok ahli. c. Langkah-langkah Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw Langkah-langkah penerapan model jigsaw menurut Arends (1997) antara lain adalah : 1. Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok
20
ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli. Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok ini disebut kelompok jigsaw. Misal suatu kelas dengan jumlah 40 siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 20 siswa akan terdapat 4 kelompok ahli yang beranggotakan 5 siswa dan 4 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal. 2. Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan. 3. Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual. 4. Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya. Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran. Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Penjelasan dari langkahlangkah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw di atas adalah : 1. Persiapan
21
Membuat bahan ajar Bahan ajar pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dirancang sedemikian rupa untuk pembelajaran secara berkelompok sebelum menyajikan materi pembelajaran dibuat lembar ahli yang akan dipelajari oleh peserta didik dalam kelompok kooperatif. 2. Tahap pembelajaran Menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran IPA untuk mengetahui pengaruhnya terhadap motivasi belajar siswa maka dapat ditempuh dengan tahapan-tahapan berikut ini : a) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran pada siswa. b) Guru menjelaskan pada siswa bahwa akan menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw, para siswa harus mengetahui dengan tepat tat aturan penerapan model pembeljaran kooperatif tipe jigsaw ini. c) Guru membentuk kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 siswa yang heterogen yang disebut dengan kelompk asal. d) Guru melakukan pembagian materi yang harus dipelajari pada masing-masing siswa dalam kelompok asal (A1, A2,A3,A4 ; B1, B2, B3, B3, dst) e) Guru meminta siswa yang memiliki materi yang sama untuk membentuk kelompok yang disebut dengan kelompok ahli. Posisi tempat duduk harus diatur sehingga siswa dapat saling bertatap muka. f) Setelah selesai diskusi, guru meminta siswa yang bekerja dalam kelompok ahli untuk kembali ke kelompok awal masing-masing yaitu kelompok asal. g) Masing-masing siswa bergantian mengajarkan teman dalam kelompok asal tentang materi pelajaran yang dipelajari atau didiskusikan dalam kelompok ahli tadi. h) Siswa bersama guru menyamakan persepsi dan merangkum materi yang telah dipelajari pada pertemuan tersebut. i) Guru mengadakan kuis secara individual. j) Guru memberikan penghargaan pada kelompokyang mendapatkan skor kuis tertinggi yang berupa pujian dan tepuk tangan dari semua siswa.
22
2.1.4
Kajian Hasil-Hasil Penelitian Yang Relevan Ibdi (2009) dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Terhadap Motivasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan Siswa Kelas III di SDN Petaonan 2 Kecamatan Socah Kabupaten Bangkalan tahun pelajaran 2007/2008.” Dari hasil analisis data statistik diperoleh nilai t kerja sebesar 7,714 lebih besar dibandingkan dengan nilai t tabel sebesar 2,048 (taraf signifikasi 5%). dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa pembelajaran kooperatif lebih baik dan efektif diterapkan pada mata pelajaran Pkn dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional. Di samping itu jelaslah bahwa ada perbedaan prestasi belajar siswa kelas III SDN Pataonan 2 antara yang diajar dengan konvensional dan kooperatif. Guru bangkit (2009) dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Terhadap Motivasi Belajar Siswa” memperoleh kesimpulan t-hitung > t-tabel yaitu t-hitung sebesar 18,546 sedangkan t-tabel sebesar 2,67 pada taraf signifikansi 0.000 dengan demikian Model pembelajaran kooperatif ini cocok diterapkan di sekolah dasar. Sebab, pembelajaran ini mengutamakan adanya kerjasama dalam suatu kelompok. Antara satu individu dengan individu lainnya saling tergantung. Siswa dapat terlibat secara aktif dan dapat merasa puas atas apa yang telah dikerjakan.
2.1.5
Kerangka Berpikir Segala aktivitas memerlukan motivasi agar apa yang dikerjakan mencapai tujuan
yang diinginkan. Demikan juga dalam proses pembelajaran di sekolah, setiap siswa diharapkan mempunyai motivasi untuk mengikuti proses belajar mengajar dalam semua mata pelajaran. Hal ini bertujuan untuk mencapai kompetensi dasar yang ditetapkan oleh kurikulum yang berlaku. Model pembelajaran kooperatif jigsaw
adalah model pembelajaran yang
memfokuskan hampir semua kegiatan pembelajaran pada siswa. Siswa dituntut untuk bisa bertanggung jawab atas apa yang dipelajarinya bersama teman-temannya dalam satu kelompok. Siswa dituntut untuk aktif mengikuti proses pembelajaran dan mengerti materi yang akan dipelajari. Pembelajaran ini membagi siswa dalam 1 kelas menjadi
23
kelompok asal dan kelompok ahli,melakukan diskusi, presentasi,kuis, kemudian pemberian penghargaan bagi kelompok yang mendapatkan skor tertinggi. Dengan model pembelajaran seperti ini diharapkan dapat termotivasi untuk mengikuti pembelajaran IPA, sehingga tujuan pembelajaran IPA dapat tercapai. Uraian diatas dapat digambarkan dengan bagan di bawah ini :
Hasil Belajar
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dalam Pembelajaran IPA
meningkatkan hasil belajar IPA
1. Pembentukan 4 kelompok asal 2. Penomeran 3. Pembagian materi 4. Diskusi kelompok ahli ( terdiri dari 4 kelompok ahli) 5. Presentasi kelompok asal 6. Kuis
1.
Gambar.2.1 1. dan . Peningkatan Hasil Belajar Gambar Alur Pikir Model Pembelajaran Jigsaw
2.1.6
Hipotesis Tindakan Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw
dapat
meningkatkan hasil belajar bagi siswa Kelas VI SD Negeri Tumbrep 02 Kecamatan Bandar Kabupaten Batang Semester 2 Tahun Pelajaran 2011/2012. Pada materi penghematan energi listrik.